PERTANIAN
Disusun oleh :
1.2 Tujuan
Adapun tujuan dari makalah ini adalah sebagai berikut :
1. Mengetahui karakteristik sabun antibakteri berbahan baku kulit kakao dan
ampas teh
2. Mengetahui fomulasi terbaik pada teknologi pembuatan sabun kulit kakao dan
ampas teh sebagai sabun antibakteri
3. Mengetahi teknologi pengolahan sabun antibakteri dari kulit kakao dan ampas
teh
BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA
3.1.2 Bahan
1. Ekstrak polifenol kulit kakao 50 ml
2. NaOH 18 gram
3. Minyak kelapa sawit 100 ml
4. Air 30 ml
5. Ekstrak mawar 20 ml
6. Ampas Teh 20 gram
3.2 Skema Kerja
3.2.1 Ekstraksi polifenol
Kulit kakao
Pemotongan
Polifenol
Larutan NaOH
Minyak 100 ml
Pelarutan dalam 30 menit
Pengadukan Pencampuran
Pendiaman 24 jam
Sabun
3.3 Skema Kerja dan Fungsi Perlakuan
3.3.1 Ekstraksi Polifenol
Ekstraksi polifenol pada kulit kakao dilakukan dengan menggunakan
metode maserasi dengan menggunakan pelarut air. Pertama dilakukan
pembersihan terhadap kulit kakao dengan cara pencucian untuk menghilangkan
kotoran yang berupa tanah dan debu yang melekat pada kulit kakao. Hal ini
dilakukan agar ketika dilakukan pengupasan maka kulit kakao benar-benar bersih
tanah hilang dan tidak mengotori ketika setelah dilakukan pengupasan. Kemudian
kulit kakao dilakukan pengupasan kulit kakao dimana disisi kulit terluar dari kulit
kakao dibuang untuk menghilangkan kotorannya hal ini karena bagian terluar dari
kulit kakao sangat kotor dan dipenuhi dengan bercak hitam sehingga perlu
dilakukan penghilangan. Kemudian kulit yang telah dilakukan dilakukan
pencucian kembali sehingga diperoleh kulit yang benar-benar bersih. Berikutnya
dilakukan pengecilan ukuran pada kulit kakao dengan cara memotong atau
mengiris tipis kulit kakao yang telah dibersihkan. Hal ini bertujuan untuk
memperluas luas permukaan kulit kakao dan meningkatkan efektifitas ekstraksi
polifenol kulit kakao. Selanjutnya irisan kulit kakao tersebut dilakukan maserasi
dalam air kurang lebih selama 30 menit hal ini dilakukan untuk meningkatkan
efektifitas proses ektraksi polifenol dari kulit kakao tersebut. Proses ekstraksi
dilakukan denggan menggunakan pelarut air hal ini karena polifenol bersifat larut
air selain itu karena pelarut air lebih murah dibanding pelarut yang lain.
Berikutnya setelah dilakukan pengekstrakan kemudian dilakukan penyaringan
sehingga diperoleh ekstrak polifenol dari kulit kakao tersebut. Ekstrak polifenol
yang didapat memiliki kekentalan yang tinggi hal ini karena pada kulit kakao
terdapat PLA (polisakarida larut air) sehingga proses penyaringan juga sedikit
lama.
3.3.2 Pembuatan Sabun
Tahapan dalam pembuatan sabun antibakteri dari ekstrak limbah kulit kakao
dan ampas teh adalah dengan menyiapkan alat dan bahan yang akan digunakan.
Bahan-bahan yang digunakan dalam proses pembuatan sabun ini terdiri dari
minyak kelapa sawit, NaOH, ekstrak polifenol kulit buah kakao, air, ampas teh
dan ekstrak mawar. Tahap pertama dalam pembuatan sabun yaitu NaOH
ditimbang sebanyak 18 gram dan dilarutkan dalam air 30 ml dan diaduk hingga
homogen. Fungsi NaOH dalam pembuatan sabun adalah untuk membentuk sabun
dengan adanya reaksi saponifikasi antara NaOH dan asam lemak dari minyak.
Penggunaan bahan NaOH dalam pembuatan sabun antibakteri ini adalah untuk
menghasilkan sabun padat. Tahap selanjutnya yaitu pencampuran dengan bahan
minyak kelapa sawit. Pencampuran dengan minyak kelapa sawit ini akan
menghasilkan sabun karena adanya reaksi saponifikasi. Penggunaan minyak
kelapa dalam pembuatan sabun karena sifatnya yang mudah tersaponifikasi,
mudah larut dalam air, dan mudah menguap. Salah satu minyak yang bisa
digunakan pada pembuatan sabun yaitu minyak kelapa sawit. Jika dibandingkan
dengan minyak nabati lain, minyak kelapa sawit memiliki keistimewaan
tersendiri, yakni rendahnya kandungan kolesterol dan dapat diolah lebih lanjut
menjadi suatu produk yang tidak hanya dikonsumsi untuk kebutuhan pangan
tetapi juga memenuhi kebutuhan non pangan (oleokimia) seperti sabun.
(Permono, 2006). Sabun yang terbuat dari 100% minyak sawit akan bersifat keras
dan berbusa sedikit namun tahan lama Kekerasan ini disebabkan kandungan asam
palmitatnya yang cukup besar. Oleh karena itu, apabila akan digunakan sebagai
bahan baku pembuatan sabun, minyak kelapa sawit harus dicampur terlebih
dahulu dengan bahan lain (Miller, 2006).
Tahapan selanjutnya yaitu proses pengadukan menggunakan mixer yang
bertujuan untuk mempermudah terjadinya reaksi saponifikasi antara bahan NaOH
dan minyak kelapa sawit sehingga akan terbentuk sabun. Pencampuran yang
dilakukan dengan mixer dilakukan hingga campuran bahan hampir trace.
Kemudian tahapan selanjutnya dilakukan penambahan ekstrak polifenol dari kulit
buah kakao sebanyak 50 ml dan ampas teh sebanyak 20 gram, dan juga
ditambahkan ekstrak mawar sebanyak 20 ml. Penambahan ekstrak polifenol
dalam pembuatan sabun adalah digunakan sebagai sabun antibakteri yang mana
dapat mengurangi atau mencegah aktivitas bakteri. Penambahan ekstrak mawar
adalah untuk memberikan aroma harum pada sabun atau sebagai pewangi pada
sabun. Tahapan selanjutnya adalah dilakukan pencampuran kembali menggunakan
mixer yang bertujuan untuk mencampurkan semua komponen bahan menjadi
lebih trace sehingga akan menghasilkan ukuran partikel yang lebih halus dan
lembut. Setelah semua bahan tercampur kemudian dilakukan pencetakan dengan
alat pencetak sesuai keinginan. Pencetakan ini bertujuan untuk mendapatkan
bentuk sabun yang bagus dan seragam. Setelah pencetakan sabun kemudian
dilakukan penutupan dengan menggunakan kain lap atau handuk kecil yang
bertujuan untuk melindungi dan mencegah dari debu serta kotoran di udara
sehingga sabun yang akan dihasilkan terhindar dari debu dan kotoran dan
dihasilkan sabun yang bersih. Pencetakan sabun dalam alat cetakan dilakukan
pendiaman selama 24 jam sehingga akan dihasilkan sabun padat antibakteri dari
ekstrak kulit buah kakao dan ampas teh.
DAFTAR PUSTAKA
Ahmad, Iftikhar. 1981. Use of Palm Stearine in Soap Book No.2.2 nd Revision.
Malaysia: Porim Technology Palm Oil Research Institute of Malaysia.
Amirroenas D.E. 1990. Mutu Ransum Berbentuk Pellet dengan Bahan Serat
Biomasa Pod Coklat (Theobroma cacao L.) untuk Pertumbuhan Sapi
Perah Jantan.Tesis.(Tidak dipublikasikan). Fakultas Pascasarjana, Institut
Pertanian Bogor. Bogor.
Ansyah, L. 2007. Pemasaran The CV Prima Herbal. Bandung: CV. Prima Herbal
Badan Standarisasi Nasional. 2006. Standar Mutu Sabun Mandi. Jakarta: Dewan
Standarisasi Nasional
Departemen Pertanian. 2002. Teknologi Tepat Guna Budidaya. Jakarta: Deptan.
Dinas Perkebunan Bireuen, 2011. Statistik Perkebunan di Kabupaten Bireuen.
Bireuen
Dirjen Perkebunan. 2011. Statistik Perkebunan Nasional Indonesia. Jakarta:
Dirjen Perkebunan
Keenan, Charles W. 1980. Ilmu Kimia untuk Universitas edisi keenam jilid 2.
Jakarta: Erlangga.
Laconi, E. B. 1998. Peningkatan Mutu Pod Kakao Melalui Amoniasi dengan
Urea dan Biofermentasi dengan Phanerochaete Chrysosporium serta
Penjabarannya ke dalam Formulasi Ransum Ruminansia. Program
Pascasarjana. IPB
Liplet Teh. 2007. Kerjasama PTPN VIII, PPTK Gambung dan ATI Jilid I. Jawa
Barat: Liplet
Merdekawani, Syarifah dan Kasmiran, Ariani. 2013. Fermentasi Limbah Kulit
Buah Kakao (Theobroma cacao L) dengan Aspergillus niger Terhadap
Kandungan Bahan Kering dan Abu. Lentera: Vol.13 No.2 Juni 2013
Prosiding Seminar Nasional dan Konggres PATPI. 2004. http://
www.IPTEKnet.com.2017
PT. Sinar Sosro. 2003. Sejarah dan Perkembangan The Sosro. http:
//www.sosro.com/sejarah/perkembangan [7 maret 2017]
Qisti, Rachmiati. 2009. Sifat Kimia Sabun Transparan dengan Penambahan
Madu pada Konsentrasi yang Berbeda. [Skripsi]. Bogor: IPB.
Wilbraham, Anthony, C., dan Matta, Michael, B. 1992. Pengantar Kimia. Organik
dan Hayati. Bandung: Penerbit ITB.