Anda di halaman 1dari 65

"Dengan nama Allah Yang Maha Pengasih

lagi Maha Penyayang. Segala Puji ba-


gi Allah, Tuhan seru sekalian alamo
Yang Maha Pengasih lagi Penyayang.
Yang menguasai hari kemudian. Hanya
Engkaulah yang kami sembah dan hanya
kepada Engkaulah kami mohon pertolo'-
ngan. Tunjukkanlah kami jalan yang
lurus. Yaitu jalan orang-orang yang
Engkau beri ni'mat. Bukan jalan me-
reka yang Engkau murkai dan bukan pu-
la jalan mereka yang sesat"
(Al Faatihah)

karya kecil ini kupersembahkan


kepada Ayah, Ibu dan Adik-adik
tercinta ..................... .
do'a dan pengorbananmu tidaklah
eia-sia ...................
I
I> ((: '< \\ (~'tl fa ! 0 L( L1
,j~
,

POLA REPRODUKSI ANJING

SKRIPSI

oleh
EVA HARLINA
B. 18.0824

FAKULTAS KEDOKTERAN HEWAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

1986
RINGKASAN

EVA HARLINA. Pola Reproduksi Anjing (Dibawah bimbingan


SUHARTO DJOJOSUDARMO).
Anjing (Canis familiaris) merupakan hewan liar yang
te1ah menga1ami proses domestikasi. Banyaknya kegunaan
hewan ini dalam kehidupan manusia sehari-hari, menyebabkan
banyak yang memelihara dan mengembangbiakkannya.
Siklus reproduksi anjing sangat unik dian tara hewan-
hewan domestik lainnya. Umumnya hanya mengalami dua kali
musim kawin da1am setahun (mono estrus) dan periode berahi
yang panjang. Proestrus terjadi kira-kira 9 hari, dan es-
trus atau berahi yang sebenarnya berlangsung antara 7-9
hari. Ovulasi biasanya terjadi pad a hari ke tiga periode
estrus. Jika konsepsi tidak terjadi, periode metestrus
akan di1anjutkan dengan terbentuknya kebuntingan palsu
(pseodopregnancy) yang 1amanya hampir sarna dengan kebunti-
ngan sebenarnya.
Inseminasi buatan telah banyak dilakukan untuk meng-
atasi masalah yang ditimbulkan pad a perkawinan alam atau-
pun untuk meningkatkan mutu genetik dan jenis keturunan
yang diinginkan. IB sebaiknya di1aksanakan pada hari ke
10 dan ke 12 dihitung dari mU1ainya perdarahan vagina, de-
ngan dosis 100-150 juta sperma hidup dan moti1. Dalam me-
nentukan saat IB yang tepat dapat pula melalui perubahan
epitel vagina, karena traktus reproduksi anjing sangat pe-
ka terhadap hormon-hormon reproduksi dibanding spesies la-
in.
POLA REPRODUKSI ANJING

S K RIP S I

Skripsi sebagai salah satu syarat


untuk memperoleh gelar Dokter Hewan
pada Fakultas Kedokteran Hewan
Institut Pertanian Bogor

Oleh
FNA HARLINA
Sarjana Kedokteran Hewan 1985

FAKULTAS KEDOKTERAN HEWAN


INSTITUT PERTANIAN BOGOR
198 6
POLA REPRODUKSI ANJING

SKRIPSI

01eh
EVA HARLINA
B 18 0824

Skripsi ini te1ah diperiksa


dan disetujui oleh

Drh. Suh rto Djojosudarmo


Dosen Pembimbing

Tanggal_f:=+/~{Jf'--..::.J?---1.1_
/ T
/
RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan pad a tanggal 20 Juni 1962 di Ban-


dung. Penulis adalah anak pertama dari tiga bersaudara
dengan ayah Harun Kamil dan ibu Amaliana Munaf.
Tahun 1969 penulis memasuki Sekolah Dasar Negeri Ban-
dengan Utara I Pagi Jakarta dan lulus pada tahun 1974.
Pad a tahun 1975 penulis memasuki Sekolah Menengah Pertama
Negeri 32 Jakarta dan lulus pada tahun 1977. Pada tahun
1978 penulis memasuki Sekolah Menengah Atas Negeri II di
Jakarta, dan lulus pada tahun 1981.
Penulis terdaftar sebagai rnahasiswi Tingkat Persiapan
Bersama, Institut Pertanian Bogor pad a tahun 1981 melalui
jalur Proyek Perintis I. Tahun 1982 penulis mernasuki Fa-
kultas Kedokteran ReV/an, dan pada tanggal 30 November 1985
penulis meraih ge1ar Sarjana Kedokteran Rewan. Pada tang-
gal 26 Desember 1986 penulis berhasil rnemperoleh gelar
Dokter Hewan.

ii
Ki\TA PENGi\N'l'AR

Puji dan syukur penulis panjatkan ke hadirat Illahi,


karena petunjuk-Nya jugalah penulisan skripsi ini dapat
diselesaikan.
Skripsi ini disusun sebagai salah satu syarat untuk
mmperoleh gelar Dokter Hewan pad a Fakultas Kedokteran He-
wan , Institut Pertanian Bogor.
Kepada Bapak Drh. Suharto Djojosudarmo sebagai dosen
pembimbing, penulis menghaturkan rasa terima kasih yang
sebesar-besarnya at as pengarahan dan bimbingan yang dibe-
rikan dari awal hingga tersusunnya skripsi ini.
Terima kasih pula penulis sampaikan kepada
1. Seluruh staf pengajar dan pegawai di lingkungan FKH-
IPB, yang telah mendidik dan membantu penulis sehing-
ga penulis dapat menyelesaikan pendidikan di FKH-IPB.
2. Seluruh pegawai perpustakaan, baik FKH-IPB, BALITVET,
maupun BPT-Ciawi, Bogor at as bantuan penyediaan kepus-
takaan selama penyusunan skripsi ini.
3. Warga Ceria Cikuray 30 dan semua rekan-rekan yang te-
lah memberikan bantuan dan dorongan semangat untuk se-
gera menyelesaikan skripsi ini.
Penulis menyadari bahwa tulisan ini masih banyak ke-
kurangan baik dalam isi maupun penyajian. Harapan penulis
semoga skripsi ini bermanfaat bagi semua pihak yang memer-

lukannya. Bogor, Desember 1986


Penulis
DAFTAR lSI

Ha1aman

KA TA PENGAN'l'AR ....... iv
DAFTAR TAB~ ........................................................................ vi

DAFTAR GAMBAR . vii


PENDAHULUAN .......................................................................... 1
ANATOM1 DAN F1S10LOG1 REPRODUKSI .... 3
A. Anatomi dan Fisio1ogi Reproduksi A1at Ke-
1amin Jan tan ....................... 3
B. Anatomi dan Fisio1ogi Reproduksi A1at Ke-
lamin Betina ...................................................... 6

HORMON - HORl10N REPRODUKSI ..... 12


SIKLUS REPRODUKSI ANJ1NG......................... 19
A. Dewasa Ke1amin (pubertas) ........... 19
B. Musim Kawin ........................ 20
C. Pubertas dan Spermatogenesis ......... 21

D. Berahi dan Ovulasi . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 22

E. Ferti1isasi dan Imp1antasi ...... 31


F. Kebuntingan dan Ke1ahiran ........... 33
1NSEM1NAS1 BUATAN PADA ANJ1NG .......... 41
A. Penampungan Semen ................. 41
B. Peni1aian Semen .. ............................................ . 42
C. Pengenceran dan Pengawetan Semen .. 44
D. Teknik Inseminasi ...................... 45
PEi-1BAHASAN ............................................................................ 47
KES1MPULAN 52
DAFTAR PUSTAKA ................................. .
DA f'l'AH TABJ<-:L

Nomor lla1aman

1. Hormon-hormon Reproduksi Brimer .................... 15


2. Horman-harmon Reproduksi Sekunder 16

3.. Faktor-faktor Pelepas ............................................ 17


4. Musim Kawin B,eberapa Jenis Anjing yang Dikan-
dangkan ........................................................................ 21
5. Pembagian dan Lamanya Periode Sik1us Berahi
Anjing Menurut Beberapa Sumber . 24

vi
DAFTAH GAHBAH

Nomor Halaman

1. Alat Kelamin Jantan 10 .... 6


2. Alat Kelamin Betina ..... .................... 11

3. Diagram Skematik Peranan Horman-harmon Repro-


duksi Primer pada Hewan Jantan 17
4. Diagram Skematik Peranan Horman-harmon Repro-
duksi Primer pada Hewan Betina .. 18
5. Gambaran Horman, Usapan Vagina dan Ke1akuan
Kelamin Anjing Betina Selama Proestrus dan
Estrus ....... 10 10 10 " 27

6. Siklus Reproduksi Anjing .. 30

vii
PENDAHULUAN

Sebagaimana halnya dengan jenis hewan piara lainnya,


anjingpun berasal dari hewan liar yang kemudian didomesti-
kasikan. Menurut Mac Donald (1983) anjing merupakan hewan
pertama yang didomestikasikan, diantara hewan-hewan piara
lainnya. Beberapa ilmuwan berpendapat bahwa anjing-anjing

yang ada sekarang (Canis familiaris) berasal dari seriga-


la (Canis lupus), bangsa anjing yang pertama didomestika-
sikan sejak 5000 tahun yang lalu.
Saat sekarang ini diperkirakan lebih dari 320 jenis
keturunan anjing yang ada di dunia. Hal ini terjadi kare-
na adanya pengaruh mutasi alam, iklim, lingkungan atau ha-
sil kawin silang yang dilakukan manusia dalam proses do-
mestikasi.
Anjing mempunyai kedudukan yang unik dalam hubungan~

nya dengan manusia. Keistimewaan ini karena anjing meru-


pakan hewan yang sangat setia, mempunyai inteligensia cu-
kup dan naluri yang tajam. Kegunaan anjing sebagai kawan
bermain, penunggu dan penjaga rumah yang setia sudah lama
dikenal. Disamping itu banyak lagi kegunaan hewan ini da-
lam kehidupan sehari-hari. Penciumannya yang tajam telah
membuat anjing sebagai alat yang paling efektif untuk rnen-
cari jejak dalam tugas-tugas kepolisian, pencarian obat-
obat terlarang, dan juga untuk pertahanan dan keamanan.
Anjing juga dipakai untuk menggembalakan ternak, untuk
rekreasi seperti berburu, perlombaan dan tontonan yang
2

mengasyikkan. Karena kesetiaan dan nalurinya yang tajam,


anjingpun dapat digunakan untuk menolong orang yang terse-
sat di hutan ataupun penuntun orang buta. Dalam bidang pe-
nelitian, banyak dihasilkan penemuan-penemuan ilmiah dima-
na anjing bertindak sebagai objeknya. Di beberapa daerah,
daging anjing juga merupakan salah satu sumber protein he-
wani bagi sejumlah orang yang menyukainya. Semua keguna-
an ini membuat manusia banyak memelihara dan mengembangbi-
akkan anjing.
Untuk meningkatkan kegunaan hewan ini dalam kehidupan
manusia, maka salah satu aspeknya adalah mempelajari sik-
~

lus reproduksinya. Dengan mengetahui siklus reproduksi,


dapat diperhatikan perkembangbiakannya, terutama pening-
katan mutu genetik, faktor-faktor kegagalan reproduksinya
atau usaha pencegahan kebuntingan karena tidak diinginkan
oleh pemiliknya.
Tertarik akan masalah-masalah reproduksi yang semakin
banyak ditemui, maka penulis mencoba menyusun skripsi ini
dengan harapan dapat digunakan sebagai dasar pemikiran da-
lam memecahkan masalah-masalah reproduksi yang ditemui pa-
da praktek hewan kecil.
ANATOMI DAN F'ISIOLOGI REPRODUKSI

A. Anatomi dan Fisio1ogi Reproduksi Alat Kelamin Jantan

Seperti ha1nya pada hewan-hewan piara 1ainnya, a1at


ke1amin jantan pad a anjing dapat dibagi menjadi empat ba-
gian besar (Ashdown dan Hancock, 1980):
(1) Organ kelamin primer yaitu gonad jantan yang disebut
testes
(2) Ke1enjar ke1amin pe1engkap yaitu prostat
(3) Saluran-sa1uran reproduksi yang terdiri atas epididy-
mis, vas deferens, ampu1a dan urethra
(4) Alat kelamin bagian luar atau organ kopulatoris yai-
tu penis
Ashdown dan Hancock (1980) memberikan gambaran ten-
tang anatomi a1at ke1amin jantan sebagai berikut:
1. Testes
Testes adalah organ kelamin primer yang berjumlah
dua buah, berbentuk ovoid dan terbungkus dalam kantong
skrotum. Ukuran dan berat testes tergantung pad a besar
hewan, bangsa dan umurnya. Letak testes tersebut di dae-
rah prepubis.
Secara histologis masa testes dibungkus oleh tunika
albuginea, yang mengalami penebalan di daerah tepi proksi-
mal dan disebut mediastinum. Parenkim testes terdiri dari
tubuli seminiferi yang menghasi1kan dan berisi spermatozoa.
Testes sebagai organ ke1amin primer mempunyai dua
fungsi yaitu penghasil spermatozoa atau sel-sel kelamin
4

jantan dan sebagai penghasil hormon kelamin jantan (testos-


teron). Spermatozoa dihasilkan di dalam tubuli seminiferi
atas pengaruh Follicle Stimulating Hormone (FSH) , sedang
testosteron dihasilkan oleh sel-sel Leydig pada jaringan
interstitial atas pengaruh Interstitial Cell Stimulating
Hormone (ICSH).

2. Epididymis
Epididymis adalah suatu saluran memanjang yang berta-
ut rapat dengan testes. Terbagi atas bagian kepala (caput
epididymis), bagian badan (corpus epididymis) dan bagian
ekor (cauda epididymis). Didekat ligamentum testes salu-
ran epididymis membesar dan disebut ductus deferens.
Epididymis mempunyai empat mac am fungsi yaitu: trans-
portasi, konsentrasi, pendewasaan dan penyimpanan sperma-
tozoa.

3. Vas Deferens dan Kelenjar Pelengkap


Vas deferens terentang mulai dari ekor ductus epidi-
dymis sampai urethra. Bersama-sama dengan pembuluh darah
dan syaraf membentuk funiculus spermaticus yang masuk ke
dalam rongga perut melalui canalis inguinalis. Setelah
melalui canalis inguinalis vas deferens membesar dan dina-
makan ampula ductus deferentis. f~pula pada anjing kecil
dan kurang berkembang (Mc Keever, 1970).
Kelenjar pelengkap pada anjing yang ada hanya kelen-
jar prostat. Terletak melintang pada ujung kranial ureth-
ra pelvis dan terbagi menjadi dua lobus. Menurut Staben-
feldt dan Shille (1977) sekresi kelenjar prostat ini sangat

besar volumenya, kaya akan sodium dan ion-ion chlorida, te-

tapi rendah kadar asam sitratnya. pH cairan prostat seki-


tar 6.8, lebih rendah dari pH cairan prostat sapi.
Fungsi cairan prostat ini adalah untuk menambah volu-
me cairan ejakulasi; untuk membantu pergerakan, buffer
dan untuk membersihkan urethra sebelum ejakulasi.

5. Urethra
Urethra adalah saluran eksretoris bersama untuk urin
dan semen. Urethra membentang dari daerah pelvis ke penis
dan berakhir pada ujung glans penis sebagai orificium ure-
thra eksterna.

6. Penis
Penis merupakan organ kopulatoris hewan jantan yang
dibentuk oleh jaringan erektil yang disebut corpus caver-
nosum penis. Fungsinya se bagai unsur pengeluaran urin, ju-
ga untuk meletakkan semen ke dalam saluran reproduksi he-
Vian betina.

Penis terdiri dari akar, badan dan ujung bebas yang


berakhir pada glans penis yang banyak mengandung serabut-
serabut syaraf dan ujung-ujung syaraf. Pada glans penis
anjing terdapat os penis (baculum) yang terpancang dari be-
lakang bulbus glandis sampai ujung kranial pars longa glan-

dis (Mc Keever, 1970). Bulbus clandis berukuran diameter


terbesar, yang terdiri dari plexus venosus yang subur dan
terbungkus oleh jaringan elasU.s, sehil1{;ga lJi'lda l,'laktu erek-
6

si penis anjing membutuhkan waktu cukup lama Cqrandage,

1972)

Gambar 1. A1at Ke1amin Jantan (Betteridge, 1970)


1. Testes; 2. Caput epididymis; 3.
Corpus epididymis; 4. Cauda epididymis;
5. Ductus deferent; 6. Vesica urinaria;
9. Kelenjar prostat; 10 . urethra; ll.
Bulbus glandis; 12. M. Bulbocavernosus;
13. M. Ischiocavernosus; 14. M. Retrac-
tor penis

B. Anatomi dan Fisio1ogi Reproduksi A1cit .. Ke1amin Betina

Secara anatomik, alat kelamin betina dapat dibagi men-


jadi tiga bagian besar (Hafez, 1980):
(1) Ovarium, merupakan organ reproduksi primer yang meng-
hasilkan sel-sel kelamin betina yang biasa disebut
Ova atau te1ur dan hormon-hormon betina
(2) Saluran-saluran reproduksi yang terbagi menjadi tuba
fallopii at au oviduct, uterus, cervix dan vagina
(3) Alat kelamin bagian lUar, terdiri atas sinus urogeni-
talis, vulva dan klitoris.
Fungsi organ reproduksi sekunder (saluran-saluran re-
produksi dan alat-alat ke1amin bagian 1uar) ada1ah meneri-
7

rna dan rnenyalurkan sel-sel kelarnin jantan dan betina; me-


nyediakan lingkungan, memberi makan dan melahirkan indivi-
du baru yang terbentuk (Toelihere, 1981 a ).
Selain itu masih ada kelenjar susu yang dapat diang-
gap sebagai alat kelamin pelengkap karena sangat erat ber-
hubungan dengan proses-proses reproduksi dan sangat penting
fungsinya dalam pemberian makanan bagi individu yang baru
lahir (Toelihere, 1981 a ).
Anatomi dan fisiologi alat kelamin betina menurut Ha-
fez (1980) adalah sebagai berikut:
1. Ovariurn
Berbeda dengan testes, ovarium terletak di dalam ru-
ang abdomen, jumlahnya sepasang dan digantung oleh mesova-
rium. Mempunyai fungsi ganda yaitu.sebagai alat eksokrin
yang menghasilkan ovum atau sel telur dan sebagai alat en-
dokrin yang mensekresikan hormon kelamin betina yaitu es-
trogen dan progesteron.
Ovarium anjing berbentuk oval dan pipih, berukuran
lebih kurang dua sentimeter dan bergantung pad a fase sik-
Ius berahi. Berat ovarium anjing berkisar an tara satu sam-
pai delapan gram (Me Donald, .1980).
Ovarium terdiri dari medulla dan cortex, dikelilingi
oleh epitel kecambah. Pada medulla terdapat pembuluh da-
rah dan syaraf, sedangkan cortex merupakan tempat pemben-
tukan ovum dan hormon.
Ovarium dapat mengandung struktur-struktur komponen
yang berbeda pad a tingkat perkembangannya. Sel-sel kecam-
8

bah akan tumbuh dan berkembang da1am mencapai kematangan-


nya berturut-turut fo1ike1 primer, sekunder, tertier dan
fo1ike1 de Graaf. Dengan bantuan hormon estrogen yang cu-
kup yang disekresikan oleh se1-se1 theca interna, fo1ike1
de Graaf ini akan pecah, sehingga ke1uar1ah ovum dari ova-
rium. Peristiwa ini disebut ovu1asi.
Ovarium anjing yang baru 1ahir diperkirakan mengan-
dung 700.000 buah oocyt. Kemudian jum1ah ini menurun men-
jadi 250.000 pada saat pubertas, 33.000 pada usia lima ta-
hun dan hanya 500 buah pada anjing yang berusia 10 tahun.
Hal ini disebabkan oleh kegaga1an fo1ike1 menjadi matang,
tidak. berovu1asi dan ma1ah berdegenerasi. Jum1ah folike1
de Graaf yang terbentuk pada satu sik1us berahi tergantung
pad a hereditas dan faktor-faktor 1ingkungan. Pada anjing
3-15 fo1ike1 de Graaf matang pada setiap estrus (Mc Donald,
1980).
Segera setelah ovu1asi rongga fo1ikel diisi oleh da-
rah dan limfe membentuk corpus haemorrhagicum, dan untuk
kemudian berubah menjadi corpus 1uteum.
Corpus 1uteum anjing mempunyai bentuk agak membulat
dengan diameter dua sampai lima mi1imeter. Jika terjadi
fertilisasi, corpus luteum ini akan terus berfungsi untuk
mempertahankan kebuntingan. Sedangkan jika ferti1isasi ti-
dak terjadi, corpus luteum tetap akan berfungsi sampai ak-
hir masa estrus (Stabenfe1dt dan Shil1e, 1977).
9

2. Tuba Ji'allopii
Tuba fallopii atau oviduct merupakan saluran kelamin
yang paling anterior; mempunyai hubungan anatomik yang in-
tim dengan ovarium dan menggantung pada mesosalpinx. Ter-
bagi atas infudibulum dengan fimbriaenya, ampula dan isth-
mus. Ovum yang dihasilkan dari proses ovulasi akan disapu
ke dalam ujung fimbriae.
Kapasitasi, fertilisasi dan pembelahan embrio terjadi
di dalam tuba fallopii ini. Pengangkutan sperma ke tempat
fertilisasi dan pengangkutan ovum ke uterus untuk perkem-
bangan selanjutnya diatur oleh kerja silier dari kontraksi-
kontraksi muskuler yang dikoordinir oleh hormon-hormon
a
ovarial, estrogen dan progesteron (Toelihere, 1981 ).

3. Uterus
Uterus adalah suatu saluran muskuler yang diperlukan
untuk penerimaan ovum yang telah dibuahi, nutrisi dan per-
lindungan foetus. Selain itu juga berfungsi pada stadium
permulaan ekspulsi foetus pada waktu kelahiran (Toelihere,
1981 a ).
Uterus terdiri dari cornua, corpus dan cervix uteri.
Anjing mempunyai uterus yang tergolong dalam tipe bicornua
subsepticus atau bipartitus, dengan cornua yang cukup pan-
jang 10-14 cm dan corpus 1.4-2 cm. Cornua yang panjang
ini merupakan penyesuaian anatomik dengan produksi anak
yang banyak (Mc Donald, 1980). Cervix uteri adalah urat
daging spincter yang terletak dian tara uterus dan vagina
J.O

dengan panjang sekitar 1.5-2 cm, dan pad a anjipg mempunyai


bentuk lumen yang tidak teratur (Mc Donald, 1980). Fungsi
utama cervix adalah sebagai penutup lumen uterus, sehingga
mengurangi kesempatan masuknya jasad renik.

4. Vagina dan Alat Kelamin Bagian Luar


Vagina adalah organ kelamin betina dengan struktur se-
lubung muskuler yang terdiri dari bagian vestibulum dan
portio vaginalis. Bagian vestibulum yaitu bagian yang ber-
hubungan dengan vulva (vagina anterior) yang panjangnya
5-10 cm. Sedangkan bagian portio vaginalis cervicis yaitu
bagian yang berhubungan dengan cervix. Diantara kedua ba-
gian ini terdapat selaput tipis yang disebut hymen, yang
karena tipisnya akan robek dan hilang sewaktu hewan menca-
pai umur dewasa (Hafez, 1980).
Pada hewan betina normal dan tidak bunting, epitel mu-
kosa vagina secara periodik berubah atas pengaruh hormon
yang disekresikan ovarium. Sehingga pada anjing, perubah-
an histologis epitel vagina sangat baik untuk menentukan
periode siklus reproduksi (Mc Donald, 1980).
Alat kelamin bagian luar terbagi atas vestibulum, vul-
va dan klitoris. Vestibulum memiliki beberapa otot sirku-
ler atau seperti spinkter yang menutupi saluran kelamin
terhadap dunia luar. Sewaktu kopulasi terjadi, otot-otot
pada vestibulum ini berkontraksi, dan ini merupakan salah
satu un~sur untuk terjadinya proses terkait pada anjing
(Kirk, 1970).
1 ,
,.I

Gambar 2. Alat Kelamin Betina (Betteridge, i970)


3. Cor-
l. Ovarium; 2. Tuba fallopii; 5. Cor-
nua uteri; 4. Vesica urinaria;
pus uteri; 6. Vagina
HORMON - HORMON REPRODUKSI

Pada umumnya proses-proses reproduksi baru dapat ber-


langsung setelah hewan mencapai mas a pubertas, dan ini di-
atur oleh kelenjar-kelenjar endokrin serta hormon-hormon
yang dihasilkannya. Berbagai hormon saling menstimulir
atau menghambat sehingga meneapai suatu keselarasan fungsi
dan pengaruh terhadap organ-organ reproduksi. Pengontrol-
an hormonal terhadap proses reproduksi merupakan suatu sis-
tim pengawasan dan pengaturan yang kompleks dan sangat ber-
imbang (Toelihere, 1981 a ).
Susunan syaraf pusat dan otonom memegang peranan se-
kunder dalam reproduksi, tetapi sangat erat hubungannya de-
ngan kerja hormon-hormon yang diproduksikan. Sehingga re-
produksi berada dibawah pengawasan neuro-endokrin atau neu-
ro-humoral (Toelihere, 198I a ).
Rangsangan sensoris eksternal yang bekerja terhadap
susunan syaraf pusat dan hypothalamus dapat pula mempenga-
ruhi kegiatan reproduksi. Rangsangan-rangsangan tersebut
meliputi cahaya melalui mata, suara yang tertangkap oleh
telinga, penciuman melalui hidung dan tingkatan makanan.
Rangsangan-rangsangan fisik meliputi dingin dan panas,
jumlah kerja, stress serta perabaan juga sangat berpenga-
ruh pad a reproduksi (Me Donald, 1980). Rangsangan-rangsa-
ngan ini akan sampai pada pusat-pusat yang berhubungan de-
ng an kelakuan kelamin pada susunan syaraf pusat, sum sum tu-
lang belakang dan hypothalamus sehingga akan menyebabkan
pelepasan hormon-hormon tropik dari kelenjar adenohypophy-
a
sa (Toelihere, 1981 ).
Hormon-hormon reproduksi dihasilkan oleh kelenjar en-
dokrin. Kelenjar endokrin tersebut antara lain: hypophy-
sa, ovarium, testes, adrenal dan thyroid. Plasenta walau-
pun tidak diklasifikasikan seba.gai kelenjar endokrin, na-
mun menghasilkan beberapa hormon (Reece, 1960).
Berdasarkan cara kerjanya, hormon-hormon reproduksi
dapat dibagi dalam dua kelompok besar, yaitu hormon repro-
duksi primer dan hormon reproduksi sekunder. Hormon re~

produksiprimer disebut juga hormon gonadal, karena diha~

silkan oleh gonad atau alat kelamin, baik jan tan maupun be-
tina. Hormon-hormon tersebut antara lain: estrogen, pro-
gesteron, androgen atau testosteron dan relaxin (Reece,
1960). Hormon-hormon ini secara langsung terlibat dalam
berbagai aspek reproduksi, seperti: spermatogenesis, ke-
langsungan kebuntingan, kelahiran, laktasi dan kelakuan in-
duk.
Hormon-hormon reproduksi sekunder adalah hormon-hor-
mon yang perlu adanya untuk proses metabolisme suatu indi-
vidu yang memungkinkan terjadinya proses reproduksi (Zor-
row, 1980).
Hypothalamus juga mensekresikan sekelompok hormon re-
produksi. Kelompok hormon ini menga tur aktifi ta.s adenohy-
pophysa yaitu bekerja sebagai faktor-faktor pelepas khusus
yang menstimulir sintesa serta pelepasan berbagai hormon
adenohypophysa. Satu pengecualian fungsi kelompok ini ada-
lah sebagai faktor penghambat prolactin, Prolactin Inhibi-
ting Factor (PIF).
Kelenjar adenohypophysa sendiri mensekresikan tiga
hormon gonadotropin yaitu: Follicle Stimulating Hormone
(FSH) , Luteinizing Hormone (LH) dan Luteotropic Hormone
(LTH) yang lebih dikenal dengan sebutan prolactin. Sedang-
kan oxytocyn dan vasopressin adalah hormon-hormon yang di-
hasilkan oleh neurohypophysa.
Menurut struktur kimiawinya, berbagai hormon reproduk-
si dapat dibagi atas hormon protein atau polypeptida dan
steroida. Horman berstruktur protein mempunyai berat mole-
kul 1000-50.000, sedangkan hormon yang berstruktur steroid
rata-rata 300-400 (Zorrow, 1980).
Pada tabel 1, 2 dan 3 ditunjukkan beberapa hormon re-
produksi, kelenjar yang menghasilkannya serta fungsi dari
masing-masing harmon tersebut.
Tabel 1. Hormon-hormon Reproduksi Primer (Toeli~ere, 1981 a )
Kelenjar Hormon Beberapa fungsi
Adenohypophysa Follicle stimulating spermatogenesis; per-
hormon (FSH) tumbuhan folikel
Luteinizing hormone pelepasan estrogen;
(LH) ovulasi; pelepasan
proges:teron
Interstitial cell
stimulating hormone
(ICSH)
FSH & LH pelepasan estrogen
Prolaktin (Luteotro- pelepasan progesteron;
laktasi
Neurohypophysa Oxytocin partus; kontrkasi ute-
rus; 1 e t _:down susu
Testis Testosteron mempertahankan sistem
saluran kelamin jantan
dan sifat kelamin se-
kunder; kelakuan kel~
min dan spermatogene-
sis
Ovarium Estradiol mempertahankan sistem
saluran kelamin betina
dan sifat kelamin se-
kunder; kelakuan kela-
min; stimulasi kelen-
jar susu; mobilisasi
Ca dan lemak pada ung-
gas
Progesteron implantasi; memperta~
hankan kebuntingan;
stimulasi kelenjar sg
su
Relaxin relaksasi servik uteri;
inhibisi kontraksi ute
ri; pemisahan symphysis
pubis
Placenta Human chorionic go- seperti LH
nadotropin (HCG)
pada primata
Pregnant mare's se- seperti FSH
rum (PHS)(pada kuda)
Prostaglandin kontraksi oto.t licin;
luteolysa
Estradiol; Proges- lihat ovarium
Progesteron lihat ovarium
Relaxin lihat ovarium
10

Tabel 2. Hormon-hormon Reproduksi Sekunder

Kelenjar Hormon Beberapa fungsi

Adenohypophysa Somatotropic hormone


pertumbuhsn tubuhj
(STH) sintesa protein
Thyroid stimulatingstimulasi kelenjar
hormone (TSH) thyroid; pelepasan
thyroxyn dan pengi-
katan jodium oleh
thyroid
Adrenocorticotropic stimulasi cortex ad-
hormone (ACTH) renal; pelepasan
corticoid adrenal
Neurohypophysa Vasopressin (Antidi- pertumbuhan tubuh;
uretic hormone, ADH) perkembangan dan pe-
matanganj oksidasi
zat makanan
Tri-iodothyronin sama dengan diatas
Thyrocalcitonin metabolisme calcium
Cortex adrenal Aldosteron metabolisme air dan
elektrolit
17-0H corticoid metabolisme hidrat
(crotison, cortisol, arang, lemak dan pro-
corticosteron) tein
Pancreas Insulin metabolisme hidrat
arang, lemak dan pro-
tein
Parathyroid Parathormon metabolisme calcium
dan phosphor

Sumber: Fisiglogi Reproduksi pada Ternak, Toelihere,


1981
17

Tabel 3. Faktor-faktor Pelepas

Faktor (hormon) Fungsi

Gonadotropin releasing hormone stimulasi pelepasan gona-


(Gn-RH) dotropin (FSH & LH)
Thyrotropin releasing hormone stimulasi pelepasan TSH
(TRH)
Prolactin nhibiting hormone inhibisi pelepasan pro-
( PIF) lactin
Corticotropin releasing factor stimulasi pelepasan ACTH
(CRF)
Somatotropic hormone releasing stimulasi pelepasan STH
factor (STH-RF)

Sumber: Fisio1ogi Reproduksi pada Ternak, Toelihere,


1981 a

SUSUNANSYARAFPUSAT

,"'1 ,
F AKTOR-F AKTO R PELEPAS .......
i ' .....

/ ,,/ (RELEASING FACTORS) ...........


/ i 1 '-_
//:/~ I I
ADENOHYPOPHYSA
I
I~~-,
. -'.. Stimului
11 ,.
/ / , ,
\ organ-ore:a.n

r
"[nbibin" FSH (CSH', \
(LH) \:\
Kelamia
Pclene:kap

I., TUBULI
TESTES
SEL~EL
,I
'. SEMINIFERI INTERSTITIAL /
, I

'.......... _--_...... -------- ",,"


SPERMATOGENETIK TESTOSTERON Si(.t~ifat
hl.min
! aekunder
SPERMA

Gambar 3. Diagram Skematik Peranan Hormon-hormon Re-


produksi Primer pada Hel'lan Jantan
Garis-garis putus menunjukkall: "mekanisme
umpan ba1ik\' Toe1ihere, 1981
Ranpu'l,a.n Luar
RANGSANGAN LUAR - CahaYa
- Str....
- Viaull
- Auditori.
- Pe:n:baan
- OUaletori,
- male.nan
- Stimului uLeNa
. - Fiaik
- Lainlain
F.etoractor Pele:paa
(a.le:uiDI Factors)

Adt:nohypophy .. Ne:urohypophy..

I
/ -',,
I I
I
I I
I I
I I
I I
I
I
I Pe:rturnbuhan Co,!,,,, I
I Folii:el Luteum I
I I
I I
I I
I I
I
I Laletui
I
I P.rtua
I
(Let down
\ , _/
I
.luau)

Pe:ri\lmbuhan
uteruA dan ...:luran
reproduui Prollferui Ke:lanpul1fU1
uterus (untuk ke:bunUn,an
implantaai)

Gambar 4. Diagram Ske~atik Peranan Hormon-hormon Re-


produksi Primer pada Hewan Betina
Garis putus-putus menunjukkan "mekanisme
umpan balik negatif"
Sumber: Fisiologi Reproduksi pada Ternak,
Toelihere, 1981 a
SIKLUS REPRODUKSI ANJING

A. Dewasa Kelamin (pubertas)

Pubertas (dewasa kelamin) adalah suatu periode dalam


kehidupan makhluk jantan dan betina, dimana organ-organ
reproduksi mulai berfungsi dan perkembangbiakan dapat ter-
jadi (Cole dan Cupps, 1977). Pad a hewan jantan pubertas
ditandai oleh kesanggupan berkopulasi dan menghasilkan
sperma disertai perubahan-perubahan kelamin sekunder lain-
nya. Pad a hewan betina, pubertas ditandai dengan terjadi-
nya berahi dan ovulasi.
Anjing meneapai saat pubertas pad a umur 7-9 bulan de-
ngan variasi 6-18 bulan (Kirk, 1970). Sedangkan menurut
He Donald (1980) pubertas pada anjing dapat terjadi pada
umur 6-12 bulan, dan lebih dulu terjadi pada anjing bangsa
keeil dibanding bangsa besar. Biasanya, anjing meneapai
saat pubertas dalam dua sampai tiga bulan setelah tereapai
berat badan dewasa, dan pubertas lebih dulu terjadi bebe-
rapa minggu pada hewan betina (Stabenfeldt dan Shille,
1977).
Namun demikian pubertas sangat bergantung pada ling-
kungan, dimana anjing yang hidup bebas (free roaming ani-
mals) meneapai dewasa kelamin lebih eepat dibanding anjing

yang dHl:andangk::ln (kenneled Rnim31s) (Me Donald, 1980).


20

B. Musirn Kawin

Yang dirnaksud dengan rnusirn kawin atau rnusirn kelarnin


adalah suatu rnusirn dalarn setahun dirnana hewan rnenarnpakkan
aktivitas perkawinan. Anjing termasuk hewan monoestrus
yang rnengalarni dua kali musim kawin Csiklus berahi) dalam
setahun.
American Kennel Club telah rnernpelajari siklus berahi
pada anjing-anjing Cokcker, Setter, Great Dane dan Peki-
ngese, dan rnelaporkan bahwa musirn kawin dapat terjadi se-
panjang tahun. Anjing jenis Airdale dan Beagle dapat mem-
perlihatkan estrus sepanjang tahun dengan frekuensi terbe-
sar pada akhir rnusirn panas dan beberapa pada rnusirn gugur
(Mc Donald, 1980).
Anjing bangsa kecil cenderung rnernpunyai musim kawin
tiga sampai empat kali dalam setahun, dan bangsa besar ha-
nya sekali setahun. Sebagai contoh, Basenji hanya menga-
larni satu kali estrus dalam setahun, yang biasanya ber-
langsung pada rnusirn gugur. Menurut Stabenfeldt dan Shille
(1977) sebenarnya terdapat variasi yang besar pada siklus
berahi anjing, sekitar 16-56 rninggu.
Sokolowski, Stover dan Ravenswaay (1977) mempelajari
siklus berahi anjing yang dikandangkan. Dari hasil penga-
rnatan didapatkan kesimpulan bahwa anjing-anjing yang di-
kandangkan atau dibatasi ruang geraknya mernperlihatkan se-
diki t bahkan hampir tidak rnempunyai rnusirn kawin (Tabel '+).
Dapat disim[Julkan bahwa iklim dan lingkungan sangat berpe-
21

ngaruh terhadap musim kawin anjing.

Tabel 4. Musim Kawin Beberapa Jenis Anjing yang Di-


kandangkan

Jenis Anjing Frekuensi Musim Kawin

German sepherd 2.4/tahun


Cocker spaniel 2/tahun
Basset hound 2/tahun
Toy poodle 1.5/tahun
Pekingese 1. 5/tahun
Boston terrier 1.5/tahun
Beagle 1.5/tahun

Sumber: Seasonal Incidence of Estrus and Interestrous


Interval for Bitches of Seven Breeds, Soko-
lowski et al., 1977

C. Pubertas dan Spermatogenesis

Anjing jan tan mencapai pubertas beberapa minggu lebih


1ambat dari hewan betina, dan biasanya sete1ah mencapai be-
rat badan dewasanya. Timbulnya pubertas pada hewan jantan
ditandai oleh timbulnya sifat-sifat kelamin sekunder, kei-
nginan kelamin, kesanggupan berkopulasi dan adanya sperma
hidup di dalam ejakulat (Toelihere, 1981 a ). Keinginan ke-
1amin pada anjing jantan telah tampak pada usia enam bulan,
tetapi sebaiknya mu1ai dikawinkan pad a usia 8-10 bulan
(Kirk, 1970).
Hewan jantan tidak mempunyai siklus berahi, sehingga
sanggup memproduksi sperma serta kawin sepanjang tahun
22

(Stabenfeldt dan Shille, 1977). Proses pembentukan sperma


disebut spermatogenesis dan berlangsung di dalam testes.
Spermatogenesis merupakan suatu proses kompleks yang meli-
puti pembelahan dan diferensiasi sel. Spermatogenesis me-
liputi spermatositogenesis (spermiosis) atau pembentukan
spermatosit primer dan sekunder dari spermatogonia tipe A
dan spermiogenesis atau pembentukan spermatozoa dari sper'-
matid (Toelihere, 1981 a ).
Spermatogenesis pada anjing berlangsung selama 13-14
hari (Stabenfeldt dan Shille, 1980), yang dikendalikan
oleh FSH dari adenohypophysa dan spermiogenesis berada di-
bawah pengaruh ICSH yang menghasilkan testosteron (Toelihe-
re, 1981 a ). Pemberian testosteron yang dimaksudkan untuk
menstimuli libido dapat menekan pelepasan ICSH sehingga me-
nekan proses spermatogenesis (Stabenfeldt dan Shille, 1980).

D. Berahi dan Ovulasi

Pada waktu pubertas telah tercapai dan musim kawin te-


lah dimulai, pada hewan betina tidak bunting akan menunjuk.-
kan gejala berahi atau estrus untuk pertama kali dan akan
diikuti oleh berahi kedua dan seterusnya menurut suatu sik-
lus ritmik yang khas. Interval antara timbulnya suatu pe~

riode berahi ke permulaan periode berahi berikutnya dike-


nal sebagai suatu siklus berahi (Toelihere, 1981 a ). Se-
dangkan berahi itu sendiri adalah saat dimana hewan beti-
na bersedia menerima jantan untuk berkopulasi, dan merupa-
kan fase terpenting dalam siklus berahi (Partodihardjo,
23

1980).
Sik1us berahi pada anjing terjadi secara bertahap, se-
hingga dapat dibagi menjadi empat fase atau periode yaitu:
proestrus, estrus metestrus dan anestrus. Da1am pembagian
faSe-fase sik1us berahi ini, beberapa penulis memasukkan
periode metestrus dalam periode diestrus dimana akan dite-
ruskan pada periode bunting palsu atau pseudopregnancy.
Fase proestrus dan estrus dapat juga digolongkan pada fase
folikuler atau estrogenik, sedangkan metestrus dan diestrus
digolongkan ke dalam fase luteal atau progestational. Fa-
se-fase siklus berahi ini lengkap terjadi dua kali dalam
setahun, dimana lamanya satu siklus berahi pad a anjing ber-
variasi antara 16-56 minggu (Stabenfeldt dan Shille, 1977).
Pembagian fase siklus berahi dan lamanya masing-masing fa-
se siklus berahi menurut beberapa sumber dapat dilihat pa-
da Tabel 5.
Untuk membantu menentukan fase siklus berahi pada an-
jing dapat menggunakan usapan vagina, karena epitel vagina
anjing lebih peka terhadap kerja hormon gonadal dibanding-
kan spesies lain (Mc Donald, 1980). Dengan menggunakan
swab kering atau batang gelas steril usapkan ke dalam vagi-
na sejauh kira-kira tujuh sentimeter dan putar beberapa ka-
li. Ulaskan swab tersebut pada gelas objek bersih dan war-
nai dengan 0,1% Toluidin Blue atau pewarna Wright, kemudi-
an lihat di bawah mikroskop (Kirk, 1970).
24-

Tabel 5. Pembagian dan Lamanya Periode Siklus Berahi


Anjing Menurut Beberapa Sumber

Sumber Proestrus Estrus Metestrus Diestrus Anestrus


(hari) (hari) (hari) (hari) (hari)

Kirk, 4-14 4-14 60 90


1970
Leonard, 7-9 5-12 90 60
1960 (9)* (9)
stabenfeldt 3-16 4-12 51-82 15-265
dan Shille, (9) (9-10) (75) (125)
1977
Me Donald, 5-9 7-9 2 50-80 --=
1980
Johnston, 3-17 3-21 60 135
1980 (9) (9)
Carlson dan 6-9 12 60-105 100-150
Giffin, 1982

* Angka-angka di dalam kurung adalah nilai rata-rata

Fase pertama pada siklus estrus adalah proestrus atau


periode sebelum estrus dimana folikel de Graaf bertumbuh
di bawah pengaruh FSH dan menghasilkan sejumlah estradiol
yang makin bertambah (Toelihere, 1981 a ). Meningkatnya ka-
dar estrogen (Gambar 6) menyebabkan perubahan-perubahan
pada traktus genitalia antara lain pembengkakan vulVa,
pembendungan pada saluran reproduksi tubuler bagian dalam
dan meningkatnya sekresi eairan sereus dari kelenjar-kelen-
jar uterin (Me Donald, 1980). Pad a ulas vagina tampak per-
tumbuhan sel-sel epitel noneornified (parabasal) dan seea-
ra bertahap terjadi peningkatan jumlah sel cornified (anuk-
lear) yang akan mendominasi pada akhir proestrus (Staben-
feldt dan Shille, 1980).
Pro1iferasi kapi1er endometrium karena pengaruh es-
trogen menyebabkan perdarahan perdiapedesin dan tampak se-
bagai perdarahan pada vulva. Dengan usapan vagina pada
ak4ir fase proestrus banyak dijumpai sel~sel darah merah.
Sedangkan dengan meningkatnya ketebalan epitel vagina akan
menghambat roasuknya sel-sel darah putih ke lumen vagina
(Stabenfeldt dan Shi11e, 1980).
Pada fase proestrus ini hewan betina roulai roemper1i-
hatkan perhatiannya pada pejantan, tapi belum mau meneri-
rna pejantan untuk berkopulasi. Masaproestrus dimulai se-
telah tampaknya perdarahan pada vulva sampai penerimaan
pejantan pertama kali oleh betina (Me Donald, 1980).
Periode berikutnya adalah estrus atau berahi yang se-
benarnya, ditandai dengan keinginan kelamin dan penerima-
an pejantan oleh hewan betina. Penerimaan pejantan sela-
rna estrus disebabkan oleh pengaruh estradiol pada susunan
syaraf pusat yang menghasilkan kelakuan kelamin yang khas
(Toelihere, 1981 a ).
Pada saat ini anjing betina mengeluarkan suatu zat
atraktant yang disebut feromon dan dapat menarik perhati-
an pejantan dalam jarak yang eukup jauh darinya. Diduga
seks-feromon ini merupakan hasil sekresi vestibulum, ke-
lenjar anal, dan kemungkinan juga melalui urin (Me Donald,
1980). Pejantan yang tertarik akan datang, meyelidiki
dan kadang-kadang menjilati alat kelamin 1uar hewan betina.
26

Anjing betina yang sedang estrus akan menerima pejantan,


bercumbu dan menarik ekornya kesamping untuk menghadirkan
vulva bagi pejantan (Carlson dan Giffin, 1982).
Pada fase ini folikel-folikel de Graaf yang matang
mengeluarkan estradiol yang menyebabkan perubahan-perubah-
an pada saluran reproduksi tubuler seeara maksimal. Tuba
fallopii menegang, epitel menjadi matang, dan silia aktif;
terjadi kontraksi tuba fallopii dan ujung-ujung berfimbria
merapat ke folikel de Graaf untuk menerima ovum pada saat
ovulasi (Toelihere, 1981 a ). Edema uterus terus berlang -
sung, sekresi cairan sereus oleh kelenjar-kelenjar uterus
makin meningkat sedangkan perdarahan pada uterus berkurang.
Vulva masih edematus dengan"cairan yang mulai berwarna ke-
coklat-coklatan. Pada preparat ulas vagina periode estrus
ditandai dengan banyaknya eritrosit, pengelupasan sel-sel
epitel cornified dan dapat juga ditemui sejumlah bakteri
(Leonard, 1960). Lekosit a&~n tampak pada akhir periode
estrus (Me Donald, 1980).
Menjelang ovulasi konsentrasi estradiol mencapai ting-
kat yang cukup tinggi dalam tubuh untuk menekan produksi
FSH dan dengan menstimulir pelepasan LH menyebabkan terja~

dinya ovulasi (Toelihere, 1981 a ). Ovulasi pada anjing ter-


jadi secara spontan pad a hari pertama atau ke dua periode
estrus (Stabenfeldt dan Shille, 1980). Menurut Mc Donald
(1980) anjing betina yang berovulasi pad a hari ke dua se-
banyak 40%; dan pada hari ke tiga sebanyak 70%. Hewan be-
tina dara (yang pertama kali berahi) cenderung untuk meng-
27

alami ovulasi pada hari pertama periode estrus, Sedangkan


anjing betina tua cenderung untuk berovulasi di hari ke li-
ma periode estrus. Variasi dalam waktu ovulasi kemungkin~

an disebabkan respon individual terhadap kadar estrogen.


Folikel-folikel yang sudah matang siap diovulasikan semua
dalam beberapa jam (Stabenfeldt dan Shille, 1980).

keratinisa~i sel epitel


eritrosit ____ ..... . ... );!:l!fQ.s.H. __
pembengkakan vulva
perdarahan vul Y.a...
PROESTRUS I ESTRUS
agreslf pasif '
'"
E 40
40%
, .,
70%

ci. E ovulasi .... .... --- 80 :::


E

~130 ~ .. " 1 ,,"/ '-


'"
a.

.,
J' '~"". . . . " . . ..
~ ~.' P.....
~ .. .
'
~

")20.l5o ...E; 40-':


o.
01
0::1
I '
"
... "
; , o
<C

'- '-.-.-._-_."'".."
/.; < . .-._.-.-'
"'~WI 10 75 FSH ____ . ".::': :..:. :.::~ : ~ "'.....
, .. . .____________________
-'- (/).
~I
.... LH
~~
---
~~_. __ w,
~I
~ ---- ------ .
O~.__._.~._.__r_.~--r-~,__r~--r_~,__r~_.r_LO
o 2 4 6 8 10
HARI
Gambar 6. Gambaran Hormon, Usapan Vagina dan Kelaku-
an Kelamin Anjing Betina Se1ama Proestrus
dan Estrus, Mc Donald, 1980.

Metestrus atau postestrus adalah periode segera sesu~

dah estrus dimana corpus lutaum tumbuh dengan cepat dari


sel-sel granulosa folikel yang telah pecah, dibawah peng-
aruh LH dari adenohypophysa (Toe1ihere, 1981 a ). Pada saat
ini mulai terjadi peningkatan kndar progesteron yang diha-
28

silkan oleh corpus luteum. Progesteron menghambat sekresi


FSH oleh adenohypophysa sehingga menghambat pembentukan fo-
likel de Graaf yang lain dan mencegah terjadinya estrus
(Toelihere, 1981 a ),
Periode metestrus pada anjing sangat unik, karena pa-
da saat ini hewan betina masih mau menerima pejantan untuk
kopulasi, sehingga metestrus terjadi selagi periode estrus
berjalan dan tampak terjadi tumpang tindih (overlapping) an-
tara estrus dan metestrus. Holst dan Phemister (1974) me-
nyimpulkan pada saat metestrus corpus luteum belum berfung-
si sepenuhnya.. l1etestrus berlangsung sangat singkat, 3-5
hari (Holst dan Phemister, 1974); dua hari (Hc Donald,
1980). Gambaran ulas vagina setelah ovulasi terjadi atau
akhir estrus menunjukkan mulai terbentuknya sel-sel epitel
noncornified, adanya lekosit dan reruntuhan sel lainnya.
Beberapa penulis menyatakan metestrus berjalan sela-
rna 40-.90 hari, dimana pada periode ini berlangsung keadaan
bunting palsu (pseudopregnancy). Sedangkan Mc Donald
(1980) memberi gambaran bunting palsu berada dalam periode
diestrus (Gambar 7), dan metestrus berakhir dengan kebun-
tingan ataupun bunting palsu (Kirk, 1970).
Diestrus adalah periode terakhir dari siklus berahi,
dan corpus luteum pada saat ini sudah benar-benar berfung-
si. Fase ini disebut juga fase luteal atau "luteal acti-
vity" (Hc Donald, 1980). Dibawah pengaruh progesteron en~

dometrium lebih menebal, kelenjar-kelenjar berhipertrofi


dan cervix menutup (Toelihere, 1981 a ).
29

Kebengkakan vulva mulai menyusut, lendir vagina mul~i mene-


bal dan lengket (Kirk, 1970). Pada ulas vagina akan tam-
pall: pergeseran dari banyaknya sel-sel epitel cornified men-
jadi noncornified. Juga dapat ditemukan adanya reruntuhan
sel-sel epitel lainnya serta lekosit (Leon8.rd, 1960).
Sensitifitas endometrium anjing karena pengaruh pro-
gesteron menyebabkan terjadinya bunting palsu dan lambat-
nya involusi uteri. Involusi uteri terjadi secara sempur-
na dalam Vlaktu 120-150 hari sesudah ovulasi (Ec Donald,
1980). Bunting palsu menampilkan gejala yang mirip dengan
kebuntingan sesungguhnya antira lain pembesaran uterin, re-
laksasi dan pembesaran abdomen serta diikuti pembentukan
kelenjar susu. Pada akhir masa bunting palsu yang lamanya
hampir sarna dengan kebuntingan sesungguhnya (60 hari) , an-
jing betina memperlihatkan sikap hendak .melahirkan dengan
membuat sarang di tempat gelap dan menamlJakkan sifat keibu-
an pada benda-benda disekitarnya. Fase luteal pada anjing

berlangsung selama 50-80 hari, kemudian corpus luteum ber-


regresi.
Anestrus adalah periode yang ditandai oleh ovarium
dan saluran kelamin yang tenang dan tidak berfungsi (Toeli-
here, 1981 a ). Pada anjing anestrus fisiologik berlangsung
lebih kurang tica bulan, yang diakhiri dengan terjadinya
proestrus. Selama anestrus, uterus kecil dan mengendor,
mukosa cervix dan vagina pucat, cervix tertutup rapat,
8
cairan vagina jarang dan lengket (Toelihere, 1981 ).
3D

ESTRUS
(5-9 harl)
----------------, bervariasi
\ 7-9hari /
,' ...... _---,.,''

ANESTRUS
/ estrus.
menutupi
mctt!Slrus

nya
/~---- ..........

I
, ''
I '
BUNTING METESTRUS \
(58-63 har; (2 had)
tanpa Metestrus)

Gambar 7. Siklus Reproduksi Anjing, Me Donald, 1980


31

E. Fertilisasi dan Implantasi

Seluruh proses reproduksi seksual berpusat pada keja-


dian fertilisasi atau pembuahan; namun demikian fertilisa-
si sendiri bukanlah suatu proses reproduksi. Fertilisasi
terdiri dari penyatuan atau fusi dua sel,. gamet-garnet jan-
tan dan betina untuk membentuk satu sel, zygot (Toelihere,
1981 a ).
Fertilisasi adalah suatu proses ganda:
a. Dalam aspek embriologik, fertilisasi meliputi pengakti-
fan ovum oleh spermatozoa. Tanpa rangsangan fertilisa-
si, ovum tidak akan memulai cleavage, dan tidak ada
perkembangan embriologik.
b. Dalam aspek genetik, fertilisasi meliputi pemasukan
faktor-faktor hereditas pejantan ke dalam ovum. Disi-
nilah terletak manfaat perkawinan atau inseminasi, un-
tuk menyatukan faktor-faktor unggul ke dalam satu in-
dividu baru.
Semen yang dideposisikan ke dalam cervix atau uterus
akan bergerak menelusuri saluran kelamin betina sampai ke
tempat dimana proses fertilisasi akan berlangsung. Sambil
menunggu kedatangan ovum, spermatozoa mengalami persiapan
atau percobaan untuk mempertinggi daya fertilisasi, yang
dikenal dengan proses kapasitasi (Toelihere, 1981 a ). Sper-
rna anjing dapat bertahan hidup dalam saluran reproduksi be-
tina selama tujuh hari (Carlson dan Giffin, 1982).
32

Ovum yang diovulasikan segera memasuki ampula tuba fa-


lopii, tempat terjadinya fertilisasi. Sewaktu masuk ke da-
lam ampul a selubung ovum, zona pellucida, masih dikelili-
ngi oleh sekelompok sel-sel granulosa yang masih disebut
cumulus. Ovum terse but tidak bisa langsung mengalami pro-
ses fertilisasi dan tidak peka untuk mengalami proses pe-
matangan oleh sperma sebelum badan kutub pertama dilepas-
kan (Mc Donald, 1980). Kapasitasi sperma secara invitro
telah berhasil dilakukan pada oocyt yang belum matang sem-
purna (Johnston, 1980). Proses pematangan ovum pada anjing
berlangsung selama dua sampai tiga hari sesudah ovulasi
(Mc Donald, 1980) dan fertilisasi sempurna terjadi dalam
waktu enam hari (Johnston, 1980).
Ernbrio dikatakan bertaut atau diimplantasikan apabila
posisinya telah difiksir dan kontak fisik dengan organisme
induk telah ditetapkan (Toelihere, 1981 a ). Henurut Parto-
dihardjo (1980) proses implantasi berlangsung secara berta-
hap, yaitu tahap persentuhan embrio dengan endometrium,
terlepasnya zona pellueida, pergeseran atau pembagian tem-
pat dan pertautan antara tropoblast dengan epitel endomet-
rium.
Ovum yang telah dibuahi, zygot at au embrio hidup be-
bas melayang-layang dalam tuba falopii atau uterus induk
selama 5-10 hari sesudah ovulasi (He Donald, 1980). Pada
saat ini zygot sudah berbentuk blastosit, yang memperoleh
makanan dari histotrof (susu uterus). Pada anjing, blas-
tosit-blastosit didistribusikan menurut panjangnya cornua
33

uteri dan terbagi dalam jumlah yang sarna banyak pada setiap
cornua (Kirk, 1970). Proses ini sebagai akibat pergerakan
dinding uterus, dimana mekanismenya yang pasti belum dike-
tahui (Toelihere, 1981 a ).
Menurut Sokolowski (1980) jika blastosit telah berim-
plantasi maka akan tampak tanda pertama yaitu adanya ede-
ma endometrial. Zona plasenta akan terbentuk pada hari ke
17-21. Pertautan antara tropoblast dengan epitel endomet-
rium terjadi secara sempurna pad a hari ke 21-24 sesudah
perkawinan.

F. Kebuntingan dan Kelahiran

F.l. Kebuntingan
Periode kebuntingan adalah periode dari mulai terjadi-
nya fertilisasi sampai terjadinya kelahiran normal. Kare-
na ketidakpastian kapan ovulasi dan fertilisasi dimulai,
maka sulit untuk menentukan lama kebuntingan pada anjing.
Lama kebuntingan berkisar antara 58-63 hari (Mc Donald,
1980), dengan rata-rata 63 hari (Kirk, 1970). Sedangkan
menurut Sokolowski (1980) lama. kebuntingan bervariasi an-
tara 58-66 hari.
Selama permulaan kebuntingan, plasenta bertambah be-
sar melalui proliferasi aktif dari sel-sel tropoblast. Pa-
da pertengahan kebuntingan plasenta mencapai ukuran yang
hampir maksimal, yang bertepatan dengan pertumbuhan cepat
fetus dan sesudah itu akan menetap relatif konstan. Untuk
memungkinkan terjadinya pertukaran fisiologik secara mak-
34

simal, daerah permukaan plasenta diperluas baik oleh lipa-


tannya, atau oleh pertautan intim antara villi chorion de-
ngan endometrium. Bentuk plasenta anjing berdasarkan dis-
tribusi dan pengaturan villi chorionnya termasuk tipe zo-
naria. Hubungan chorion dengan uterus diklasifikasikan ke-
dalam plasenta tipe endotheliochorial, dan terdapat empat
lapis jaringan yang memisahkan sistim fetal dan vaskuler
maternal. Antibodi maternal yang diberikan melalui plasen-
ta sangat sedikit. Anak-anak anjing banyak menerima anti-
bodi maternal melalui colostrum setelah dilahirkan.
Kebuntingan pada anjing sering dikelirukan dengan ke-
adaan fisiologik sesudah estrus karena tidak terjadi kon-
sepsi (bunting palsu) ataupun keadaan patologis misalnya
pyometra, ascites dan tumor uterin. Sehingga perlu untuk
mengadakan diagnosa kebuntingan pada betina yang sudah di-
kawinkan.
Banyak cara yang digunakan untuk mendiagnosa kebunti-
ngan pada anjing antara lain palpasi abdominal, memakai
teknik radiografi, ultrasonografi ataupun auskultasi. Ca-
ra yang paling sering dilakukan adalah palpasi abdominal
karena praktis dan murah. Keberhasilan diagnosa tergantung
pada keahlian dan pengalaman pemeriksa, temperamen hewan,
ukuran hewan, periode kebuntingan, banyaknya fetus dalam
uterus dan keadaan gizi hewan (Arthur, 1975).
Sangat sulit untuk mendiagnosa kebuntingan dibawah
usia 18hari sesudah perkawinan. Juga kesulitan akan dite-
mui jika palpasi abdominal dilakukan pada anjing bangsa
35

besar dan gemuk. Hasil diagnosa melalui palpasi abdominal


sering dikelirukan oleh vesica urinaria ataupun alat-alat
pencernaan yang penuh (Sokolowski, 1980).
Penggunaan radiografi dan ultrasonografi jarang dila-
kukan karena tidak praktis dan mahal biayanya. Teknik ra~

diografi dapat digunakan mendiagnosa kebuntingan pada hari


ke 42 atau lebih periode kebuntingan, sedangkan ultrasono-
grafi pada hari ke 29 periode kebuntingan pad a hewan besar
atau gemuk, dan pad a kasus-kasus fetus ektopik (Sokolowski,
1980).
Berikut ini beberapa perubahan yang dapat diamati pa-
da uterus dan umur kebuntingan melalui palpasi abdominal
(Arthur, 1979):
Hari ke 18-21
Mulai teraba adanya gelembung cairan fetal pada cor-
nua uteri. Berbentuk oval dengan ukuran 9-12 mm.
Hari ke 24-30
Merupakan periode yang optimum untuk mendiagnosa ke-
buntingan pada anjing. Gelembung pada uterus mulai membu-
lat dan berdiameter 15-30 mm. Kadang-kadang teraba adanya
perbedaan besar gelembung uterus tersebut.
Hari ke 35-44
Gelembung fetus membesar dan memanjang, konsistensi-
nya mulai mengendor. Uterus mulai membesar dengan cepat,
dan mulai menyentuh dinding abdomen. Fetus sudah tidak bi-
sa diraba lagi karena dilatasi membran fetus.
Hari ke 45-55
Ukuran fetus bertambah dengan cepat. Teraba dengan
jari fetus yang berada paling posterior dengan ukuran pan-
jang 63 mm dan lebar 12 mm, pada betina dengan berat badan
9 kg. Uterus seolah-olah terbagi dua segmen, dimana bagi-
an posterior turun dan mencapai lantai abdomen.
Hari ke 55-63
Ukuran uterus bertambah besar memenuhi ruang abdomen.
Pergerakan fetus akan terlihat dari luar. Palpasi per rek-
tal dapat dilakukan pad a sa at ini untuk mengetahui presen-
tasi fetus.
Hormon-hormon dalam proporsi yang tepat diperlukan un-
tuk mempertahankan kebuntingan normal. Hormon yang esensi-
al untuk mempertahankan kebuntingan adalah progesteron dan
estrogen ovarial, gonadotropin dan prolaktin yang disekre-
sikan oleh adenohyphophysa. Hormon-hormon tersebut juga
diproduksi oleh plasenta chorioalantois.

Hormon yang paling berperan pada saat kebuntingan ada-


lah progesteron, yang dihasilkan oleh corpus luteum kebun-
tingan (corpus luteum verum). Progesteron sangat berperan
dalam kelanjutan hidup blastosit sebelum implantasi dan se-
panjang periode kebuntingan.
Peningkatan sekresi progesteron dimulai setelah perio-
de estrus. Kadar progesteron mencapai puncaknya kira-kira
pad a hari ke 15 sesudah ovulasi, dan diduga saat ini mulai
terjadi implantasi (Stabenfeldt dan Shille, 1977). Konsen-
trasi progesteron cukup tinggi hingga hari ke 35 kebunting-
37

an, dan kadarnya menurun secara bertahap sampai terjadinya


kelahiran (Graf, 1978).
Menurut Tsutsui (1983) ovariektomi yang dilakukan pa-
da hari ke 45-55 umur kebuntingan akan menyebabkan abortus
11-63 jam setelah ovariektomi. Abortus pada kebuntingan
berumur 39-50 hari akibat ovariektomi dapat dicegah dengan
memberikan 20-50 mg progesteron sampai kebuntingan beru-
mur 35atau 61 hari. Tstutsui (1983) menyimpulkan bahwa
corpus luteum anjing sangat penting untuk mempertahankan
kebuntingan hingga hari ke 55 kebuntingan.

F. 2. Kelahiran
Kelahiran atau partus adalah serentetan proses-proses
fisiologis yang berhubungan dengan pengeluaran anak dan
plasenta dari organisme induk pada akhir masa kebuntingan
a
(Toelihere, 1981 ).
Tanda-tanda akan datangnya suatu proses kelahiran pa-
da anjing antara lain kegelisahan, menurunnya nafsu makan,
timbulnya kelakuan induk seperti membuat sarang dan pro-
teksi maternal terhadap benda-benda disekitarnya. Pada
saat ini ligamentum pelvis dan vulva relaksasi, adanya ca-
iran pada vulva yang berwarna putih susu serta turunnya
suhu rektal 0.6_1 0 dalam 24-48 jam sebelum melahirkan.
Proses kelahiran dapat dibagi dalam dua tahap, yaitu
tahap permulaan atau tahap persiapan, dan tahap pengeluar-
an fetus serta plasenta yang disebut juga tahap perejanan.
38

F.2.1. Tahap Permulaan at au Persiapan


Banyak teori yang telah dikemukakan tentang bagaimana
mekanisme pengaturan at aU penyebab kelahiran. Umumnya teo-
ri-teori yang ada menYatakan, dalam suatu proses kelahiran
berperan faktor fetal, faktor maternal dan faktor hormonal.
Bennet (1980) menerangkan hubungan ketiga faktor ini beker-
ja dalam suatu proses kelahiran sebagai berikut:
Rangsangan yang tidak diketahui sebabnya bekerja pa-
da otak fetus, yang kemudian menimbulkan reaksi berantai
ke hypothalamus, hypophysa dan kelenjar adrenal. Rangsa-
ngan ini berakhir dengan diproduksinya hormon corticoste-
roid secara berlebih-lebihan dan mengakibatkan pelepasan
prostaglandin dan estrogen dari plasenta. Prostaglandin
akan beredar ke tubuh induk, dan mempengaruhi kelenjar hy-
pophysa sehingga terjadi pelepasan hormon oxytocyn. Oxy-
tocyn dinyatakan sebagai hormon yang memegang peranan pen-
ting dalam merangsang uterus untuk memulai berkontraksi.
Prostaglandin juga bersifat luteolitik dan menghambat pro-
duksi progesteron plasenta. Progesteron secara fisiologis
diketahui berfungsi menghambat kontraksi myometrium. 1i-
sisnya corpus luteum akibat prostaglandin menyebabkan pro-
gesteron ovarial berkurang kadarnya, dan ini berakibat pe-
rawatan kebuntingan serta penenang myometrium tidak ada
lagi. Kadar estrogen bertambah menyebabkan sensitifitas
myometrium bertambah terhadap oxytocyn. Hal ini semua me-
nyebabkan myometrium mulai berkontraksi. Semakin tinggi
kadar oxytocyn sernakin kuat kontraksi uterus dan proses ke-
39

lahiran dimulai.

F.2.2. Tahap Perejanan


Proses kelahiran normal dapat dibagi atas tiga stadia
yaitu: stadium persiapan perejanan, stadium perejanan ku-
at atau pendorongan fetus keluar dan stadium perejanan un-
tuk pengeluaran plasenta (Partodihardjo, 1980).
Stadium persiapan perejanan dimulai dengan kegelisah-
an, ketegangan, nafas yang terengah-engah dan kadang-ka-
dang dibarengi muntah. Uterus mulai berkontraksi secara
ritmik yang membuat gerakan ekspulsi ke arah cervix. Kon-
traksi uterus dimulai dari ujung proksimal ke distal fetus
pada cornua uteri. Akibat kontraksi ini isi kandungan ter-
desak ke arah cervix, cairan amnion dan alantois memasuki
lumen cervix, cairan amnion dan alantois memasuki lumen
cervix, dan cervix yang telah mengendor menjadi berdilata-
si. Semakin lama kontraksi uterus semakin bertambah fre-
kuensi maupun kekuatannya. Akhir dari stadium persiapan
ini adalah cervix, vagina dan vulva yang merupakan satu sa-
luran yang kontinyu. Fetus dan chorioalantois dipaksa ma-
suk ke pintu dalam pelvis dimana chorioalantois pecah dan
menyebabkan cairan alantois mengalir melalui vulva. Sta-
dium ini dapat berlangsung 6-12 jam, bahkan sampai 36 jam
pada betina dara (Bennet, 1980).
Stadium ke dua adalah stadium pengeluaran fetus. Aki-
bat kontraksi uterus yang berjalan terus menyebabkan amni-
on yang berisi fetus masuk ke dalam ruang pelvis dan me-
40

nyembul sedikit dari celah vulva. Keadaan ini menimbulkan


kontraksi refleks diafragma dan otot-otot perut. Perjala-
nan fetus keluar melalui cervix ke vagina bersama pecahnya
kantong amnion menimbulkan kontraksi refleks yang mendo-
rong fetus keluar melalui saluran kelahiran. Sewaktu la-
hir setiap fetus terbungkus oleh selaput amnion. Induk
akan menjilati fetus agar selaput amnion lepas, membersih-
kan fetus serta menstimulasi sis tim kardiovaskuler dan per-
nafasannya.
Stadium ke tiga adalah stadium pengeluaran plasenta,
yang terjadi kira-kira 15 menit sete1ah ke1ahiran fetus.
Umumnya fetus dilahirkan dari setiap cornua uteri secara
bergantian, dan dua anak dilahirkan sebelum plasenta dike-
luarkan (Bennet, 1980). Pengeluaran plasenta diikuti oleh
adanya cairan kehijau-hijauan. Warn a ini merupakan pigmen
uteroverdin, hasil perombakan sel-sel darah merah plasenta.
Stadium ke dua dan ke tiga berulang kembali hingga semua
fetus dilahirkan. Jarak kelahiran masing-masing fetus da-
pat berlangsung antara 15 menit sampai dua jam. Waktu yang
dibutuhkan untuk melahirkan empat sampai enam anak rata-ra-
ta enam sampai delapan jam (Carlson dan Giffin, 1982).
Biasanya induk anjing akan memakan plasenta anak wa-
laupun kadang-kadang berakhir dengan vomitus. Kebiasaan
ini dihubungkan dengan kebutuhan induk akan hormon-hormon
kelahiran dan hormon yang rnenstimulasi laktasi yang terda-
pat pada plasenta (Carlson dan Giffin, 1982).
INSEMINASI BUATAN PADA ANJING

Penelitian dan penggunaan inseminasi buatan pada an-


jing terus berkembang hingga sekarang, sejak sUksesnya in-
seminasi buatan pertama kali oleh Lazzaro Spallanzani pada
tahun 1780 (Andersen, 1980). Adanya cara inseminasi buat-
an sangat bermanfaat untuk perkembangbiakan hewan ini, ter-
utama jika perkawinan alam tidak memungkinkan karena ala-
san-alasan kelainan fisik, kelainan kejiwaan ataupun penye-
baran penyakit baik pad a jantan maupun betina (Carlson dan
Giffin, 1982). Penggunaan inseminasi buatan ini dapat pu-
la meningkatkan mutu genetik dan memungkinkan terjadinya
pembuahan yang dibatasi jarak dan waktu (Andersen, 1980).
Inseminasi buatan pada anjing meliputi beberapa aspek
yaitu: penampungan semen, penilaian semen, pengenceran
dan pengawetan semen serta inseminasi pada anjing.

A. Penampungan Semen

Untuk mendapatkan semen anjing dapat menggunakan meto-


da manipulasi jari pada penis, metoda vagina buatan atau-
pun elektroejakulator. Yang umum dilakukan dalam penampu-
ngan semen anjing adalah menggunakan metoda manipulasi ja-
ri dengan atau tanpa betina pengusik. Penggunaan betina
pengusik dimaksudkan untuk meningkatkan libido dan kuali-
tas ejakulat (ft~len, 1985). Sedangkan penggunaan vagina
buatan kurang disukai karen a kontak yang lama antara semen
dengan karet pada vagina buatan akan mempengaruhi motilitas
42

spermatozoa (Kirk, 1970), walaupun lebih banyak volume yang


dihasilkan dibanding menggunakan manipulasi jari (Melrose,
1970). Penggunaan elektroejakulator jarang sekali karena
menghasilkan volume semen sedikit, terkontaminasinya semen
oleh urin dan juga menyebabkan rasa ketidaksenangan pada
pejantan (Stabenfeldt dan Shille, 1977).
Penampungan semen dapat dilakukan 2-3 kali seminggu
agar kualitas semen tetap terjaga (Melrose, 1970). Boucher
~ al.da1am Kirk (1970) mengamati hubungan kualitas semen
dengan frekuensi penampungan semen. Mereka melakukan pe-
nampungan semen dengan jadwal dua kali seminggu pad a hari
yang tidak sama, setiap hari dan dua kali sehari. Dan di-
dapatkan kesimpulan vo.lume semen tidak terpengaruh oleh
frekuensi penampungan, hanya konsentrasi sperma menurun.
Juga dapat disimpulkan prosentase spermatozoa normal serta
libido tidak dipengaruhi oleh frekuensi ejakulasi.

B. Penilaian Semen

Setelah semen berhasil ditampung, dilakukan penilaian


semen sesegera mungkin terhadap keadaan umum, volume, kon-
sentrasi, motilitas dan morfologinya. Penilaian ini perlu
untuk penentuan kualitas semen dan daya reproduksi pejan-
tan. Lebih khusus lagi untuk menetukan kadar pengenceran
semen (Toelihere, 1981 b ).
Semen anjing terdiri dari tiga fraksi, walaupun ka-

dang-kadang su1it untuk membedakan masing-masing fraksinya.


Fraksi pertama terdiri dari cairan bening yang bebas sper-
43

ma, dengan volume berk1sar an tara 0.5-2 ml (Andersen, 1980).


B1asanya fraks1 pertama in1 d1ejakulas1kan sebelum ereksi
sempurna terjadi (Stabenfeldt dan Shille, 1977) dalam wak-
tu 30-50 detik (Ayer, 1984). Fraksi ke dua yang merupakan
fraksi kaya sperma, berwarna abu-abu keputihan, konsisten-
s1 agak kental dengan volume 0.5-3.5 mI. Fraksi ke dua ini
d1ejakulas1kan setelah ereksi dan kopulas1 terjad1 sempur-
na (Andersen, 1980) dan memakan waktu 60-90 detik (Ayer,
1984). Fraksi ke tiga, merupakan cairan bening dan besar
volumenya (3-20 ml) yang diejakulasikan selama 'proses ter-
kait' terjadi. Fraksi ke tiga ini merupakan cairan yang
berasal dari kelenjar prostat, sehingga tidak perlu ditam-
pung terlalu banyak (Kirk, 1970).
Total volume dari fraksi pertama, ke dua dan sebagian
fraksi ke tiga semen anjing bangsa kecil sebanyak 2-4 ml,
dan pada bangsa besar 4-7 ml (Ayer, 1984). pH semen anjing
berkisar an tara 5.5-6.5 dengan rata-rata 6 (Ayer, 1984).
Derajat motilitas sperma dapat dilakukan dengan cara
meneteskan semen diatas gelas objek steril yang hangat
(37 o C) dan dilihat dibawah mikroskop. Semen yang berkuali-
tas baik memperlihatkan gerakan massa yang sangat halus, ti-
dak seperti pada semen sapi, dengan 70% sperma motil aktif
(Arthur, 1979). Sedangkan untuk pemeriksaan morfologi sper-
rna dapat dilakukan dengan jalan pewarnaan spermatozoa, meng-
gunakan tinta India, negrosin ataupun eosin. Kelainan mor-
fologik dibawah 20% masih dianggap normal (Melrose, 1970).
44

Konsentrasi sperma biasanya diketahui dengan mengguna-


kan haemocytometer, walaupun dapat juga dengan menggunakan
kolorimeter ataupun spektrofotometer. Rata-rata jumlah
spermatozoa per ejaku1at 125 juta/m1 (Arthur, 1979) dengan
kisaran 4-540 juta sel/ml (Allen, 1985). Volume ejakulat
dan konsentrasi spermatozoa dipengaruhi oleh musim, bangs a
dan individu itu sendiri (Takeishi, 1975).

C. Pengenceran dan Pengawetan Semen

Segera sesudah penampungan, semen harus diper1akukan


dengan hati-hati untuk mencegah cold shock, kontaminasi de-
ngan bahan-bahan yang akan merusak sperma, pengocokan atau
goncangan berlebih-lebihan atau terkena sinar matahari lang-
sung (Toe1ihere, 1981 b ).
Untuk mencegah c91d shock at au memperpanjang umur sper-
matozoa dapat diatasi dengan mencampurkan suatu bahan pelin-
dung atau bahan pengencer ke dalam semen sebelum didingin-
kan menjadi 5C. Bahan-bahan yang digunakan pada pengence-
ran semen sapi dipakai juga dalam pengenceran semen anjing.
Bahan pengencer terse but umumnya mengandung kuning telur
dan air susu sapi yang dipanaskan.
Semen anjing yang fertil dan tidak diencerkan dapat di-
pakai untuk keperluan inseminasi dalam waktu 24 jam sesudah
penampungan. Hal ini dapat terlaksana dengan cara menempat-
kan tabung berisi semen ke dalam bak pemanas bersuhu 35C,
kemudian didinginkan per1ahan-1ahan sampai mencapai suhu
4C. Pengenceran semen menggunakan sitrat-kuning te1ur
45

standar atau susu skim yang ditambahkan 10% kuning telur


dan disimpan pada suhu 4C dapat mempertahankan umur sperma-
tozoa selama 5-6 hari (Harrop dalam Melrose, 1970). Seager
dan Fletcher pad a tahun 1972 mencoba mengawetkan semen an-
jing menggunakan pengencer susu skim yang mengalami proses
pasteurisasi dua kali. Perbandingan semen dengan pengencer
1:4 atau 1:5 dan disimpan pada suhu 4_ 8C menghasilkan
CR 77%. Setelah semen disimpan selama tiga hari menghasil-
kan CR 53%.
Selain penyimpanan semen untuk jangka pendek, telah
pula dicoba membuat semen beku dalam bentuk straw dan pel.-
let. Pengencer yang digunakan sitrat-kuning telur yang di-
tambah 10% glycerol atau menggunakan Tris-penyanggah kuning
telur (Foote et al., 1970). Seager at al. (1975) telah mem-
buat semen dalam bentuk pellet dengan pengencer yang mengan-
dung kuning telur, laktosa, glycogen serta penambahan anti-
biotik Penicillin dan Streptomycin dapat mempertahankan
umur semen selama enam tahun.

D. Teknik Inseminasi

Dalam roenetapkan waktu yang tepat untuk dilaksanakan-


nya inseminasi pad a anjing tidaklah mudah. Naroun ada bebe-
rapa tanda-tanda yang dapat digunakan sebagai petunjuk be--
rahi pada. anjing. Pembesaran vulva yang maksimum, perubah-
an perdarahan proestrus yang menjadi kekuning-kuningan dan
mulainya betina menerima pejantan. Berahi d0pat diamati
melalui ulas vagina, dimana banyak ditemukan reruntuhan
46

sel-sel epitel cornified dan sel-sel darah merah (Laing,


1970).
Inseminasi sebaiknya dilakukan 24-48 jam setelah beti-
na mau menerima pejantan (Arthur, 1979). Menurut Ayer
(1984) inseminasi dapat dilakukan pada hari ke 10 dan ke
12 dihitung dari hari pertama keluarnya darah dari vagina.
Dengan menggunakan pipet inseminasi dan syring yang
steril, semen dideposisikan di antarior vagina (Kirk, 1970)
atau ke dalam uterus (Andersen, 1980). Sebelumnya vulva
dan daerah perineum dibersihkan, serta alat-alat yang digu-
nakan harus steril.
Dosis inseminasi paling sedikit mengandung 100-150 ju-
ta sperma hidup dan motil yang dianjurkan untuk memperoleh
angka konsepsi yang tinggi (Ayer, 1984). Menurut Seager
et al.(1975) volume semen setelah thawing an tara 3.0-9.0
ml dengan jumlah sperma hidup dan motil antara 150-700 juta
per inseminasi. Sedangkan Arthur (1979) menyatakan bahwa
semen yang digunakan untuk inseminasi sedikitnya mengandung
200 juta sperma yang hidup dan moti1.
Sesudah inseminasi dianjurkan mengangkat bag ian be1a-
kang betina selama 5-10 menit untuk mencegah semen keluar
kembali dan istirahatkan betina selama satu jam (Ayer, 1984).
Selama betina diangkat masukkan satu atau dua jari ke dalam
vagina, agar membantu masuknya semen ke uterus karena kon-
traksi dinding vagina (Arthur, 1979).
PEMBAHASAN

Pola reproduksi hewan-hewan yang hidup di alam aslinya


sangat berbeda dengan hewan-hewan yang telah mengalami pro-
ses domestikasi. Kebanyakan jenis hewan liar mempunyai mu-
sim kawin tertentu, yaitu pada waktu dimana kondisi lingku-
ngan baik iklim maupun persediaan makanan optimal untuk ke-
hidupan dan pertumbuhan anak. Oleh karena musim yang meng-
untungkan eukup terbatas, maka pada anjing musim kawin ber-
langsung pada akhir musim dingin sampai awal musim semi.
lni merupakan hukum alam, dengan kebuntingan yang berlang~

sung 58 sampai 63 hari menyebabkan anak lahir pada iklim


yang sangat menyenangkan dan persediaan makanan yang meneu-
kupi (Me Donald, 1980).
Akibat eampur tangan manusia dalam proses domestikasi,
telah mengendorkan seleksi alamiah terhadap hewan-hewan ka-
win bermusim. Karena melalui domestikasi manusia telah me-
nyediakan keadaan lingkungan yang lebih baik untuk kehidu-

pan anak yang baru lahir tanpa memperdulikan musim dimana


kelahiran tersebut terjadi. Sokolowski et al. (1977) mela-
kukan pengamatan terjadinya estrus pada tujuh jenis keturu-
nan anjing yaitu: Toy poodle, Cokeker Spaniel, Basset Ho-
und, Boston Terrier, Gembala Jerman, Pekingese dan Beagle.
Mereka menyimpulkan bahwa estrus dapat terjadi setiap musim.
Pengaruh musim, makanan yang eukup, hereditas dan fak-
tor lingkungan lainnya sangat berperan pada pola reproduk-
si, terutama pada hewan betina. Misalnya saja pubertas
48

akan tercapai beberapa minggu lebih cepat pada hewan beti-


na dibanding yang jan tan. Dan pubertas biasanya terjadi
setelah hewan mencapai berat badan dewasanya. Anjing beti-
na juga menghasilkan seks-feromon, yang merupakan alat ko-
munikasi untuk aktivitas reproduksi pada waktu musim kawin.
Anjing jantan yang berada cukup jauh akan mencium bau fero-
mon tersebut dan akan tertarik pada betina yang sedang es-
trus ini. Tetapi dapat juga terjadi penolakan pejantan
oleh betina yang sedang estrus, dan ini mungkin karena ada-
nya faktor psikologis.
Garis lin tang dan iklim telah dilaporkan cukup berpe-
ngaruh terhadap musim kawin (Sokolowski et al., 1977).
Pada bulan Juni sampai September dimana terjadi musim panas
dan musim gugur, tidak terjadi aktivitas perkawinan. Suhu
dan faktor lingkungan lain yang tidak diketahui dapat juga
mempengaruhi jarak musim kawin, dimana betina yang hidup
di daerah panas mempunyai masa anestrus lebih pendek, di-

bandingkan yang hidup di daerah dingin.


Semua faktor-faktor diatas merupakan informasi ekster-
nal, yang bekerja sarna dengan informasi internal dan mem-
pengaruhi pola reproduksi dibawah mekanisme hormonal. In-
formasi-tnformasi tersebut akan mempengaruhi hypothalamus
untuk mengeluarkan "releasing factors" ke dalam hypophysa
anterior. Faktor-faktor pelepas ini akan mengatur kadar
pelepasan hormon gonadotropin ke dalam peredaran darah dan
mempengaruhi aktivitas reproduksi. Akibat kerja hormon
reproduksi pada hewan betina ialah timbulnya pubertas dan
49

dilanjutkan dengan siklus berahi yang ritmik. Sedangkan


pada hewan jantan, tidak terjadi siklus berahi setelah pu-
bertas, karena pada umumnya pejantan selalu bersedia mene-
rima hewan betina untuk aktivitas reproduksi.
Siklus berahi pad a anjing sangat unik, karena pada
umumnya hanya berlangsung sekali dalam setahun (monoestrus).
Masing-masing fase pada siklus berahi berlangsung lama dan
jika tidak terjadi konsepsi, estrus akan terjadi lagi kira-
kira enam bulan yang akan datang.
Lamanya dan kapan masing-masing fase siklus berahi
berlangsung sangat sulit diketahui dengan pasti. Traktus
genitalia anjing sangat peka terhadap kerja hormon-hormon
gonadotropin, juga kelakuan kelamin, sehingga deteksi bera-
hi dapat diamati melalui tanda-tanda dari luar. Sewaktu
memasuki fase proestrus, terjadi pembengkakan vulva dan
adanya perdarahan yang keluar dari vagina. Berahi atau es-
trus yang sebenarnya ditandai dengan penerimaan pejantan
oleh betina. Sehingga deteksi estrus dapat pula mengguna-
kan pejantan yang telah divasektomi.
Untuk lebih meyakinkan masing-masing fase siklus bera-
hi dapat pula diamati melalui perubahan epitel vagina, ka-
rena vagina anjing lebih responsif terhadap kerja hormon
gonadotropin dibanding spesies lain.
Epitel vagina terdiri dari sel-sel anuklear (cornifi-
ed), superfisial, intermediet, dan parabasal atau non cor-
nified. Pada akhir proestrus dan mas a estrus, terjadi pe-
ningkatan kadar estrogen dan menyebabkan stimulasi proses
50

keratinisasi epitel vagina. Saat ini banyak ditemukan sel-

sel epitel ankulear (cornified). Setelah ovulasi kadar es-


trogen menurun dan kadar progesteron meningkat sehingga me-
nyebabkan pengelupasan epitel vagina, akibatnya banyak di-
temukan sel-sel epitel noncornified. Perubahan-perubahan
pad a epitel vagina ini dapat digunakan untuk menentukan
waktu yang tepat untuk dilakukannya perkawinan ataupun in-
seminasi buatan.
Ovulasi secara spontan biasanya terjadi pada hari ke
tiga periode estrus. Bervariasinya waktu ovulasi kemungki-
nan disebabkan oleh respon individual terhadap kadar estro-
gen. Dibawah pengaruh LH yang mulai meningkat pada hari
pertama periode setrus, corpus luteum tumbuh dan memasuki
periode metestrus ( Gambar 6). Pada periode ini anjing be-
tina masih mau menerima pejantan untuk kopulasi, seolah
tampak terjadi tumpang tindih atau "overlapping" antara es-
trus dan metestrus. Hal ini terjadi karena LH yang terben-
tuk tetap bertahan selama tiga sampai empat hari, sehingga

menyebabkan kadar estrogen cukup tinggi dalam darah (Mc Do-


nald, 1980). Estrogen ini masih dibutuhkan untuk membantu
proses pematangan ovum. Sebab lain ialah karena corpus lu-
teum yang baru terbentuk belum berfungsi secara penuh, se-
hingga progesteron yang dihasilkan masih sedikit. Metes-
trus pada anjing berlangsung sangat singkat, sehingga bebe-
rapa penulis memasukkan periode ini kedalam periode dies_
trus atau fase luteal.
51

Salah satu penyebab panjan~nya interval antara siklus


berahi pad a anjing adalah akibat lamanya fase luteal. Pro-
gesteron yang terbentuk kadarnya akan meningkat pada hari
ke 20 sesudah ovulasi. Kemudian turun seeara perlahan-la-
han dan berakhir dengan kelahiran ataupun bunting palsu.
Fase luteal berlangsung selama 50-80 hari sesudah ovulasi
pad a keadaan bunting palsu (Me Donald, 1980). Akibat pe-
ngaruh fase luteal, involusi uteri baru akan terjadi sem-
purna pada hari ke 120-150 sesudah ovulasi, baik pada beti-
na bunting ataupun bunting palsu.
Sejalan dengan makin berkembangnya inseminasi buatan
pad a ternak, IB pad a anjingpun telah banyak dilakukan di
negara-negara Barat. Hal 1ni dimaksudkan untuk mengatasi
masalah-masalah yang timbul pada perkawinan alam ataupun
untuk meningkatkan mutu genetik serta jenis keturunan anak
yang dihasilkan. Penelitian-penelitian mengenai IB pada
anjing terus berlangsung, rnulai dari penampungan semen, pe-
ngeneeran dan pengawetan semen sampai pada teknik IB pada

betina.
KESIMPULAN

Anjing (Canis familiaris) merupakan hewan liar perta-


rna yang didomestikasikan, dian tara hewan-hewan piara lain-
nya. Akibat proses domestikasi tidak banyak berpengaruh
terhadap pola reproduksi anjing, karena anjing masih meng-
alami kawin bermusim.
Umumnya anjing mengalami dua kali musim kawin dalam
setahun, sehingga digolongkan kedalam hewan monoestrus.
Proestrus berlangsung selama 9 hari yang ditandai dengan
kebengkakan vulva dan perdarahan vagina, dan estrus ber-
langsung antara 7-9 hari. Sewaktu metestrus betina masih
menerima pejantan untuk kopulasi, sehingga terjadi tumpang
tindih antara estrus dan metestrus. Jika konsepsi tidak
terjadi, sesudah periode metestrus dilanjutkan dengan ke-
buntingan palsu (pseudopregnancy).
Untuk mengatasi masalah-masalah yang ditimbulkan aki-
bat perkawinan alam, maka pada anjingpun dilaksanakan in-
seminasi buatan. Inseminasi buatan juga dapat meningkat-
kan mutu genetik dan jenis keturunan anak yang diinginkan.
DAFTAR PUSTAKA
Allen, W. E., 1985. Infertility in the dog.
In Practise : 161-165
Andersen, K., 1980. Artificial Insemination and Storage
of Canine Semen. In: D. A. Morrow, ed. Current
Therapy in Theriogenology. W. B. Saunders Company,
Philadelphia, London, 'roronto.
Arthur, G. H., 1979. Veterinary Reproduction and Obste-
trics. 4tn Ed. Balliere Tindall and Cassel, London.
Ashdown, R. R. and J. L. Hancock., 1980. Fonctional Ana-
tomy of Male Reproduction. In; E. S. E. Hafez, ed.
Reproduction in Farm Animals. 4th Ed. Lea & Febiger,
Philadel phia.
Ayer, A. A., 1984. Artificial insemination of dogs.
Auburn Veterinarian 40 : 12-17
Bennet, D., 1980. Normal and Abnormal Parturition.
In : D. A. Morrow, ed. Current Therapy in Therioge-
nology. W. B. Saunders Company, Philadelphia, Lon-
don, Toronto.
Betteridge, K. J., 1970. The Normal Genitel Organs.
In ; J. A. Laing, ed. Fertility and Infertility in
the Domestic Animals. 2nd Ed. Ballire Tindall and
Cassell, London.
Carlson, D. G. and J. M. Giffin., 1982. Dog Owner's Home
Vet. Handbook. 1st Ed. Howell Book House Inc.
New York.
Cole, H. H. and P. T. CuPps., 1977. Reproduction in Domes-
tic Animals. 3rd Ed. Academic Press, New York and
London.
Foote, R. H., R. W. Kirk, H. P. Gill, and C. F. Kaufman,
1970. Artificial insemination of beagle bitches with
freshly-collected, liquid-stored, and frozen-stored
semen. Am. J. Vet. Res. 31: 1807-1813.
Graf, K. J., 1978. Serum oestrogen, progesteron and pro-
lactin concentrations in cyclic, pregnant and lacta-
ting beagle dogs. J. Reprod. Fert. 52: 9-14
Grandage, J., 1972. The erect dog penis; A paradox of
flexible rigidity. Vet. Rec. 91 ; 141-147
Hafez, E. S. E., 1980. Functional Anatomy of Female Repro-
duction. In: E.S. E. Hafez, ed. Reproduction in
Farm Animals. 4th Ed. Lea and Febiger, Philadelphia.
Holst, P. A. and R. D. Phemister., 1974. Onset of diestrus
in the beagle bitch : Definition and significance.
Am. J. Vet. Res. 35: 401-406.
Johnston, S. D., 1980. Diagnostic and therapeutic appro-
ach to infertility in the bitch. Vet. Rec. 118:
1335-1338
Kirk, R. W., 1970. Dogs. In: E. S. E. Hafez, ed. Repro-
duction and Breeding Techniques for Laboratory Ani-
mals. Lea and Febiger, Philadelphia.
Laing, J. A., 1970. Fertility and Infertility in the Do-
mestic Animals. 2nd Ed. Balliere Tindall, London.
Leonard, E. P., 1960. Dog. In: E. J. Perry, ed. The
Artificial Insemination of Farm Animals. 3rd Ed.
Rutgers Univ. Press, Nem Jersey.
Mac Donald, 1983. The Mac Donald Encyclopedia of Dogs.
Mac Donald & Co Ltd, London & Sydney.
Mc Donald, L. E., 1980. Reproductive Patterns of Dogs.
In : L. E. Mc Donald, ed. Veterinary Endocrinology
and Reproductions. 3rd Ed. Lea and Febiger, Phila-
delphia.
Mc Keever, S., 1970. Male Reproductive Organs.
In : E. S. E. Hafez, ed. Reproduction and Breeding
Techniques for Laboratory Animals. Lea and Febiger,
Philadelphia.
Melrose, D. R., 1970. Artificial Insemination: Dogs.
In : J. A Laing, ed. Fertility and Infertility in
the Domestic Animals. 2nd. Balliere Tindall and Ca-
sell, London.
Partodihardjo, S., 1980. Ilmu Reproduksi Hewan. Mutiara,
Jakarta.
Reece, R. P., 1960. The Role of Hormones in Reproduction.
In : E. J. Perry, ed. The Artificial Insemination of
Farm Animals. 3rd Ed. Rutgers Univ. Press, NeVi Jer-
sey.
Seager, S. W. J. and W. S. Fletcher., 1972. Collection,
storage and insemination of canine semen.
Lab. Anim. Sci. 22: 177-182.
Seager, S. IV. J., C. C. Platz, and 'N. S. Fletcher., 1975.
Conception rates and related data using frozen dog
semen. J. Reprod. Fert. 45: 189-192.
Sokolowski, J. H., Diann G. Stover, and F. VanRavenswaay.,
1977. Seasonal incidence of estrus and interestrus
interval for bitches of seven breeds.
J. A. V. M. A. 171: 271-273.
Sokolowski, J. H., 1980. Normal Event of Gestation in the
Bitch and Methodes of Pregnancy Diagnosis. In: Da-
vid A. Morrow, ed. Current Therapy in Theriogenology.
W. B. Saunders Company, Philadelphia, London, Toronto.
Stabenfeldt, G. H. and V. M. Shille., 1977. Dog. In:
H. H Cole and P. T. Cupps, ed. Reproduction in the
Domestic Animals. 3rd Ed. Academic Press Inc., NeVI
York, San Francisco, London.
,1980. Clinical Rep-
roductive Physiology in Dogs. In: David A. Morrow,
ed. Current Therapy in Theriogenology. W. B. Saun-
ders Company, Philadelphia, London, Toronto.
Takeishi, M., 1975. Studies on reproduction in the dog.
Seasonal characteristic of semen. Bulletin of the
College of Vet. Med, Nikon Univ. No 32 (Abst.).
Toelihere, M. R., 1981 a Fisiologi Reproduksi Pada Ternak.
Angkasa, Bandung.
____~~~____~-, 1981 b Inseminasi Buatan Pada Ternak.
Angkasa, Bandung.
Takeihsi, T., 1983. Effect of ovariectomy and progesteron
treatment on the maintenance of pregnancy in bitches.
Japanese J. of Vet. Sci. 45: 47-51.
Zorrow, N. X., 1980. Hormones of Reproduction. In :
E. S. E. Hafez, ed. Reproduction in Farm Animals.
3rd. Lea and Febiger, Philadelphia.

Anda mungkin juga menyukai