Jelajahi eBook
Kategori
Jelajahi Buku audio
Kategori
Jelajahi Majalah
Kategori
Jelajahi Dokumen
Kategori
BAB I
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Entalpi adalah istilah dalam termodinamika yang menyatakan jumlah energi dari suatu
sistem termodinamika. Ada beberapa jenis entalpi dan salah satunya adalah entalpi pelarutan
standar. Proses pelarutan tidak selalu bisa melarutkan zat secara keseluruhan. Pemanasan dapat
membantu melarutkan zat yang belum terlarut seluruhnya. Panas pelarutan adalah perubahan
entalpi satu mol zat yang dilarutkan dalam n mol solvent pada tekanan dan suhu tetap yang
disertai dengan penyerapan atau pembebasan kalor. Hal ini disebabkan oleh adanya ikatan
kimia baru dari atom-atom. Demikian juga pada peristiwa pelarutan, terkadang akan terjadi
perubahan energi yang disebabkan adanya perbedaan gaya tarik-menarik antara molekul
sejenis. Gaya ini jauh lebih kecil daripada gaya tarik pada ikatan kimia, sehingga panas
pelarutan biasanya jauh lebih kecil daripada panas reaksi.
Salah satu faktor yang mempengaruhi panas pelarutan pada praktikum ini adalah jenis
solute. Solute dibedakan menjadi dua, yaitu solute standar dan solute variabel. Solute standar
adalah solute yang telah diketahui panas pelarutannya dan dijadikan dasar untuk mencari nilai
tetapan kalorimeter. Sedangkan solute variabel adalah solute yang akan dicari nilai panas
pelarutannya.
Pada dunia industri, prinsip panas pelarutan digunakan untuk merancang reaktor. Dengan
diketahuinya panas pelarutan yang dihasilkan pada pembuatan produk, maka dapat ditentukan
bahan yang digunakan dalam perancangan reaktor tersebut. Sehingga kerusakan yang mungkin
terjadi akibat timbulnya panas pelarutan pada proses poduksi akan dapat dihindari. Selain itu,
panas pelarutan juga dapat digunakan sebagai dasar pememilihan tungku agar sesuai dengan
panas pelarutan zat tertentu serta dalam pemilihan bahan bakar agar menghasilkan panas
seefisien mungkin. Sehingga, seorang sarjana teknik kimia yang pada umumnya bekerja di
bidang industri harus mengetahui analisa panas pelarutan. Oleh karena itu, sebagai mahasiswa
teknik kimia praktikum panas pelarutan ini menjadi sangat penting untuk dilakukan.
Tujuan Praktikum
1. Menentukan panas pelarutan dari suatu zat
2. Mencari hubungan antara panas pelarutan dengan molaritas dan suhu larutan
3. Mencari hubungan antara suhu dengan waktu sebagai fungsi panas pelarutan
Manfaat Praktikum
1. Praktikan mampu menentukan panas pelarutan dari suatu zat
2. Praktikan mengetahui hubungan antara panas pelarutan dengan molaritas dan suhu larutan
3. Praktikan mengetahui hubungan antara suhu dan waktu sebagai fungsi panas pelarutan
PANAS PELARUTAN DAN KELARUTAN SEBAGAI FUNGSI SUHU
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
Panas Pelarutan
Panas pencampuran didefinisikan sebagai perubahan entalpi yang terjadi bila dua atau
lebih zat murni dicampur membentuk suatu larutan pada temperatur tetap dan tekanan 1 atm.
Panas pelarutan adalah perubahan entalpi satu mol zat yang dilarutkan dalam n mol solvent
pada tekanan dan suhu tetap yang disertai dengan penyerapan atau pembebasan kalor. Hal ini
disebabkan oleh adanya ikatan kimia baru dari atom-atom. Demikian juga pada peristiwa
pelarutan, terkadang akan terjadi perubahan energi. Hal ini disebabkan adanya perbedaan gaya
tarik-menarik antara molekul sejenis. Gaya ini jauh lebih kecil daripada gaya tarik pada ikatan
kimia, sehingga panas pelarutan biasanya jauh lebih kecil daripada panas reaksi.
d n2
=
[
d ( H ) d ( H f )
d n2 ]
T ,P,n (1)
Dimana d(H) = Hs, adalah perubahan entalpi untuk larutan n 2 mol dalam n mol
solvent. Pada T, P, dan n tetap, perubahan n 2 dianggap 0, karena n berbanding lurus terhadap
konsentrasi m (molal). Pada T dan P tetap, penambahan mol solute dalam larutan dengan
konsentrasi m molal menimbulkan entalpi sebesar d(m.Hs) dan panas pelarutan differensial
dapat dinyatakan dengan persamaan (2).
[ d n2 ]
d ( H s )
T , P , n=[ ]
d (m . H s )
dm
T ,P (2)
m. H
C= (4)
T
Keterangan ; C = tetapan kalorimeter
m = jumlah mol solute
H = panas pelarutan
T = perubahan suhu yang terjadi
E 2 + P . V 2 E 1+ P . V 1
=Q. P sehingga, H = H2 H1 = Q.P
H2 H1
Saat substrat dicampur membentuk suatu larutan, biasanya disertai efek panas dalam
proses pencampuran pada tekanan tetap. Efek panas yang terjadi sesuai dengan perubahan
entalpi total. Begitu juga dengan reaksi steady state, yaitu perubahan entalpi kinetik dan
potensial dapat diabaikan karena hal ini sudah umum dalam proses pencampuran dan dapat
disamakan dengan efek panas (Badger dan Bachero, 1958).
Data Kapasitas Panas (Cp) dan Panas Pelarutan (Hs) dari Beberapa Senyawa
Beberapa data senyawa dengan kapasitas panas dan panas pelarutannya dapat dilihat
pada Tabel 2.1 berikut.
Tabel 2.1 Kapasitas Panas (Cp) dan Panas Pelarutan (Hs)
Senyawa Kapasitas Panas (cal/mol K) Panas Pelarutan
(cal/mol)
KCl 10,3+0,00376T -4.404
MgSO4.7H2O 89 -3.180
MgCl2. 6H2O 77,1 3.400
CuSO4.5H2O 67,2 -2.850
BaCl2.2H2O 37,3 -4.500
Sumber : Perry, R. H.. 1984. Chemical Engineering Hand Book
Tanda positif (+) pada data Hs menunjukkan bahwa reaksi bersifat eksotermis atau
reaksi menghasilkan panas dari sistem ke lingkungan. Sedangkan tanda negatif (-)
menunjukkan bahwa reaksi bersifat endotermis atau reaksi menyerap panas dari lingkungan
ke sistem.
PANAS PELARUTAN DAN KELARUTAN SEBAGAI FUNGSI SUHU
BAB III
METODA PRAKTIKUM
Variabel Praktikum
1. Variabel Tetap
a. Solute standar w gr
b. Aquades
2. Variabel Bebas
a Solute variabel w gr
b t = t menit
Cara Kerja
Penentuan Tetapan Kalorimeter
1. Panaskan x ml aquades pada T = ToC
2. Masukan ke kalorimeter lalu catat suhu tiap t menit sampai 3tetap
3. Panaskan lagi x ml aquades pada T = ToC
4. Timbang w gr solute standar yang telah diketahui panas pelarutannya
PANAS PELARUTAN DAN KELARUTAN SEBAGAI FUNGSI SUHU
DAFTAR PUSTAKA
BAB I
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Kelarutan merupakan konsentrasi solute dalam larutan jenuh. Untuk solute padat maka
pada larutan jenuhnya terjadi keseimbangan dimana molekul fase padat meninggalkan fasenya
dan masuk ke fase cair dengan kecepatan sama dengan molekul ion dari fase cair yang
mengkristal menjadi fase padat. Apabila suatu larutan suhunya diubah, maka hasil kelarutannya
juga akan berubah. Larutan dikatakan jenuh pada temperatur tertentu, bila larutan tidak dapat
melarutkan lebih banyak zat terlarut. Bila jumlah zat terlarut kurang dari larutan jenuh disebut
larutan tidak jenuh. Sedangkan bila jumlah zat terlarut lebih dari larutan jenuh disebut larutan
lewat jenuh.
Kelarutan dipengaruhi oleh beberapa faktor. Beberapa contoh kegunaan prinsip kelarutan
sebagai fungsi suhu dalam industri antara lain pada pembuatan reaktor kimia. Selain itu
kegunaan lainnya adalah pada proses pemisahan dengan cara pengkristalan integral serta
digunakan sebagai dasar proses pembuatan granal-granal pada industri baja. Sehingga, seorang
sarjana teknik kimia yang pada umumnya bekerja di bidang industri harus mengetahui analisa
kelarutan sebagai fungsi temperatur. Oleh karena itu, sebagai mahasiswa teknik kimia
praktikum kelarutan sebagai fungsi temperatur ini menjadi sangat penting untuk dilakukan.
Tujuan Praktikum
1. Mengetahui kelarutan suatu zat
2. Mengetahui pengaruh suhu terhadap kecepatan kelarutan
Manfaat Praktikum
1. Praktikan mengetahui kelarutan dari suatu zat
2. Praktikan mengetahui pengaruh suhu terhadap kecepatan kelarutan
PANAS PELARUTAN DAN KELARUTAN SEBAGAI FUNGSI SUHU
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
Kelarutan
Larutan jenuh adalah larutan yang kandungan solutenya sudah mencapai maksimal
sehingga penambahan solute lebih lanjut tidak dapat larut lagi. Konsentrasi solute dalam
larutan jenuh disebut kelarutan. Untuk solute padat maka larutan jenuhnya terjadi
keseimbangan dimana molekul fase padat meninggalkan fasenya dan masuk ke fase cairan
dengan kecepatan sama dengan molekul-molekul ion dari fase cair yang mengkristal
menjadi fase padat. Kelarutan dipengaruhi oleh beberapa faktor.
Pembuktian Rumus
Hubungan antara keseimbangan tetap dan kelarutan dengan temperatur dirumuskan
Vant Hoff :
d ln S H
=
dT R T2
H
d ln S= R T 2 dT
H
ln S= +C
RT
H 1
log S= . +C
2,303 R T
Keterangan : H = panas pelarutan zat per mol (kal/gr mol)
R = tetapan gas ideal (1,987 kal/gr mol K)
T = suhu (K)
S = kelarutan per 1000 gr solute
Penurunan rumus Vant Hoff :
G=H TS
o
d G
S=
dT
Go = HT S
d Go H o Go
=
dT T T
dengan G=Rt ln K
G=Rt ln K
d Go H o Go
=
dT T
o o 2 d ln K
H G =Rt ln K + R T
dT
(Day dan Underwood, 1983)
PANAS PELARUTAN DAN KELARUTAN SEBAGAI FUNGSI SUHU
H
semakin besar. Dan pada reaksi eksoterm H (-) maka berharga (+). Juga
2.303 RT
apabila suhu diperbesar maka S semakin besar dan sebaliknya.
2. Besar Partikel
Semakin besar luas permukaan, partikel akan mudah larut.
3. Pengadukan
Dengan pengadukan, tumbukan antara molekul-molekul solvent makin cepat sehingga
semakin cepat larut (kelarutannya besar).
4. Tekanan dan Volume
Jika tekanan diperbesar atau volume diperkecil, gerakan partikel semakin cepat. Hal ini
berpengaruh besar terhadap fase gas sedang pada zat cair hal ini tidak berpengaruh.
PANAS PELARUTAN DAN KELARUTAN SEBAGAI FUNGSI SUHU
BAB III
METODA PRAKTIKUM
Gambar Alat
d
c
Keterangan:
a a : Toples kaca
b : Es batu
b c : Tabung reaksi
d : Thermometer
Variabel Praktikum
1. Variabel Tetap
Volume asam boraks untuk dititrasi = x ml
2. Variabel Bebas
T Asam boraks = T oC
Cara Kerja
1. Membuat larutan asam boraks jenuh ToC 100 ml
2. Larutan asam boraks jenuh dimasukkan ke dalam tabung reaksi besar
PANAS PELARUTAN DAN KELARUTAN SEBAGAI FUNGSI SUHU
3. Tabung reaksi dimasukkan dalam toples kaca berisi es batu dan garam lalu masukkan
thermometer ke dalam tabung reaksi
4. Larutan jenuh diambil x ml tiap penurunan suhu T oC
5. Titrasi dengan NaOH n N, indikator PP 3 tetes
6. Mencatat kebutuhan NaOH
7. Tabung reaksi dikeluarkan pada saat suhu terendah lalu diambil x ml lagi setiap
kenaikan suhu ToC
8. Titrasi dengan NaOH n N, indikator PP 3 tetes
9. Mencatat kebutuhan NaOH
10. Membuat grafik log S vs 1/T
11. Membuat grafik V NaOH vs T yang terjadi karena kondisi suhu dan volume titran
PANAS PELARUTAN DAN KELARUTAN SEBAGAI FUNGSI SUHU
DAFTAR PUSTAKA
Daniel, F.. 1962. Experimental Physical Chemistry 6th ed. International Student edition. Mc
Graw Hill Book Co. Inc New York. Kogakusha Co. Ltd. Tokyo.
Day, R. A. dan Underwood, A. L. 1983. Analisa Kimia Kuantitatif edisi 4 diterjemahkan Drs.
R. Gendon. Erlangga. Jakarta