Anda di halaman 1dari 22

Proses Pembentukan Batubara

Batubara

Dalam catatan saya kali ini, saya akan menulis tentang "Proses Pembentukan Batubara "
Batubara merupakan sumber energi yang selama ini banyak dimanfaatkan dalam berbagai
bidang kehidupan. Pada dasarnya batubara merupakan bahan bakar fosil dan termasuk dalam
kategori batuan sedimen.
Proses pembentukan batu barasendiri sangatlah kompleks dan membutuhkan waktu hingga
berjuta-juta tahun lamanya. Batubara terbentuk dari sisa-sisa tumbuhan purba yang kemudian
mengendap selama berjuta-juta tahun dan mengalami proses pembatubaraan (coalification) dibawah
pengaruh fisika, kimia, maupun geologi. Oleh karena itu, batubara termasuk dalam kategori bahan
bakar fosil. Secara ringkas ada 2 tahap proses pembatubaraan yang terjadi, yakni:
[]
1. Tahap Diagenetik atau Biokimia (Penggambutan), dimulai pada saat dimana tumbuhan yang telah
mati mengalami pembusukan (terdeposisi) dan menjadi humus. Humus ini kemudian diubah menjadi
gambut oleh bakteri anaerobic dan fungi hingga lignit (gambut) terbentuk. Agen utama yang berperan
dalam proses perubahan ini adalah kadar air, tingkat oksidasi dan gangguan biologis yang dapat
menyebabkan proses pembusukan (dekomposisi) dan kompaksi material organik serta membentuk
gambut.
2. Tahap Malihan atau Geokimia, meliputi proses perubahan dari lignit menjadi bituminus dan akhirnya
antrasit.
Secara lebih rinci, proses pembentukan batu bara dapat dijelaskan sebagai berikut:
1. Pembusukan, bagian-bagian tumbuhan yang lunak akan diuraikan oleh bakteri anaerob.
2. Pengendapan, tumbuhan yang telah mengalami proses pembusukan selanjutnya akan mengalami
pengendapan, biasanya di lingkungan yang berair. Akumulasi dari endapan ini dengan endapan-
endapan sebelumnya akhirnya akan membentuk lapisan gambut.
3. Dekomposisi, lapisan gambut akan mengalami perubahan melalui proses biokimia dan
mengakibatkan keluarnya air dan sebagian hilangnya sebagian unsur karbon dalam bentuk
karbondioksida, karbonmonoksida, dan metana. Secara relatif, unsur karbon akan bertambah dengan
adanya pelepasan unsur atau senyawa tersebut.
4. Geotektonik, lapisan gambut akan mengalami kompaksi akibat adanya gaya tektonik dan kemudian
akan mengalami perlipatan dan patahan. Batubara low gradedapat berubah menjadi batubara high
grade apabila gaya tektonik yang terjadi adalah gaya tektonik aktif, karena gaya tektonik aktif dapat
menyebabkan terjadinya intrusi atau keluarnya magma. Selain itu, lingkungan pembentukan batubara
yang berair juga dapat berubah menjadi area darat dengan adanya gaya tektonik setting tertentu.
5. Erosi, merupakan proses pengikisan pada permukaan batubara yang telah mengalami proses
geotektonik. Permukaan yang telah terkelupas akibat erosi inilah yang hingga saat ini dieksploitasi
manusia.

Faktor-Faktor Dalam Pembentukan Batubara


Faktor-Faktor dalam pembentukan batubara sangat berpengaruh terhadap bentuk maupun kualitas
dari lapisan batubara. Beberapa faktor yang berpengaruh dalam pembentukan batubara adalah :
1. Material dasar, yakni flora atau tumbuhan yang tumbuh beberapa juta tahun yang lalu, yang
kemudian terakumulasi pada suatu lingkungan dan zona fisiografi dengan iklim clan topografi tertentu.
Jenis dari flora sendiri amat sangat berpengaruh terhadap tipe dari batubara yang terbentuk.
2. Proses dekomposisi, yakni proses transformasi biokimia dari material dasar pembentuk batubara
menjadi batubara. Dalam proses ini, sisa tumbuhan yang terendapkan akan mengalami perubahan
baik secara fisika maupun kimia.
3. Umur geologi, yakni skala waktu (dalam jutaan tahun) yang menyatakan berapa lama material dasar
yang diendapkan mengalami transformasi. Untuk material yang diendapkan dalam skala waktu
geologi yang panjang, maka proses dekomposisi yang terjadi adalah fase lanjut clan menghasilkan
batubara dengan kandungan karbon yang tinggi.
4. Posisi geotektonik, yang dapat mempengaruhi proses pembentukan suatu lapisan batubara dari :
a. Tekanan yang dihasilkan oleh proses geotektonik dan menekan lapisan batubara yang terbentuk.
b. Struktur dari lapisan batubara tersebut, yakni bentuk cekungan stabil, lipatan, atau patahan.
c. Intrusi magma, yang akan mempengaruhi dan/atau merubah grade dari lapisan batubara yang
dihasilkan.
5. Lingkungan pengendapan, yakni lingkungan pada saat proses sedimentasi dari material dasar
menjadi material sedimen. Lingkungan pengendapan ini sendiri dapat ditinjau dari beberapa aspek
sebagai berikut:
a. Struktur cekungan batubara, yakni posisi di mana material dasar diendapkan. Strukturnya cekungan
batubara ini sangat berpengaruh pada kondisi dan posisi geotektonik.
b. Topografi dan morfologi, yakni bentuk dan kenampakan dari tempat cekungan pengendapan material
dasar. Topografi dan morfologi cekungan pada saat pengendapan sangat penting karena menentukan
penyebaran rawa-rawa di mana batubara terbentuk. Topografi dan morfologi dapat dipengaruhi oleh
proses geotektonik.
c. Iklim, yang merupakan faktor yang sangat penting dalam proses pembentukan batubara karena
dapat mengontrol pertumbuhan flora atau tumbuhan sebelum proses pengendapan. Iklim biasanya
dipengaruhi oleh kondisi topografi setempat.

I. Interpretasi Lingkungan Pengendapan dari Litotipe dan Viikrolitotipe


Tosch (1960) dalam Bustin dkk. (1983), Teichmuller and Teichmuller (1968) dalam Murchissen (1968)
berpendapat bahwa litotipe dan mikrolitotipe batubara berhubungan erat dengan lingkungan
pengendapannya.
a. Lingkungan pengendapan dari masing-masing litotipe adalah sebagi berikut :
1. Vitrain dan Clarain, diendapkan di daerah pasang surut dimana terjadi perubahan muka air laut.
2. Fusain, diendapkan pada lingkungan dengan kecepatan pengendapan rendah, yaitu lingkungan air
dangkal yang dekat dengan daratan.
3. Durain, diendapkan dalam lingkungan yang lebih dalam lagi, diperkirakan lingkungan laut dangkal.
b. Sedangkan interpretasi lingkungan pengendapan berdasarkan mikrolitotipe adalah sebagai berikut :
1. Vitrit, berasal dari kayu-kayuan seperti batang, dahan, akar, yang menunjukkan lingkungan rawa
berhutan.
2. Clarit, berasal dari tumbuhan yang mengandung serat kayu dan diperkirakan terbentuk pada
lingkungan rawa.
3. Durit, kaya akan jejak jejak akar dan spora, hal ini diperkirakan terbentuk pada lingkungan laut
dangkal.

4. Trimaserit, yang kaya akan vitrinit terbentuk di lingkungan rawa, sedangkan yang kaya akan liptinit
terbentuk di lingkungan laut dangkal clan yang kaya akan inertinit terbentuk dekat daratan.

II. Lingkungan Pengendapan Batubara


Pembentukan batubara terjadi pada kondisi reduksi di daerah rawa-rawa lebih dari 90% batubara di
dunia terbentuk pada lingkungan paralik. Daerah seperti ini dapat dijumpai di dataran pantai, laguna,
delta, dan fluviatil.
Di dataran pantai, pengendapan batubara terjadi pada rawa-rawa di lelakang pematang pasir pantai
yang berasosiasi dengan sistem laguna ke arah darat. Di daerah ini tidak berhubungan dengan laut
terbuka sehingga efek oksidasi au laut tidak ada sehingga menunjang pada pembentukan batubara di
daerah rawa-rawa pantai.
Pada lingkungan delta, batubara terbentuk di backswamp clan delta plain. Sedangkan di delta front
dan prodelta tidak terbentuk batubara disebabkan oleh adanya pengaruh air laut yang besar clan
berada di bawah permulcaan air laut.
Pada lingkungan fluviatil terjadi pada rawa-rawa dataran banjir atau ,th.-alplain dan belakang tanggul
alam atau natural levee dari sistem sungai yang are-ander. Umumnya batubara di lingkungan ini
berbentuk lensa-lensa karena membaii ke segala arah mengikuti bentuk cekungan limpahnya.
1. Endapan Batubara Paralik
Lingkungan paralik terbagi ke dalam 3 sub lingkungan, yakni endapan lmuhara belakang pematang
(back barrier), endapan batubara delta, endapan Dwubara antar delta dan dataran pantai (Bustin,
Cameron, Grieve, dan Kalkreuth,
Ketiganya mempunyai bentuk lapisan tersendiri, akan tetapi pada , wnumnya tipis-tipis, tidak menerus
secara lateral, mengandung kadar sulfur, abu dar. nitrogen yang tinggi.
2. Endapan Batubara Belakang Pematang (back barrier)
Batubara belakang pematang terakumulasi ke arah darat dari pulau-pulau pcmatang (barrier island)
yang telah ada sebelumnya dan terbentuk sebagai ai.:hat dari pengisian laguna. Kemudian terjadi
proses pendangkalan cekungan antar pulau-pulau bar sehingga material yang diendapkan pada
umumnya tergolong ke dalam klastika halus seperti batulempung sisipan batupasir dan batugamping.
Selanjutnya terbentuk rawa-rawa air asin dan pada keadaan ini cn.iapan sedimen dipengaruhi oleh
pasang surut air laut sehingga moluska dapat berkembang dengan baik sebab terjadi pelemparan
oleh ombak dari laut terbuka le laguna yang membawa materi organik sebagai makanan yang baik
bagi penghuni laguna. Sedangkan endapan sedimen yang berkembang pada umumnya tcrdiri dari
perselingan batupasir dan batulempung dengan sisipan batubara dan batugamping. Struktur sedimen
yang berkembang ialah lapisan bersusun, silang siur dan laminasi halus. Endapan batubara terbentuk
akibat dari meluasnya permukaan rawa dari pulau-pulau gambut (marsh) yang ditumbuhi oleh
tumbuhan air tawar.
3. Endapan Batubara Delta
Berdasarkan bentuk dataran deltanya, batubara daerah ini terbentuk pada beberapa sub lingkungan
yakni delta yang dipengaruhi sungai, gelombang pasang surut. dataran delta bawah dan atas, dan
dataran aluvium. Kecepatan pengendapan sangat berpengaruh pada penyebaran dan ketebalan
endapan batubara. Batubara daerah ini tidak menerus secara lateral akibat dari perubahan fasies
yang relatif pendek dan cepat yang disebabkan oleh kemiringan yang tajam sehingga ketebalan dan
kualitasnya bervariasi. Pada umumnya batubara tersebut berasal dari alang-alang dan tumbuhan
paku.
4. Endapan Batubara Antar Delta dan Dataran Pantai
Batubara daerah ini terbentuk pada daerah rawa yang berkembang di :jerah pantai yang tenang
dengan water table tinggi dan pengaruh endapan liaaik sangat kecil. Daerah rawa pantai biasanya
banyak ditumbuhi oleh :umbuhan air tawar dan air payau. Batubara ini pada umumnya tipis-tipis dan
secara lateral tidak lebih dari 1 km.
Batubara lingkungan ini kaya akan abu, sulfur, nitrogen, dan mengandung fosil laut. Di daerah tropis
biasanya terbentuk dari bakau dan kaya sulfur. Kandungan sulfur tinggi akibat oleh naiknya ion sulfat
dari air laut dan oleh salinitas bakteri anaerobik.

Tempat Pembentukan Batu Bara


Terdapat dua teori yang menjelaskan tentang tempat dalam proses pembentukan batu bara, yaitu :
1. Teori insitu
Proses pembentukan batu bara terjadi di tempat asal tumbuhan tersebut berada. Tumbuhan yang
telah mati akan langsung tertimbun lapisan sedimen dan kemudian mengalami proses
pembatubaraan tanpa mengalami proses perpindahan tempat.
Batubara yang dihasilkan dari proses ini memiliki kualitas yang baik. Penyebaran batubara jenis ini
sifatnya merata dan luas, bisa dijumpai di wilayah Muara Enim, Sumatera Selatan
2. Teori drift
Berdasarkan teori ini, batubara terbentuk bukan di tempat asal tumbuhan itu berada. Tumbuhan
yang telah mati akan terangkut air hingga terkumpul di suatu tempat dan mengalami proses
sedimentasi dan pembatubaraan.
Kualitas batubara yang dihasilkan dari proses ini tergolong kurang baik karena tercampur
material pengotor pada saat proses pengangkutan. Penyebaran batubara ini tidak begitu luas,
namun dapat dijumpai di beberapa tempat seperti di lapangan batubara delta Mahakam Purba,
Kalimantan Timur.

Komposisi Kimia Batubara


Batubara merupakan senyawa hidrokarbon padat yang terdapat di alam dengan komposisi yang
cukup kompleks. Pada dasarnya terdapat dua jenis material yang membentuk batubara, yaitu :

1. Combustible Material, yaitu bahan atau material yang dapat dibakar/dioksidasi oleh oksigen.
Material tersebut umumnya terdiri dari :
karbon padat (fixed carbon)
senyawa hidrokarbon
senyawa sulfur
senyawa nitrogen, dan beberapa senyawa lainnya dalam jumlah kecil.

2. Non Combustible Material, yaitu bahan atau material yang tidak dapat dibakar/dioksidasi
oleh oksigen. Material tersebut umumnya terediri dari aenvawa anorganik (SiO 2, A12O3, Fe2O3, TiO2,
Mn3O4, CaO, MgO, Na2 O, K2O, dan senyawa logam lainnya dalam jumlah yang kecil) yang akan
membentuk abu/ash dalam batubara. Kandungan non combustible material ini umumnya diingini
karena akan mengurangi nilai bakarnya.
Pada proses pembentukan batubara/coalification, dengan bantuan faktor ti:ika dan kimia alam,
selulosa yang berasal dari tanaman akan mengalami pcruhahan menjadi lignit, subbituminus,
bituminus, atau antrasit. Proses transformasi ini dapat digambarkan dengan persamaan reaksi
sebagai berikut.

5(C6H10O5) C20H22O4 + 3CH4 + 8H2O + 6CO2 + CO


Selulosa lignit + gas metan

6(C6H10O5) C22H20O3 + 5CH4 + 1OH2O + 8CO2 + CO


Cellulose bituminous + gas metan

Untuk proses coalification fase lanjut dengan waktu yang cukup lama atau dengan bantuan
pemanasan, maka unsur senyawa karbon padat yang terbentuk akan bertambah sehingga grade
batubara akan menjadi lebih tinggi. Pada fase ini hidrogen yang terikat pada air yang terbentuk akan
menjadi semakin sedikit.

Kelas dan Jenis Batubara


Berdasarkan tingkat proses pembentukannya yang dikontrol oleh tekanan, panas dan waktu,
batubara umumnya dibagi dalam lima kelas: antrasit, bituminus, sub-bituminus, lignit dan gambut.
1. Antrasit adalah kelas batubara tertinggi, dengan warna hitam berkilauan (luster) metalik,
mengandung antara 86% - 98% unsur karbon (C) dengan kadar air kurang dari 8%.
2. Bituminus mengandung 68 - 86% unsur karbon (C) dan berkadar air 8-10% dari beratnya. Kelas
batubara yang paling banyak ditambang di Australia.
3. Sub-bituminus mengandung sedikit karbon dan banyak air, dan oleh karenanya menjadi sumber
panas yang kurang efisien dibandingkan dengan bituminus.
4. Lignit atau batubara coklat (brown coal) adalah batubara yang sangat lunak yang mengandung air
35-75% dari beratnya.
5. Gambut, berpori dan memiliki kadar air di atas 75% serta nilai kalori yang paling rendah.
Materi Pembentuk Batubara
Hampir seluruh pembentuk batubara berasal dari tumbuhan. Jenis-jenis tumbuhan pembentuk
batubara dan umurnya menurut Diessel (1981) adalah sebagai berikut:
1. Alga, dari Zaman Pre-kambrium hingga Ordovisium dan bersel tunggal. Sangat sedikit endapan
batubara dari perioda ini.
2. Silofita, dari Zaman Silur hingga Devon Tengah, merupakan turunan dari alga. Sedikit endapan
batubara dari perioda ini.
3. Pteridofita, umur Devon Atas hingga Karbon Atas. Materi utama pembentuk batubara berumur
Karbon di Eropa dan Amerika Utara. Tetumbuhan tanpa bunga dan biji, berkembang biak dengan
spora dan tumbuh di iklim hangat.
4. Gimnospermae, kurun waktu mulai dari Zaman Permian hingga Kapur Tengah. Tumbuhan
heteroseksual, biji terbungkus dalam buah, semisal pinus, mengandung kadar getah (resin) tinggi.
Jenis Pteridospermae seperti gangamopteris dan glossopteris adalah penyusun utama batubara
Permian seperti di Australia, India dan Afrika.
5. Angiospermae, dari Zaman Kapur Atas hingga kini. Jenis tumbuhan modern, buah yang menutupi
biji, jantan dan betina dalam satu bunga, kurang bergetah dibanding gimnospermae sehingga, secara
umum, kurang dapat terawetkan.
Umur Batubara
Pembentukan batubara memerlukan kondisi-kondisi tertentu dan hanya terjadi pada era-era
tertentu sepanjang sejarah geologi. Pembentukan batubara dimulai sejak periode
pembentukan Karbon (Carboniferous Period) yang dikenal sebagai zaman batu bara pertama
yang berlangsung antara 360 juta sampai 290 juta tahun yang lalu (jtl). Zaman Karbon adalah masa
pembentukan batubara yang paling produktif dimana hampir seluruh deposit batubara (black coal)
yang ekonomis di belahan bumi bagian utara terbentuk. Pada Zaman Permian, kira-kira 270 jtl, juga
terbentuk endapan-endapan batubara yang ekonomis di belahan bumi bagian selatan, seperti
Australia, dan berlangsung terus hingga ke Zaman Tersier (70 - 13 jtl) di berbagai belahan bumi lain.

Batu bara secara umum[sunting | sunting sumber]

Umur batu bara[sunting | sunting sumber]

Pembentukan batu bara memerlukan kondisi-kondisi tertentu dan hanya terjadi pada era-era
tertentu sepanjang sejarah geologi. Zaman Karbon, kira-kira 340 juta tahun yang lalu (jtl), adalah
masa pembentukan batu bara yang paling produktif dimana hampir seluruh deposit batu bara
(black coal) yang ekonomis di belahan bumi bagian utara terbentuk.

Pada Zaman Permian, kira-kira 270 jtl, juga terbentuk endapan-endapan batu bara yang
ekonomis di belahan bumi bagian selatan, seperti Australia, dan berlangsung terus hingga ke
Zaman Tersier (70 - 13 jtl) di berbagai belahan bumi lain.

Materi pembentuk batu bara[sunting | sunting sumber]

Hampir seluruh pembentuk batu bara berasal dari tumbuhan. Jenis-jenis tumbuhan pembentuk
batu bara dan umurnya menurut Diessel (1981) adalah sebagai berikut:

Alga, dari Zaman Pre-kambrium hingga Ordovisium dan bersel tunggal. Sangat sedikit
endapan batu bara dari periode ini.

Silofita, dari Zaman Silur hingga Devon Tengah, merupakan turunan dari alga. Sedikit
endapan batu bara dari periode ini.

Pteridofita, umur Devon Atas hingga Karbon Atas. Materi utama pembentuk batu bara
berumur Karbon di Eropa dan Amerika Utara. Tetumbuhan tanpa bunga dan biji,
berkembang biak dengan spora dan tumbuh di iklim hangat.
Gimnospermae, kurun waktu mulai dari Zaman Permian hingga Kapur Tengah.
Tumbuhan heteroseksual, biji terbungkus dalam buah, semisal pinus, mengandung kadar
getah (resin) tinggi. Jenis Pteridospermae seperti gangamopteris dan glossopteris adalah
penyusun utama batu bara Permian seperti diAustralia, India dan Afrika.

Angiospermae, dari Zaman Kapur Atas hingga kini. Jenis tumbuhan modern, buah yang
menutupi biji, jantan dan betina dalam satu bunga, kurang bergetah dibanding
gimnospermae sehingga, secara umum, kurang dapat terawetkan.

Penambangan[sunting | sunting sumber]

Tambang batu bara di Bihar, India.

Penambangan batu bara adalah penambangan batu bara dari bumi. Batu bara digunakan
sebagai bahan bakar. Batu bara juga dapat digunakan untuk membuat coke untuk
pembuatan baja.[1]

Tambang batu bara tertua terletak di Tower Colliery di Inggris.

Kelas dan jenis batu bara[sunting | sunting sumber]

Berdasarkan tingkat proses pembentukannya yang dikontrol oleh tekanan, panas dan waktu,
batu bara umumnya dibagi dalam lima kelas: antrasit, bituminus, sub-bituminus, lignit dan
gambut.

Antrasit adalah kelas batu bara tertinggi, dengan warna hitam berkilauan (luster)
metalik, mengandung antara 86% - 98% unsur karbon (C) dengan kadar air kurang dari 8%.

Bituminus mengandung 68 - 86% unsur karbon (C) dan berkadar air 8-10% dari
beratnya. Kelas batu bara yang paling banyak ditambang di Australia.

Sub-bituminus mengandung sedikit karbon dan banyak air, dan oleh karenanya menjadi
sumber panas yang kurang efisien dibandingkan dengan bituminus.

Lignit atau batu bara coklat adalah batu bara yang sangat lunak yang mengandung air
35-75% dari beratnya.
Gambut, berpori dan memiliki kadar air di atas 75% serta nilai kalori yang paling rendah.

Pembentukan batu bara[sunting | sunting sumber]

Proses perubahan sisa-sisa tanaman menjadi gambut hingga batu bara disebut dengan istilah
pembatu baraan (coalification). Secara ringkas ada 2 tahap proses yang terjadi, yakni:

Tahap Diagenetik atau Biokimia, dimulai pada saat material tanaman terdeposisi
hingga lignit terbentuk. Agen utama yang berperan dalam proses perubahan ini adalah kadar
air, tingkat oksidasi dan gangguan biologis yang dapat menyebabkan proses pembusukan
(dekomposisi) dan kompaksi material organik serta membentuk gambut.

Tahap Malihan atau Geokimia, meliputi proses perubahan dari lignit menjadi bituminus
dan akhirnya antrasit.

Batu bara di Indonesia[sunting | sunting sumber]

Di Indonesia, endapan batu bara yang bernilai ekonomis terdapat di cekungan Tersier, yang
terletak di bagian barat Paparan Sunda (termasuk Pulau Sumatera danKalimantan), pada
umumnya endapan batu bara ekonomis tersebut dapat dikelompokkan sebagai batu bara
berumur Eosen atau sekitar Tersier Bawah, kira-kira 45 juta tahun yang lalu dan Miosen atau
sekitar Tersier Atas, kira-kira 20 juta tahun yang lalu menurut Skala waktu geologi.

Batu bara ini terbentuk dari endapan gambut pada iklim purba sekitar khatulistiwa yang mirip
dengan kondisi kini. Beberapa diantaranya tegolong kubah gambut yang terbentuk di atas muka
air tanah rata-rata pada iklim basah sepanjang tahun. Dengan kata lain, kubah gambut ini
terbentuk pada kondisi dimana mineral-mineral anorganik yang terbawa air dapat masuk ke
dalam sistem dan membentuk lapisan batu bara yang berkadar abu dan sulfur rendah dan
menebal secara lokal. Hal ini sangat umum dijumpai pada batu bara Miosen. Sebaliknya,
endapan batu bara Eosen umumnya lebih tipis, berkadar abu dan sulfur tinggi. Kedua umur
endapan batu bara ini terbentuk pada lingkungan lakustrin, dataran pantai atau delta, mirip
dengan daerah pembentukan gambut yang terjadi saat ini di daerah timur Sumatera dan
sebagian besar Kalimantan.[2]

Endapan batu bara Eosen[sunting | sunting sumber]

Endapan ini terbentuk pada tatanan tektonik ekstensional yang dimulai sekitar Tersier Bawah
atau Paleogen pada cekungan-cekungan sedimen di Sumatera danKalimantan.

Ekstensi berumur Eosen ini terjadi sepanjang tepian Paparan Sunda, dari sebelah barat
Sulawesi, Kalimantan bagian timur, Laut Jawa hingga Sumatera. Dari batuan sedimen yang
pernah ditemukan dapat diketahui bahwa pengendapan berlangsung mulai terjadi pada Eosen
Tengah. Pemekaran Tersier Bawah yang terjadi pada Paparan Sunda ini ditafsirkan berada pada
tatanan busur dalam, yang disebabkan terutama oleh gerak penunjaman Lempeng Indo-
Australia.[3] Lingkungan pengendapan mula-mula pada saat Paleogen itu non-marin, terutama
fluviatil, kipas aluvial dan endapan danau yang dangkal.

Di Kalimantan bagian tenggara, pengendapan batu bara terjadi sekitar Eosen Tengah - Atas
namun di Sumatera umurnya lebih muda, yakni Eosen Atas hingga Oligosen Bawah. Di
Sumatera bagian tengah, endapan fluvial yang terjadi pada fase awal kemudian ditutupi oleh
endapan danau (non-marin).[3] Berbeda dengan yang terjadi di Kalimantan bagian tenggara
dimana endapan fluvial kemudian ditutupi oleh lapisan batu bara yang terjadi pada dataran
pantai yang kemudian ditutupi di atasnya secara transgresif oleh sedimen marin berumur Eosen
Atas.[4]

Endapan batu bara Eosen yang telah umum dikenal terjadi pada cekungan berikut: Pasir dan
Asam-asam (Kalimantan Selatan dan Timur), Barito (Kalimantan Selatan), Kutai Atas
(Kalimantan Tengah dan Timur), Melawi dan Ketungau (Kalimantan Barat), Tarakan (Kalimantan
Timur), Ombilin (Sumatera Barat) danSumatera Tengah (Riau).

Dibawah ini adalah kualitas rata-rata dari beberapa endapan batu bara Eosen di Indonesia.

Kada Kadar
Kada Zat Nilai
r air air
Cekunga Perusaha r abu terban Beleran energi
Tambang total inhere
n an (%ad g g (%ad) (kkal/kg)
(%ar n
) (%ad) (ad)
) (%ad)

Asam- PT Arutmin 10.0


Satui 7.00 8.00 41.50 0.80 6800
asam Indonesia 0

PT Arutmin 15.0
Senakin Pasir 9.00 4.00 39.50 0.70 6400
Indonesia 0

PT BHP
12.0
Petangis Pasir Kendilo 11.00 4.40 40.50 0.80 6700
0
Coal

PT Bukit 12.0 <8.0 0.50 -


Ombilin Ombilin 6.50 36.50 6900
Asam 0 0 0.60
Parambah PT Allied 10.0 37.30 0.50
Ombilin 4.00 - 6900 (ar)
an Indo Coal 0 (ar) (ar) (ar)

(ar) - as received, (ad) - air dried, Sumber: Indonesian Coal Mining Association, 1998

Endapan batu bara Miosen[sunting | sunting sumber]

Pada Miosen Awal, pemekaran regional Tersier Bawah - Tengah pada Paparan Sunda telah
berakhir. Pada Kala Oligosen hingga Awal Miosen ini terjadi transgresi marin pada kawasan
yang luas dimana terendapkan sedimen marin klastik yang tebal dan perselingan sekuen
batugamping. Pengangkatan dan kompresi adalah kenampakan yang umum pada tektonik
Neogen di Kalimantan maupun Sumatera. Endapan batu bara Miosen yang ekonomis terutama
terdapat di Cekungan Kutai bagian bawah (Kalimantan Timur), Cekungan Barito (Kalimantan
Selatan) dan Cekungan Sumatera bagian selatan. Batu bara Miosen juga secara ekonomis
ditambang di Cekungan Bengkulu.

Batu bara ini umumnya terdeposisi pada lingkungan fluvial, delta dan dataran pantai yang mirip
dengan daerah pembentukan gambut saat ini di Sumatera bagian timur. Ciri utama lainnya
adalah kadar abu dan belerang yang rendah. Namun kebanyakan sumberdaya batu bara Miosen
ini tergolong sub-bituminus atau lignit sehingga kurang ekonomis kecuali jika sangat tebal (PT
Adaro) atau lokasi geografisnya menguntungkan. Namun batu bara Miosen di beberapa lokasi
juga tergolong kelas yang tinggi seperti pada Cebakan Pinang dan Prima (PT KPC), endapan
batu bara di sekitar hilir Sungai Mahakam, Kalimantan Timur dan beberapa lokasi di dekat
Tanjungenim, Cekungan Sumatera bagian selatan.

Tabel dibawah ini menunjukan kualitas rata-rata dari beberapa endapan batu bara Miosen di
Indonesia.

Kadar
Kada Kada Zat
air Nilai energi
Tamban Cekunga Perusahaa r air r abu terban Beleran
inhere (kkal/kg)
g n n total (%ad g g (%ad)
n (ad)
(%ar) ) (%ad)
(%ad)

PT Kaltim
Prima Kutai 9.00 - 4.00 39.00 0.50 6800 (ar)
Prima Coal

Pinang Kutai PT Kaltim 13.00 - 7.00 37.50 0.40 6200 (ar)


Prima Coal

PT Kideco
Roto
Pasir Jaya 24.00 - 3.00 40.00 0.20 5200 (ar)
South
Agung

Binunga PT Berau
Tarakan 18.00 14.00 4.20 40.10 0.50 6100 (ad)
n Coal

PT Berau
Lati Tarakan 24.60 16.00 4.30 37.80 0.90 5800 (ad)
Coal

Sumatera
PT Bukit
Air Laya bagian 24.00 - 5.30 34.60 0.49 5300 (ad)
Asam
selatan

Paringin Barito PT Adaro 24.00 18.00 4.00 40.00 0.10 5950 (ad)

(ar) - as received, (ad) - air dried, Sumber: Indonesian Coal Mining Association, 1998

Sumberdaya batu bara[sunting | sunting sumber]

Pengisian batu bara ke dalam kapal tongkang.

Potensi sumberdaya batu bara di Indonesia sangat melimpah, terutama di Pulau Kalimantan dan
Pulau Sumatera, sedangkan di daerah lainnya dapat dijumpai batu bara walaupun dalam jumlah
kecil dan belum dapat ditentukan keekonomisannya, seperti di Jawa Barat, Jawa
Tengah, Papua, dan Sulawesi.
Badan Geologi Nasional memperkirakan Indonesia masih memiliki 160 miliar ton cadangan batu
bara yang belum dieksplorasi. Cadangan tersebut sebagian besar berada di Kalimantan Timur
dan Sumatera Selatan. Namun upaya eksplorasi batu bara kerap terkendala status lahan
tambang. Daerah-daerah tempat cadangan batu bara sebagian besar berada di kawasan hutan
konservasi.[5] Rata-rata produksi pertambangan batu bara di Indonesia mencapai 300 juta ton per
tahun. Dari jumlah itu, sekitar 10 persen digunakan untuk kebutuhan energi dalam negeri, dan
sebagian besar sisanya (90 persen lebih) diekspor ke luar.

Di Indonesia, batu bara merupakan bahan bakar utama selain solar (diesel fuel) yang telah
umum digunakan pada banyak industri, dari segi ekonomis batu bara jauh lebih hemat
dibandingkan solar, dengan perbandingan sebagai berikut: Solar Rp 0,74/kilokalori sedangkan
batu bara hanya Rp 0,09/kilokalori, (berdasarkan harga solar industri Rp. 6.200/liter).

Dari segi kuantitas batu bara termasuk cadangan energi fosil terpenting bagi Indonesia.
Jumlahnya sangat berlimpah, mencapai puluhan miliar ton. Jumlah ini sebenarnya cukup untuk
memasok kebutuhan energi listrik hingga ratusan tahun ke depan. Sayangnya, Indonesia tidak
mungkin membakar habis batu bara dan mengubahnya menjadi energis listrik melalui PLTU.
Selain mengotori lingkungan melalui polutan CO2, SO2, NOx dan CxHy cara ini dinilai kurang
efisien dan kurang memberi nilai tambah tinggi.

Batu bara sebaiknya tidak langsung dibakar, akan lebih bermakna dan efisien jika dikonversi
menjadi migas sintetis, atau bahan petrokimia lain yang bernilai ekonomi tinggi. Dua cara yang
dipertimbangkan dalam hal ini adalah likuifikasi (pencairan) dan gasifikasi (penyubliman) batu
bara.

Membakar batu bara secara langsung (direct burning) telah dikembangkan teknologinya secara
continue, yang bertujuan untuk mencapai efisiensi pembakaran yang maksimum, cara-cara
pembakaran langsung seperti: fixed grate, chain grate, fluidized bed, pulverized, dan lain-lain,
masing-masing mempunyai kelebihan dan kelemahannya.

Gasifikasi batu bara[sunting | sunting sumber]

Coal gasification adalah sebuah proses untuk mengubah batu bara padat menjadi gas batu bara
yang mudah terbakar (combustible gases), setelah proses pemurnian gas-gas ini karbon
monoksida (CO), karbon dioksida (CO2), hidrogen (H), metan (CH4), dan nitrogen (N2) dapat
digunakan sebagai bahan bakar. hanya menggunakan udara dan uap air sebagai reacting-gas
kemudian menghasilkan water gas atau coal gas, gasifikasi secara nyata mempunyai tingkat
emisi udara, kotoran padat dan limbah terendah.
Tetapi, batu bara bukanlah bahan bakar yang sempurna. Terikat di dalamnya adalah sulfur dan
nitrogen, bila batu bara ini terbakar kotoran-kotoran ini akan dilepaskan ke udara, bila
mengapung di udara zat kimia ini dapat menggabung dengan uap air (seperti contoh kabut) dan
tetesan yang jatuh ke tanah seburuk bentuk asam sulfurik dan nitrit, disebut sebagai "hujan
asam" acid rain. Disini juga ada noda mineral kecil, termasuk kotoran yang umum tercampur
dengan batu bara, partikel kecil ini tidak terbakar dan membuat debu yang tertinggal di coal
combustor, beberapa partikel kecil ini juga tertangkap di putaran combustion gases bersama
dengan uap air, dari asap yang keluar dari cerobong beberapa partikel kecil ini adalah sangat
kecil setara dengan rambut manusia.

Bagaimana membuat batu bara bersih[sunting | sunting sumber]

Ada beberapa cara untuk membersihkan batu bara. Contoh sulfur, sulfur adalah zat kimia
kekuningan yang ada sedikit di batu bara, pada beberapa batu bara yang ditemukan di Ohio,
Pennsylvania, West Virginia dan eastern states lainnya, sulfur terdiri dari 3 sampai 10 % dari
berat batu bara, beberapa batu bara yang ditemukan di Wyoming, Montana dan negara-negara
bagian sebelah barat lainnya sulfur hanya sekitar 1/100ths (lebih kecil dari 1%) dari berat batu
bara. Penting bahwa sebagian besar sulfur ini dibuang sebelum mencapai cerobong asap.

Satu cara untuk membersihkan batu bara adalah dengan cara mudah memecah batu bara ke
bongkahan yang lebih kecil dan mencucinya. Beberapa sulfur yang ada sebagai bintik kecil di
batu bara disebut sebagai "pyritic sulfur " karena ini dikombinasikan dengan besi menjadi bentuk
iron pyrite, selain itu dikenal sebagai "fool's gold dapat dipisahkan dari batu bara. Secara
khusus pada proses satu kali, bongkahan batu bara dimasukkan ke dalam tangki besar yang
terisi air , batu bara mengambang ke permukaan ketika kotoran sulfur tenggelam. Fasilitas
pencucian ini dinamakan "coal preparation plants" yang membersihkan batu bara dari pengotor-
pengotornya.

Tidak semua sulfur bisa dibersihkan dengan cara ini, bagaimanapun sulfur pada batu bara
adalah secara kimia benar-benar terikat dengan molekul karbonnya, tipe sulfur ini disebut
"organic sulfur," dan pencucian tak akan menghilangkannya. Beberapa proses telah dicoba
untuk mencampur batu bara dengan bahan kimia yang membebaskan sulfur pergi dari molekul
batu bara, tetapi kebanyakan proses ini sudah terbukti terlalu mahal, ilmuan masih bekerja untuk
mengurangi biaya dari prose pencucian kimia ini.

Kebanyakan pembangkit tenaga listrik modern dan semua fasilitas yang dibangun setelah 1978
telah diwajibkan untuk mempunyai alat khusus yang dipasang untuk membuang sulfur dari
gas hasil pembakaran batu bara sebelum gas ini naik menuju cerobong asap. Alat ini
sebenarnya adalah "flue gas desulfurization units," tetapi banyak orang menyebutnya
"scrubbers" karena mereka men-scrub (menggosok) sulfur keluar dari asap yang dikeluarkan
oleh tungku pembakar batu bara.
Membuang NOx dari batu bara[sunting | sunting sumber]

Nitrogen secara umum adalah bagian yang besar dari pada udara yang dihirup, pada
kenyataannya 80% dari udara adalah nitrogen, secara normal atom-atom nitrogen mengambang
terikat satu sama lainnya seperti pasangan kimia, tetapi ketika udara dipanaskan seperti pada
nyala api boiler (3000 F=1648 C), atom nitrogen ini terpecah dan terikat dengan oksigen, bentuk
ini sebagai nitrogen oksida atau kadang kala itu disebut sebagai NOx. NOx juga dapat dibentuk
dari atom nitrogen yang terjebak di dalam batu bara.

Di udara, NOx adalah polutan yang dapat menyebabkan kabut coklat yang kabur yang kadang
kala terlihat di seputar kota besar, juga sebagai polusi yang membentuk acid rain (hujan asam),
dan dapat membantu terbentuknya sesuatu yang disebut ground level ozone, tipe lain dari
pada polusi yang dapat membuat kotornya udara.

Salah satu cara terbaik untuk mengurangi NOx adalah menghindari dari bentukan asalnya,
beberapa cara telah ditemukan untuk membakar batu bara di pemabakar dimana ada lebih
banyak bahan bakar dari pada udara di ruang pembakaran yang terpanas. Di bawah kondisi ini
kebanyakan oksigen terkombinasikan dengan bahan bakar daripada dengan nitrogen.
Campuran pembakaran kemudian dikirim ke ruang pembakaran yang kedua dimana terdapat
proses yang mirip berulang-ulang sampai semua bahan bakar habis terbakar. Konsep ini disebut
"staged combustion" karena batu bara dibakar secara bertahap. Kadang disebut juga sebagai
"low-NOx burners" dan telah dikembangkan sehingga dapat mengurangi kangdungan Nox yang
terlepas di uadara lebih dari separuh. Ada juga teknologi baru yang bekerja seperti "scubbers"
yang membersihkan NOX dari flue gases (asap) dari boiler batu bara. Beberapa dari alat ini
menggunakan bahan kimia khusus yang disebut katalis yang mengurai bagian NOx menjadi gas
yang tidak berpolusi, walaupun alat ini lebih mahal dari "low-NOx burners," namun dapat
menekan lebih dari 90% polusi Nox.

Cadangan batu bara dunia[sunting | sunting sumber]

Daerah batu bara di Amerika Serikat

Pada tahun 1996 diestimasikan terdapat sekitar satu exagram (1 1015 kg atau 1 trilyun ton)
total batu bara yang dapat ditambang menggunakan teknologi tambang saat ini, diperkirakan
setengahnya merupakan batu bara keras. Nilai energi dari semua batu bara dunia adalah 290
zettajoules.[6] Dengan konsumsi global saat ini adalah 15 terawatt, [7] terdapat cukup batu bara
untuk menyediakan energi bagi seluruh dunia untuk 600 tahun.

British Petroleum, pada Laporan Tahunan 2006, memperkirakan pada akhir 2005, terdapat
909.064 juta ton cadangan batu bara dunia yang terbukti (9,236 1014 kg), atau cukup untuk 155
tahun (cadangan ke rasio produksi). Angka ini hanya cadangan yang diklasifikasikan terbukti,
program bor eksplorasi oleh perusahaan tambang, terutama sekali daerah yang di bawah
eksplorasi, terus memberikan cadangan baru.

Departemen Energi Amerika Serikat memperkirakan cadangan batu bara di Amerika


Serikat sekitar 1.081.279 juta ton (9,81 1014 kg), yang setara dengan
4.786 BBOE (billion barrels of oil equivalent).[8]

BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Mutu dari setiap endapan batu bara ditentukan oleh suhu dan tekanan serta lama waktu
pembentukan, yang disebut sebagai maturitas organik. Proses awalnya gambut berubah menjadi
lignite (batu bara muda) atau brown coal (batu bara coklat) Ini adalah batu bara dengan jenis
maturitas organik rendah. Dibandingkan dengan batu bara jenis lainnya, batu bara muda agak
lembut dan warnanya bervariasi dari hitam pekat sampai kecoklat-coklatan.
Mendapat pengaruh suhu dan tekanan yang terus menerus selama jutaan tahun, batu bara
muda mengalami perubahan yang secara bertahap menambah maturitas organiknya dan
mengubah batu bara muda menjadi batu bara sub-bitumen. Perubahan kimiawi dan fisika terus
berlangsung hingga batu bara menjadi lebih keras dan warnanya lebih hitam dan membentuk
bitumen atau antrasit. Dalam kondisi yang tepat, penigkatan maturitas organik yang semakin
tinggi terus berlangsung hingga membentuk antrasit.
Berdasarkan penjelasan di atas, untuk lebih memahami tentang proses pembentukan
batubara, maka kami akan memaparkannya pada makalah kami, sebagai tugas dari mata
pelajaran geografi.

B. Tujuan

1. Untuk mengetahui proses pembentukan batu bara


BAB II
PEMBAHASAN
1. PENGERTIAN BATU BARA

Add caption
Batubara adalah termasuk salah satu bahan bakar fosil. Pengertian umumnya adalah batuan
sedimen yang dapat terbakar, terbentuk dari endapan organik, utamanya adalah sisa-sisa
tumbuhan dan terbentuk melalui proses pembatubaraan. Unsur-unsur utamanya terdiri dari
karbon, hidrogen dan oksigen. Batubara juga adalah batuan organik yang memiliki sifat-sifat fisika
dan kimia yang kompleks yang dapat ditemui dalam berbagai bentuk. Analisa unsur memberikan
rumus formula empiris seperti : C137H97O9NS untuk bituminus dan C240H90O4NS untuk antrasit.
Pembentukan batubara dimulai sejak Carboniferous Period (Periode Pembentukan Karbon atau
Batu Bara) dikenal sebagai zaman batu bara pertama yang berlangsung antara 360 juta
sampai 290 juta tahun yang lalu. Mutu dari setiap endapan batu bara ditentukan oleh suhu dan
tekanan serta lama waktu pembentukan, yang disebut sebagai maturitas organik. Proses awalnya
gambut berubah menjadi lignite (batu bara muda) atau brown coal (batu bara coklat) Ini adalah
batu bara dengan jenis maturitas organik rendah. Dibandingkan dengan batu bara jenis lainnya,
batu bara muda agak lembut dan warnanya bervariasi dari hitam pekat sampai kecoklat-coklatan.
Mendapat pengaruh suhu dan tekanan yang terus menerus selama jutaan tahun, batu bara
muda mengalami perubahan yang secara bertahap menambah maturitas organiknya dan
mengubah batu bara muda menjadi batu bara sub-bitumen. Perubahan kimiawi dan fisika terus
berlangsung hingga batu bara menjadi lebih keras dan warnanya lebh hitam dan membentuk
bitumen atau antrasit. Dalam kondisi yang tepat, penigkatan maturitas organik yang semakin
tinggi terus berlangsung hingga membentuk antrasit.

2. PROSES PEMBENTUKAN BATUBARA

Proses pembentukan batu bara sendiri sangatlah kompleks dan


membutuhkan waktu hingga berjuta-juta tahun lamanya. Batubara terbentuk
dari sisa-sisa tumbuhan purba yang kemudian mengendap selama berjuta-juta
tahun dan mengalami proses pembatubaraan (coalification) dibawah pengaruh
fisika, kimia, maupun geologi. Oleh karena itu, batubara termasuk dalam
kategori bahan bakar fosil. Secara ringkas ada 2 tahap proses pembatubaraan
yang terjadi, yakni:

a. Tahap Diagenetik atau Biokimia, dimulai pada saat material tanaman


terdeposisi hingga lignit terbentuk. Agen utama yang berperan dalam proses
perubahan ini adalah kadar air, tingkat oksidasi dan gangguan biologis yang
dapat menyebabkan proses pembusukan (dekomposisi) dan kompaksi material
organik serta membentuk gambut.

b. Tahap Malihan atau Geokimia, meliputi proses perubahan dari lignit menjadi
bituminus dan akhirnya antrasit.

Secara lebih rinci, proses pembentukan batu bara dapat dijelaskan sebagai berikut:

a. Pembusukan, yakni proses dimana tumbuhan mengalami tahap pembusukan


(decay) akibat adanya aktifitas dari bakteri anaerob. Bakteri ini bekerja dalam
suasana tanpa oksigen dan menghancurkan bagian yang lunak dari tumbuhan
seperti selulosa, protoplasma, dan pati.
b. Pengendapan, yakni proses dimana material halus hasil pembusukan
terakumulasi dan mengendap membentuk lapisan gambut. Proses ini biasanya
terjadi pada lingkungan berair, misalnya rawa-rawa.
c. Dekomposisi, yaitu proses dimana lapisan gambut tersebut di atas akan
mengalami perubahan berdasarkan proses biokimia yang berakibat keluarnya air
(H20) clan sebagian akan menghilang dalam bentuk karbondioksida (C02),
karbonmonoksida (CO), clan metana (CH4).
d. Geotektonik, dimana lapisan gambut yang ada akan terkompaksi oleh gaya
tektonik dan kemudian pada fase selanjutnya akan mengalami perlipatan dan
patahan. Selain itu gaya tektonik aktif dapat menimbulkan adanya
intrusi/terobosan magma, yang akan mengubah batubara low grade menjadi
high grade. Dengan adanya tektonik setting tertentu, maka zona batubara yang
terbentuk dapat berubah dari lingkungan berair ke lingkungan darat.
e. Erosi, dimana lapisan batubara yang telah mengalami gaya tektonik berupa
pengangkatan kemudian di erosi sehingga permukaan batubara yang ada
menjadi terkupas pada permukaannnya. Perlapisan batubara inilah yang
dieksploitasi pada saat ini.

3. JENIS JENIS BATUBARA


Berdasarkan tingkat proses pembentukannya yang dikontrol oleh tekanan,
panas dan waktu, batu bara umumnya dibagi dalam lima kelas :
1. Antrasit adalah kelas batu bara tertinggi, dengan warna hitam berkilauan
(luster) metalik, mengandung antara 86%-98% unsur karbon (C) dengan kadar
air kurang dari 8%. Biasanya digunakan untuk proses sintering bijih mineral,
proses pembuatan elektroda listrik, pembakaran batu gamping, dan untuk
pembuatan briket tanpa asap.
2. Bituminus mengandung 68-86% unsur karbon (C) dan berkadar air 8-10%
dari beratnya. Kelas batu bara yang paling banyak ditambang di Australia. Dan
batubara ini masih dibedakan menjadi dua, yaitu :
a. batubara ketel uap atau batubara termal atau yang disebut steam coal, banyak
digunakan untuk bahan bakar pembangkit listrik, pembakaran umum seperti
pada industri bata atau genteng, dan industri semen
b. batubara metalurgi (metallurgical coal atau coking coal) digunakan untuk
keperluan industri besi dan baja serta industri kimia.
3. Sub-bituminus mengandung sedikit karbon dan banyak air, dan oleh
karenanya menjadi sumber panas yang kurang efisien dibandingkan dengan
bituminus.
4. Lignit atau batu bara coklat adalah batu bara yang sangat lunak yang
mengandung air 35-75% dari beratnya.
5. Gambut, berpori dan memiliki kadar air di atas 75% serta nilai kalori yang
paling rendah.
4. MATERI PEMBENTUK BATUBARA
Hampir seluruh pembentuk batubara berasal dari tumbuhan. Jenis-jenis
tumbuhan pembentuk batubara dan umurnya menurut Diessel (1981) adalah
sebagai berikut:
a. Alga, dari Zaman Pre-kambrium hingga Ordovisium dan bersel tunggal. Sangat
sedikit endapan batubara dari perioda ini.
2. Silofita, dari Zaman Silur hingga Devon Tengah, merupakan turunan dari
alga. Sedikit endapan batubara dari perioda ini.
3. Pteridofita, umur Devon Atas hingga KArbon Atas. Materi utama
pembentuk batubara berumur Karbon di Eropa dan Amerika Utara. Tetumbuhan
tanpa bunga dan biji, berkembang biak dengan spora dan tumbuh di iklim
hangat.
4. Gimnospermae, kurun waktu mulai dari Zaman Permian hingga Kapur
Tengah. Tumbuhan heteroseksual, biji terbungkus dalam buah, semisal pinus,
mengandung kadar getah (resin) tinggi. Jenis Pteridospermae seperti
gangamopteris dan glossopteris adalah penyusun utama batubara Permian
seperti di Australia, India dan Afrika.
5. Angiospermae, dari Zaman Kapur Atas hingga kini. Jenis tumbuhan
modern, buah yang menutupi biji, jantan dan betina dalam satu bunga, kurang
bergetah dibanding gimnospermae sehingga, secara umum, kurang dapat
terawetkan.

5. FAKTOR-FAKTOR DALAM PEMBENTUKAN BATUBARA

Faktor-Faktor dalam pembentukan batubara sangat berpengaruh terhadap


bentuk maupun kualitas dari lapisan batubara. Beberapa faktor yang
berpengaruh dalam pembentukan batubara adalah :

a. Material dasar, yakni flora atau tumbuhan yang tumbuh beberapa juta tahun
yang lalu, yang kemudian terakumulasi pada suatu lingkungan dan zona
fisiografi dengan iklim clan topografi tertentu. Jenis dari flora sendiri amat sangat
berpengaruh terhadap tipe dari batubara yang terbentuk.
b. Proses dekomposisi, yakni proses transformasi biokimia dari material dasar
pembentuk batubara menjadi batubara. Dalam proses ini, sisa tumbuhan yang
terendapkan akan mengalami perubahan baik secara fisika maupun kimia.
c. Umur geologi, yakni skala waktu (dalam jutaan tahun) yang menyatakan
berapa lama material dasar yang diendapkan mengalami transformasi. Untuk
material yang diendapkan dalam skala waktu geologi yang panjang, maka proses
dekomposisi yang terjadi adalah fase lanjut clan menghasilkan batubara dengan
kandungan karbon yang tinggi.
d. Posisi geotektonik, yang dapat mempengaruhi proses pembentukan suatu
lapisan batubara dari :
e. Tekanan yang dihasilkan oleh proses geotektonik dan menekan lapisan
batubara yang terbentuk.
f. Struktur dari lapisan batubara tersebut, yakni bentuk cekungan stabil, lipatan,
atau patahan.
g. Intrusi magma, yang akan mempengaruhi dan/atau merubah grade dari lapisan
batubara yang dihasilkan.

6. LINGKUNGAN PENGENDAPAN

yakni lingkungan pada saat proses sedimentasi dari material dasar


menjadi material sedimen. Lingkungan pengendapan ini sendiri dapat ditinjau
dari beberapa aspek sebagai berikut:
a. Struktur cekungan batubara, yakni posisi di mana material dasar
diendapkan. Strukturnya cekungan batubara ini sangat berpengaruh pada
kondisi dan posisi geotektonik.
b. Topografi dan morfologi, yakni bentuk dan kenampakan dari tempat
cekungan pengendapan material dasar. Topografi dan morfologi cekungan pada
saat pengendapan sangat penting karena menentukan penyebaran rawa-rawa di
mana batubara terbentuk. Topografi dan morfologi dapat dipengaruhi oleh
proses geotektonik.
c. Iklim, yang merupakan faktor yang sangat penting dalam proses pembentukan
batubara karena dapat mengontrol pertumbuhan flora atau tumbuhan sebelum
proses pengendapan. Iklim biasanya dipengaruhi oleh kondisi topografi
setempat.

7. INTERPRETASI LINGKUNGAN PENGENDAPAN DARI LITOTIPE DAN


VIIKROLITOTIPE

Tosch (1960) dalam Bustin dkk. (1983), Teichmuller and Teichmuller (1968)
dalam Murchissen (1968) berpendapat bahwa litotipe dan mikrolitotipe batubara
berhubungan erat dengan lingkungan pengendapannya.
Lingkungan pengendapan dari masing-masing litotipe adalah sebagi
berikut :
a. Vitrain dan Clarain, diendapkan di daerah pasang surut dimana terjadi
perubahan muka air laut.
b. Fusain, diendapkan pada lingkungan dengan kecepatan pengendapan rendah,
yaitu lingkungan air dangkal yang dekat dengan daratan.
c. Durain, diendapkan dalam lingkungan yang lebih dalam lagi, diperkirakan
lingkungan laut dangkal.
Sedangkan interpretasi lingkungan pengendapan berdasarkan
mikrolitotipe adalah sebagai berikut :
a. Vitrit, berasal dari kayu-kayuan seperti batang, dahan, akar, yang
menunjukkan lingkungan rawa berhutan.
b. Clarit, berasal dari tumbuhan yang mengandung serat kayu dan diperkirakan
terbentuk pada lingkungan rawa.
c. Durit, kaya akan jejak jejak akar dan spora, hal ini diperkirakan terbentuk pada
lingkungan laut dangkal.
d. Trimaserit, yang kaya akan vitrinit terbentuk di lingkungan rawa, sedangkan
yang kaya akan liptinit terbentuk di lingkungan laut dangkal clan yang kaya akan
inertinit terbentuk dekat daratan.

8. TEORI BERDASARKAN TEMPAT TERBENTUKNYA

a. Teori In-situ : Batubara terbentuk dari tumbuhan atau pohon yang berasal dari hutan dimana
batubara tersebut terbentuk. Batubara yang terbentuk sesuai dengan teori in-situ biasanya terjadi
di hutan basah dan berawa, sehingga pohon-pohon di hutan tersebut pada saat mati dan roboh,
langsung tenggelam ke dalam rawa tersebut, dan sisa tumbuhan tersebut tidak mengalami
pembusukan secara sempurna, dan akhirnya menjadi fosil tumbuhan yang membentuk sedimen
organik.

b. Teori Drift : Batubara terbentuk dari tumbuhan atau pohon yang berasal dari hutan yang bukan
di tempat dimana batubara tersebut terbentuk. Batubara yang terbentuk sesuai dengan teori drift
biasanya terjadi di delta-delta, mempunyai ciri-ciri lapisan batubara tipis, tidak menerus (splitting),
banyak lapisannya (multiple seam), banyak pengotor (kandungan abu cenderung tinggi).

9. BATU BARA DI INDONESIA


Di Indonesia, endapan batu bara yang bernilai ekonomis terdapat di cekungan Tersier, yang
terletak di bagian barat Paparan Sunda (termasuk Pulau Sumatera danKalimantan), pada
umumnya endapan batu bara ekonomis tersebut dapat dikelompokkan sebagai batu bara berumur
Eosen atau sekitar Tersier Bawah, kira-kira 45 juta tahun yang lalu dan Miosen atau sekitar Tersier
Atas, kira-kira 20 juta tahun yang lalu menurut Skala waktu geologi.
Batu bara ini terbentuk dari endapan gambut pada iklim purba sekitar khatulistiwa yang mirip
dengan kondisi kini. Beberapa diantaranya tegolong kubah gambut yang terbentuk di atas muka
air tanah rata-rata pada iklim basah sepanjang tahun. Dengan kata lain, kubah gambut ini
terbentuk pada kondisi dimana mineral-mineral anorganik yang terbawa air dapat masuk ke dalam
sistem dan membentuk lapisan batu bara yang berkadar abu dan sulfur rendah dan menebal
secara lokal. Hal ini sangat umum dijumpai pada batu bara Miosen. Sebaliknya, endapan batu bara
Eosen umumnya lebih tipis, berkadar abu dan sulfur tinggi. Kedua umur endapan batu bara ini
terbentuk pada lingkungan lakustrin, dataran pantai atau delta, mirip dengan daerah pembentukan
gambut yang terjadi saat ini di daerah timur Sumatera dan sebagian besar Kalimantan.

10. MANFAAT BATUBARA


Sebagai sumber daya dari alam batubara bisa dimanfaatkan dengan baik
oleh para manusia, diantaranya adalah :
1. Pemasok bahan bakar yang potensial dan dapat dihandalkan untuk rumah
tangga dan industri kecil
2. Sumberdaya energi yang mampu menyuplai dalam jangka panjang / PLTU.
3. Pengganti BBM/Kayu Bakar Dalam Industri Kecil dan Rumah Tangga
4. Merupakan tempat penyerapan tenaga kerja yang cukup berarti baik di pabrik
briketnya, distributor, industri tungku, dan mesin briket dsbnya.
5. Merupakan bahan bakar yang harganya terjangkau bagi masyarakat pada
daerah-daerah terpencil.
6. Memberikan sumber pendapatan kepada penyuplai bahan baku briket seperti
batubara, tanah liat, kapur, serbuk biomas, dsbnya.
7. Sebagai wadah pengalihan teknologi dan keterampilan bagi tenaga kerja
Indonesia baik langsung maupun tidak langsung.
8. Menghasilkan briket batubara yang sangat dibutuhkan bagi masyarakat
berpenghasilan rendah dan UKM dalam kebutuhan energinya yang akan terus
meningkat setiap tahunnya
BAB III
PENUTUP
A. KESIMPULAN
Proses pembentukan batu bara sendiri sangatlah kompleks dan
membutuhkan waktu hingga berjuta-juta tahun lamanya. Batubara terbentuk
dari sisa-sisa tumbuhan purba yang kemudian mengendap selama berjuta-juta
tahun dan mengalami proses pembatubaraan (coalification) dibawah pengaruh
fisika, kimia, maupun geologi. Oleh karena itu, batubara termasuk dalam
kategori bahan bakar fosil. Secara ringkas ada 2 tahap proses pembatubaraan
yang terjadi, yakni:

1. Tahap Diagenetik atau Biokimia, dimulai pada saat material tanaman


terdeposisi hingga lignit terbentuk. Agen utama yang berperan dalam proses
perubahan ini adalah kadar air, tingkat oksidasi dan gangguan biologis yang
dapat menyebabkan proses pembusukan (dekomposisi) dan kompaksi material
organik serta membentuk gambut.

2. Tahap Malihan atau Geokimia, meliputi proses perubahan dari lignit menjadi
bituminus dan akhirnya antrasit.

DAFTAR PUSTAKA
http://id.wikipedia.org/wiki/Batu_bara
http://achmadinblog.wordpress.com/2010/05/21/pembentukanbatuba
ra/
http://sulunshare.blogspot.com/2010/11/makalah-batu-bara.html
http://ptba.co.id/id/library/detail/2
http://logku.blogspot.com/2011/02/proses-pembentukan-batubara.html

Anda mungkin juga menyukai