Anda di halaman 1dari 26

ANALISIS YURIDIS TENTANG CYBER ATTACK YANG DITUJUKAN

KEPADA PERUSAHAAN MULTI NASIONAL MENURUT


TALLIN MANUAL ON INTERNATIONAL LAW APPLICABLE TO CYBER
WARFARE
(Studi Kasus Cyber Attack Yang Dilakukan Oleh Korea Utara Terhadap Sony
Pictures Di Amerika Serikat)

Diajukan Untuk Memenuhi Sebagian Syarat-Syarat Memperoleh Gelar


Kesarjanaan Dalam Ilmu Hukum

Oleh :

AGUS KHAIRI PRATAMA PUTRA


NIM. 115010100111102

KEMENTERIAN RISET TEKNOLOGI DAN PENDIDIKAN TINGGI


UNIVERSITAS BRAWIJAYA
FAKULTAS HUKUM
MALANG
2016
HALAMAN PERSETUJUAN JURNAL

JudulJurnal : Analisis Yuridis Tentang Cyber Attack Yang Ditujukan


Kepada Perusahaan Multi Nasional Menurut Tallin
Manual On International Law Applicable To Cyber Warfare
(Studi Kasus Cyber Attack Yang Dilakukan Oleh Korea
Utara Terhadap Sony Pictures Di Amerika Serikat)

Identitas Penulis :

a. Nama : Agus Khairi Pratama Putra


b. NIM : 115010100111102
c. Konsentrasi : Hukum Internasional

Jangka waktu penelitian : 12 Bulan

Disetujui Tanggal : 12 Oktober 2016

Pembimbing Utama Pembimbing Pendamping

Setyo Widagdo, SH., M.Hum. Dr. Patricia Audrey R., SH., M.Kn.
NIP. 195903201986011003 NIP. 198501012009122005

Mengetahui,

Ketua Bagian

Hukum Internasional

Dr. Hanif Nur Widhiyanti, SH., M.Hum.


NIP. 19780811 200212 2 001
ANALISIS YURIDIS TENTANG CYBER ATTACK YANG DITUJUKAN
KEPADA PERUSAHAAN MULTI NASIONAL MENURUT TALLIN
MANUAL ON INTERNATIONAL LAW APPLICABLE TO CYBER
WARFARE
(Studi Kasus Cyber Attack Yang Dilakukan Oleh Korea Utara Terhadap Sony
Pictures Di Amerika Serikat)
Agus Khairi Pratama Putra, Setyo Widagdo, Patricia Audrey Ruslijanto
Fakultas Hukum Universitas Brawijaya
Email :pratamaoffice@gmail.com
Abstrak
Serangan siber adalah ancaman nyata berupa suatu kejahatan di dunia maya yang
dapat menyerang siapapun, dimanapun, dan kapanpun. Serangan ini sulit untuk
diprediksi dan besar kerusakan tidak tergantung dari besarnya serangan melainkan
bergantung kepada mekanisme pertahanan target dan tujuan dari pelaku
penyerangan. Begitu banyak kasus telah menunjukkan bahaya dari bentuk
serangan ini, namun masyarakat internasional terkesan acuh, terbukti dengan
belum adanya peraturan atau konvensi internasional resmi yang mengatur
mengenai serangan semacam ini. Kesulitan muncul ketika serangan siber terjadi
dan lingkup serangannya melintasi batas territorial Negara, sehingga tidak dapat
lagi diatur menurut hukum Negara tertentu. Kasus di dalam skripsi ini adalah
contoh ideal atas permasalahan tersebut.
Tujuan penelitian ini adalah untuk menganalisis aspek legalitas dari serangan
siber yang merugikan Sony Pictures di Amerika Serikat, dimana serangan ini
dipelopori oleh Guardian of Peace yang merupakan grup peretas teratribusi
sebagai bagian organ Negara dari Korea Utara. Meneliti bentuk-bentuk
pertanggungjawaban yang dapat dimintakan Sony Pictures sebagai ganti rugi atas
kerusakan yang diakibatkan dari serangan, dan menganalisa setiap faktor-faktor
yang mendukung pertanggungjawaban tersebut.
Dari hasil dan pembahasan dapat diketahui bahwa serangan siber yang dilakukan
oleh Korea Utara adalah tidak absah dan melawan hukum, sehingga dapat
dimintakan pertanggungjawabannya. Namun, Sony Pictures sebagai korban dari
tindakan ini tidak dapat serta merta melakukan penuntutan, dikarenakan belum
jelasnya status hukum dan keperibadian hukum suatu perusahaan multinasional
dalam lingkup internasional. Tanpa adanya status dan keribadian hukum yang
melekat padanya, maka hak untuk melakukan penuntutan didepan forum
internasional sebagai hak terpenting seorang korban tidak dapat dilakukan. Upaya
yang dapat dilakukan untuk permasalahan ini adalah dengan memberikan
pengakuan internasional atas status hukum tersebut.
Kata Kunci: Serangan Siber, Perusahaan Multinasional, Status dan Kepribadian
Hukum Internasional

1
JURIDICAL ANALYSIS ON CYBER ATTACK ADDRESSED TO MULTI
NATIONAL COMPANY BASED ON MANUAL ON INTERNATIONAL LAW
APPLICABLE TO CYBER WARFARE
(A Case Study on Cyber Attack Comitted by North Korea toward Sony
Pictures in the United States)
Agus Khairi Pratama Putra, Setyo Widagdo, Patricia Audrey Ruslijanto
Law Faculty Universitas Brawijaya
Email :pratamaoffice@gmail.com
Abstract
Cyber attact is a real threat in the form of cyber crime that can attack anyone,
anywhere, and anytime. This attack is unpredictable and can cause substantial
damage that does not depend on how great the attack is. Instead it depends on the
defend mechanism of the target and the objective of the doer. Many cases have
shown the danger of this kind of attack. However, international society remains
ignorant. It is evident by the fact that there has not been any law of official
international convention defined in repsonse to such attack. Problems occur when
cyber attack takes place and the scope of the attack crosses the boundary of
countries so that the law set to govern it is no longer applicable. The case brought
about in this research is an ideal example of the issue.
This study is aimed at analyzing the legal aspect of cyber attack that harms Sony
Pictures in the United States. The attack was initiated by Guardian of Peace that
was an attributed hacker group as part of North Korean Country. Therefore, this
research was intended to examine the forms of responsibility that can be claimed
by Sony Pictures as the compensation over the damaged caused by the attack, and
to analyze each factor of the claim for the responsibility.
The findings of this resaerch show that cyber attack commited by North Korea is
againts the law so that the country holds responsibility of the doing. However,
Sony Pictures as the victim cannot sue the country because the legal status of a
multinational company in international scope is not yet clear. With this kind of
status, claiming the right over responsibility in international forum cannot be
performed. Instead, the effort can be done in solving this kind of issue is by
granting an international avowal on the legal status of the case.
Key words: Cyber Attack, Intermational Company, International Law Status

2
I. PENDAHULUAN
Fungsi utama internet adalah sebagai penghubung antar pengguna internet.
Internet, menciptakan ruang yang disebut sebagai cyber space (dunia maya) yang
mana didalamnya tidak memiliki batas yang jelas antar Negara yang satu dengan
yang lainnya, sehingga internet memiliki sifat borderless space (ruang tanpa
batas). Bagi peneliti, borderless space bukan berarti tidak memiliki batasan sama
sekali, melainkan batas yang jelas itu tidak sama seperti batas yang ada di dunia
nyata. Beberapa Negara di dunia memberikan batasan kepada masyarakatnya
dalam mengakses internet seperti Cina yang membatasi masyarakatnya dalam
menggunakan internet untuk tidak menggunakan sosial media seperti facebook,
dan Korea Utara yang menutup akses internet secara total untuk diakses oleh
masyarakatnya. Cyber space sendiri memiliki pengertian yaitu suatu lingkungan
yang tercipta karena adanya hubungan kooperatif antara jaringan komputer, sistem
informasi, dan infrastruktur telekomunikasi yang pada umumnya disebut dengan
Internet dan World Wide Web (www).1 Dengan adanya dunia tanpa batas ruang
tersebut, maka para pengguna internet akan merasa terhubung didalam suatu
ruang yang sama, meskipun pada kenyataannya terpisah jauh oleh jarak yang ada
antar penggunanya di dunia nyata.

Hampir setiap orang di dunia ini memiliki akses untuk terhubung ke


internet. Hal ini merupakan hal yang bersifat positif mengingat ada banyak sekali
kegunaan dan ilmu yang bisa didapat dari internet. Namun, tidak semua pengguna
internet memiliki niat atau tujuan yang baik. Terdapat sebagian kalangan yang
menggunakan internet untuk tujuan yang ilegal dan melanggar hukum. Kalangan
ini memiliki pemahaman dan pengetahuan yang lebih dari kalangan awam
mengenai teknologi, akan tetapi sebagian besar keahlian tersebut digunakan untuk
melakukan kegiatan yang ilegal, seperti menyebarkan virus, mencuri data penting
seseorang, bahkan yang lebih parah lagi mereka dapat memporak-porandakan
suatu sistem.2

1 Sharp, Walter Gary, Cyber Space and the Use of Force, Ageis Reserch Corp, Falls Church
Virginia, 1999, hlm 15.

3
Ketika suatu kelompok atau individu melakukan suatu kegiatan yang
bertujuan untuk melakukan kerusakan atau efek negatif lainnya di dalam suatu
jaringan internet maka hal ini dapat disebut sebagai salah satu bentuk cyber attack
(serangan siber). Di dalam Tallin Manual, cyber attack secara luasnya memiliki
pengertian is a cyber operation, whether offensive or defensive, that is
reasonably expected to cause injury or death to persons or damage or destruction
to objects, yang berarti sebagai suatu operasi digital, entah itu bersifat
menyerang atau bertahan, yang mana secara masuk akal diharapkan untuk
menyebabkan cedera atau kematian terhadap orang atau kerusakan atau
penghancuran kepada objek.3

Pengertian tersebut masih sangat luas dan berefek kepada lingkup cyber
attack yang juga semakin luas, terlihat dari apa yang dimaksud person (orang)
atau object (objek) tidak disebutkan secara rinci, sehingga cyber attack dapat
menyerang siapapun dan apapun. Bahkan Negara super power (berkekuatan
besar) seperti halnya United States of America (Amerika Serikat), tidak lepas dari
bahaya cyber attack. James R. Clapper Jr, yaitu direktur dari badan intelejensi
nasional Amerika menyatakan bahwa Saat ini bahaya terbesar yang dihadapai
Amerika adalah serangan dari cyber attack. Bahkan, bahaya ini memiliki ancaman
yang lebih besar dari serangan jaringan teroris global.4

Terbukti pada tanggal 24 November 2014 yang lalu, salah satu perusahaan
film terbesar di Amerika Serikat menjadi korban penyerangan cyber attack yang
dilakukan oleh sekelompok peretas yang menamakan diri mereka sebagai
Guardian of Peace. Dalam periode penyerangan cyber attack yang berlangsung
2 Negi, Yogita, Pragmatic Overview of Hacking & Its Counter
Measures, Makalah disajikan dalam Proceedings of the 5th National
Conference : Computing For Nation Development, New Delhi, Bharati Vidyapeeths
Institute of Computer Applications and Management, 10-11 Maret 2011, hlm 1-2.

3 Tallin Manual on International Law Applicable To Cyber Warfare (setelah ini disebut Tallin
Manual ), Rule 30.

4 Mazzetti, Mark, & Sanger, David E., 2013, Security Leader Says U.S. Would Retaliate Againts
Cyberattacks (online), http://www.nytimes.com/2013/03/13/us/intelligence-official-warns-
congress-that-cyberattacks-pose-threat-to-us.html?hp&_r=1, (11 Mei 2015)

4
selama kurang lebih 2 minggu, Sony Pictures telah menderita kerugian materiil
dengan jumlah yang sangat besar dengan banyaknya produktifitas yang tertunda,
tersebar luasnya karya-karya hak cipta seperti film-film layar lebar yang belum
tayang, dan dokumen-dokumen bisnis yang bersifat rahasia juga tersebar. Tidak
hanya itu, banyak pihak lain seperti karyawan Sony Pictures, dan artis-artis yang
memiliki kontrak kerja dengan Sony Pictures juga menderita kerugian karena
data-data pribadi mereka juga ikut tersebar luas.

Akibat yang ditimbulkan dari serangan tersebut sangat luas dan


membuktikan bahwa kerusakan yang ditimbulkan oleh cyber attack dapat
dikatakan parah. Namun, Tallin Manual on International Law Applicable To
Cyber Warfare sebagai satu-satunya instrumen hukum yang mengatur tentang
cyber attack masih belum memadai, dikarenakan sifatnya yang tidak mengikat
dan masih berbentuk konsep atau draft, Maka dari itu, peneliti berkeinginan untuk
meneliti mengenai masalah ini terutama yang berkenaan dengan masalah Cyber
attack yang ditujukan kepada suatu perusahaan khususnya Multi National
Corporation (perusahaan multinasional), serta memberikan kejelasan mengenai
legal standing (kedudukan hukum) yang dimiliki oleh suatu korporasi atau
perusahaan dalam melakukan suatu penuntutan kepada subjek Negara di depan
Pengadilan Internasional.

Walaupun saat ini, telah ada suatu aturan yang membahas mengenai
penuntutan yang dapat dilakukan oleh perusahaan kepada suatu Negara di badan
hukum internasional tertentu, namun aturan tersebut terbatas pada suatu kasus
yang bersifat privat. Sehingga, sampai saat ini legal standing suatu perusahaan di
dalam tinjauan hukum internasional publik masih belum jelas dan masih belum
dapat diketahui seberapa jauh suatu perlindungan yang dapat diberikan kepada
suatu perusahaan.

II. ISU HUKUM

1. Bagaimana keabsahan dari cyber attack yang dilakukan Korea Utara


terhadap Sony Pictures dilihat dari pandangan Hukum Internasional ?

5
2. Bagaimana model pertanggungjawaban yang dapat diminta oleh Sony
Pictures terhadap cyber attack yang dilakukan Korea Utara atas kerugian
yang ditimbulkan dari serangan tersebut ?

III. LEGALITAS DAN TANGGUNG JAWAB


Jenis penelitian yang digunakan adalah yuridis normatif. Pendekatan yang
digunakan dalam penelitian ini adalah pendekatan prinsip (principle approach),
pendekatan perundang-undangan (statute approach),dan pendekatan kasus (case
approach). Bahan hukum primer, sekunder, dan tersier yang diperoleh peneliti
akan dianalisis dengan menggunakan analisis kualitatis dan juga menggunakan
teknik penafsiran gramatikal, penafsiran teleologis, dan penafsiran futuristik.
Setiap perbuatan/tindakan/kegiatan Negara yang salah dalam pandangan
hukum internasional mengandung tanggung jawab didalamnya 5.Kondisi
terpenting dalam tanggung jawab Negara di dalam hukum Internasional adalah
kegiatan yang dimaksudkan dapat diatribusikan kepada Negara yang bersangkutan
dengan menggunakan norma-norma hukum internasional.6
Dalam kasus yang dibahas dalam skripsi ini, Guardian of Peace (Setelah
ini disebut dengan GOP) sebagai pelaku utama penyerangan cyber attack kepada
Sony Pictures adalah entitas berbentuk organisasi peretas yang disebut-sebut
memiliki hubungan dengan Korea Utara, sehingga dikatakan kerugian pada kasus
ini bisa dimintakan kepada Korea Utara.
Dalam mengatribusikan tindakan kesalahan GOP kepada Korea Utara,
maka ada 2 hal yang perlu dilakukan :
a. Identifikasi Hubungan Hukum Antara Guardian Of Peace dengan
Korea Utara
Identifikasi dilakukan dengan cara menghubungkan setiap fakta di
dalam kasus dengan Korea Utara, melihat apakah ada hubungan
hukum antara fakta yang terjadi dengan Korea Utara. Peneliti melihat
ada 3 alasan mengapa fakta-fakta yang ada bisa dikaitkan dengan
Korea Utara, yaitu :
5Draft Articles on Responsibility of States for Internationally Wrongful Acts 2001with
commentaries (setelah ini disebut Draft Articles), Pasal 1.

6Ibid, Pasal 2 (a) dan lihat komentar Draft Articles, paragraph 1 hlm 27.

6
Atas Dasar Kecurigaan, bahwa penyerangan cyber attack yang
dilakukan GOP kepada Sony Pictures didasari atas alasan utama yaitu
sebagai bentuk protes atas adanya film The Interview yang
1) mana menceritakan tentang parodi pembunuhan kepada Kim Jong
Un yang merupakan pemimpin diktator di Korea Utara.7
2) Atas Dasar Pernyataan Resmi dari Pemerintah Amerika Serikat,
Federal Bureau of Investigation (FBI), dan Direktur Intelejensi
Nasional Amerika Serikat, bahwa badan Federal Investigasi
Amerika Serikat (Federal Beureau of Investigation setelah ini
disebut FBI) dan Presiden Amerika Serikat Barrack Hussein
Obama memberikan pernyataan resmi mengenai pelaku dibalik
penyerangan cyber attack yang dilakukan oleh GOP kepada Sony
Pictures. Kedua pernyataan tersebut menunjukkan bahwa pelaku
dibalik serangan yang dilakukan GOP ada Negara Korea Utara.8
3) Atas Dasar Bukti Metode Peretasan Yang Identik dengan Korea
Utara, bahwa dalam penyerangan cyber attack yang dilakukan oleh
GOP, metode-metode penyerangan yang mereka gunakan memiliki
kemiripan dengan metode penyerangan cyber attack yang pernah
dilakukan oleh Korea Utara.
Alasan-alasan ini menjadi dasar argumen untuk mengidentifikasi
hubungan hukum antara GOP dengan Korea Utara. Dikarenakan belum
adanya hasil pengadilan yang jelas untuk masalah ini, maka sampai
terdapat bukti yang menyatakan sebaliknya, maka peneliti akan tetap
mempertahankan argumentasi bahwa tindakan GOP dapat diatribusi
kepada Korea Utara dengan alasan-alasan yang telah dikemukakan.
b. Pengatribusian Tindakan Guardian of Peace dengan Korea Utara
Menggunakan Instrumen Hukum Internasional

7 Gander, Kashmira, 2014, Sony hack: Did this death scene featuring North Korea's Kim Jong-
un in 'The Interview' prompt cyberattack? (online), http://www.independent.co.uk/arts-
entertainment/films/news/sony-hack-did-death-scene-featuring-north-koreas-kim-jong-un-in-the-
interview-prompt-cyberattack-9929260.html, (15 Februari 2016)

8 Federal Bureau of Investigation, 2014, Update on Sony Investigation (online),


https://www.fbi.gov/news/pressrel/press-releases/update-on-sony-investigation (16 Februari 2016),
dan Perez, Evan, 2014, Obama: Sony 'made a mistake' (online),
http://edition.cnn.com/2014/12/19/politics/fbi-north-korea-responsible-sony/ , (16 Februari 2016)

7
Fakta-fakta yang ada telah mendukung argumentasi bahwa GOP
memiliki suatu keterkaitan dengan Korea Utara. Namun, argumentasi
tersebut tidak akan sempurna apabila belum didasari oleh suatu
instrumen hukum internasional. Untuk menyempurnakan argumentasi
tersebut maka peneliti menggunakan 2 pasal yaitu pasal 4 dan pasal 8
dari Draft Articles.
1) Article 4 Draft Articles on Responsibility of States for
Internationally Wrongful Act

Conduct of organs of a State


1. The conduct of any State organ shall be considered an
act of that State under international law, whether the
organ exercises legislative, executive, judicial or any
other functions, whatever position it holds in the
organization of the State, and whatever its character as
an organ of the central Government or of a territorial
unit of the State.
2. An organ includes any person or entity which has that
status in accordance with the internal law of the State.

Perilaku dari organ Negara


1. Pelaksanaan organ Negara harus dianggap sebagai
tindakan Negara tersebut di bawah hukum internasional,
tidak terkecuali apakah organ itu melaksanakan fungsi
legislatif, eksekutif, yudikatif atau fungsi lainnya, posisi
apa pun yang dijabat dalam organisasi Negara, dan apa
pun karakternya sebagai organ pemerintah pusat atau
unit wilayah Negara.
2. Sebuah organ termasuk setiap orang atau badan yang
mana memiliki status yang sesuai dengan hukum internal
Negara.

Cyber Attack yang dilakukan GOP berdasarkan fakta yang telah


disampaikan berasal dari suatu infrastruktur yang ada di Korea Utara 9
dan menggunakan suatu malware yang dikembangkan oleh militer
Korea Utara10. Prinsip pertama dari pasal 4 Draft Articles adalah setiap
pelaksanaan yang dilakukan oleh suatu organ Negara dapat
diatribusikan kepada Negara yang bersangkutan. Hal ini merangkup
9 Federal Bureau of Investigation, loc. cit., kesimpulan no. 2 (19 Februari 2016).

10 Ibid, kesimpulan no 1.

8
seluruh bentuk entitas baik dalam perorangan maupun kolektif yang
mana membentuk suatu organisasi pemerintahan dan bertindak dalam
kapasitas tersebut.11 Negara bertanggung jawab atas tindakan yang
dilakukan oleh organnya yang mana dilaksanakan dalam kapasitasnya
sebagai organ Negara merupakan suatu prinsip yang telah lama diakui
sebagai suatu keputusan yudisial dalam ranah internasional. 12 GOP
yang merupakan suatu organisasi dalam pemerinatahan Korea Utara
termasuk sebagai suatu badan militer Korea Utara. Badan militer tidak
terkecuali merupakan suatu Organ Negara dikarenakan posisi suatu
organ Negara dalam pemerintahan tidak mempengaruhi tanggung
jawab Negara terhadap organ yang bersangkutan13.

2) Article 8 Draft Articles on Responsibility of States for


Internationally Wrongful Act

Internationally Wrongful Act


The conduct of a person or group of persons shall be
considered an act of a State under international law if
the person or group of persons is in fact acting on the
instructions of, or under the direction or control of, that
State in carrying out the conduct.

Tindakan dari seseorang atau sekelompok orang harus


dianggap sebagai tindakan dari sebuah Negara di bawah
hukum internasional apabila orang atau sekelompok
orang tersebut dalam faktanya bertindak atas instruksi,
atau dibawah arahan atau kontrol, Negara tersebut dalam
melaksanakan tindakannya.

11 Komentar Draft Articles, hlm 31.

12 Moore, John Basset, History and Digest of The International Arbitrations To Which The
United States Has Been A Party, Together With Appendices Containing The Treaties Relating
To Such Arbitations, and Historical and Legal Notes Vol. III, Govt. print. Off, Washington,
1947, hlm 3129.

13 International Court of Justice Advisory Opinion on Difference Relating to Immunity from


Legal Process of a Special Rapporteur of the Commission on Human Rights, I.C.J Report,
Netherland, 1999, hlm 87.

9
Pasal 8 dari Draft Article digunakan dalam kasus apabila GOP terbukti
sebagai organisasi yang bukanlah suatu organ Negara namun
melaksanakan penyerangan terhadap Sony Pictures dibawah instruksi,
arahan, atau kontrol Negara yaitu dibawah instruksi Jederal Kim Youn
Chol yaitu Jenderal bintang 4 dari Badan Umum Pengintaian
(Reconnaissance General Bureau) Pyongyang. Pasal 8 menggunakan
kata orang atau sekelompok orang, yang merefleksikan bahwa
tindakan yang dijelaskan pada pasal tersebut mencakup tindakan
individu ataupun kelompok orang yang tidak memiliki badan hukum
atau legal personality namun tetap bertindak kolektif14.

Setelah diketahui bahwa tindakan GOP bisa diatribusikan kepada Korea


Utara, maka setelahnya dapat dilihat apakah tindakan cyber attack tersebut absah
atau tidak di dalam hukum internasional. Use of force (pengunaan kekerasan) di
dalam hukum internasional adalah suatu tindakan yang dilarang secara hukum
baik berdasarkan hukum kebiasaan internasional maupun perjanjian internasional.
The International Court of Justice (ICJ/Mahkamah Internasional) menyatakan
bahwa penggunaan kekerasan dengan menggunakan senjata apapun secara
umumnya dilarang. Piagam PBB menjelaskan hal itu secara lebih rinci15 :
All members shall refrain in their international relations from the
threat or use of force against the territorial integrity or political
independence of any state, or in any other manner inconsistent with
the purposes of the United Nations

Semua anggota haruslah menahan diri dalam hubungan


internasionalnya dari ancaman atau penggunaan kekerasaan
terhadap integritas territorial atau kemerdekaan politik Negara
manapun, atau dengan cara lain yang tidak bersesuaian dengan
tujuan PBB

Penggunaan kalimat atau dengan cara lain yang tidak konsisten dengan
tujuan PBB dimaksuskan untuk menciptakan anggapan ilegalitas dari semua

14 Komentar Draft Articles, hlm 73.

15 United Nations Charter, Pasal 2 ayat (4), dan Penjelasan Tallin Manual, Bab 2 paragraf 1,
hlm 45.

10
bentuk ancaman atau penggunaan kekerasan16. Namun hukum internasional tidak
pernah menyatakan pelarangan terhadap penggunaan kekerasan, terbukti dengan
adanya suatu sistem penyelesaian sengketa di dalam hokum internasional yang
menggunakan jalur kekerasan apabila semua solusi dalam jalur perdamaian sama
sekali tidak memungkinkan. Tallin Manual mengatur ada 2 bentuk cyber attack
yang termasuk penggunaan kekerasan namun berstatus legal atau absah.

a. Penggunaan kekerasan dengan alasan pertahanan diri

A State that is the target of a cyber operation that rises to the


level of an armed attack may exercise its inherent right of
self-defence. Whether a cyber operation constitutes an
armed attack depends on its scale and effects.

Suatu Negara yang menjadi target dari suatu operasi digital


yang telah naik menjadi serangan bersenjata dapat hak yang
melekat padanya yaitu pertahanan diri. Apakah operasi
digital termasuk serangan bersenjata tergantung dari skala
dan efeknya.17

Poin terpenting agar sahnya suatu serangan dikatakan sebagai bentuk

pertahanan diri adalah adanya serangan awal berbentuk serangan

bersenjata yang dilakukan oleh pihak lawan dan mengakibatkaan skala

dan akibat yang parah pada pihak korban.18 Serangan cyber attack

yang dilakukan oleh Korea Utara kepada Sony Pictures di Amerika

Serikat dapat dikatakan sah sebagai serangan pertahanan diri apabila

dapat memenuhi poin diatas. Setidaknya terdapat 2 bentuk serangan

16 Dokumen Resmi United Nation Conference on International Organization (Konferensi


PBB Untuk Organisasi Internasional), Nomor 885, Tahun 1954, hlm 6.

17 Tallin Manual,Rule 13

18 International Court of Justice Judgement on Case Concerning Military and Paramilitary


Activities In and Againts Nicaragua (Nicaragua v. United States of America), I.C.J Report,
Netherlands, 1986, hlm 91

11
bersenjata yang pernah dilakukan oleh Amerika Serikat kepada Korea

Utara, yaitu :
- The Shinmiyanyo (Ekspedisi Amerika Serikat Ke Korea

Utara) pada 10 Juni 1871 di Pulau Ganghwa, Korea

Utara. Serangan ini menewaskan 243 penduduk sipil dan

personil militer dari Korea Utara.19


- Perang Korea yang terjadi pada 25 Juni 1950 sampai 27

Juli 1953 dimana Amerika Serikat berperan sebagai bala

bantuan bagi Korea Selatan. 20


Serangan-serangan ini termasuk sebagai penggunaan kekerasan yang
bersenjata. Namun, serangan ini tidak dapat dijadikan alasan bagi
Korea Utara dalam melakukan cyber attack kepada Sony Pictures. Hal
ini disebabkan serangan cyber attack kepada Sony tidak serta merta
dilakukan setelah serangan yang dilakukan Amerika Serikat
dilaksanakan, sehingga serangan ini sama sekali berbeda tujuan dan
bukan untuk alasan pertahanan diri

b. Penggunaan kekerasan yang disahkan oleh Dewan Keamanan PBB

Should the United Nations Security Council determine that


an act constitutes a threat to the peace, breach of the peace,
or act of aggression, it may authorize nonforceful measures,
including cyber operations. If the Security Council considers
such measures to be inadequate, it may decide upon forceful
measures, including cyber measures.

Apabila Dewan Keamanan PBB menetapkan bahwa suatu


tindakan merupakan suatu ancaman kepada kedamaian,
pelanggaran atas kedamaian, atau tindakan agresi, maka ia
dapat mengesahkan langkah-langkan tanpa kekeraasan,
termasuk operasi digital. Apabila Dewan Keamanan

19 Chang, Gordon H., Whose "Barbarism"? Whose "Treachery"? Race and Civilization in the
Unknown United States-Korea War of 1871, The Journal of American History, Volume 89,
Organization of American Historian, 2003, hlm 1331.

20 R. Millett, Allan, 2010, Korean War (online), https://www.britannica.com/Korean-War, (19


Februari 2016)

12
menganggap langkap-langkah tersebut tidak memadai, maka
ia dapat memutuskan langkah-lagkah menggunakan
kekerasan, termasuk langkah-langkah digital.21

Cyber attack yang disahkan oleh Dewan Keamanan PBB haruslah


sebagai bentuk upaya atau langkah-langkah dalam mempertahankan
atau memulihkan kedamaian dan keamanan internasional22. Namun
saat serangan cyber attack Korea Utara kepada Sony Pictures
dilakukan yaitu pada tanggal 24 November 2014 sampai tanggal 24
Desember 2015, tidak ada suatu ancaman kepada kedamaian,
pelanggaran atas kedamaian, ataupun tindakan agresi militer yang
dilakukan oleh Amerika Serikat kepada Korea Utara ataupun kepada
Negara lainnya. Belum lagi serangan cyber attack yang dilakukan
Korea Utara belum mendapatkan ijin pengesahan oleh Dewan
Keamanan PBB ataupun serangan itu dilaporkan kepada Dewan
Keamanan PBB.

Setelah terlihat bahwa serangan yang dilakukan oleh Korea Utara kepada
Sony Pictures merupakan serangan yang tidak absah, maka selanjutnya adalah
melakukan penuntutan atas perbuatan melawan hokum tersebut. Untuk melakukan
penuntutan diperlukan status sebagai subjek hukum internasional dan kepemilikan
atas kepribadian hokum internasional yang telah diakui. Perdebatan utama tentang
perusahaan internasional di tingkat hukum internasional terfokuskan pada
pertanyaan apakah perusahaan multinasional itu merupakan salah satu subjek
hukum internasional, dalam artian apakah mereka dapat memiliki tanggung jawab
dan hak internasional, serta kemampuan untuk mempertahankan haknya dengan
mengajukan suatu klaim internasional23.
Perusahaan multinasional telah memenuhi kriteria sebagai subjek hukum
internasional, yaitu berdasarkan kepada apa yang diindikasikan oleh Mahkamah

21 Tallin Manual, Rule 18.

22 Tallin Manual, Rule 18.

23International Court of Justice Advisory Opinion on Reparation for Injuries Suffered in the
Service of the United Nations, I.C.J Report, Netherland, 1949, hlm 174.

13
Internasional atau International Court of Justice (ICJ) di tahun 1949 bahwa
subjek hukum internasional adalah, sebuah entitas yang mana diperlakukan
sebagai orang oleh hukum internasional yaitu sesuatu yang dapat mempengaruhi
dan dipengaruhi oleh hukum internasional, dan dapat melaksanakan hukum
internasional dengan membawa beberapa klaim internasional.24 Dengan
dimilikinya status hukum sebagai subjek hukum internasional, maka perusahaan
multinasional haruslah memiliki suatu kepribadian hukum internasional untuk
mejalankan berbagai fungsinya sebagai subjek hukum internasional. Terdapat 3
argumen untuk membuktikan bahwa perusahaan multinasional memiliki
kepribadian hukum internasional atau international legal personality:

a. Pengakuan oleh Mahkamah Internasional atau International Court of


Justice
ICJ atau Mahkamah Internasional telah mengakui dan memberikan
kepribadian hukum internasional kepada perusahaan multinasional
melalui 2 kasus utama yaitu Kasus Barcelona Traction di tahun 197025
dan kasus Ahmadou Sadio Diallo (Republik Guinea vs Republik
Demokratis Kongo) pada tahun 2007.26 Di kedua kasus tersebut, ICJ
mengakui bahwa perusahaan multinasional memiliki legal personality
terpisah dari investor-investor di dalamnya sehingga mampu
melakukan klaim internasional secara mandiri.
b. Legal Personality melalui Yurisprudensi Arbitrase Internasional
Beberapa otoritas di dalam Arbitrase Internasional memandang bahwa
perjanjian investasi antara Negara dengan perusahaan asing sebagai
kontrak internasional yang tunduk kepada hukum internasional
(Arbitrasi Texaco di tahun 1978). Hal ini secara tidak langsung

24 Idem, hlm 179

25 International Court of Justice Judgement on Case Concerning The Barcelona Traction,


Light And Power Company, Limited (Belgium V. Spain), I.C.J Report, Netherland, 1970, hlm 6.

26 International Court of Justice Judgement on Case Concerning Ahmadou Sadio Diallo


(Republic Of Guinea V. Democratic Republic Of The Congo), I.C.J Report, Netherland, 2007,
hlm 495.

14
mengakui adanya kepribadian hukum internasional yang sah atas
perusahaan asing.27
c. Pendapat para ahli hukum internasional
Beberapa ahli hukum internasional menyatakan dukungan yang kuat
bahwa perusahaan multinasional memiliki kepribadian hukum
internasionalnya sendiri. Beberapa melihat dari pendekatan de facto
berdasarkan partisipasi perusahaan multinasional yang signifikan di
bidang hukum internasional28 dan pertumbuhan privatisasi hukum
internasional terbukti dalam hukum investasi dan arbitrase29. Nowrot
bahkan menyatakan bahwa perusahaan multinasional adalah subjek
hukum internasional dan kepribadian hukum internasionalnya dijamin
selama Negara dan Organisasi Internasional tidak menyatakan
sebaliknya dalam bentuk hukum yang formal dan sah30.
Setelah diketahui bahwa perusahaan multinasional memiliki kepribadian
hukum internasional, maka secara tidak langsung hukum internasional telah
mengakui eksistensi perusahaan multinasional sebagai subjek hukum
internasional. Status sebagai subjek hukum internasional memberikan Sony
Pictures hak untuk melakukan penuntutan kepada Korea Utara. Berikut adalah
sistem penyelesaian sengketa hukum internasional yang paling efektif bagi Sony
Pictures untuk melakukan penuntutan atas kerugian yang telah diterimanya.
a. Negosiasi dan Pencarian Fakta (Inquiry)

27 Dupuy, Rene-Jean (Arbitrator), Award on the Merits in Dispute between Texaco Overseas
Petroleum Company/California Asiatic Oil Company and the Government of the Libyan Arab
Republic (Compensation for Nationalized Property), International Legal Materials, Volume 17,
American Society of International Law, Washington, 1978, hlm 1.

28 Ijalaye, David Adedayo, The Extension of Corporate Personality in International Law, Brill
Archieve, Oceana, 1978, hlm 244.

29 Tvar, Nicols Zambrana, Shortcomings and Disadvantages of Existing Legal Mechanisms


to Hold Multinational Corporations Accountable for Human Rights Violations, University of
Nevarra, Spanyol, 2012, hlm 4.

30 Fleurs, John (ed), International Legal Personality, Ashgate Publishing, Aldershot, 2010, hlm
379.

15
Negosiasi masih menjadi cara paling dasar dalam penyelesaian
sengketa31, tertuang sebagai cara pertama yang tertulis di dalam
piagam PBB32, dan tertulis hampir di semua konvensi umum mengenai
penyelesaian sengketa internasional. Tidak ada prosedur khusus di
dalam negosiasi sehingga negosiasi bisa dilakukan dalam berbagai
cara. Negosiasi dapat dilangsungkan melalui saluran diplomatik pada
konferensi internasional atau dalam suatu lembaga atau organisasi
internasional33, dan dalam berbagai kasus bisa dapat berupa suatu
institusional khusus berupa komisi gabungan dari pihak-pihak yang
bersengketa. Akan lebih baik apabila proses negosiasi dilakukan
bersama dengan pencarian fakta atau inquiry. Korea Utara juga telah
menawarkan suatu komisi gabungan untuk melakukan invesitgasi
mengenai masalah ini, dan fakta-fakta yang didapat jelas akan
mendukung dalam keberhasilan proses negosiasi.
b. Arbitrase Internasional
Arbitrase adalah salah satu cara atau alternatif penyelesaian sengketa
yang telah dikenal lama dalam hukum internasional. Arbitrase menurut
Komisi Hukum Internasional (International Law Commisions) adalah
a procedure for the settlement of disputes between states by binding
award on the basis of law and as a result of an undertaking
voluntaruly accepted. Atau yang berarti suatu prosedur untuk
penyelesaiang sengketa antara para pihak dengan suatu keputusan yang
mengikat atas dasar hukum dan sebagai bentuk penerimaan dari
keikutserataan yang sukarela antar para pihak. 34 Kebebasan memilih
arbitrator dan hukum mana yang akan dipakai sebagai dasar hukum
31 International Court of Justice Advisory Opinion on Case Concerning North Sea
Continental Shelf , I.C.J Reports, Netherland, 1969, hlm 50.

32 United Nation Charter, Pasal 33.

33 Adolf, Huala, Hukum Penyelesaian Sengketa Internasional, Sinar Grafika, Jakarta, 2004,
hlm 19.

34 Janis, Mark W., International Courts for the Twenty First Century, Martinus Nijhoff
Publishers, Dordrecht, 1992, hlm 55.

16
merupakan unsur positif yang akan membuat cara penyelesaian
sengketa ini menjadi efektif 35. Kebebasan itu diberikan dengan syarat
bahwa para pihak sepakat untuk menyelesaikan masalah melalui badan
arbitrase. Hal ini membuat kedudukan antara Sony Pictures dan Korea
Utara sejajar sebagai subjek hukum internasional didepan badan
arbitrase internasional. Karena tanpa adanya kesepakatan, Korea Utara
sebagai Negara yang berdaulat tidak akan tunduk atas suatu keputusan
dari badan hukum manapun. Dengan adanya kesepakatan maka
keputusan yang dicapai dari badan arbitrase akan bersifat final dan
mengikat para pihak.
c. Badan Peradilan Internasional
Seperti halnya penyelesaian sengketa melalui arbitrase, penyelesaian
sengketa melalui pengadilan juga dimungkinkan Kewenangan suatu
pengadilan dalam hukum internasional untuk menangani suatu kasus
merupakan masalah utama dan sangat mendasar dalam upaya
penyelesaian suatu sengketa. Salah satu organ umum badan
penyelesaian sengketa secara yudisial yang umum dikenal oleh
masyarakat internasional adalah International Court of Justice (ICJ)
yang menggantikan dan melanjutkan kontinuitas Permanent Court of
International Justice.

Bagian terakhir adalah mengetahui bentuk pertanggungjawaban yang dapat


dimintakan kepada Korea Utara. Untuk mengetahui pertanggungjawaban yang
dapat dimintakan kepada Korea Utara, haruslah diketahui dulu kerusakan-
kerusakan apa yang telah diterima oleh Sony Pictures dan semua pihak yang
terhubung langsung dengan sengketa ini. Berikut daftar kerusakan yang diterima
oleh Sony Pictures :
i. Kerugian bisnis dengan ditutupnya sistem jaringan Sony Pictures
yang menyebabkan banyaknya produktifitas tertunda selama 22
hari.

35 Merrills, J.G., International Dispute Settlement, Cambridge University Press, London, 1995,
hlm 105.

17
ii. Film-film Box Office yang belum tayang seperti Fury Annie, Still
Alice, Mr.Turner, dan To Write Love on Her Arms, tersebar luas dan
menyebabkan kerugian produksi lebih dari jutaan dollar.
iii. Dokumen-dokumen internal perusahaan yang berisi daftar
pendapatan karyawan sampai direktur perusahaan disebar, tindakan
ini merupakan bentuk pelanggaran privasi.
iv. Ribuan data-data kesehatan karyawan, nomor keamanan
masyarakat yang sangat sensitif tersebar, merupakan suatu
pelanggaran yang sangat besar atas hak-hak privasi karyawan.
v. Catatan-catatan percakapan rahasia perusahan, data kata sandi atas
program-program hak cipta perusahaan, data sumber kode program
perusahaan, disebar luaskan.
vi. Ancaman peledakan bioskop yang akan menayangkan film The
Interview, yang menyebabkan kerugian finansial bagi bioskop-
bioskop yang terpaksa tutup untuk sementara waktu.36
Setelah diketahui besar dari kerusakaan yang disebabkan oleh Cyber attack
yang dilakukan Korea Utara, maka dapat ditentutkan bentuk pertanggungjawaban
apa saja yang dapat dimintakan kepada Korea Utara. Bentuk-bentuk
pertanggungjawaban tersebut adalah sebagai berikut:
1) Restitusi
Bentuk paling pertama adalah restitusi yaitu usaha untuk membuat
keadaan kembali sama seperti sebelum tindakan illegal dilaksanakan.37
Restitusi adalah bentuk pertanggungjawaban yang banyak diminati
dalam hukum internasional namun kadang sulit untuk dilaksanakan
dikarenakan sifat dari pelanggaran dan juga tidak ada pemulihan yang
cukup untuk kerusakan yang telah dialami.38 Untuk sengketa antara
Sony Pictures v Korea Utara, reparasi dapat dilakukan terhadap
kerusakan jaringan Sony yang diserang dengan menggunakan cyber
36 Paganani, Pierluigi, 2014, Cyber Attack on Sony Pictures is Much More than a Data Breach
(online), http://resources.infosecinstitute.com/cyber-attack-sony-pictures-much-data-breach/ , (28
September 2016), dan Betters, Elyse, 2015, Sony Pictures hack: Here's everything we know
about the massive attack so far (online), http://www.pocket-lint.com/news/131937-sony-pictures-
hack-here-s-everything-we-know-about-the-massive-attack-so-far, (28 September 2016).

37 Crawford, James, THE INTERNATIONAL LAW COMMISIONs ARTICLES ON STATE


RESPONSIBILITY: Introduction, Text, and Commentaries, Cambridge University Press,
London, 2002, hlm 216.

18
attack. Namun, reparasi saja tidak akan cukup sebagai bentuk
pertanggungjawaban mengingat adanya kerugian materiil dari
perusahaan Sony Pictures dan juga pihak karyawan.
2) Kompensasi
Bentuk pertanggungjawaban ini adalah yang paling ideal mengingat
bahwa sebagian besar kerugian yang diterima Sony Pictures maupun
pihak-pihak yang bersangkutan adalah merupakan kerugian finansial
atau materiil. Kompensasi bisa dilakukan untuk kerugiaan-kerugian
materiil seperti hilangnya pendapatan, beban kesehatan,turunnya
produktifitas, maupun kerugian non materiil seperti rasa sakit dan
penderitaan, penderitaan mental, penghinaan, kehilangan kenikmatan
hidup dan hilangnya persahabatan. Walaupun untuk bentuk kerugiaan
yang kedua memerlukan suatu perhitungan tersendiri.39 Bentuk ini
menjamin bahwa segala kerugian dapat dihitung berdasarkan nilai,
sehingga tidak hanya restitusi dilaksanakan namun kerugian yang tidak
bisa ditutupi oleh restitusi bisa ditutupi dengan pembayaran yang
seimbang dengan besar kerugian yang ditimbulkan.40
Bentuk pertanggungjawaban diatas merupakan perkiraan dari keadaan riil
yang bisa dicapai, mengingat kerusakan yang terjadi pada Sony Pictures dan para
pihak yang menjadi korban tidak dapat diketahui secara pasti. Untuk mengetahui
bentuk pasti pertanggungjawaban haruslah diadakan penelitian lebih mendalam
dengan melakuikan penelitian empiris atas kasus tersebut, serta menunggu hasil
penyelesaian sengketa yang diajukan oleh para pihak.

III. PENUTUP
Kesimpulan dari jurnal ini adalah bahwa serangan yang dilakukan oleh
Guardian of Peace (GOP) kepada Sony Pictures tidak sah dikarenakan tidak
memenuhi alasan-alasan serangan atau bentuk kekerasan yang legal atau absah.

38 UN Basic Principles and Guidelines on The Rights of a Remedy and Reparation for
Victims of Gross Violations of International Human Rights Law and Serious Violations of
International Humanitarian Law, Paragraf 9 dari Pembukaan.

39 Crawford, James, op. cit., hlm 225.

40 Ibid, hlm. 230.

19
Selain tidak absah serangan cyber attack yang dilakukan oleh GOP telah
melanggar ketentuan-ketentuan yang ada di hukum internasional. Kesalahan dari
penyerangan ini dapat diatribusikan kepada Korea Utara berdasarkan tiga alasan
yang telah dikemukakan peneliti, yaitu atas dasar kecurigaan, atas dasar
pernyataan resmi dari FBI dan pemerintah Amerika Serikat, dan juga atas dasar
bentuk penyerangan cyber attack yang dilakukan oleh GOP memiliki kemikiripan
dengan serangan-serangan cyber attack yang pernah dilakukan oleh Korea Utara
sebelumnya. Alasan-alasan ini kemudian diperkuat dengan instrumen-instrumen
hukum internasional terutama menggunakan Draft Articles on Responsibility of
States for International Law Applicable To Cyber Warfare.
Kesalahan yang dapat diatribusikan kepada Korea Utara menimbulkan hak
bagi Sony Pictures untuk melakukan penuntutan sebagai hak dari subjek hokum
internasional yang telah diakui status dan kepribadian hokum internasionalnya.
Sony dapat membawa klaim sengketa kedepan arbitrase internasional maupun
badan peradilan internasional, maupun cara-cara penyelesaian sengketa lainnya
untuk mendapatkan pertanggungjawaban. Kerugian-kerugian terbesar dari Sony
Pictures adalah dalam bentuk materiil, sehingga bentuk pertanggungjawaban yang
ideal adalah dalam bentuk kompensasi, meskipun pertanggungjawaban restitusi
juga dapat dilakukan dalam hal ini.
Saran dari peneliti bagi permasalahan ini adalah Masyarakat Internasional
baik itu Negara maupun Subjek Hukum Internasional lainnya diharapkan segera
membuat peraturan yang memiliki kekuatan hukum mengenai pengatribusian
suatu kesalahan terhadap Negara dan juga subjek hukum internasional lainnya.
Eksistensi perusahaan multi nasional didalam hukum internasional juga telah
diakui, akan lebih baik didasari pula dengan dasar hukum yang kuat dan jelas.

20
21
DAFTAR PUSTAKA

BUKU
Adolf, Huala, Hukum Penyelesaian Sengketa Internasional,
Sinar Grafika, Jakarta, 2004.
Crawford, James, THE INTERNATIONAL LAW COMMISIONs
ARTICLES ON STATE RESPONSIBILITY: Introduction,
Text, and Commentaries, Cambridge University Press,
London, 2002.
Fleurs, John (ed), International Legal Personality, Ashgate
Publishing, Aldershot, 2010.
Ijalaye, David Adedayo, The Extension of Corporate Personality
in International Law, Brill Archieve, Oceana, 1978.
Janis, Mark W., International Courts for the Twenty First Century,
Martinus Nijhoff Publishers, Dordrecht, 1992.
Merrills, J.G., International Dispute Settlement, Cambridge
University Press, London, 1995
Moore, John Basset, History and Digest of The International
Arbitrations To Which The United States has been A Party,
Together With Appendices Containing The Treaties
Relating To Such Arbitations, and Historical and Legal
Notes Vol. III, Govt. print. Off, Washington, 1947
Sharp, Walter Gary, Cyber Space and the Use of Force, Ageis
Reserch Corp, Falls Church Virginia, 1999.
Tvar, Nicols Zambrana, Shortcomings and Disadvantages of
Existing Legal Mechanisms to Hold Multinational
Corporations Accountable for Human Rights Violations,
University of Nevarra, Spanyol, 2012.

JURNAL HUKUM
Chang, Gordon H., Whose "Barbarism"? Whose "Treachery"?
Race and Civilization in the Unknown United States-Korea
War of 1871, The Journal of American History, Volume 89,
Organization of American Historian, 2003.
Dupuy, Rene-Jean (Arbitrator), Award on the Merits in Dispute
between Texaco Overseas Petroleum Company/California
Asiatic Oil Company and the Government of the Libyan
Arab Republic (Compensation for Nationalized Property),
International Legal Materials, Volume 17, American Society
of International Law, Washington, 1978.
Negi, Yogita, Pragmatic Overview of Hacking & Its Counter
Measures, Makalah disajikan dalam Proceedings of the 5th
National Conference : Computing For Nation Development,
New Delhi, Bharati Vidyapeeths Institute of Computer
Applications and Management, 10-11 Maret 2011.

PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN DAN KONVENSI


INTERNASIONAL
Tallin Manual On International Law Applicable To Cyber Warfare
2013
United Nation Basic Principles and Guidelines on The Rights of a
Remedy and Reparation for Victims of Gross Violations of
International Human Rights Law and Serious Violations of
International Humanitarian Law
United Nation Charter

INTERNET
Federal Bureau of Investigation, Update on Sony Investigation
(online), https://www.fbi.gov/news/pressrel/press-
releases/update-on-sony-investigation (16 Februari 2016),
2014.
Gander, Kashmira, Sony hack: Did this death scene featuring
North Korea's Kim Jong-un in 'The Interview' prompt
cyberattack? (online), http://www.independent.co.uk/arts-
entertainment/films/news/sony-hack-did-death-scene-
featuring-north-koreas-kim-jong-un-in-the-interview-
prompt-cyberattack-9929260.html, (15 Februari 2016), 2014.
Mazzetti, Mark, & Sanger, David E., Security Leader Says U.S.
Would Retaliate Againts Cyberattacks (online),
http://www.nytimes.com/2013/03/13/us/intelligence-official-
warns-congress-that-cyberattacks-pose-threat-to-us.html?
hp&_r=1, (11 Mei 2015), 2013.
Paganani, Pierluigi, Cyber Attack on Sony Pictures is Much More
than a Data Breach (online),
http://resources.infosecinstitute.com/cyber-attack-sony-
pictures-much-data-breach/, (28 September 2016), 2014.
Perez, Evan, Obama: Sony 'made a mistake' (online),
http://edition.cnn.com/2014/12/19/politics/fbi-north-korea-
responsible-sony/, (16 Februari 2016), 2014.
R. Millett, Allan, Korean War (online),
https://www.britannica.com/Korean-War, (19 Februari 2016),
2010.

KASUS/PUTUSAN PENGADILAN

International Court of Justice Advisory Opinion on Case


Concerning North Sea Continental Shelf , I.C.J Reports,
Netherland, 1969.

International Court of Justice Advisory Opinion on Difference


Relating to Immunity from Legal Process of a Special
Rapporteur of the Commission on Human Rights, I.C.J
Report, Netherland, 1999.

International Court of Justice Advisory Opinion on Reparation


for Injuries Suffered in the Service of the United Nations,
I.C.J Report, Netherland, 1949.

International Court of Justice Judgement on Case Concerning


Ahmadou Sadio Diallo (Republic Of Guinea V. Democratic
Republic Of The Congo), I.C.J Report, Netherland, 2007.

International Court of Justice Judgement on Case Concerning


Military and Paramilitary Activities In and Againts
Nicaragua (Nicaragua v. United States of America), I.C.J
Report, Netherlands, 1986.

International Court of Justice Judgement on Case Concerning


The Barcelona Traction, Light And Power Company,
Limited (Belgium V. Spain), I.C.J Report, Netherland, 1970.

Anda mungkin juga menyukai