Anda di halaman 1dari 22

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Pada saat sekarang ini dunia ekonomi sudah dirasakan makin mengglobal.Persaingan yang
terjadi bukan antar perusahaan dalam satu negara saja melainkan juga antar negara.Persaingan juga
meningkat bukan saja dari sisi jumlahnya tetapi juga intensitas persaingannya.Persaingan itu semakin
dipertajam dengan berubahnya karakter lingkungan perusahaan.Lingkungan perusahaan yang dahulu
hanya mengutamakan produksi dan mencari keuntungan. Sedangkan lingkungan perusahaan yang
sekarang lebih mengutamakan kecepatan informasi dan penciptaan nilai bagi pelanggan atau
konsumennya. Perusahaan sekarang juga lebih bersaing berdasarkan kompetensi dan proses.

Penilaian keberhasilan tidak lagi hanya bisa dilihat dari jumlah keuntungan yang diperoleh
perusahaan.Penilaian secara tradisional itu kurang dapat menyediakan informasi yang dibutuhkan
untuk menilai dan mengelola semua kompetensi perusahaan.Kinerja perusahaan tidak lagi dianggap
baik jika hanya dilihat dari laporan keuangan yang dihasilkan.Untuk itu diperlukan sebuah penilaian
kinerja yang mencakup segala aspek yang menunjang keberhasilan perusahaan baik jangka pendek
maupun jangka panjang.

Penilaian atau pengukuran kinerja merupakan salah satu faktor yang penting dalam
perusahaan.Selain digunakan untuk menilai keberhasilan perusahaan, pengukuran kinerja juga dapat
digunakan sebagai dasar untuk menentukan sistem imbalan dalam perusahaan, misalnya untuk
menentukan tingkat gaji karyawan maupun reward yang layak.Pihak manajemen juga dapat
menggunakan pengukuran kinerja perusahaan sebagai alat untuk mengevaluasi pada periode yang lalu.

Dalam mempertahankan eksistensi dan kelangsungan hidup suatu perusahaan dan untuk
mengetahui prestasi kerja sebuah perusahaan dalam sebuah periode, maka diperlukan suatu konsep dan
ukuran kinerja sebagai alat ukur atas tingkat pencapaian kinerja perusahaan.Untuk menilai kinerja
perusahaan sama halnya dengan menilai kinerja manajemen, karena tercapainya hasil yang diharapkan
atau target dari sebuah indikator keberhasilan perusahaan ditentukan oleh kemampuan manajemen
dalam hal mengelola segala sumber daya baik dari segi materi maupun nonmateri.

Hal.
1
Selama ini setiap perusahaan atau organisasi bisnis dalam menilai kinerja perusahaannya hanya
selalu melihat dari aspek keuangan dengan menggunakan tolok ukur tradisional, kontemporer
(balanced scorecard), dan juga CAMELS (capital, asset quality, management, earning, liquidity, dan
sensitivity to market risk) yang hanya dapat melihat sisi paling luar dari prestasi sebuah perusahaan. Ini
menjadi suatu fenomena dari realitas sosial, dimana lembaga keuangan berbasis syariah yang
berpraktik dengan berdasarkan prinsip-prinsip syariah, kinerja manajemen diukur dengan tolok ukur
tersebut, bisa saja berdampak pada perilaku manajemen (Niswatin, 2008).

Metode penilaian kinerja yang populer digunakan saat ini yaitu metode balanced scorecard,
yakni konsep kinerja yang menggabungkan antara kinerja keuangan dan non keuangan. Balanced
scorecard terdiri atas empat perspektif, yaitu: keuangan, pelanggan, proses bisnis internal, serta inovasi
dan pembelajaran. Keempat prinsip ini dimaksudkan untuk menciptakan keseimbangan antara tujuan
jangka pendek dan jangka panjang.

Ancella Hermawan (1996) menyatakan bahwa dengan Balanced Scorecard suatu unit bisnis
tidak hanya dinyatakan dalam suatu ukuran finansial, melainkan dijabarkan lebih lanjut ke dalam
pengukuran bagaimana suatu unit usaha menciptakan nilai bagi pelanggan yang ada sekarang dan di
masa yang akan datang, bagaimana unit usaha harus meningkatkan kemampuan internalnya serta
berinvestasi pada manusia, sistem, dan prosedur yang dibutuhkan untuk memperoleh kinerja yang lebih
baik di masa yang akan datang.

B. Rumusan Masalah
1) Bagaimana mengetahui sistem penilaian kinerja konvensional dan berdasarkan nilai-nilai islam?

C. Manfaat Penulisan

Hasil penelitian ini diharapkan bermanfaat bagi:

1) Penulis, untuk menambah pengetahuan khususnya tentang kinerja perusahaan yang


berlandaskan nilai-nilai Islam.
2) Akademisi, bisa dijadikan referensi dalam penelitian-penelitian selanjutnya yang terkait dengan
kinerja dalam perspektif Islam disamping sebagai sarana untuk menambah wawasan.

Hal.
2
Hal.
3
BAB II

PEMBAHASAN

A. Pengertian Kinerja

Kinerja adalah sebuah kata dalam bahasa Indonesia dari katadasar "kerja" yang bisa diartikan
hasilkerja. Definisi kinerja menurut Bambang Kusriyanto dalam A.A. Anwar Prabu Mangkunegara
(2005: 9) adalah perbandingan hasil yang dicapai dengan peran serta tenaga kerja per satuan waktu
(lazimnya per jam). Faustino Cardosa Gomes dalam A.A. Anwar Prabu Mangkunegara, (2005: 9)
mengemukakan definisi kinerja sebagai ungkapan seperti output, efisiensi serta efektivitas sering
dihubungkan dengan produktivitas. Sedangkan Menurut A.A. Anwar Prabu Mangkunegara (2005: 9),
kinerja karyawan (prestasi kerja) adalah hasil kerja secara kualitas dan kuantitas yang dicapai oleh
seseorang karyawan dalam melaksanakan tugasnya sesuai dengan tanggung jawab yang diberikan
kepadanya. Oleh karena itu dapat disimpulkan bahwa kinerja merupakan hasil kerja secara kualitas dan
kuantitas yang dapat dicapai oleh seorang pegawai dalam melaksanakan tugas sesuai dengan tanggung
jawab yang diberikan kepadanya.

Pemahaman tentang kinerja (performance) memperlihatkan sampai sejauh mana sebuah


organisasi, baik pemerintah, swasta, organisasi laba ataupun nirlaba, menafsirkan tentang kinerja
sebagai suatu pencapaian yang relevan dengan tujuan organisasi. Sehingga, terdapat dua asumsi umum
tentang titik berangkat pemahaman pengertian kinerja.

Asumsi pertama, yaitu pengertian kinerja yang dititikberatkan pada kinerja individu, dalam pengertian
sebagai bentuk prestasi yang dicapai individu berdasarkan target kerja yang diembangnya atau tingkat
pencapaian dari beban kerja yang telah ditargetkan oleh organisasi kepadanya.

Asumsi kedua, yaitu pengertian kinerja yang dinilai dari pencapaian secara totalitas tujuan sebuah
organisasi dari penetapan tujuan secara umum dan terperinci organisasi tersebut. Misalnya; pencapaian
visi dan misi serta tujuan organisasi dari penjabaran visi dan misi organisasi tersebut.

Hal.
4
Asumsi ketiga, yaitu penilaian kinerja proses. asumsi ini tidak terlalu umum digunakan sebagai titik
berangkat dalam pemahaman kinerja,

Berdasarkaan pengertian di atas, penulis menarik kesimpulan bahwa kinerja merupakan kualitas
dan kuantitas dari suatu hasil kerja (output) individu maupun kelompok dalam suatu aktivitas tertentu
yang diakibatkan oleh kemampuan alami atau kemampuan yang diperoleh dari proses belajar serta
keinginan untuk berprestasi.

Adapun faktor-faktor yang memengaruhi kinerja dikemukakan oleh Mangkunegara (2000)


antara lain :

1 Faktor kemampuan Secara psikologis.


Kemampuan (ability) pegawai terdiri dari kemampuan potensi (IQ) dan kemampuan realita
(pendidikan).Oleh karena itu pegawai perlu dtempatkan pada pekerjaan yang sesuai dengan
keahliannya.
2 Faktor motivasi.
Motivasi terbentuk dari sikap (attiude) seorang pegawai dalam menghadapi situasi (situasion)
kerja.Motivasi merupakan kondisi yang menggerakkan diri pegawai terarah untuk mencapai tujuan
kerja.Sikap mental merupakan kondisi mental yang mendorong seseorang untuk berusaha mencapai
potensi kerja secara maksimal.

David C. Mc Cleland (1997) seperti dikutip Mangkunegara (2001 : 68), berpendapat bahwa
Ada hubungan yang positif antara motif berprestasi dengan pencapaian kerja. Motif berprestasi
dengan pencapaian kerja. Motif berprestasi adalah suatu dorongan dalam diri seseorang untuk
melakukan suatu kegiatan atau tugas dengan sebaik baiknya agar mampu mencapai prestasi kerja
(kinerja) dengan predikat terpuji. Selanjutnya Mc. Clelland, mengemukakan 6 karakteristik dari
seseorang yang memiliki motif yang tinggi yaitu :

1. Memiliki tanggung jawab yang tinggi.


2. Berani mengambil risiko.

3. Memiliki tujuan yang realistis

Hal.
5
4. Memiliki rencana kerja yang menyeluruh dan berjuang untuk merealisasi tujuan.

5. Memanfaatkan umpan balik yang kongkrit dalam seluruh kegiatan kerja yang dilakukan

6. Mencari kesempatan untuk merealisasikan rencana yang telah diprogamkan.

Pendapat yang lain dikemukakan oleh Gibson (1987) bahwa ada 3 faktor yang berpengaruh
terhadap kinerja :

1. Faktor individu : kemampuan, ketrampilan, latar belakang keluarga, pengalaman kerja, tingkat
sosial dan demografi seseorang.

2. Faktor psikologis : persepsi, peran, sikap, kepribadian, motivasi dan kepuasan kerja.

3. Faktor organisasi : struktur organisasi, desain pekerjaan, kepemimpinan, sistem penghargaan


(reward system)

Dari berbagai pandangan para ahli diatas dapat dikemukakan bahwa kinerja dipengaruhi oleh
berbagai faktor baik dari faktor individu seperti kemampuan, ketrampilan, latar belakang keluarga,
pengalaman kerja, tingkat sosial dan demografi seseorang, maupun dari faktor psikologis seperti
persepsi, peran, sikap, kepribadian, motivasi dan kepuasan kerja. Selain itu Faktor organisasi seperti
struktur organisasi, desain pekerjaan, kepemimpinan, sistem penghargaan (reward system) turut
berpengaruh terhadap kinerja seseorang.

B. Kinerja dalam pandangan Islam

Menurut Mahsun (2006: 25), kinerja (performance) adalah gambaran tentang tingkat
pencapaian pelaksanaan suatu kegiatan/ program/kebijakan dalam mewujudkan sasaran, tujuan, misi
dan visi organisasi yang tertuang dalam rencana strategis (strategic planning) suatu
organisasi.Pengukuran kinerja (performance measurement) adalah suatu proses penilaian kemajuan
pekerjaan terhadap tujuan dan sasaran yang telah ditentukan sebelumnya, termasuk informasi atas:
efisiensi pengelolaan sumberdaya (input) dalam menghasilkan barang dan jasa, kualitas barang dan
jasa, hasil kegiatan dibandingkan dengan maksud yang diinginkan, dan efektifitas tindakan dalam
mencapai tujuan. Sementara itu, menurut Robbins (1996) dalam Siagian (2002), kinerja adalah tingkat
Hal.
6
keberhasilan dalam melaksanakan tugas serta kemampuan untuk mencapai tujuan yang telah
ditetapkan.

Menurut Mursi (1997) dalam Wibisono (2002), kinerja religius Islami adalah suatu pencapaian
yang diperoleh seseorang atau organisasi dalam bekerja/berusaha yang mengikuti kaidah-kaidah agama
atau prinsip-prinsip ekonomi Islam. Terdapat beberapa dimensi kinerja Islami meliputi:

1. Amanah dalam bekerja yang terdiri atas: profesional, jujur, ibadah dan amal perbuatan; dan

2. Mendalami agama dan profesi terdiri atas: memahami tata nilai agama, dan tekun bekerja.

Bekerja merupakan bagian yang tidak bisa dipisahkan dari pelaksanaan dan pengamalan ajaran
Islam itu sendiri, sebab setiap aktifitas yang dilakukan manusia apakah itu dalam kategori baik ataupun
buruk menjadi penilaian tersendiri dalam menentukan nasib manusia di alam akhirat kelak. Dalam
islam yang menjadi sebuah patokan awal dalam bekerja adalah sebuah niat.
Niat yang ikhlas akan membawa sesuatu yang baik, sebab ketika kita akan melakukan tanpa
didasari dengan niat yang ikhlas maka semuanya itu adalah sebuah hal yang sia-sia, mengapa? Dengan
niat yang ikhlas sesuatu yang dikerjakan itu menjadi lebih kita nikmati, dikerjakan dengan sepenuh
hati, dengan senang hati, dan juga mendapatkan pahala.

Dalam hadits Rasulullah SAW sesungguhnya segala sesuatu itu diawali dengan niat

Dari hadits ini kita dapat menyimpulkan bahwa niat adalah sesuatu hal yang paling utama dalam
melakukan pekerjaan, apalagi dengan niat yang tulus dalam melakukan pekerjaan, disamping dapat
memaknai dari setiap apa yang dikerjakan juga mendapatkan pahala.

C. Penilaian Kinerja Islam

Indikator kinerja merupakangambaran tingkat pencapaian suatu sasaran atau tujuan kegiatan/
usaha yang telah ditetapkan dan dapat diukur secara kuantitatif dan/atau kualitatif. Menurut Zadjuli
(2006b), Islam mempunyai beberapa unsur dalam melakukan penilaian kinerja suatu kegiatan/usaha
yang meliputi:

1. Niat bekerja karena Allah,

Hal.
7
2. Dalam bekerja harus memberikan kaidah/norma/syariah secara totalitas,

3. Motivasi bekerja adalah mencari keberuntungan di dunia dan akhirat,

4. Dalam bekerja dituntut penerapan azas efisiensi dan manfaat dengan tetap menjaga kelestarian
lingkungan,

5. Mencari keseimbangan antara harta dengan ibadah, dan setelah berhasil dalam bekerja
hendaklah bersyukur kepada Allah SWT.

Dalam unsur penilaian kinerja tersebut, orang yang berkerja adalah mereka yang
menyumbangkan jiwa dan tenaganya untuk kebaikan diri, keluarga, masyarakat dan negara tanpa
menyusahkan orang lain. Oleh karena itu, kategori ahli surga seperti yang digambarkan dalam Al-
Quran bukanlah orang yang mempunyai pekerjaan/jabatan yang tinggi dalam suatu
perusahaan/instansi sebagai manajer, direktur, teknisi dalam suatu bengkel dan sebagainya. Tetapi
sebaliknya al-Quran menggariskan golongan yang baik lagi beruntung (al-falah) itu adalah orang yang
banyak taqwa kepada Allah, khusyu sholatnya, baik tutur katanya, memelihara pandangan dan
kemaluannya serta menunaikan tanggung jawab sosialnya seperti mengeluarkan zakat dan lainnya.

Golongan ini mungkin terdiri dari pegawai, supir, tukang sapu ataupun seorang yang tidak
mempunyai pekerjaan tetap. Sifat-sifat di ataslah sebenarnya yang menjamin kebaikan dan kedudukan
seseorang di dunia dan di akhirat kelak. Jika membaca hadits-hadits Rasulullah SAW tentang ciri-ciri
manusia yang baik di sisi Allah, maka tidak heran bahwa di antara mereka itu ada golongan yang
memberi minum anjing kelaparan, mereka yang memelihara mata, telinga dan lidah dari perkara yang
tidak berguna, tanpa melakukan amalan sunnah yang banyak dan seumpamanya.

Dalam Islam, kemuliaan seorang manusia itu bergantung kepada apa yang dilakukannya. Oleh
karena itu suatu pekerjaan yang mendekatkan seseorang kepada Allah adalah sangat penting serta patut
untuk diberi perhatian dan reward yang setimpal. Oleh karena itu dalam hadits Rasulullah disebutkan :

Barang siapa pada malam hari merasakan kelelahan karena bekerja pada siang hari, maka pada
malam itu ia diampuni Allah. (HR. Ahmad & Ibnu Asakir)

Hal.
8
Menurut Asyraf A. Rahman (dalam Khayatun, 2008), istilah kerja dalam Islam bukanlah
semata-mata merujuk kepada mencari rezeki untuk menghidupi diri dan keluarga dengan
menghabiskan waktu siang maupun malam, dari pagi hingga sore, terus menerus tak kenal lelah, tetapi
kerja mencakup segala bentuk amalan atau pekerjaan yang mempunyai unsur kebaikan dan keberkahan
bagi diri, keluarga dan masyarakat sekelilingnya serta negara. Diantara hadits yang menjelaskan
tentang kerja dalam Islam, sebagaimana berikut:

Dari Abu Abdullah Az-Zubair bin Al-Awwam r.a., ia berkata: Rasulullah Saw bersabda:
Sungguh seandainya salah seorang di antara kalian mengambil beberapa utas tali, kemudian pergi ke
gunung dan kembali dengan memikul seikat kayu bakar dan menjualnya, kemudian dengan hasil itu
Allah mencukupkan kebutuhan hidupmu, itu lebih baik daripada meminta-minta kepada sesama
manusia, baik mereka memberi ataupun tidak. (HR. Bukhari)

Dalam hadits-hadits yang disebutkan di atas, menunjukkan bahwa bekerja merupakan


perbuatan yang sangat mulia dalam ajaran Islam. Rasulullah SAW memberikan pelajaran menarik
tentang pentingnya bekerja. Dalam Islam bekerja bukan sekadar memenuhi kebutuhan perut, tapi juga
untuk memelihara harga diri dan martabat kemanusiaan yang seharusnya dijunjung tinggi. Karenanya,
bekerja dalam Islam menempati posisi yang teramat mulia bahkan dikategorikan jihad fi sabilillah.
Dengan demikian Islam memberikan apresiasi yang sangat tinggi bagi mereka yang mau berusaha
dengan sekuat tenaga dalam mencari nafkah (penghasilan). Sebagaimana riwayat :

Rasulullah saw pernah ditanya, Pekerjaan apakah yang paling baik? Beliau menjawab,
Pekerjaan terbaik adalah usaha seseorang dengan tangannya sendiri dan semua perjual belian yang
dianggap baik. (HR. Ahmad dan Baihaqi)

Kerja juga berkait dengan martabat manusia. Seorang yang telah bekerja dan bersungguh-
sungguh dalam pekerjaannya akan bertambah martabat dan kemuliannya, karena bekerja merupakan
kewajiban.

Menurut Syamsudin (dalam Heriyanto, 2008), Seorang pekerja ataupengusaha muslim dalam
melakukan berbagai aktivitas usaha harus selalubersandar dan berpegang teguh pada dasar dan prinsip
berikut ini:

Hal.
9
1. Seorang muslim harus bekerja dengan niat yang ikhlas karena Allah SWT. Karena dalam
kacamata syariat, bekerja hanyalah untuk menegakkan ibadah kepada Allah SWT agar terhindar dari
hal-hal yang diharamkan dan dalam rangka memelihara diri dari sifat-sifat yang tidak baik, seperti
meminta-minta atau menjadi beban orang lain. Rasulullah SAW bersabda:

Binasalah orang- orang Islam kecuali mereka yang berilmu.Maka binasalah golongan berilmu,
kecuali mereka yang beramal dengan ilmu mereka.Dan binasalah golongan yang beramal dengan
ilmu mereka kecuali mereka yang ikhlas. Sesungguhnya golongan yang ikhlas ini juga masih dalam
keadaan bahaya yang amat besar

2. Seorang muslim dalam usaha harus berhias diri dengan akhlak mulia, seperti: sikap jujur,
amanah, menepati janji, menunaikan hutang dan membayar hutang dengan baik, memberi
kelonggaran orang yang sedang mengalami kesulitan membayar hutang, menghindari sikap
menangguhkan pembayaran hutang, tamak, menipu, kolusi, melakukan pungli (pungutan liar),
menyuap dan memanipulasi atau yang sejenisnya. Seorang muslim harus bekerja dalam hal-hal yang
baik dan usaha yang halal. Sehingga dalam pandangan seorang pekerja dan pengusaha muslim, tidak
akan sama antara proyek dunia dengan proyek akhirat.

Dari Miqdan r.a. dari Nabi Muhammad Saw, bersabda: Tidaklah makan seseorang lebih baik dari
hasil usahanya sendiri. Sesungguhnya Nabi Daud a.s., makan dari hasil usahanya sendiri. (HR.
Bukhari)

Baginya tidak akan sama antara yang baik dan yang buruk atau antara yang halal dan haram,
meskipun hal yang buruk itu menarik hati dan menggiurkan karena besarnya keuntungan materi yang
didapat. Ia akan selalu menghalalkan yang halal dan mengharamkan yang haram, bahkan hanya
berusaha mencari rizki sebatas yang dibolehkan oleh Allah SWT dan Rasul-Nya.

1. Seorang muslim dalam bekerja harus menunaikan hak-hak yang harus ditunaikan, baik yang
terkait dengan hak-hak Allah SWT (seperti zakat) atau yang terkait dengan hak-hak manusia
(seperti memenuhi pembayaran hutang atau memelihara perjanjian usaha dan sejenisnya).
Karena menunda pembayaran hutang bagi orang yang mampu merupakan suatu bentuk

Hal.
10
kedzaliman. Menyia-nyiakan amanah dan melanggar perjanjian bukanlah akhlak seorang
muslim, hal itu merupakan kebiasaan orangorang munafik.

2. Seorang muslim harus menghindari transaksi riba atau berbagai bentuk usaha haram lainnya
yang menggiring ke arahnya. Karena dosa riba sangat berat dan harta riba tidak berkah, bahkan
hanya akan mendatangkan kutukan dari Allah SWT dan Rasul-Nya, baik di dunia maupun
akherat.

3. Seorang pekerja muslim tidak memakan harta orang lain dengan cara haram dan bathil, karena
kehormatan harta seseorang seperti kehormatan darahnya. Harta seorang muslim haram untuk
diambil kecuali dengan kerelaan hatinya dan adanya sebab syari untuk mengambilnya, seperti
upah kerja, laba usaha, jual beli, hibbah, warisan, hadiah dan yang semisalnya.

4. Seorang pengusaha atau pekerja muslim harus menghindari segala bentuk sikap maupun
tindakan yang bisa merugikan orang lain. Ia juga harus bisa menjadi mitra yang handal
sekaligus kompetitor yang bermoral, yang selalu mengedepankan kaidah Segala bahaya dan
yang membahayakan adalah haram hukumnya.

5. Seorang pengusaha dan pekerja muslim harus berpegang teguh pada aturan syariat dan
bimbingan Islam agar terhindar dari pelanggaran dan penyimpangan yang mendatangkan saksi
hukum dan cacat moral. Dan hal ini dapat dilihat dari niat pekerja tersebut, sebagaimana hadits
Rasulullah yang diriwayatkan oleh Umar r.a., berbunyi :

Bahwa setiap amal itu bergantung pada niat, dan setiap individu itu dihitung berdasarkan apa yang
diniatkannya Seorang muslim dalam bekerja dan berusaha harus bersikap loyal kepada kaum
mukminin dan menjadikan ukhuwah di atas kepentingan bisnis, sehingga bisnis tidak menjadi sarana
untuk menciptakan ketegangan dan permusuhan sesama kaum muslimin. Dan ketika berbisnis jangan
berbicara sosial, sementara ketika bersosial jangan berbicara bisnis, karena berakibat munculnya sikap
tidak ikhlas dalam beramal dan berinfak.

Langkah awal terbaik yang sebaiknya kita lakukan, baik sebagai pekerja, pebinis, maupun
sebagai pribadi, adalah melakukan penilaian terhadap diri sendiri (self-assesment). Mengapa kita harus
melakukan penilaian kinerja diri, baik sebagai hamba maupun sebagai pekerja? Karena Allah
Hal.
11
menyuruh kita untuk melakukan hal itu. Allah berfirman dalam QS 9: 105: Bekerjalah kamu, maka
Allah dan Rasul-Nya, serta orang-orang mukmin akan melihat pekerjaanmu itu, dan kamu akan
dikembalikan kepada Allah Yang Mengetahui akan yang gaib dan yang nyata, lalu diberitakan-Nya
kepada kamu apa yang telah kamu kerjakan (bersambung) Sebagai agama universal, yang konten
ajaran tidak pernah lekang oleh waktu, atau lapuk oleh zaman, dengan basisnya Al Quran, Islam sudah
mengajarkan kepada umatnya bahwa kinerja harus dinilai. Ayat yang harus menjadi rujukan penilaian
kinerja itu adalah surat at-Tawbah ayat 105.

Dan, katakanlah: Bekerjalah kamu, maka, Allah dan Rasul-Nya, serta orang-orang mukmin akan
melihat pekerjaanmu itu, dan kamu akan dikembalikan kepada Allah Yang Mengetahui akan yang gaib
dan yang nyata, lalu diberitakan-Nya kepadamu apa yang telah kamu kerjakan. Kata imal berarti
beramallah. Kata ini juga bisa berarti bekerjalah.

Menurut beberapa mufasir, ada perbedaan makna di antara beberapa kata. Kata imal lebih
berdimensi khusus (bernuansa akhirat, atau karena ada nilai tersendiri). Kata ini berbeda dengan kata
ifal yang lebih bernuansa dunia, meskipun secara bahasa, keduanya memiliki arti yang sama:
bekerja, atau bertindak. Kata sayara berarti melihat secara detil. Sebuah kamus mengartikan kata ini
dengan makna tasayyara al-jild, mengelupasi kulit, menguliti, membreak-down. Dengan makna ini,
kata sayara bisa juga diartikan sebagai tindakan mengevaluasi, atau menilai dengan melakukan
perbandingan antara rencana kegiatan dan hasil yang telah diperoleh.

Kata amalakumberarti amalmu atau pekerjaan. Kata ini bisa berarti amalan di dunia yakni berupa
prestasi selama di dunia. Dalam bahasa manajemen, hasil dari amalan atau pekerjaan itu adalah
kinerja, performance. Jadi, ungkapan sayarallhu amalakum wa rasluh wal muminn sejatinya
adalah pelaksanaan performance appraisal. Yang perlu diperhatikan, pengungkapan kata Allah, Rasul,
dan Mukmin (yang dalam bahasa Arab menggunakan irab rafa, sebagai subjek), berarti para penilai
itu tidak saja Allah, tetapi juga melibatkan pihak lain, yakni Rasul dan kaum Mukmin. Dalam bahasa
manajemen, penilaian melibatkan pihak lain ini biasa disebut penilaian 360o degree. Performance
appraisal is the process of evaluating employees performance (e.g., behaviors) on the job. A

Hal.
12
systematic review of an individual employees performance on the job which is used to evaluate the
effectiveness of his or her work (Muchinsky, 1993). Evaluasi formal dan sistematis tentang seberapa
baik seseorang melakukan tugas dan memenuhi peran dalam organisasi (Bittel, 1996). Penilaian kinerja
juga bisa diartikan sebagai proses organisasi yang mengevaluasi prestasi kerja karyawan terhadap
pekerjaannya (Blanchard dan Spencer, 1982). Kinerja (performance) perwujudan dari bakat dan
kemampuan (capability); atau hasil nyata dari kompetensi seseorang; dari sisi jabatan hasil yang
dicapai karena fungsi jabatan tertentu pada periode waktu tertentu (Kane, 1986: 237).
Kinerja perkalian antara kapasitas dan motivasi (Muhammad Arifin, 2004). Mengapa organisasi harus
melakukan performance appraisal?
o Enhance the quality of organizational decisions.
o Enhance the quality of individual decisions (e.g., career choices, strengths and weaknesses,
etc).
o Influence employees views of and attachment to the organization.
o Provides a legal basis for organizational decisions (identifying training or development needs;
determining merit pay increases or salary review; determining performance based bonuses).

Tidak hanya teori dari kalangan ahli manajemen, ratusan yang lalu, Rasulullah Saw. sudah
mengingatkan akan pentingnya melihat hasil kerja atau amal seseorang. Hal ini dibuktikan oleh sebuah
hadis dari Imam Ahmad, dari Anas ibn Malik ra., Rasulullah Saw bersabda: L alaykum an tajab bi
ahadin hatt tanzhur bi m yakhtimu lah, kalian tidak perlu merasa takjub (bangga) atas seseorang
hingga kamu melihat sesuatu yang dihasilkannya. Jelas sekali bahwa ungkapan hatt tanzhur bi m
yakhtimu lah merujuk pada kinerja, hasil kerja seseorang.
Hadis lain yang berasal dari Abu Sad ra., Sad ibn Sad ibn Malik al-Khudri ra.,
menyebutkan bahwa Rasulullah Saw. bersabda: Innallha mustakhlifukum f h fa yanzhura kayfa
taamaln (HR Muslim). Ungkapan kayfa taamaln menjadi bukti bahwa Allah pun akan menilai
cara kerja kita, termasuk dalam bekerja sebagai wujud dari hablun minan ns. Setelah bekerja dan
beramal, seluruh penilaian itu akan dikembalikan kepada Allah untuk mendapatkan hasil; baik atau
buruk.
Ungkapan saturaddna yang bermakna kelak kalian akan dikembalikan adalah buktinya.
Ungkapan ini menunjuk pada kepastian adanya hari kebangkitan. Maknanya, dalam Islam, amalan
(ritual atau sosial, muamalah), termasuk bekerja sebagai karyawan atau pebisnis selalu bernuansa
akhirat karena pertanggungjawabannya tidak saja dalam konteks dunia, tetapi juga sampai akhirat.
Hal.
13
Lalu, setelah sampai di akhirat, Allah melakukan yunabbi-ukum , yaitu memberitakan atau
mengabarkan kepada setiap manusia. Artinya, hasil dari penilaian itu akan disampaikan kepada semua
orang sebagai pelaksana, untuk kemudian mendapatkan kompensasi atau balasan (ujrah). Reward and
punishment pasti diberlakukan.

Dalam bisnis modern pun, pemberian kabar ini biasanya melalui press release yang disebarkan
ke semua bagian. Paling tidak, melalui cara ini, semua karyawan mengetahui siapa saja yang telah
melakukan perbaikan diri sehingga mendapatkan kinerja yang baik, dan siapa yang saja yang masih
memiliki mind-set lama. Kita sangat tahu bahwa di dalam organisasi bisnis yang sudah besar,
manajemen kinerja merupakan sebuah kewajiban yang mutlak. Karena itu, seluruh kru manajemen
merasa berkewajiban untuk menyusun dan mengembangkannya dengan mantap dan komitmen tinggi.
Masalahnya, adakah ukuran sukses tentang pelaksanaan kinerja seseorang?

Kerapkali, ukuran kesuksesan kinerja seseorang yang akan berpengaruh kepada kinerja perusahaan
selalu dihubungkan dengan pencapaian KPI (key performance indicator). Orang yang sukses
mengembangkan konsep key performance indicator adalah Robert S. Kaplan dan David P. Norton
dalam bukunya The Balanced Scorecard: Translating Strategy into Action, 1996). Dalam hal ini, ada
empat indikator utama baik dan tidaknya kinerja seseorang, yaitu finansial, fokus pelanggan, proses
bisnis internal, dan grow and learn.

Kita semua tahu bahwa memastikan pencapaian KPI, baik oleh individu maupun perusahaan,
merupakan sesuatu hal yang sangat penting. Bahkan, pencapaian itu sebagai sesuatu yang positif yang
harus dihargai oleh perusahaan. Tetapi, kita juga harus sadar bahwa perusahaan akan berada di ambang
masalah besar, yang kelak akan berpengaruh pertumbuhannya, bila banyak karyawan merasa berpuas
diri dengan pencapaian itu.

Harus disadari bahwa ungkapan Pokoknya, KPI kami sudah tercapai bisa saja menjadi
boomerang bagi seluruh tim. Dalam kondisi demikian, harus ada pihak-pihak yang selalu menjadi
nshihun amn, penasihat yang terpercaya agar seluruh karyawan tidak terlena oleh pencapaian itu.
Sikap mental yang harus dibangun oleh nshihun amn adalah kokohnya kesadaran bahwa ada hal
yang lebih penting yang harus dikembangkan, yaitu komitmen dan disiplin kepada mekanisme yang

Hal.
14
fleksibel, kemampuan untuk menyusun prioritas, konsistensi untuk mendahulukan kepentingan
pelanggan atau fokus pada pelanggan, ketajaman untuk mengendus perubahan pasar yang terjadi, dan
mengetatkan atau merapatkan barisan karena serangan kompetitor tidak bisa dijamin oleh pengukuran-
pengukuran tersebut.

Sesungguhnya, Allah menyukai orang-orang yang berperang di jalan-Nya dalam barisan yang
teratur seakan-akan mereka seperti suatu bangunan yang tersusun kokoh (QS ash-Shaf, 4).

Ayat ini harus menjadi pengingat tentang pentingnya mengetatkan atau merapatkan barisan karena
serangan kompetitor yang semakin hebat. Namun, agar energi tidak terkuras habis secara sia-sia, kita
harus fokus pada kemampuan diri, bukan pada kekuatan kompetitor. Salah satu cara penguatan diri itu
adalah perlu adanya program pengembangan mentalitas entrepreneur. Program ini sejatinya adalah
kepedulian perusahaan untuk mengajak setiap individu agar mampu melihat dirinya sebagai profesional
yang sukses dan berintegritas kuat. Perlu juga diingatkan bahwa sebuah kesuksesan yang telah diraih
akan sambung menyambung dan terus hidup untuk menyambut tantangan baru dan meraih kesuksesan
yang baru.

Menurut Glazer, Kanniainnen, dan Poztuara dalam Initial Luck, Status Seeking, and Snowball
Lead for Succes, kisah sukses (succes story), sekecil apa pun, mirip bola salju untuk dapat melahirkan
kesuksesan berikutnya. Salah satu faktor penentunya adalah self-identity (identitas diri). Identitas diri
berkembang di dalam struktur dan budaya karena dua faktor, yaitu 1) status, rasa bangga karena
menjadi bagian organsiasi; 2) budaya, yaitu kokohnya setiap pribadi terhadap semangat achievement
orientation.

Simpulannya:

1. Beramal, dalam arti ritual dan sosial-muamalah, merupakan bagian penting dari eksistensi manusia
(survival of the existence; aktualisasi diri). Dalam prakteknya, ada orang yang bermental korban
(victim mentality). Ada pula yang bermental pemain (player mentality)sebaiknya harus menjadi
materi pembahasan secara khusus atau tersendiri.

Hal.
15
2. Performance appraisal merupakan sebuah kepastian bagi setiap mukmin. Penilaian yang baik
melibatkan harus melibatkan banyak. Hal ini dibuktikan oleh penyebutan Allah, Rasluh, dan al-
Muminn. Dalam bahasa manajemen, penilaian segitiga ini biasa disebut penilaian 360 derajat
(atas, bawah, samping kanan, dan samping kiri). Penilaian yang hanya dilakukan oleh atasan acapkali
tidak objektif, bahkan cenderung terjadi conflict of interest. Indikator kinerja (key performance
indicator) dikemukakan oleh Robert S. Kaplan dan David P. Norton (The Balanced Scorecard:
Translating Strategy into Action, 1996): finansial, fokus pelanggan, proses bisnis internal, dan grow
and learn. KPI dalam Islam: al-matud duny (QS 3: 14), hablun minallah wa hablun minnns (QS 3:
112), samin wa athan (Allah, Rasul, Alquran). Konsekuensinya: setiap pekerja mukmin harus
memberi penilaian dan harus siap pula dinilai. Tetapi, dasar yang harus menjadi kaidah: jujur, objektif;
ikhlas.

3. Keyakinan bahwa pengembalian kepada Allah yang mengetahui al-ghayb dan asy-syahdah
merupakan penumbuh dan penguat integritas, serta kewaspadaan seseorang dalam menjalankan tugas
dan tanggung jawabnya. Sebaliknya, ketidakyakinan atas sifat Allah ini akan menjadi penyebab
kelalaian seseorang dalam menjalankan tugas dan tanggung jawabnya.

4. Reward and punishment harus diberlakukan secara disiplin dengan dukungan data-data. Sebaiknya,
hasil dari penilaian tersebut dikonfirmasi dan diberitahukan kepada pelaku yang bersangkutan, fa
yunabbi-ukum bim kuntum tamaln. Jika mungkin dan masih ada waktu, perbaikan dapat dilakukan.

D. Kinerja dalam Konvensional

Setiap perusahaan pasti memiliki cita-cita yang harus dicapai dan menjadi target perusahaan.
Maka sebuah lembaga atau tempat kerja seharusnya memiliki perkiraan waktu dan masa yang
dibutuhkan untuk mencapai target tersebut. Maka untuk memenuhi atau meraih cita-cita itu seorang
karyawan harus disiplin dan tertib. Manajemen konvensional melakukan pengukuran kinerja dengan
menggunakan ukuran keuangan yaitu hasil laporan keuangan.hal ini, dikarenakan manajemen
konvesional lebih mengutamakan hasilnya saja daripada proses yang dijalani atau harus peduli antar
sesama yang notabenenya kita harus saling membantu.

Hal.
16
Dalam dunia ini, kita telah banyak melihat perusahaan yang sangat mementingkan hasil tanpa
menghiraukan, apakah hal itu didapatkan dengan cara yang halal maupun haram. Intinya harus
mendapatkan keuntungan yang sebesar-besarnya. Maka, bagi para karyawan mereka diharuskan
bekerja dengan sangat keras.

Tujuan penilaian kinerja

Penilaian kinerja mempunyai tujuan pokok yaitu untuk memotivasi karyawan dalam mencapai
sasaran organisasi dan dalam mematuhi standar perilaku yang telah ditetapkan sebelumnya, agar
membuahkan tindakan dan hasil yang diinginkan.
Schuler dan jackson dalam bukunya yang berjudul Manajemen sumber daya manusia edisi
keenam, jilid kedua pada tahun 1996 menjelaskan bahwa sebuah studi yang dilakukan akhir-akhir ini
mengidentifikasi ada dua puluh macam tujuan informasi kinerja yang berbeda-beda, yang dapat
dikelompokkan dalam empat macam kategori, yaitu:

1. Evaluasi yang menekankan perbandingan antar-orang.


2. Pengembangan yang menekankan perubahan-perubahan dalam diri seseorang dengan
berjalannya waktu.
3. Pemeliharaan sistem.
4. Dokumentasi keputusan-keputusan sumber daya manusia bila terjadi peningkatan.

Efektifitas dari penilaian kinerja diatas yang dikategorikan dari dua puluh macam tujuan
penilaian kinerja ini tergantung dalam sasaran bisnis strategis yang ingin dicapai. Oleh sebab itu
penilaian kinerja diintegrasikan dengan sasaran-sasaran strategis karena berbagai alasan
(Schuler&Jackson ,1996 : 48), yaitu:

1. Mensejajarkan tugas individu dengan tujuan organisasi yaitu, menambahkan deskripsi tindakan
yang harus diperlihatkan karyawan dan hasil-hasil yang harus mereka capai agar suatu strategi
dapat hidup.
2. Mengukur kontribusi masing-masing unut kerja dan masing-masing karyawan.
3. Evaluasi kinerja memberi kontribusi kepada tindakan dan keputusan-keputusan administratif yang
mempetinggi dan mempermudah strategi.
4. Penilaian kinerja dapat menimbulkan potensi untuk mengidentifikasi kebutuhan bagi strategi dan
program-program baru.

Rivai (2006:313-314) membedakan tujuan penilaian kinerja karyawan menjadi dua, yaitu :
Hal.
17
1 Pertama, tujuan penilaian yang berorientasi pada masa lalu, yang bertujuan untuk :
a. mengendalikan perilaku karyawan dengan menggunakannya sebagai instrumen untuk
memberikan ganjaran, hukuman dan ancaman,
b. mengambil keputusan mengenai kenaikan gaji dan promosi,
c. menempatkan karyawan agar dapat melaksanakan pekerjaan tertentu.

2 Tujuan penilaian yang berorientasi pada masa depan, dirancang secara tepat agar sistem penilaian ini
dapat membantu, yakni:
a. membantu tiap karyawan untuk semakin banyak mengerti tentang perannya dan mengetahui
secara jelas fungsi-fungsinya,
b. merupakan instrumen dalam membantu tiap karyawan mengerti kekuatan dan kelemahan sendiri
yang dikaitkan dengan peran dan fungsi dalam perusahaan,
c. menambah adanya kebersamaan antara masing-masing karyawan dengan penyelia yang
mendorong motivasi serta kontribusi kerja pada perusahaan,
d. merupakan instrumen bagi karyawan untuk mengevaluasi diri serta mengembangkan diri dalam
perencanaan karir,
e. membantu mempersiapkan karyawan untuk memegang pekerjaan pada jenjang yang lebih tinggi,
f. membantu dalam berbagai keputusan SDM dengan memberikan data tiap karyawan secara
berkala.

Berdasarkan uraian di atas dapat disimpulkan bahwa tujuan penilaian kinerja pada intinya
dilakukan untuk membandingkan kinerja sesungguhnya dengan sasaran yang telah ditetapkan
sebelumnya.Penilaian kinerja yang baik adalah yang mampu untuk menciptakan gambaran yang tepat
mengenai kinerja karyawan yang dinilai.Penilaian tidak hanya ditujukan untuk menilai dan
memperbaiki kinerja yang buruk, namun juga untuk mendorong para karyawan untuk bekerja lebih
baik lagi.

E. Perbandingan kinerja menurut nilai Islam dengan Konvensional

Saat ini kita tidak bisa menyempitkan pemikiran bahwa dunia atau akhirat yang paling utama
dipilih. tidak itulah kata yang pantas, karena kita tidak perlu memilih salah satu diantaranya, memilih
Hal.
18
dunia atau akhirat. Tapi keduanya itu menjadi sebuah kebutuhan yang tidak bisa dipisahkan antara
dunia dan akhirat. Berbeda dengan dunia konvensional yang sangat mengutamakan hasil dalam
bekerja. Bagaimana mendapatkan keuntungan yang sebesar-besarnya dengan modal yang sedikit.
Peningkatan modal yang menjadi poin utama dalam mengukur kinerja, seberapa besar modal yang
bertambah dari sebelumnya.

Keuntungan yang lebih besar dari modal merupakan konsep dasar dalam konvensional. Tetapi
dalam Islam keuntungan bukanlah yang menjadi soal, karena dalam Islam berasaskan persaudaraan,
tolong-menolong, dan saling memberi.

Dalam bekerja, niat yang ikhlaslah yang paling utama, karena tanpa didasari dengan niat yang
ikhlas maka hal iu tak ubahnya dengan hal yang percuma untuk dilakukan, bukannya mendapatkan
kebaikkan dari apa yang dilakukan tetapi hanya rasa lelah dan letih setelah bekerja. Dengan niat yang
ikhlas dalam bekerja, kita telah mendapatkan nilai lebih dari apa yang kita lakukan. Meskipun tidak
mendapatkan keuntungan dari apa yang kita lakukan, akan tetapi kita mendapatkan sesuatu yang lebih,
yaitu pahala. Kita tidak bisa selamanya meminta atau mendapatkan imbalan dari orang-orang tempat
diamana kita bekerja. Maka dari itulah meskipun kita tidak mendapatkan imbalan dari orang-orang,
tetapi Allah lah yang akan membalasnya.

Dalam hadits Rasulullah SAW, yang artinya:

Bekerjalah, seakan kau hidup untuk selamanya dan Beribadalah, seakan kau akan meninggal
pada hari esok

Dengan niat yang ikhlas. Berarti kita memang bekerja untuk mendapatkan keridhoan-Nya. Dari
awal memang sudah terpatri dalam diri kita akan memberikan yang terbaik. Untuk perusahaan ataupun
untuk orang-orang yang ada di dalamnya.

F. Kepemimpinan Islam

Kepemimpinan menjadi kunci efektivitas kinerja lainnya. Hal ini telah diajarkan bagaimana
Nabi Adam memimpin Hawa dan keturunannya di dunia setelah diusir dari surga. Begitu juga sejak
awal kemunculan islam, Nabi Muhammad selain seorang utusan Allah juga menjadi kepala Negara dan
kepala Rumah tangga. Adapun nilai kepemimpinan islam adalah sebagai berikut:

Hal.
19
Mencintai kebenaran. Kebenaran dalam hal ini baik dari perspektif kebenaran moral maupun
secara haqiqi. Kebenaran moral adalah kebenaran yang bertuju pada nilai2 kejujuran, sedangkan
kebenaran haqiqi adalah kebenaran yang bertuju pada kebenaran islam itu sendiri. Pemimpin
harus beriman dan wajib berpegang teguh pada kebenaran yang telah diturunkan Allah SWT.
Allah berfirman:

Kebenaran itu adalah dari Tuhanmu.. sebab itu janganlah kamu termasuk orang-orang yang
ragu67 (Q.S. Al-Baqoroh: 147)

Dapat menjaga amanah dan kepercayaan orang lain. Jabatan adalah sebuah amanah yang akan
dipertanggungjawabkan dihadapan manusia dan di hadapan Allah SWT kelak. Allah SWT
berfirman:
Dan orang-orang yang memelihara amanat-amanat (yang dipikulnya) dan janjinya (Q.S. Al
Mukminuun : 8)
Ikhlas dan memiliki semangat pengabdian. Allah SWT berfirman:

Barangsiapa mengharap perjumpaan dengan Tuhannya, maka hendaklah ia mengerjakan amal


yang saleh dan janganlah ia mempersekutukan seorangpun dalam beribadat kepada Tuhannya"
(QS. Al-Kahfi: 110)

Baik dalam pergaulan masyarakat. Hendaknya pemimpin senantiasa menjaga hubungan baik
antarsesama manusia. Islam sendiri mengklasifikasikan hubungan antarsesama manusia dengan
ukhuwah islamiyah dan ukhuwah insaniyah.
Bijaksana. Allah SWT berfirman
Sesungguhnya Allah menyuruh (kamu) berlaku adil dan berbuat kebajikan, memberi kepada
kaum kerabat, dan Allah melarang dari perbuatan keji, kemungkaran dan permusuhan. Dia
memberi pengajaran kepadamu agar kamu dapat mengambil pelajaran(Q.S. An-Nahl: 90)

Hal.
20
BAB III

PENUTUP

A. KESIMPULAN

Saat ini kita tidak bisa menyempitkan pemikiran bahwa dunia atau akhirat yang paling utama
dipilih. tidak itulah kata yang pantas, karena kita tidak perlu memilih salah satu diantaranya, memilih
dunia atau akhirat. Tapi keduanya itu menjadi sebuah kebutuhan yang tidak bisa dipisahkan antara
dunia dan akhirat.Berbeda dengan dunia konvensional yang sangat mengutamakan hasil dalam
bekerja.Bagaimana mendapatkan keuntungan yang sebesar-besarnya dengan modal yang
sedikit.Peningkatan modal yang menjadi poin utama dalam mengukur kinerja, seberapa besar modal
yang bertambah dari sebelumnya.

Keuntungan yang lebih besar dari modal merupakan konsep dasar dalam konvensional.Tetapi
dalam Islam keuntungan bukanlah yang menjadi soal, karena dalam Islam berasaskan persaudaraan,
tolong-menolong, dan saling memberi.

Dalam bekerja, niat yang ikhlaslah yang paling utama, karena tanpa didasari dengan niat yang
ikhlas maka hal iu tak ubahnya dengan hal yang percuma untuk dilakukan, bukannya mendapatkan
kebaikkan dari apa yang dilakukan tetapi hanya rasa lelah dan letih setelah bekerja. Dengan niat yang
ikhlas dalam bekerja, kita telah mendapatkan nilai lebih dari apa yang kita lakukan. Meskipun tidak
mendapatkan keuntungan dari apa yang kita lakukan, akan tetapi kita mendapatkan sesuatu yang lebih,
Hal.
21
yaitu pahala. Kita tidak bisa selamanya meminta atau mendapatkan imbalan dari orang-orang tempat
diamana kita bekerja. Maka dari itulah meskipun kita tidak mendapatkan imbalan dari orang-orang,
tetapi Allah lah yang akan membalasnya.

DAFTAR PUSTAKA

WEBSITE :

Mustamin, Icha. 2013. Penilaian Kinerja Perusahaan Berdasarkan Perspektif Islam Pada Bmt Al-Amin
Makassar. Skripsi. Makassar: Jurusan Akuntansi Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas
Hasanuddin.

http://jurnal-sdm.blogspot.co.id/2009/04/penilaian-kinerja-karyawan-definisi.html

Https://Www.Academia.Edu/21781011/PENILAIAN_KINERJA_KONVENSIONAL_DAN_BERBAS
IS_NILAI-NILAI_ISLAM

https://jejakkebaikan.wordpress.com/2012/03/26/al-quran-dan-penilaian-kinerja-2/

Penilaian Kinerja Berbasis Islam dan Konvensional, oleh Yogo Yoga dalam id.scribd.com (diakses pada
tanggal 11 November 2016)

Hal.
22

Anda mungkin juga menyukai