Anda di halaman 1dari 3

Penegakan HAKI di Indonesia

Jika kita membicarakan penegakan, biasanya dianalogikan dengan penegakan hukum


secara pidana, yaitu negara menggunakan sanksi pidana terhadap orang yang melanggar hak
orang lain.

Di bidang HAKI, upaya hukum berupa penegakan dengan sanksi tersebut sudah dilakukan,
antara lain:
- Pemegang hak memakai upaya hukum perdata untuk menuntut pelanggar, karena
mengingkari perjanjian misalnya.
- Pemegang hak melaksanakan haknya dengan hukum pidana, misalnya terhadap orang yang
menjiplak HAKI-nya.
- Polisi sebagai lembaga negara, memeriksa dan melaksanakan tuduhan pidana.
- Bea cukai memeriksa tuduhan pidana atau perdata dan menjatuhkan sanksi administratif.
- Pemegang hak asing mengajukan keberatan kepada pemerintahnya tentang pelanggaran
HAKI di negara lain.
- Pemegang hak lokal mengajukan keberatan kepada pemerintah atau pemerintah asing.

Perjanjian TRIPs mewajibkan negara yang sudah menandatanganinya, termasuk Indonesia,


untuk memberikan informasi terperinci kepada WTO tentang serangkaian bidang hukum
yang berkaitan dengan HAKI, salah satunya adalah bidang penegakan hukum. Misalnya
antara lain :

pengadilan mana yang berhak mengadili masalah HAKI

siapa yang berhak mengajukan gugatan, bagaimana dia diwakili, apakah penggugat
harus hadir di persidangan

upaya hukum apa yang dilakukan untuk melindungi informasi rahasia sebagai barang
bukti

pasal-pasal mana yang memberikan kekebalan hukum kepada tergugat jika dituntut
atas dasar hukum yang tidak ada

pasal-pasal mana yang mengatur tentang jangka waktu dan ongkos perkara di
pengadilan HAKI

dan lain sebagainya

Informasi-informasi diatas menunjukkan bahwa hukum Indonesia berhubungan dengan


penegakan HAKI cukup baik, paling tidak secara teoritis. Walaupun pada kenyataannya
seringkali sulit menegakkan HAKI di Indonesia. Kepolisian jarang mempunyai waktu untuk
menyidik kasus pembajakan HAKI karena konsentrasi mereka sudah habis untuk menangani
kejahatan yang lain. Dari segi Hakim pun dinilai oleh pemilik HAKI kurang tegas dalam
menghukum para pelanggar.

Untuk itu diperlukan beberapa terobosan untuk menanggulangi keterbatasan dalam


penegakan HAKI di Indonesia, paling tidak mendekati tujuan HAKI itu sendiri, adalah
sebagai berikut:

1. Adanya perbedaan antara kasus pidana dan perdata yang dapat dirumuskan secara cepat
dan efisien, sehingga polisi dan jaksa dapat lebih leluasa memeriksa kasus yang sifatnya
kriminal murni, seperti pencurian HAKI.

2. Adanya pembaruan di bidang hukum perdata.


Proses peradilan HAKI yang panjang dan memakan waktu lama sangat tidak
menguntungkan, kalau pelanggaran tidak segera dihentikan maka pemilik HAKI akan
mengalami kerugian yang tidak sedikit. Pengenalan upaya hukum yang baru, seperti adanya
putusan sela dapat diberikan sebelum persidangan pokok dimulai seperti di Australia, dapat
memberikan solusi yang memungkinkan Hakim dapat memutus secara cepat dan efektif. Jika
upaya hukum ini bisa berjalan, maka pihak pemilik/organisasi lebih percaya diri dalam
melaksanakan haknya. Mereka akan menyelesaikan masalahnya sendiri, sehingga sumber
daya negara (seperti kepolisian) akan jarang digunakan dan dapat digunakan untuk
kepentingan umum.

Penegakan Hukum HKI di Indonesia Perlu Digeber


Jakarta - Microsoft seakan masih belum puas dengan kinerja aparat dalam
menegakkan hukum terkait Hak atas Kekayaan Intelektual (HKI) di Indonesia.
Produsen software raksasa ini pun menyerukan peningkatan penegakkan hukum
dari pihak berwajib.

"Payung hukum dan enforcement (penegakkan hukum) sudah ada, tetapi kerjaan
kita belum selesai dan masih banyak pekerjaan rumah yang harus dilakukan,"
tutur Presiden Direktur Microsoft Indonesia Tony Chen di sela acara pengumuman
pemenang iMULAI 2.0 yang berlangsung di Hotel Le Meridien, Jakarta, Rabu
(11/2/2009).

PR yang dimaksud Tony adalah terkait masih membumbungnya tingkat


pembajakan software di Tanah Air. Berdasarkan data IDC, pada 2007 lalu tingkat
pembajakan software di Indonesia mencapai 84 persen. Angka ini turun hanya
satu persen dari tahun 2006 yang mencapai 85 persen.

"Bandingkan dengan negara tetangga kita misalnya, Malaysia. Tingkat


pembajakan di sana masih berkisar 60 persenan. Gap sekitar 20 persen ini kan
cukup jauh," tukasnya.

Untuk itu, diperlukan inisiatif pihak berwajib untuk dapat menertibkan pengguna
software bajakan ini. "Enforcement sudah ada, tapi perlu konsistensi dan
volumenya juga harus ditingkatkan," lanjut Tony.

Bahkan, diutarakannya, Dubes Amerika Serikat Cameron Hume mengatakan


bahwa penyebab Bill Gates mengeruk kesuksesan di AS adalah karena di Negeri
Paman Sam itu lingkungan bisnisnya mendukung.

Kisah Klasik

Tony pun tak lupa untuk menceritakan kisah sukes yang sudah seringkali
diceritakan orang Microsoft dan Business Software Alliance (BSA) ketika
mengkampanyekan penggunaan software legal. Yakni, jika tingkat pembajakan
software turun maka akan berdampak pula pada terciptanya lapangan kerja
baru.

Diceritakannya, sebuah produsen software lokal asal Bali bernama Bamboomedia


kerap menjadi partner Microsoft untuk membuat software-software sederhana.
"ISV ini juga menjadi korban pembajakan dan mereka menyatakan jika
pembajakan bisa ditekan maka perusahaannya bisa menambah karyawan
hingga 80 orang lagi," kata Tony.

Jadi, pungkasnya, payung hukum dan penegakkan hukum yang lebih jelas dan
ketat mutlak diperlukan untuk menyelematkan para ISV ini agar tetap hidup.

Anda mungkin juga menyukai