Anda di halaman 1dari 14

TEKNOLOGI PENGOLAHAN LIMBAH PANGAN DAN HASIL

PERTANIAN

PEMANFAATAN LIMBAH KULIT KAKAO DAN AMPAS TEH


SEBAGAI SOLUSI SABUN ANTIBAKTERI

Disusun oleh :

Rado Heksa Sampurna NIM. 141710101020


Esthi Wahyuningsih NIM. 141710101008
Dewi Setiyowati NIM. 141710101026
Langit Biru U NIM. 141710101053
Dhuita Puspitasari R NIM. 141710101063
Vika Nurluthfiyani NIM. 141710101083
Elvira Dewi P NIM. 141710101119

JURUSAN TEKNOLOGI HASIL PERTANIAN


FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN
UNIVERSITAS JEMBER
2017
BAB 1. PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Kakao merupakan salah satu komoditas ekspor dengan produksi yang
cukup besar di Indonesia, berdasarkan data International Cacao and Coffee
Organization (ICCK) saat ini kakao yang dihasilkan diperkirakan sebesar 3,3 juta
ton/tahun. Indonesia berada pada urutan ketiga penghasil kakao terbesar di dunia
setelah Pantai Gading dan Ghana. Buah kakao umumnya diolah menjadi berbagai
produk-produk olahan yang bermanfaat dan mempunyai nilai ekonomis. Buah
kakao terdiri dari 74% kulit buah, 2% plasenta, dan 24% biji. Dengan
meningkatnya hasil produksi buah kakao tersebut diperkirakan akan menghasilkan
limbah kulit buah yang sangat banyak . Kulit buah kakao merupakan bagian yang
terbesar dari buah kakao, yaitu sebesar 74% dan memiliki kandungan polifenol
yang berfungsi sebagai antioksidan untuk menangkap radikal bebas dalam tubuh.
Apabila kulit buah ini dibuang di sekitar kebun maka akan menjadi masalah
lingkungan dan harus segera ditangani. Selain itu, jika dilihat dari sisi masalah
lingkungan, ampas teh termasuk dalam masalah besar, karena ampas teh
merupakan hasil sisa seduhan teh yang masih mengandung polifenol dan vitamin
E yang berguna sebagai antioksidan dan bagus untuk menjaga kesehatan kulit,
selain itu ampas teh memiliki aroma yang harum dan cocok sebagai pewangi
alami.
Salah satu pemanfaatan dari limbah limbah tersebut yaitu dengan
mengolahnya menjadi produk yang berguna berupa sabun antibakteri dengan
bahan dasar utama yaitu polifenol dan tambahan ampas teh sebagai scrub dan
pewangi alami. Sabun merupakan suatu bahan yang digunakan untuk
membersihkan kulit baik dari kotoran maupun bakteri. Sabun atau disebut juga
dengan sabun obat mengandung asam lemak yang senyawa dengan alkali. Sabun
ini berguna untuk mencegah, mengurangi ataupun menghilangkan penyakit atau
gejala penyakit pada kulit.
Sabun antibakteri ini memiliki kandungan gizi yang baik bagi kulit.
Disamping itu, lemak kakao dan ampas teh dapat menghaluskan kulit dan juga
lebih mudah diserap oleh kulit, apa pun jenis kulit tidak akan ada efek
sampingnya karena sabun dari lemak kakao dan ampas teh ini merupakan sabun
berbahan dasar alami. Oleh karena itu, akan dilakukan pembuatan sabun
antibakteri.

1.2 Tujuan
Adapun tujuan dari makalah ini adalah sebagai berikut :
1. Mengetahui karakteristik sabun antibakteri berbahan baku kulit kakao dan
ampas teh
2. Mengetahui fomulasi terbaik pada teknologi pembuatan sabun kulit kakao dan
ampas teh sebagai sabun antibakteri
3. Mengetahi teknologi pengolahan sabun antibakteri dari kulit kakao dan ampas
teh
BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Kulit Kakao


Produksi kakao yang tinggi tentu akan menghasilkan limbah kulit buah
yang banyak pula, di mana limbah yang ditinggalkan akan menjadi permasalahan
baru bagi lingkungan perkebunan (Merdekawani dan Kasmiran, 2013). Kulit buah
kakao merupakan limbah perkebunan yang dihasilkan tanaman kakao
(Theobroma cacao. L). Buah kakao terdiri dari 74 % kulit buah, 2 % plasenta dan
24 % biji. Kulit buah kakao dapat menggantikan sumber-sumber energi dalam
ransum tanpa mempengaruhi kondisi ternak (Dirjen Perkebunan, 2011). Kulit
buah Kakao terdiri dari 10 alur (5 dalam dan 5 dangkal) berselang seling.
Permukaan buah ada yang halus dan ada yang kasar, warna buah beragam ada
yang merah hijau, merah muda dan merah tua (Poedjiwidodo, 1996). Selain
mengandung serat kasar tinggi (40,03%) dan protein yan rendah (9,71%) (Laconi,
1998), kulit Kakao mengandung selulosa 36,23%, hemiselulosa 1,14% dan lignin
20%-27,95% (Amirroenas, 1990). Berdasarkan data yang didapat, produksi kakao
secara Nasional berkisar 712.000 ton dari 1,67 juta hektare lahan perkebunan
(Dirjen Perkebunan, 2011). Kabupaten Bireuen memiliki beberapa komoditas
unggulan di antaranya adalah kakao, tercatat pada tahun 2010 produksi kakao
sebanyak 202 ton dengan rata-rata produksi 1,247 kg/ha (Dinas Perkebunan
Bireuen, 2011).

2.2 Ampas Teh


Ampas teh merupakan limbah dari suatu industry atau pabrik minuman
ringan yang ketersediaannya cukup banyak yaitu mencapai 470 ton/ tahu (PT.
Sinar Sosro, 2003) dan belum dimanfaatkan secara optimal. The mengandung
vitamin C dosis tinggi dan vitamin lainnya dalam jumlah sedikit. Selain itu, the
hijau memiliki senyawa kimia berupa antioksidan alami yang sangat bermanfaat
bagi kesehatan. Hal ini membuat the hijau yang dikonsumsi mampu melindungi
sel-sel tubuh dari berbagai pengaruh radikal bebas yang berperan besar
menimbulkan kanker (Departemen Pertanian, 2002).
Komposisi dalam setiap 100g the hijau terdapat polifenol sebagai
antioksidan yang 100 kali lebih efektif dari vitamin C dan 25 kali lebih kuat dari
vitamin E (Ansyah, 2007). Dari hasil penelitian yang dilakukan oleh Pusat
Penelitian The dan Kina (PPTK) Gambung-Jawa Barat Indonesia menunjukkan
bahwa kandungan polifenol pada the Indonesia yang merupakan komponen aktif
kesehatan 1,34 kali lebih tinggi disbanding the dari Negara lain. Katekin
merupakan senyawa polifenol utama ada the sebesar 90% dari total kandungan
polifenol. Rata-rata kandungan plifenol pada the Indonesia berkisar antara 7,02-
11,6%, sedangkan pada Negara lain berkisar antara 5,0607,47%% (Liplet The,
2007). The selain mengandung polifenol hingga 25-35%, juga mengandung
komponen lain yang bermanfaat bagi kesehatan, antara lain: metilxantin, asam
amino, peptids, karbohidrat, vitamin (C, E dan K), karotenoid, kalium,
magnesium, mangan, fluor, zinc, selenium, cooper, iron, calcium dan alkaloid
(Prosiding Seminar Nasional dan Konggred PATPI, 2004).

2.3 Sabun Padat


Sabun mandi merupakan garam logam alkali (Na) dengan asam lemak dan
minyak dari bahan alam yang disebut trigliserida. Lemak dan minyak mempunyai
dua jenis ikatan, yaitu ikatan jenuh dan ikatan tak jenuh dengan atom karbon 8-12
yang berikatan ester dengan gliserin (Andreas, 2009). Sabun adalah garam alkali
(Li, Na, atau K) dari asam lemak berantai panjang (Wilbrahami, 1992).
Sabun merupakan pembersih yang dibuat dengan reaksi kimia antara basa
natrium atau kalium dengan asam lemak dari minyak nabati atau lemak hewani.
Sabun mandi merupakan sabun natrium yang pada umumnya ditambah zat
pewangi atau antiseptik, digunakan untuk membersihkan tubuh manusia dan tidak
berbahaya bagi kesehatan (SNI, 1994).
Secara umum, reaksi antara kaustik dengan gliserol dan sabun yang
disebut dengan saponifikasi (Andreas, 2009). Sabun dihasilkan dari proses
saponifikasi, yaitu hidrolisis lemak menjadi asam lemak dan gliserol dalam NaOH
(minyak dipanaskan dengan NaOH) sampai terhidolisis sempurna. Asam lemak
yang berikatan dengan natrium ini dinamakan sabun (Ketaren, 1996). Setiap
minyak dan lemak mengandung asam-asam lemak yang berbeda-beda. Perbedaan
tersebut menyebabkan sabun yang terbentuk mempunyai sifat yang berbeda.
Minyak dengan kandungan asam lemak rantai pendek dan ikatan tak jenuh akan
menghasilkan sabun cair. Sedangkan rantai panjang dan jenuh menghasilkan
sabun yang tak larut pada suhu kamar (Andreas, 2009).
Fungsi sabun dalam anekaragam cara adalah sebagai bahan pembersih.
Sabun menurunkan tegangan permukaan air, sehingga memungkinkan air itu
membasahi bahan yang dicuci dengan lebih efektif, sabun bertindak sebagai suatu
zat pengemulsi untuk mendispersikan minyak dan gemuk; dan sabun teradsorpsi
pada butiran kotoran (Keenan, 1980). Karena kebanyakan kotoran yang menempel
pada permukaan berbentuk lapisan minyak tipis, sulit membuangnya kecuali bila
lapisan minyak tersebut diemulsikan dulu dengan air (Wilbrahami, 1992).

2.4 Karakteristik Sabun Padat


Syarat mutu sabun mandi yang ditetapkan Standard Nasional Indonesia
(SNI) untuk sabun yang beredar di pasaran hanya mencakup sifat kimiawi dari
sabun mandi, yaitu jumlah asam lemak minimum 71%, asam lemak bebas
maksimum 2,5%, alkali bebas dihitung sebagai NaOH maksimum 0,1%, bagian
zat yang tak terlarut dalam alkohol maksimum 2,5%, kadar air maksimum 15%,
dan minyak mineral (negatif). Sementara sifat fisik sabun seperti daya
membersihkan, kestabilan busa, kekerasan, dan warna belum memiliki standard.
(BSN, 2006).
Kriteria pemilihan minyak dan lemak sangat mungkin untuk mendapatkan
sifat sabun yang optimum dari minyak yang diformulasikan. Faktor-faktor yang
diharapkan oleh pembuatan sabun ketika pemilihan bahan-bahan yaitu : kualitas
sabun yang diharuskan dalam hal warna, busa, kekerasan, kemampuan
membersihkan, kelarutan (Ahmad, 1981).
Lemak dan minyak yang umum digunakan dalam pembuatan sabun
adalah trigliserida dengan tiga buah asam lemak yang tidak beraturan
diesterifikasi dengan gliserol. Masing-masing lemak mengandung sejumlah
molekul asam lemak dengan rantai karbon panjang antara C12 (asam lauric)
hingga C18 (asam stearat) pada lemak jenuh dan begitu juga dengan lemak tak
jenuh. Campuran trigliserida diolah menjadi sabun melalui proses saponifikasi
dengan larutan natrium hidroksida membebaskan gliserol. Sifat-sifat sabun yang
dihasilkan ditentukan oleh jumlah dan komposisi dari komponen asam-asam
lemak yang digunakan. Komposisi asam-asam lemak yang sesuai dalam
pembuatan sabun dibatasi panjang rantai dan tingkat kejenuhan. Pada umumnya,
panjang rantai yang kurang dari 12 atom karbon dihindari penggunaanya karena
dapat membuat iritasi pada kulit, sebaliknya panjang rantai yang lebih dari 18
atom karbon membentuk sabun yang sangatsukar larut dan sulit menimbulkan
busa. Terlalu besar bagian asam-asam lemak tak jenuh menghasilkan sabun yang
mudah teroksidasi (Ahmad, 1981).
Selain pemilihan minyak dan lemak, sifat kimia seperti titer point dan
bilangan iodine juga merupakan faktor yang sangat berperan untuk memperoleh
sifat sabun yang optimum. Selain itu juga dengan melakukan pencampuran atau
perbandingan dari berbagai minyak atau lemak yang berbeda juga dapat
memperoleh sabun dengan mutu yang diharapkan untuk mencegah terjadinya
keretakan pada sabun (cracking) (Ahmad, 1981).
Keretakan dapat disebabkan sejumlah faktor seperti bentuk batangan
(sabun), tingkat distorsi (penyimpangan) kekosongan selama pencetakan
(stamping), komposisi jumlah bahan pewangi (fragrance) dan bahan-bahan aditif.
Ada dua jenis cracking, dinamakan kering dan basah (dry cracking dan wet
cracking). Cracking kering dikarenakan celah yang disebabkan oleh udara yang
masuk ke dalam sabun selama tekanan akhir. Ini disebabkan sedikitnya vakum
atau ketidakefisienan plodding. Cracking basah terjadi pada batangan sabun
selama penggunaan untuk mencuci dan biasanya menimbulkan garis-garis
keretakan pada batangan sabun (Ahmad, 1981).
BAB 3. METODOLOGI PRAKTIKUM

3.1 Alat dan Bahan


3.1.1 Alat
1. Pisau
2. Baskom
3. Sendok
4. Kain lap atau handuk
5. Cetakan
6. Mangkok
7. Mixer
8. Panci
9. Sohlet
10 Timbangan

3.1.2 Bahan
1. Ekstrak polifenol kulit kakao 50 ml
2. NaOH 18 gram
3. Minyak kelapa sawit 100 ml
4. Air 30 ml
5. Ekstrak mawar 20 ml
6. Ampas Teh 20 gram
3.2 Skema Kerja
3.2.1 Ekstraksi polifenol

Kulit kakao

Pembersihan dan pengupasan

Pemotongan

Maserasi dalam air 30 menit

Potongan kulit kakao


Penyaringan

Polifenol

3.2.2 Pembuatan Sabun

Larutan NaOH

Minyak 100 ml
Pelarutan dalam 30 menit

Pengadukan Pencampuran

Mixer hingga hampir trance


+ ekstrak polifenol 50, ampas teh 20 gram dan ekstrak mawar 20 ml

Mixer hingga trance

Pencetakan dan penutupan dengan kain

Pendiaman 24 jam

Sabun
3.3 Skema Kerja dan Fungsi Perlakuan
3.3.1 Ekstraksi Polifenol
Ekstraksi polifenol pada kulit kakao dilakukan dengan menggunakan
metode maserasi dengan menggunakan pelarut air. Pertama dilakukan
pembersihan terhadap kulit kakao dengan cara pencucian untuk menghilangkan
kotoran yang berupa tanah dan debu yang melekat pada kulit kakao. Hal ini
dilakukan agar ketika dilakukan pengupasan maka kulit kakao benar-benar bersih
tanah hilang dan tidak mengotori ketika setelah dilakukan pengupasan. Kemudian
kulit kakao dilakukan pengupasan kulit kakao dimana disisi kulit terluar dari kulit
kakao dibuang untuk menghilangkan kotorannya hal ini karena bagian terluar dari
kulit kakao sangat kotor dan dipenuhi dengan bercak hitam sehingga perlu
dilakukan penghilangan. Kemudian kulit yang telah dilakukan dilakukan
pencucian kembali sehingga diperoleh kulit yang benar-benar bersih. Berikutnya
dilakukan pengecilan ukuran pada kulit kakao dengan cara memotong atau
mengiris tipis kulit kakao yang telah dibersihkan. Hal ini bertujuan untuk
memperluas luas permukaan kulit kakao dan meningkatkan efektifitas ekstraksi
polifenol kulit kakao. Selanjutnya irisan kulit kakao tersebut dilakukan maserasi
dalam air kurang lebih selama 30 menit hal ini dilakukan untuk meningkatkan
efektifitas proses ektraksi polifenol dari kulit kakao tersebut. Proses ekstraksi
dilakukan denggan menggunakan pelarut air hal ini karena polifenol bersifat larut
air selain itu karena pelarut air lebih murah dibanding pelarut yang lain.
Berikutnya setelah dilakukan pengekstrakan kemudian dilakukan penyaringan
sehingga diperoleh ekstrak polifenol dari kulit kakao tersebut. Ekstrak polifenol
yang didapat memiliki kekentalan yang tinggi hal ini karena pada kulit kakao
terdapat PLA (polisakarida larut air) sehingga proses penyaringan juga sedikit
lama.
3.3.2 Pembuatan Sabun
Tahapan dalam pembuatan sabun antibakteri dari ekstrak limbah kulit kakao
dan ampas teh adalah dengan menyiapkan alat dan bahan yang akan digunakan.
Bahan-bahan yang digunakan dalam proses pembuatan sabun ini terdiri dari
minyak kelapa sawit, NaOH, ekstrak polifenol kulit buah kakao, air, ampas teh
dan ekstrak mawar. Tahap pertama dalam pembuatan sabun yaitu NaOH
ditimbang sebanyak 18 gram dan dilarutkan dalam air 30 ml dan diaduk hingga
homogen. Fungsi NaOH dalam pembuatan sabun adalah untuk membentuk sabun
dengan adanya reaksi saponifikasi antara NaOH dan asam lemak dari minyak.
Penggunaan bahan NaOH dalam pembuatan sabun antibakteri ini adalah untuk
menghasilkan sabun padat. Tahap selanjutnya yaitu pencampuran dengan bahan
minyak kelapa sawit. Pencampuran dengan minyak kelapa sawit ini akan
menghasilkan sabun karena adanya reaksi saponifikasi. Penggunaan minyak
kelapa dalam pembuatan sabun karena sifatnya yang mudah tersaponifikasi,
mudah larut dalam air, dan mudah menguap. Salah satu minyak yang bisa
digunakan pada pembuatan sabun yaitu minyak kelapa sawit. Jika dibandingkan
dengan minyak nabati lain, minyak kelapa sawit memiliki keistimewaan
tersendiri, yakni rendahnya kandungan kolesterol dan dapat diolah lebih lanjut
menjadi suatu produk yang tidak hanya dikonsumsi untuk kebutuhan pangan
tetapi juga memenuhi kebutuhan non pangan (oleokimia) seperti sabun.
(Permono, 2006). Sabun yang terbuat dari 100% minyak sawit akan bersifat keras
dan berbusa sedikit namun tahan lama Kekerasan ini disebabkan kandungan asam
palmitatnya yang cukup besar. Oleh karena itu, apabila akan digunakan sebagai
bahan baku pembuatan sabun, minyak kelapa sawit harus dicampur terlebih
dahulu dengan bahan lain (Miller, 2006).
Tahapan selanjutnya yaitu proses pengadukan menggunakan mixer yang
bertujuan untuk mempermudah terjadinya reaksi saponifikasi antara bahan NaOH
dan minyak kelapa sawit sehingga akan terbentuk sabun. Pencampuran yang
dilakukan dengan mixer dilakukan hingga campuran bahan hampir trace.
Kemudian tahapan selanjutnya dilakukan penambahan ekstrak polifenol dari kulit
buah kakao sebanyak 50 ml dan ampas teh sebanyak 20 gram, dan juga
ditambahkan ekstrak mawar sebanyak 20 ml. Penambahan ekstrak polifenol
dalam pembuatan sabun adalah digunakan sebagai sabun antibakteri yang mana
dapat mengurangi atau mencegah aktivitas bakteri. Penambahan ekstrak mawar
adalah untuk memberikan aroma harum pada sabun atau sebagai pewangi pada
sabun. Tahapan selanjutnya adalah dilakukan pencampuran kembali menggunakan
mixer yang bertujuan untuk mencampurkan semua komponen bahan menjadi
lebih trace sehingga akan menghasilkan ukuran partikel yang lebih halus dan
lembut. Setelah semua bahan tercampur kemudian dilakukan pencetakan dengan
alat pencetak sesuai keinginan. Pencetakan ini bertujuan untuk mendapatkan
bentuk sabun yang bagus dan seragam. Setelah pencetakan sabun kemudian
dilakukan penutupan dengan menggunakan kain lap atau handuk kecil yang
bertujuan untuk melindungi dan mencegah dari debu serta kotoran di udara
sehingga sabun yang akan dihasilkan terhindar dari debu dan kotoran dan
dihasilkan sabun yang bersih. Pencetakan sabun dalam alat cetakan dilakukan
pendiaman selama 24 jam sehingga akan dihasilkan sabun padat antibakteri dari
ekstrak kulit buah kakao dan ampas teh.
DAFTAR PUSTAKA

Ahmad, Iftikhar. 1981. Use of Palm Stearine in Soap Book No.2.2 nd Revision.
Malaysia: Porim Technology Palm Oil Research Institute of Malaysia.
Amirroenas D.E. 1990. Mutu Ransum Berbentuk Pellet dengan Bahan Serat
Biomasa Pod Coklat (Theobroma cacao L.) untuk Pertumbuhan Sapi
Perah Jantan.Tesis.(Tidak dipublikasikan). Fakultas Pascasarjana, Institut
Pertanian Bogor. Bogor.
Ansyah, L. 2007. Pemasaran The CV Prima Herbal. Bandung: CV. Prima Herbal
Badan Standarisasi Nasional. 2006. Standar Mutu Sabun Mandi. Jakarta: Dewan
Standarisasi Nasional
Departemen Pertanian. 2002. Teknologi Tepat Guna Budidaya. Jakarta: Deptan.
Dinas Perkebunan Bireuen, 2011. Statistik Perkebunan di Kabupaten Bireuen.
Bireuen
Dirjen Perkebunan. 2011. Statistik Perkebunan Nasional Indonesia. Jakarta:
Dirjen Perkebunan
Keenan, Charles W. 1980. Ilmu Kimia untuk Universitas edisi keenam jilid 2.
Jakarta: Erlangga.
Laconi, E. B. 1998. Peningkatan Mutu Pod Kakao Melalui Amoniasi dengan
Urea dan Biofermentasi dengan Phanerochaete Chrysosporium serta
Penjabarannya ke dalam Formulasi Ransum Ruminansia. Program
Pascasarjana. IPB
Liplet Teh. 2007. Kerjasama PTPN VIII, PPTK Gambung dan ATI Jilid I. Jawa
Barat: Liplet
Merdekawani, Syarifah dan Kasmiran, Ariani. 2013. Fermentasi Limbah Kulit
Buah Kakao (Theobroma cacao L) dengan Aspergillus niger Terhadap
Kandungan Bahan Kering dan Abu. Lentera: Vol.13 No.2 Juni 2013
Prosiding Seminar Nasional dan Konggres PATPI. 2004. http://
www.IPTEKnet.com.2017
PT. Sinar Sosro. 2003. Sejarah dan Perkembangan The Sosro. http:
//www.sosro.com/sejarah/perkembangan [7 maret 2017]
Qisti, Rachmiati. 2009. Sifat Kimia Sabun Transparan dengan Penambahan
Madu pada Konsentrasi yang Berbeda. [Skripsi]. Bogor: IPB.
Wilbraham, Anthony, C., dan Matta, Michael, B. 1992. Pengantar Kimia. Organik
dan Hayati. Bandung: Penerbit ITB.

Anda mungkin juga menyukai