Anda di halaman 1dari 21

LAPORAN PENDAHULUAN

KEAMANAN DAN KESELAMATAN

ALFRIDA PO.71.4.201.15.1.002

ANDI FITRIAH RAMDHANI PO.71.4.201.15.1.003

ANDI KARTINI PO.71.4.201.15.1.004

ARIFATUL FARIDA PO.71.4.201.15.1.006

ASRI YANTI PO.71.4.201.15.1.008

DEVI RISTANTI PO.71.4.201.15.1.009

EVHI MARSELINA NABEN PO.71.4.201.15.1.0011

POLTEKKES KEMENKES MAKASSAR

JURUSAN KEPERAWATAN

2017

1
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena dengan
rahmat dan karunia-Nya kami dapat menyusun makalah ini tanpa suatu halangan
apapun.
Makalah ini disusun untuk memenuhi tugas mata kuliah Manajemen Patient
Safety.Kami berharap agar makalah ini dapat bermanfaat khususnya bagi kami selaku
penulis dan umumnya bagi para pembaca agar dapat mengetahui tentang Patient
Safety.
Kami menyadari bahwa dalam penyusunan makalah ini masih banyak
kekurangan dan masih jauh dari sempurna. Oleh karena itu, kami harapkan kritik dan
saran dari pembaca sehingga dalam pembuatan makalah lainnya menjadi lebih baik
lagi. Semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi kita semua.Amin Ya Rabbal Alamin.

Makassar, 07 Februari 2017

Penulis

2
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR................................................................................... i

DAFTAR ISI............................................................................................. ii

BAB I Pendahuluan................................................................................ 4

I. Latar Belakang............................................................................ 4
II. Tujuan......................................................................................... 5
III. Manfaat....................................................................................... 5

BAB II Konsep Dasar Teori Medis........................................................... 6

I. Definisi........................................................................................ 6
II. Factor-faktor yang Mempengaruhi Keselamatan Pasien.............. 6
III. Macam-macam Bahaya Kecelakaan............................................ 8
IV. Pencegahan Kecelakaan di Rumah Sakit.................................... 10
V. Kebijakan Rumah Sakit Terkait Keselamatan dan Keamanan..... 11

BAB I

3
PENDAHULUAN

I. LATAR BELAKANG

Keamanan dan keselamatan pasien merupakan hal mendasar yang perlu


diperhatikan oleh tenaga medis saat memberikan pelayanan kesehatan kepada pasien.
Keselamatan pasien adalah suatu sistem dimana rumah sakit memberikan asuhan
kepada pasien secara aman serta mencegah terjadinya cidera akibat kesalahan karena
melaksanakan suatu tindakan atau tidak melaksanakan suatu tindakan yang
seharusnya diambil. Sistem tersebut meliputi pengenalan resiko, identifikasi dan
pengelolaan hal yang berhubungan dengan resiko pasien, pelaporan dan analisis
insiden, kemampuan belajar dari insiden, tindak lanjut dan implementasi solusi untuk
meminimalkan resiko (Depkes 2008).

Setiap tindakan pelayanan kesehatan yang diberikan kepada pasien sudah


sepatutnya memberi dampak positif dan tidak memberikan kerugian bagi pasien. Oleh
karena itu, rumah sakit harus memiliki standar tertentu dalam memberikan pelayanan
kepada pasien. Standar tersebut bertujuan untuk melindungi hak pasien dalam
menerima pelayanan kesehatan yang baik serta sebagai pedoman bagi tenaga
kesehatan dalam memberikan asuhan kepada pasien. Selain itu, keselamatan pasien
juga tertuang dalam undang-undang kesehatan. Terdapat beberapa pasal dalam
undang-undang kesehatan yang membahas secara rinci mengenai hak dan
keselamatan pasien.

Keselamatan pasien adalah hal terpenting yang perlu diperhatikan oleh setiap
petugas medis yang terlibat dalam memberikan pelayanan kesehatan kepada pasien.
Tindakan pelayanan, peralatan kesehatan, dan lingkungan sekitar pasien sudah
seharusnya menunjang keselamatan serta kesembuhan dari pasien tersebut. Oleh
karena itu, tenaga medis harus memiliki pengetahuan mengenai hak pasien serta

4
mengetahui secara luas dan teliti tindakan pelayanan yang dapat menjaga
keselamatan diri pasien.

II. TUJUAN

1 Untuk mengetahui pengertian dari keselamatan (patient safety)

2 Untuk mengetahui factor-faktor yang mempengaruhi keselamatan pasien

3 Untuk mengetahui macam-macam bahaya kecelakaan

4 Untuk mengetahui pencegahan keselamatan di rumah sakit

5 Untuk mengetahui kebijakan rumah sakit terkait keselamatan dan keamanan

III. MANFAAT

1. Mampu memahami pengertian dari keselamatan (patient safety)

2. Mampu memahami factor-faktor yang mempengaruhi keselamatan pasien

3. Mampu memahami macam-macam bahaya kecelakaan

4. Mampu memahami pencegahan keselamatan di rumah sakit

5. Mampu memahami kebijakan rumah sakit terkait keselamatan dan keamanan

5
BAB II
KONSEP DASAR TEORI MEDIS
I. DEFINISI

Keselamatan adalah suatu keadaan seseorang atau lebih yang terhindar dari
ancaman bahaya / kecelakaan. Kecelakaan merupakan kejadian yang tidak dapat
diduga dan tidak diharapkan yang dapat menimbulkan kerugian, sedangkan
keamanan adalah keadaan aman dan tentram.

Tugas seorang perawat :


1. Tugas utamanya adalah meningkatkan kesehatan dan mencegah terjadinya
sakit
2. Mengurangi resiko terjadinya kecelakaan yang mungkin terjadinya di RS.
3. Lingkungan adalah semua faktor baik fisik maupun psikososial yang
mempengaruhi hidup dan keadaan klien

II. FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI KESELAMATAN &


KEAMANAN.

Ada beberapa faktor yang mempengaruhi kemampuan seseorang untuk


melindungi diri dari bahaya kecelakaan yaitu usia, gaya hidup, status mobilisasi,
gangguan sensori persepsi, tingkat kesadaran, status emosional, kemampuan
komunikasi, pengetahuan pencegahan kecelakaan, dan faktor lingkungan. Perawat
perlu mengkaji faktor-faktor tersebut saat merencanakan perawatan atau mengajarkan
klien cara untuk melindungi diri sendiri.

1. Usia.
Individu belajar untuk melindungi dirinya dari berbagai bahaya melalui
pengetahuan dan pengkajian akurat tentang lingkungan. Perawat perlu untuk
mempelajari bahaya-bahaya yang mungkin mengancam individu sesuai usia dan
tahap tumbuh kembangnya sekaligus tindakan pencegahannya.
2. Gaya Hidup.
Faktor gaya hidup yang menempatkan klien dalam resiko bahaya diantaranya
lingkungan kerja yang tidak aman, tinggal didaerah dengan tingkat kejahatan tinggi,
ketidakcukupan dana untuk membeli perlengkapan keamanan,adanya akses dengan
obat-obatan atau zat aditif berbahaya.
3. Status mobilisasi.

6
Klien dengan kerusakan mobilitas akibat paralisis, kelemahan otot, gangguan
keseimbangan/koordinasi memiliki resiko untuk terjadinya cedera.
4. Gangguan sensori persepsi.
Sensori persepsi yang akurat terhadap stimulus lingkungan sangat penting
bagi keamanan seseorang. Klien dengan gangguan persepsi rasa, dengar, raba, cium,
dan lihat, memiliki resiko tinggi untuk cedera.
5. Tingkat kesadaran.
Kesadaran adalah kemampuan untuk menerima stimulus lingkungan, reaksi
tubuh, dan berespon tepat melalui proses berfikir dan tindakan. Klien yang
mengalami gangguan kesadaran diantaranya klien yang kurang tidur, klien tidak sadar
atau setengah sadar, klien disorientasi, klien yang menerima obat-obatan tertentu
seperti narkotik, sedatif, dan hipnotik.
6. Status emosional.
Status emosi yang ekstrim dapat mengganggu kemampuan klien menerima
bahaya lingkungan. Contohnya situasi penuh stres dapat menurunkan konsentrasi dan
menurunkan kepekaan pada simulus eksternal.
Klien dengan depresi cenderung lambat berfikir dan bereaksi terhadap
stimulus lingkungan.
7. Kemampuan komunikasi.
Klien dengan penurunan kemampuan untuk menerima dan mengemukakan
informasi juga beresiko untuk cedera. Klien afasia, klien dengan keterbatasan bahasa,
dan klien yang buta huruf, atau tidak bisa mengartikan simbol-simbol tanda bahaya.
8. Pengetahuan pencegahan kecelakaan
Informasi adalah hal yang sangat penting dalam penjagaan keamanan. Klien
yang berada dalam lingkungan asing sangat membutuhkan informasi keamanan yang
khusus. Setiap individu perlu mengetahui cara-cara yang dapat mencegah terjadinya
cedera.
9. Faktor lingkungan
Lingkungan dengan perlindungan yang minimal dapat beresiko menjadi
penyebab cedera baik di rumah, tempat kerja, dan jalanan.

III. MACAM-MACAM BAHAYA / KECELAKAAN

7
Beberapa bahaya yang sering mengancam klien baik yang berada di tempat pelayanan
kesehatan, rumah, maupun komunitas diantaranya:

1. Api /kebakaran
Api adalah bahaya umum baik di rumah maupun rumah sakit. Penyebab
kebakaran yang paling sering adalah rokok dan hubungan pendek arus listrik.
Kebakaran dapat terjadi jika terdapat tiga elemen sebagai berikut: panas yang
cukup, bahanbahan yang mudah terbakar, dan oksigen yang cukup.

2. Luka bakar (Scalds and burns).


Scald adalah luka bakar yang diakibatkan oleh cairan atau uap panas, seperti
uap air panas. Burn adalah luka bakar diakibatkan terpapar oleh panas tinggi,
bahan kimia, listrik, atau agen radioaktif. Klien dirumah sakit yang berisiko
terhadap luka bakar adalah klien yang mengalami penurunan sensasi suhu
dipermukaan kulit.

3. Jatuh.
Terjatuh bisa terjadi pada siapa saja terutama bayi dan lansia. Jatuh dapat
terjadi akibat lantai licin dan berair, alat-alat yang berantakkan, lingkungan
dengan pencahayaan yang kurang.

4. Keracunan.
Racun adalah semua zat yang dapat mencederai atau membunuh melalui
aktivitas kimianya jika dihisap, disuntikkan, digunakan, atau diserap dalam
jumlah yang cukup sedikit. Penyebab utama keracunan pada anak-anak adalah
penyimpanan bahan berbahaya atau beracun yang sembarangan, pada remaja
adalah gigitan serangga dan ular atau upaya bunuh diri. Pada lansia biasanya
akibat salah makan obat (karena penurunan pengelihatan) atau akibat overdosis
obat (karena penurunan daya ingat).

5. Sengatan listrik
Sengatan listrik dan hubungan arus pendek adalah bahaya yang harus
diwaspadai oleh perawat. Perlengkapan listrik yang tidak baik dapat
menyebabkan sengatan listrik bahkan kebakaran, contoh: percikan listrik
didekat gas anestesi atau oksigen konsentrasi tinggi. Salah satu pencegahannya
adalah dengan menggunakan alat listrik yang grounded yaitu bersifat
mentransmisi aliran listrik dari suatu objek langsung kepermukaan tanah.

8
6. Suara bising.
Suara bising adalah bahaya yang dapat menyebabkan hilangnya fungsi pendengaran,
tergantung dari: tingkat kebisingan, frekuensi terpapar kebisingan, dan lamanya
terpapar kebisingan serta kerentanan individu. Suara diatas 120 desibel dapat
menyebabkan nyeri dan gangguan pendengaran walaupun klien hanya terpapar
sebentar. Terpapar suara 85-95 desibel untuk beberapa jam per hari dapat
menyebabkan gangguan pendengaran yang progressive. Suara bising dibawah 85
desibel biasanya tidak mengganggu pendengaran.

7. Radiasi
Cedera radiasi dapat terjadi akibat terpapar zat radioaktif yang berlebihan atau
pengobatan melalui radiasi yang merusak sel lain. Zat radioaktif digunakan dalam
prosedur diagnoostik seperti radiografi, fluoroscopy, dan pengobatan nuklir. Contoh
isotop yang sering digunakan adalah kalsium, iodine, fosfor.

8. Suffocation (asfiksia) atau Choking (tersedak).


Tersedak (suffocation atau asphyxiation) adalah keadaan kekurangan oksigen akibat
gangguan dalam bernafas. Suffocation bisa terjadi jika sumber udara
terhambat/terhenti contoh pada klien tenggelam atau kepalanya terbungkus plastik.
Suffocation juga bisa disebabkan oleh adanya benda asing di saluran nafas atas yang
menghalangi udara masuk ke paru-paru. Jika klien tidak segera ditolong bisa terjadi
henti nafas dan henti jantung serta kematian.

9. Lain-lain
kecelakaan bisa juga disebabkan oleh alat-alat medis yang tidak berfungsi dengan
baik (equipment-related accidents) dan kesalahan prosedur yang tidak disengaja
(procedure-related equipment).

IV. PENCEGAHAN KECELAKAAN DI RUMAH SAKIT.

a) Mengkaji tingkat kemampuan pasien untuk melindungi diri sendiri dari


kecelakaan.

9
b) Menjaga keselamatan pasien yang gelisah selama berada di tempat tidur
c) Menjaga keselamatan klien dari infeksi dengan mempertahankan teknik aseptik,
menggunakan alat kesehatan sesuai tujuan.
d) Menjaga keselamatan klien yang dibawa dengan kursi roda
e) Menghindari kecelakaan :
- Mengunci roda kereta dorong saat berhenti.
- Tempat tidur dalam keadaan rendah dan ada penghalang pada pasien yang
gelisah.
- Bel berada pada tempat yang mudah dijangkau.
- Meja yang mudah dijangkau.
- Kereta dorong ada penghalangnya.
f) Mencegah kecelakaan pada pasien yang menggunakan alat listrik misalnya
suction, kipas angin, dan lain-lain.
g) Mencegah kecelakaan pada klien yang menggunakan alat yang mudah meledak
seperti tabung oksigen dan termos.
h) Memasang lebel pada obat, botol, dan obat-obatan yang mudah terbakar
i) Melindungi semaksimal mungkin klien dari infeksi nosokomial seperti
penempatan klien terpisah antara infeksi dan non-infeksi
j) Mempertahankan ventilasi dan cahaya yang adekuat
k) Mencegah terjadinya kebakaran akibat pemasangan alat bantu penerangan
l) Mempertahankan kebersihan lantai ruangan dan kamar mandi
m) Menyiapkan alat pemadam kebakaran dalam keadaan siap pakai dan mampu
menggunakannya.
n) Mencegah kesalahan prosedur : identitas klien harus jelas.

FUNGSI SISTEM SARAF


1. menerima informasi dari dalam maupun luar melalui afferent sensory pathway
(sensorik)
2. mengkomunikasikan informasi antara sistem saraf perifer dan sistem saraf pusat
3. mengolah informasi yang diterima baik di tingkat saraf (refleks) maupun di otak
untuk menentukan respon yang tepat dengan situasi yang di hadapi
4. menghantarkan informasi secara cepat melalui efferent pathway tadi (motorik)
keorgan-organ tubuh sebagai kontrol atau memodifikasi tindakan.

V. KEBIJAKAN RUMAH SAKIT TERKAIT KESELAMATAN DAN


KEAMANAN PADA PASIEN

keselamatan pasien juga dapat menurangi berdampaknya terhadap


peningkatan biaya pelayanan, dengan meningkatnya pasien rumah sakit, harapkan

10
kepercayaan masyarakat terhadap pelayanan rumah sakit dapat meningkat.
Pelaksanaan keselamatan pasien di rumah sakit ini agar terciptanya budaya
keselamatan pasien di rumah sakit dan meningkatkan akuntabilitas rumah sakit
terhadap pasien dan masyarakat yang tidak mampu saat ini ada lima isu penting yang
terkait dengan keselamatan di rumah sakit. Yakni, keselamatan pasien, keselamatan
petugas kesehatan, keselamatan bangunan dan peralatan di rumah sakit yang bisa
berdampak terhadap keselamatan pasien dan petugas, keselamatan lingkungan yang
berdampak terhadap pencemaran lingkungan, serta keselamatan bisnis rumah sakit
yang terkait dengan kelangsungan hidup rumah sakit itu sendiri. Kelima aspek
keselamatan tersebut, menurut Sukamto, sangatlah penting untuk dilaksanakan.

KONSEP DASAR ASUHAN KEPERAWATAN

A. PENGKAJIAN

11
Perawat memberikan perawatan kepada klien dan keluarga di dalam
komunitas mereka dan tempat pelayanan kesehatan. Untuk memastikan lingkungan
yang aman, perawat perlu memahami hal-hal yang memberikan kontribusi keamanan
rumah, komunitas, atau lingkungan pelayanan kesehatan, dan kemudian mengkaji
berbagai ancaman terhadap keamanan klien dan lingkungan. Pengkajian yang
dilakukan pada klien antara lain pengkajian terhadap riwayat dan pemeriksaan fisik.
Pengkajian terhadap lingkungan, termasuk rumah klien dan tempat pelayanan
kesehatan, mencakup inspeksi pada fasilitas tersebut.

a. Data Subjective

Pengkajian difokuskan pada masalah riwayat kesehatan klien yang terkait


dengan kebutuhan keamanan seperti: pernahkah klien jatuh, mengalami patah tulang,
pembatasan aktivitas, dan sebagainya. Klien perlu ditanyakan tentang tindakan
pengamanan di mobil, perhatian terhadap tanda bahaya, tindakan pengamanan anak
atau bayi di rumah, status imunisasi, pengertian dan pemahaman klien tentang
kesehatan dan keamanan. Perlu digali juga tentang perubahan lingkungan, support
sistem, tahap tumbuh kembang.
Perawat perlu mengidentifikasi adanya faktor risiko untuk keamanan klien
mencakup: kondisi dewasa, fisiologi, kognitif, pengobatan, lingkungan, dan kondisi
anak-anak.
1. Dewasa seperti, riwayat terjatuh, usia yang lebih tua pada wanita, penggunaan
alat bantu (alat bantu jalan, tongkat), prosthesis anggota badan bagian bawah,
umur lebih 65 tahun, dan hidup sendiri.
2. Fisiologi seperti: kehadiran penyakit akut, kondisi post operasi, kesulitan
penglihatan, kesulitan pendengaran, arthritis, orthostatik hipotensi, tidak dapat
tidur, pusing ketika memutar kepala atau menegakkan kepala, anemia, penyakit
vaskuler, neoplasma, kesulitan mobilitas fisik, kerusakan keseimbangan dan
neuropati.
3. Kognitive, seperti: penurunan status mental (kebingungan, delirium, dimensia,
kerusakan orientasi orang, tempat dan waktu)
4. Pengobatan, seperti obat anti hipertensi, penghambat ACE, antidepresan trisiklik,
obat anti cemas, hipnotik atau transquilizer, diuretik, penggunan alkohol, dan
narkotika.
5. Lingkungan, seperti: adanya restrain, kondisi cuaca atau lingkungan,
pencahayaan, kelembaban, ventilasi, penataan lingkungan.
6. Anak-anak, seperti: umur dibawah 2 tahun, penggunaan pengaman, penataan
ruang, penggunaan mainan.

b. Data Objective

12
Data objective dapat diperoleh perawat dengan melakukan pemeriksaan fisik
terkait dengan sistem: neurologis, cardiovaskuler dan pernafasan, integritas kulit
dan mobilitas. Pengkajian juga mencakup prosedur test diagnostik.

1. Sistem Neurologis
Status mental
Tingkat kesadaran
Fungsi sensori
Sistem reflek
Sistem koordinasi
Test pendengaran, penglihatan dan pembauan
Sensivitas terhadap lingkungan
2. Sistem Cardiovaskuler dan Respirasi
Toleransi terhadap aktivitas
Nyeri dada
Kesulitan bernafas saat aktivitas
Frekuensi nafas, tekanan darah dan denyut nadi
3. Integritas kulit
Inspeksi terhadap keutuhan kulit klien
Kaji adanya luka, scar, dan lesi
Kaji tingkat perawatan diri kulit klien
4. Mobilitas
Inspeksi dan palpasi terhadap otot, persendian, dan tulang klien
Kaji range of motion klien
Kaji kekuatan otot klienkaji tingakt ADLs klien

B. DIAGNOSA
Diagnosa umum sering muncul pada kasus keamanan fisik menurut NANDA
adalah :
Resiko tinggi terjadinya cedera (High risk for injury). Seorang klien dikatakan
mengalami masalah keperawatan resiko tinggi terjadinya cidera bila kondisi
lingkungan dan adaptasi atau pertahanan seseorang beresiko menimbulkan
cedera.
Diagnosa umum tersebut memiliki tujuh subkatagori yang memungkinkan
perawat menjelaskan cedera secara lebih spesifik dan atau untuk memberikan
intervensi yang tepat (Wilkinson, 2000):

13
Resiko terjadinya keracunan: adanya resiko terjadinya kecelakaan akivat
terpapar, atau tertelannya obat atau zat berbahaya dalam dosis yang dapat
menyebabkan keracunan.
Resiko terjadinya sufokasi: adanya resiko kecelakaan yang menyebabkan
tidak adekuatnya udara untuk proses bernafas.
Resiko terjadinya trauma: adanya resiko yang menyebabkan cedera pada
jaringan (ms. Luka, luka bakar, atau fraktur).
Respon alergi lateks: respon alergi terhadap produk yang terbuat dari lateks.
Resiko respon alergi lateks: kondisi beresiko terhadap respon alergi terhadap
produk yang terbuat dari lateks.
Resiko terjadinya aspirasi: klien beresiko akan masuknya sekresi
gastrointestinal, sekresi orofaringeal, benda padat atau cairan kedalam saluran
pernafasan.
Resiko terjadinya sindrom disuse (gejala yang tidak diinginkan): klien
beresiko terhadap kerusakan sistem tubuh akibat inaktifitas sistem
muskuloskeletal yang direncanakan atau tidak dapat dihindari.

C. PERENCANAAN
Secara umum rencana asuhan keperawatan harus mencakup dua aspek yaitu:
Pendidikan kesehatan tentang tindakan pencegahan dan memodifikasi lingkungan
agar lebih aman.

Diagnosa: Resiko tinggi cedera: jatuh berhubungan dengan penurunan sensori


(tidak mampu melihat).
Tujuan: Klien memperlihatkan upaya menghindari cedera (jatuh) atau cidera
(jatuh) tidak terjadi.
Kriteria hasil: Setelah dilakukan tindakan keperawatan berupa modifikasi
lingkungan dan pendidikan kesehatan dalam 1 hari kunjungan diharapkan Klien
mampu:
1. Mengidentifikasi bahaya lingkungan yang dapat meningkatkan kemungkinan
cidera,
2. Mengidentifikasi tindakan preventif atas bahaya tertentu,
3. Melaporkan penggunaan cara yang tepat dalam melindungi diri dari cidera.

Intervensi:

14
1. Kaji ulang adanya faktor-faktor resiko jatuh pada klien.
2. Tulis dan laporkan adanya faktor-faktor resiko
3. Lakukan modifikasi lingkungan agar lebih aman (memasang pinggiran tempat
tidur, dll) sesuai hasil pengkajian bahaya jatuh pada poin 1
4. Monitor klien secara berkala terutama 3 hari pertama kunjungan rumah
5. Ajarkan klien tentang upaya pencegahan cidera (menggunakan pencahayaan
yang baik, memasang penghalang tempat tidur, menempatkan benda
berbahaya ditempat yang aman)
6. Kolaborasi dengan dokter untuk penatalaksanaan glaukoma dan gangguan
penglihatannya, serta pekerja sosial untuk pemantauan secara berkala.

Secara umum kriteria hasil paling penting pada kasus resiko tinggi cidera adalah
membantu klien untuk mengidentifikasi bahaya, dan mampu melakukan tindakan
menjaga keamanan. Kriteria hasil yang lebih spesifik diantaranya Klien mampu:
mengidentifikasi bahaya lingkungan yang dapat meningkatkan kemungkinan cidera,
mengidentifikasi tindakan preventif atas bahaya tertentu, melaporkan penggunaan
cara yang tepat dalam melindungi diri dari cidera.

D. IMPLEMENTASI
Implementasi berikut bersifat spesifik untuk beberapa bahaya tertentu (tidak
berhubungan dengan kasus):

1. Meningkatkan keamanan sepanjang hayat manusia


Memastikan keamanan klien pada semua usia berfokus pada: obsevasi atau
prediksi situasi yang mungkin membahayakan sehingga dapat dihindari dan
memberikan pendidikan kesehatan yang memberikan kekuatan bagi klien untuk
menjaga dirinya dan keluarganya dari cedera secara mandiri. Aspek pendidikan
kesehatan yang lebih spesifik sesuai rentang usia klien dapat anda lihat pada
Kozier, 2004: 674-675.

2. Mempertahankan kondisi aman dari api dan kebakaran


Upaya pencegahan yang bisa dilakukan perawat adalah memastikan bahwa ketiga
elemen tersebut dapat dihilangkan. Jika kebakaran sudah terjadi ada dua tujuan
yang harus dicapai yaitu: melindungi klien dari cedera dan membatasi serta
memadakan api.
Di pusat pelayanan kesehatan

Upaya pencegahan: Memastikan nomor telpon darurat ada disemua pesawat,


Mengatur situasi sehingga alat-alat atau benda-benda yang tidak perlu tidak

15
berada di lorong jalan, Menempatkan prosedur evakuasi dan penanganan
kebakaran disemua tempat, Mengorientasikan seluruh karyawan tentang jenis-
jenis kebakaran dan penanganannya.
Jika kebakaran terjadi: Mengevakuasi klien kearea yang aman, aktifkan alarm,
jika api kecil lakukan pemadaman dengan alat pemadam yang ada, tutup pintu
dan jendela jika perlu ketahui derajat kebakaran untuk menentukan jenis
pemadam yang tepat.
3. Mencegah terjadinya jatuh pada klien
- Orientasikan klien pada saat masuk rumah sakit dan jelaskan sistem
komunikasi yang ada
- Hati-hati saat mengkaji klien dengan keterbatasan gerak
- Supervisi ketat pada awal klien dirawat terutama malam hari
- Anjurkan klien menggunakan bel bila membutuhkan bantuan
- Berikan alas kaki yang tidak licin
- Berikan pencahayaan yang adekuat
- Pasang pengaman tempat tidur terutama pada klien dengan penurunan
kesadaran dan gangguan mobilitas
- Jaga lantai kamar mandi agar tidak licin
- Lengkapnya bisa dilihat pada Kozier, 2004:679

4. Melakukan tindakan pengamanan pada klien kejang:


- Pasang pengaman tempat tidur dengan dilapisi kain tebal (mencegah nyeri
saat terbentur)
- Pasang spatel lidah untuk mencegah terhambatnya aliran udara
- Longgarkan baju dan ikatan leher (kerah baju)
- Kolaborasi pemberian obat antikonvulsi.
- Berikan masker oksigen jika diperlukan

5. Memberikan pertolongan bila terjadi keracunan

Perawat dapat memberikan pendidikan kesehatan pada masyarakat bila terjadi


keracunan melalui identifikasi adanya zat-zat beracun dirumah yang
terkonsumsi, segera laporkan ke institusi kesehatan terdekat serta menyebutkan
nama dan gejala yang dialami klien, jaga klien pada posisi tenang ke satu sisi
atau dengan kepala ditempatkan diantara kedua kaki untuk mencegah aspirasi.

6. Memberikan pertolongan bagi klien yang terkena sengatan listrik

Jika seseorang terkena macroshock (sengatan listrik yang cukup besar) jangan
sentuh klien tersebut sampai pusat listrik dimatikan dan klien aman dari arus

16
listrik. Macroshock sangat berbahaya karena dapat menyebabkan luka bakar,
kontraksi otot, dan henti nafas serta henti jantung. Untuk mencegah macroshock
gunakan mesin/alat listrik yang berfungsi dengan baik, pakai sepatu dengan alas
karet, berdirilah diatas lantai nonkonduktif, dan gunakan sarung tangan non
konduktif.
7. Melakukan penanganan bagi klien yang terpapar kebisingan

Kebisingan memiliki efek psikososial dan efek fisiologis. Efek psikososial


seperti rasa jengkel, tidur dan istirahat terganggu, serta gangguan konsentrasi dan
pola komunikasi. Efek fisiologis meliputi peningkatan nadi dan respirasi,
peningkatan aktifitas otot, mual, dan kehilangan pendengaran jika intensitas
suara tepat. Kebisingan dapat diminimalisir dengan memasang genting, dinding,
dan lantai yang kedap suara; memasang gorden; memasang karpet; atau memutar
background music.

8. Melakukan Heimlich maneuver pada klien yang mengalami tersedak.

9. Melakukan perlindungan terhadap radiasi

Tingkat bahaya radiasi tergantung dari: lamanya, kedekatan dengan sumber


radioaktif, dan pelindung yang digunakan selama terpapar radiasi. Upaya yang
harus dilakukan oleh perawat dalam hal ini adalah memakai baju khusus,
memakai sarung tangan, mencuci tangan sebelum dan sesudah memakai sarung
tangan, dan membuang semua benda yang terkontaminasi.

10. Melakukan pemasangan restrain pada klien

Restrain adalah alat atau tindakan pelindung untuk membatasi gerakan/aktifitas


fisik klien atau bagian tubuh klien. Restrain diklasifikasikan menjadi
fisikal(physical) dan kemikal(chemical) restrain. Fisikal restrain adalah restrain
dengan metode manual atau alat bantu mekanik, atau lat-alat yang dipasang pada
tubuh klien sehingga klien tidak dapat bergerak dengan mudah dan terbatas
gerakannya. Kemikal restrain adalah restrain dalam bentuk zat kimia
neuroleptics, anxioulytics, sedatif, dan psikotropika yang digunakan untuk
mengontrol tingkahlaku sosial yang merusak.

Restrain sebaiknya dihindari sebab berbagai komplikasi sering dikeluhkan akibat


pemasangan restrain. Komplikasi fisik diantaranya luka tekan, retensi urin,
inkontinensia, dan sulit BAB, bahkan kematian pun dilaporkan. Komplikasi

17
psikologisnya adalah penurunan harga diri, bingung, pelupa, depresi, takut, dan
marah. Restrain hendaknya digunakan sebagai alternatif terakhir. Bila dilakukan
maka haruslah (a) dibawah pengawasan dokter dengan perintah tertulis, apa
penyebabnya, dan untuk berapa lama (b) klien setuju dengan tindakan tersebut.

Implikasi legal pemasangan restrain

Untuk melindungi klien dan mencegah masalah legal, perawat perlu mengikuti
aturan berikut:
1. Perhatikan panduan tiap-tiap restrain yang akan digunakan
2. Gunakan restrain hanya bila dibutuhkan untuk kesehatan dan keselamatan
klien
3. Jika dilakukan pemasangan restrain, dokumentasikan: penyebab, tipe,
informed consent yang diberikan, respon klien, waktu pemasangan dan
pelepasan, asuhan keperawatan yang diberikan, tanda-tangan dokter dan
perawat
4. Lakukan evaluasi secara periodik

Memilih restrain

Dalam memilih restrain perlu memenuhi lima kriteria berikut:


1. Membatasi gerak klien sesedikit mungkin
2. Paling masuk akal/bisa diterima oleh klien dan keluarga
3. Tidak mempengaruhi proses perawatan klien
4. Mudah dilepas/diganti
5. Aman untuk klien

Macam-macam restrain
1. limb restraints (restrain pergelangan tangan), elbow restraints
(khusus untuk
daerah sikut)
2. mummy restraints (pada bayi), crib nets (box bayi dengan
penghalang)
3. Jacket restraints (jaket),
4. belt restraints (sabuk),
5. mitt or hand restraints (restrain tangan),

E. EVALUASI

18
Melalui data yang dikumpulkan selama pemberian asuhan keperawatan perawat dapat
menilai apakah tujuan asuhan telah tercapai. Jika belum tercapai maka perawat perlu
melakukan eksplorasi penyebabnya. Diantaranya perawat dapat menanyakan
beberapa hal berikut pada klien:
o Sudahkan anda melakukan semua tindakan pencegahan?
o Tindakan pencegahan apa yang klien tahu?
o Apakah klien menyetujui semua tindakan pencegahan yang diajarkan?
o Sudahkah perawat menulis dan mengimplementasikan rencana pendidikan
kesehatan pada klien?

19
DAFTAR PUSTAKA
Hasting G. 2006. Service Redesign: Eight steps to better patient safety. Health
Service
Journal.http://www.goodmanagement-hsj.co.uk/patientsafety
Departemen Kesehatan R.I(2006). Panduan nasional keselamatan pasien
rumah sakit.
utamakan keselamatan pasien. Bakit Husada
Depertemen Kesehatan R.I (2006). Upaya peningkatan mutu pelayanan
rumah sakit.
(konsep dasar dan prinsip). Direktorat Jendral Pelayanan Medik Direktorat
Rumah Sakit
Khusus dan Swasta.
Komalawati, Veronica. (2010) Community&Patient Safety Dalam Perspektif
Hukum
Kesehatan.
Kozier, B. Erb, G. & Blais, K. (1997) Professional nursing practice concept,
and
prespective. California: Addison Wesley Logman, Inc.
Lestari, Trisasi. Konteks Mikro dalam Implementasi Patient Safety: Delapan
Langkah
Untuk Mengembangkan Budaya Patient Safety. Buletin IHQN Vol
II/Nomor.04/2006
Hal.1-3

20
Nursalam, (2002). Manajemen keperawatan. aplikasi dalam praktik
keperawatan
profesional. Salemba Medika. Jakarta.
PERSI KARS, KKP-RS. (2006). Membangun budaya keselamatan pasien
rumah sakit.
Lokakarya program KP-RS. 17 Nopember 2006

21

Anda mungkin juga menyukai