Anda di halaman 1dari 40

KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena
dengan pertolongan-Nya kami dapat menyelesaiakan makalah dengan
pembahasan Gigi Mahkota Tiruan Cekat. Meskipun banyak rintangan dan
hambatan yang kami alami dalam proses pengerjaannya, tapi kami berhasil
menyelesaikannya dengan baik.
Tak lupa kami ucapkan terima kasih kepada Ibu drg. Okmes Fadriyanti Sp.
Pros,. drg. Widya Puspitasari, MDSc,. Drg Resa Ferdina, MARS,. selaku dosen
Prostodontia yang telah membantu kami. Kami juga mengucapkan terima kasih
kepada teman-teman mahasiswa yang juga sudah memberi kontribusi baik
langsung maupun tidak langsung dalam pembuatan makalah ini.
Tentunya ada hal-hal yang ingin kami berikan kepada pembaca dari hasil
makalah ini. Karena itu kami berharap semoga makalah ini dapat menjadi sesuatu
yang berguna bagi kita bersama.

Padang, 5 Maret 2017

Tim Penyusun

1
DAFTAR ISI

Kata Pengantar................................................................................................................
1
Daftar isi .........................................................................................................................
2

BAB I Pendahuluan ......................................................................................................


3
1.1. Latar Belakang ..........................................................................................
3
1.2. Rumusan Masalah
........................................................................................................................
4
1.3. Tujuan .......................................................................................................
4
1.4. Manfaat
........................................................................................................................
4
BAB II Tinjauan Pustaka................................................................................................
5
2.1. Sejarah Epidemiologi
........................................................................................................................
5
2.2. Sejarah Perkembangan
........................................................................................................................
7
2.3 Pengertian the the web of causation
........................................................................................................................
9
2.4. Konsep yang berkaitan dengan the web of causation.............. ................
12
2.5.Aplikasi model the web of causation terhadap masalah kesehatan
masyarakat
...............................................................................................................
13
BAB III Pembahasan......................................................................................................
15
3.1 Pengertian sehat dan sakit

2
.......................................................................................................................
15
3.2 Ketetapan dan kerentanan
.......................................................................................................................
15
BAB IV Kesimpulan.......................................................................................................
18
4.1 Kesimpulan
.......................................................................................................................
18
4.2 Saran
.......................................................................................................................
18

Daftar Pustaka.................................................................................................................
19

3
BAB I
PENDAHAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Berkurangnya jumlah gigi di dalam mulut dari jumlah yang seharusnya


oleh karena berbagai faktor, sehingga fungsi gigi hilang. Kehilangan gigi dapat
disebabkan oleh beberapa faktor seperti lubang besar, traumatik, penyakit jaringan
pendukung gigi, dan lain sebagainya. Kehilangan gigi dalam jangka waktu lama,
akan menyebabkan perubahan susunan gigi, kontak gigi sehingga makanan akan
sering menyangkut. Seiring bertambahnya usia, semakin besar pula kerentanan
seseorang untuk kehilangan gigi. Hal itu berdampak pada meningkatnya
kebutuhan akan gigi tiruan.

Dengan berkembangnya berbagai ilmu pengetahuan serta penelititan, ilmu


dan cara pembuatan gigi-geligi tiruan terus berkembang sampai mencapai tahap
yang sekarang kita saksikan. Protesa lengkap maupun sebagian, seperti yang
dijumpai pada masa kini tidak tercatat secara pasti dari zaman awalnya masing-
masing dan hanya diketahui secara lebih mendetail pada abad-abad akhir ini saja.

Gigi tiruan berfungsi untuk meningkatkan kemampuan dalam mengunyah,


berbicara, dan memberikan dukungan untuk otot wajah. Meningkatkan
penampilan wajah dan senyum. Gigi tiruan secara garis besar dapat dibedakan
menjadi dua macam, yaitu gigi tiruan penuh (Full Crown) dan gigi tiruan sebagian
(Partial Crown). Gigi tiruan sebagian dapat dibagi lagi menjadi gigi tiruan
lepasan/removable (yang dapat dilepas pasang sendiri oleh pasien) dan gigi tiruan
cekat /fixed/GTC (yang disemenkan ke gigi pasien secara permanen). Gigi tiruan
cekat atau disingkat dengan GTC diklasifikasikan menjadi dua yaitu crown dan
bridge. Secara keseluruhan gigi tiruan cekat dapat bertujuan untuk mencapai
pemulihan kembali keadaan-keadaan yang abnormal pada pengunyahan,
pemugaran dari sebagian atau seluruh alat pengunyahan termasuk bagian yang
mengalami kerusakan,pencegahan terjadinya kerusakan selanjutnya pada gigi-gigi

4
lainnya dan jaringan lunak sekitarnya, keadaan yang menjamin keutuhan alat
pengunyahan untuk waktu yang selama mungkin.

Pada pembuatan gigi tiruan, rencana perawatan dan perawatan


pendahuluan harus ditetapkan terlebih dahulu, karena beberapa keadaan dapat
mempengaruhi keadaan yang lain. Jika pada pasien terdapat keluhan rasa sakit
sebelum pembuatan gigi tiruan, mungkin yang diperlukan adalah pencabutan gigi
geligi sesegera mungkin, jika penambalan tidak dapat dilakukan, untuk
mendapatkan kesehatan rongga mulut. Selama proses pemeriksaan, rencana
perawatan sementara telah ditentukan untuk digunakan pada masing-masing gigi
geligi yang tinggal., pembuatan gigi tiruan dikatakan berhasil jika berbanding
langsung pada gigi geligi yang tinggal, pemeriksaan rontgen foto juga diperlukan
pada keadaan seperti ini untuk melihat keadaan gigi yang tinggal seperti karies
interdental dan kualitas tulang alveolar. Perawatan pendahuluan yang dilakukan
sebelum pembuatan gigi tiruan bertujuan untuk melihat keadaan seluruh
perubahan-perubahan/kelainan yang terjadi pada gigi geligi, linggir alveolus yang
mendukung gigi tiruan dan struktur rongga mulut yang lain dapat menggagalkan
dalam pembuatan gigi tiruan. Tujuan diagnosa dan perawatan pendahuluan
mempunyai arti yang penting terhadap suksesnya pembuatan gigi tiruan untuk
kebutuhan pasien.

1.2 Rumusan Masalah

Pasien laki-laki usia 30 tahun datang ke RSGM dengan keluhan ingin


memperbaiki gigi yang patah. Dari anamnesis diketahui beberapa gigi depan patah
karena kecelakaan motor 1 bulan yang lalu, ingin dibuatkan gigi tiruan yang tidak
dapat dilepas pasang dengan bahan yang kuat dan bagus. Pemeriksaan intra oral
terlihat gigi 11 fraktur 2/3mahkota dengan test vitalitas (-) dan test perkusi (-), gigi
21 fraktur mahkota dengan test vitalitas (+) dan perkusi (-), gigi 22 fraktur 2/3
mahkota dengan test Vitalitas (-) dan perkusi (+), kehilangan gigi 24 dan terdapat
sisa akar pada gigi 17,18. Pada gigi yang masih ada terdapat kalkulus terutama
pada gigi anterior RB di daerah lingual dengan oklusi normal. Pemeriksaan
radiografis terlihat gamabran radiolusen pada daerah apikal gigi 22. Rencana

5
Perawatan untuk gigi posterior kanan atas, dokter akan membuatkan gigi tiruan
sebagian lepasan.

Pertanyaan kelompok kami dari skenario:

1. Apa saja pemeriksaan yang termasuk pemeriksaan intra oral ?


2. Apa diagnosis dan rencana perawatan dari kasus diatas ?
3. Apa indikasi dan kontra indikasi dari GTC ?
4. Apa indikasi dan kontra indikasi dari GTSL ?
5. Apa saja bahan-bahan untuk GTC ?
6. Apakah kalkulus pasien pada kasus harus dibersihkan terlebih dahulu
sebelum sebelum dilakukan perawatan ?
7. Apakah perlu dilkakukan pencabutan pada gigi 17,18 atau apakah ada
perawatan yang bisa dilakukan ?
8. Apa kerugian dan keuntungan dari GTC ?
9. Apa saja klasifikasi dari komponen GTC ?
10. Apa syarat dari pemakaian GTC ?
11. Apa tujuan dilakukannya perawatan GTC ?
12. Apa alsaan dokter tidak melakukan perawatan gigi posterior kanan atas
dengan GTC ?

1.3 Tujuan

1. Dokter gigi mampu menjelaskan rencana perawatan kepada pasien


2. Mengetahui prosedur kerja dalam pembuatan GTC
3. Dokter gigi mampu mencegah terjadinya kegagalan biologis, mekanis, dan
estetis dalam pembuatan GTC

1.4 Manfaat Makalah

1. Sebagai informasi bagi pembaca.


2. Mempermudah pembaca dalam proses pencari informasi.
3. Sebagai tambahan pengetahuan.

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Prosedur Penegakan Diagnosis


2.1.1 Pemeriksaan Subyektif

6
Pemeriksaan subyektif dilakukan dengan anamnesis, yaitu mengajukan
beberapa pertanyaan kepada pasien. Pertanyaan yang diajukan antara lain :

(Abu Bakar, 2012)

a. Identitas pasien
1. Nama (nama lengkap dan nama panggilan)
2. Tempat dan tanggal lahir
3. Alamat tinggal
4. Pekerjaan
5. Nomor handphone dan email
b. Keluhan utama
Berkaitan dengan apa yang dikeluhkan oleh pasien dan alasan pasien
datang ke dokter gigi.
c. Keluhan tambahan
Berkaitan dengan keluhana pasien selain dari keluhan utamanya.
d. Riwayat medik/ medical history
Riwayat medik perlu ditanyakan karena akan berkaitan dengan diagnosis,
treatment, dan prognosis.
e. Riwayat dental/dental history
Berkaitan dengan riwayat perawatan dokter gigi sebelumnya, rutin
kedokter gigi atau tidak, perawatan restorasi terakhir, dll.
f. Riwayat keluarga
Ini berkaitan dengan herediter seperti amelogenesis imperfekta, hemofili,
diabetes, dll.
g. Riwayat sosial
Riwayat sosial berkaitan seperti informasi diet pasien, riwayat seksual
pasien, kebiasaan merokok, minum alkoho;, penggunaan obat-obatan, dan
lain-lain.

2.1.2 Pemeriksaan Obyektif

Pemeriksaan obyektif meliputi:

1. Pemeriksaan ekstra oral


Terdiri dari pemeriksaan asimetri wajah dan pembengkakan kelenjar
limfe, baik itu submandibular maupun submental. Cara melakukan
pemeriksaan ini yaitu dengan melakukan palpasi pada bagian leher
pasien. Apabila pembengkakak teraba, pada kartu status diberi tanda +
dan bila tidak diberi tanda 0.
2. Pemeriksaan intra oral
Terdiri dari:

7
Inspeksi
Memeriksa dengan mengamati objek baik warna, ukuran, bentuk,
hubungan anatomis, keutuhan, ciri-ciri permukaan jaringan, abrasi,
dan resesi.
Bila ada gigi fraktur, abrasi, atau atrisi, pada kartu status diberi
tanda + dan bila tidak diberi tanda 0.
Pemeriksaan perkusi
Bertujuan untuk mengetahui adanya keradangan pada jaringan
periondontal. Dilakukan dengan mengetuk permukaan gigi
menggunakan handle instrumen tangan.
Bila gigi terasa sakit saat diketuk, pada kartu status diberi tanda +
dan bila tidak diberi tanda 0.
Pemeriksaan palpasi
Dengan meraba pada gingiva dimulai dari tepi ke tepi
menggunakan ujung jari telunjuk dan jari tengah.
Bila terdapat fluktuasi, pada kartu status diberi tanda + dan bila
tidak diberi tanda 0.
Pemeriksaan kegoyangan gigi (mobiliti)
Dilakukan dengan menggerakkan gigi kearah bukolingual dan
mesiodistal. Dari pemeriksaan diperoleh hasil derajat kegoyangan
gigi.
Pemeriksaan vitalitas gigi
Pemeriksaan vitalitas gigi dilakukan berurutan.
Apabila pada gigi pasien belum terdapat perforasi atau lubang pada pulpa,
maka tes vitalitas yang dilakukan antara lain:
- Tes termal
Tes yang dilakukan untuk tes termal umumnya adalah tes termal
dingin, karena tes termal panas dapat merusak jaringan pulpa. Tes termal
dingin dilakukan dengan menempelkan cotton pellet yang telah disemprot
dengan ethil chloride pada bagian servikal gigi (bila gigi utuh), pada dasar
kavitas (bila terdapat kavitas), atau pada puncak cusp (pada anak-anak).

Bila gigi yang dites terasa sakit, pada kartu status diberi tanda +
yang berarti gigi tersebut vital.Bila tidak terasa sakit, maka dilanjutkan ke
tes berikutnya.

- Tes kavitas

8
Dengan melakukan pengeburan pada dasar kavitas (cavity
entrance) menggunakan round bur. Bila terasa sakit, pada kartu status
diberi tanda + yang berarti gigi tersebut vital.Bila tidak terasa sakit, maka
dilanjutkan ke tes berikutnya.
- Tes jarum Miller
Dengan memasukkan jarum Miller melalui lubang pada pulpa
sampai pada ujung apikal gigi, sedalam panjang gigi rata-rata.Kemudian
dilakukan foto rontgen dengan jarum Miller tetap menancap pada gigi.
Bila terasa sakit, maka pada kartu status diberi tanda + yang berarti gigi
tersebut vital.Bila tidak, maka dapat disimpulkan bahwa gigi tersebut
sudah non-vital. Apabila pada gigi pasien sudah terdapat perforasi, maka
langsung dilakukan tes jarum Miller.

3. Pemeriksaan penunjang
Pemeriksaan penunjang adalah pemeriksaan radiografi, yang bertujuan
untuk melihat keadaan ruang pulpa, keadaan saluran akar, keadaan
periapikal, keadaan jaringan periodontal, dan mendukung tes jarum
Miller.

2.2 Gigi Tiruan

Gigi tiruan adalah bagian prostodonsia yang menggantikan satu atau


beberapa gigi yang hilang atau seluruh gigi asli yang hilang dengan gigi tiruan
dan didukung oleh gigi, mukosa atau kombinasi gigi-mukosa ada yang dapat dan
ada yang tidak dapat dipasang dan dilepas oleh pasien. (Rahmawan, 2008)

Gigi tiruan secara garis besar dapat dibedakan menjadi dua macam, yaitu
gigi tiruan penuh ( Full Crown) dan gigi tiruan sebagian (Partial Crown). Gigi
tiruan sebagian dapat dibagi lagi menjadi gigi tiruan lepasan /Removable (yang
dapat dilepas pasang sendiri oleh pasien) dan gigi tiruan cekat/ Fixed/ GTC (yang
disemenkan ke gigi pasien secara permanen). Gigi tiruan cekat atau disingkat
dengan GTC diklasifikasikan menjadi dua yaitu crown dan bridge. (Rahmawan,
2008)

9
Crown Prosthetic adalah cabang ilmu prothesa yang mempelajari tentang
penggantian gigi asli sebagian atau seluruhnya dengan satu crown pengganti.
Crown adalah suatu restorasi berupa crown penuh atau sebagian dari satu gigi
yang terbuat dari logam, porselen, akrilik atau kombinasi. (Rahmawan, 2008)

Menurut Ewing (1959), indikasi pembuatan GTC yakni antara lain :

1. Gigi sudah erupsi penuh, usia pasien 20-55 tahun.


2. Mempunyai struktur jaringan gigi yang sehat.
3. Oral hygiene baik.
4. Mengganti hanya beberapa gigi yang hilang (1-4 gigi).
5. Kondisi ridge dalam batas normal.
6. Processus alveolaris yang mendukung baik.
7. Gigi abutment tidak malposisi dan mampu menerima tekanan pontic,
sedapat mungkin paralel dan vital.
8. Mempunyai hubungan oklusi dan jaringan periodonsium yang baik.
9. Gigi abutment posisinya sedapat mungkin sejajar dan masih vital.
10. Pasien tidak mempunyai kebiasaan jelek.
11. Kesehatan umum dan sosial indikasi pasien baik.
12. Merupakan suatu treatment dari kasus-kasus penyakit periodontal.

Sedangkan untuk kontra indikasi GTC adalah :

Pasien terlalu muda atau tua


Struktur gigi terlalu lunak
Hygiene mulut jelek
Gigi yang harus diganti banyak
Kondisi daerah tak bergigi mengalami resorbsi eksisi.
Alveolus pendukung gigi kurang dari 2/3 akar gigi.
Gigi abutment abnormal dan jaringan periodonsium tidak sehat.
Oklusi abnormal.
Kesehatan umum jelek.
Tidak terjalin kooperatif dari pasien dan operator.
Mempunyai bad habit (kebiasaan buruk).
Gigi hipersensitif walaupun sudah dianestesi.
(Ewing, 1959)

10
2.2.1 Mahkota Tiruan

Mahkota tiruan yang menggantikan seluruh jaringan permukaan mahkota


gigi, dipasang secara permanen dengan bahan semen. Mahkota tiruan dibagi
menjadi dua, yaitu mahkota tiruan pasak dan mahkota tiruan tanpa pasak.

2.2.1.1 Mahkota Tiruan Pasak

Mahkota pasak adalah restorasi pengganti gigi yang terdiri dari inti
berpasak yang dilekatkan dengan suatu mahkota. Restorasi ini merupakan
restorasi dengan konstruksi dua unit, yaitu inti yang berpasak dan mahkota yang
nantinya disemenkan pada inti.

Gambar 1. Komponen mahkota pasak

PROSEDUR PEMBUATAN MAHKOTA PASAK

a. Foto rontgen hasil obturasi


b. Preparasi saluran akar
Pembuangan guttapercha dalam saluran akar menggunakan gates glidden
drill sesuai dengan panjang pasak yang telah ditentukan, dengan
ketentuan:
- Panjang pasak = panjang mahkota gigi atau 2/3 panjang akar
- Sisakan guttapercha sepanjang 3-5 mm dari apeks
- Untuk gigi yang pendek sisakan 3 mm guttapercha dari apeks

11
- Ukuran gates glidden disesuaikan dengan lebar saluran akar yang
ditentukan dengan cara mencocokkannya dengan saluran akar pada
rontgen.
- Tandai gatesglidden yang masuk ke dalam saluran akar menggunakan
stopper (panjang kerja 5mm).
Pelebaran saluran akar
Pelebaran saluran akar menggunakan peeso reamer sesuai dengan jenis
pasak. Untuk pasak pabrikan, pelebaran saluran akar dilakukan
menggunakan peeso reamer 1-2 nomor diatasnya. Sedangkan, untuk pasak
custom pelebaran saluran akar dilakukan secara minimal dengan tujuan
menghilangkan undercut dan menghaluskan dinding saluran akar.
c. Preparasi mahkota
Buang karies, restorasi dan struktur gigi yang tipis atau menggantung.
Sisakan 2-5 mm diatas tepi gingiva.
Pembuatan alur (keyway) pada daerah orifis saluran akar menggunakan
bur diamond silindris sedalam 0,5-1 mm sepanjang 4 mm pada permukaan
palatal. Alur dibuat sebagai panduan pada saat pemasangan restorasi pasak
dan mencegah rotasi pasak sehingga meningkatkan retensi.

Gambar : alur pada daerah orifis saluran akar


Kemudian bagian mahkota dipreparasi berdasarkan prinsip-prinsip
preparasi restorasi akhir. Restorasi akhir pada kasus ini adalah mahkota
jaket.
- Preparasi permukaan insisal sebesar 2 mm dengan menggunakan
small wheel diamond bur.

12
- Preparasi permukaan proksimal sebesar 1 mm dan bersudut 60 dari
sumbu panjang gigi. Preparasi menggunakan tappered bur.

- Preparasi bagian labial menggunakan tappered bur sebesar 1 mm.

- Preparasi bagian palatal sebanyak 0,7 mm dengan menggunakan long


needle diamond bur.
- Preparasi bagian servikal dengan bentuk pundak shoulder pada bagian
labial dan chamfer pada bagian lingual.

Pembuatan ferrule. Ferrule mengelilingi permukaan gigi, sejajar dengan


bidang aksial gigi dengan ketingian minimal 1-2 mm. Ferrule membantu
mencegah fraktur.

13
Gambar : preparasi ferrule

d. Pembuatan pasak custom secara langsung.


- Lilin inlay dipanaskan di atas lampu spritus sampai lunak dan ditekan
hingga berbentuk krucut. Lilin dimasukan kedalam saluran akar yang telah
dibasahi dengan aquadest, dipadatkan penuh pada saluran akar yang telah
dipreparasi dan membentuk atap.
- Dipasang kawat yang telah dipanaskan terlebih dahulu lalu ditekan
masukke dalam lilin saluran akar. Pada bagian atap kawat disisakan tidak
tertutup lilin dan dibengkokan sebagai tanda yang membedakan bagian
palatal dan labial.
- Setelah lilin mengeras, dan melekat pada kawat, pola lilin ditarik keluar
dari saluran akar untuk melakukan koreksi.
- Bentuk akhir pola inti (core) menyerupai bentuk preparasi mahkota jaket,
hanya sajaukurannyalebihkecil.

14
- Pengiriman pola pasak inti ke laboratorium.

e. PemasanganPasak
- Pasak dicoba dimasukan kedalam saluran akar. Jika terdapat kelebihan
logam seperti bintil logam yang dapat menghalangi arah masuk atau insersi,
maka kelebihan logam tersebut dipotong/ dibuang.
- Inti tidak boleh tergigit gigi anatomis. Khusus untuk koreksi posisi gigi, inti
dapat dibengkokan sesuai dengan maksud koreksi maksimal 30.
- Pada pasak dibuat terlebih dahulu alur lolos (ascape vent) sebagai tempat
mengalirnya semen dengan mudah untuk menghilangkan adanya tekanan
balik dari pasak pada saat penyemenan. Tekanan balik ini akan menyulitkan
pengepasan pasak.

- Untuk melekatkan pasak dalam saluran akar digunakan adukan semen yang
agak encer yang dimasukan dengan menggunakan jarum lentulo. Semen
yang digunakan adalah semen seng fosfat.
- Pasak juga dilumuri dengan adukan semen tersebut kemudian dimasukan
kedalam saluran akar dan dipertahankan kedudukan yang semestinya hingga

15
semen mengeras. Untuk memudahkan pekerjaan, kelebihan semen dibuang
sebelum semen mengeras.
- Selanjutnya dilakukan pencetakan, kemudian model cetak ini digunakan
untuk pembuatan mahkota jaket.
- Semetara menunggu mahkota jaket selesai, tutup dengan mahkota
sementara.
- Sementasi mahkota jaket.
2.2.1.2 Mahkota Tiruan Tanpa Pasak / Mahkota Jaket

Menurut Rikmasari (2009), gigi tiruan mahkota atau umum disebut jaket
merupakan gigi tiruan yang dibuat untuk gigi yang belum dicabut tetapi
mengalami kerusakan yang parah sehingga tidak dapat ditambal lagi, tetapi syaraf
giginya belum mati. Gigi yang rusak tersebut dikurangi sedemikian rupa dengan
bentuk tertentu, kemudian diganti dengan bahan akrilik/ porselen/ kombinasi
logam porselen yang menyerupai selubung/ jaket yang bentuk dan warnanya
disesuaikan dengan gigi sebelumnya atau menggunakan gigi sebelahnya sebagai
panduan. Gigi tiruan ini tidak bisa dilepas oleh pasien karena ditempelkan
langsung ke gigi dengan semen khusus. Bahan gigi tiruan ini tergantung pada
posisi dan kondisi giginya. Jaket porselen biasanya diberi penguat logam, jadi
pengurangan gigi harus lebih banyak daripada akrilik. Keuntungan jaket porselen,
warnanya lebih baik dan tahan terhadap aus disbanding akrilik. Tetapi lebih mahal
daripada akrilik karena proses pembuatannya lebih rumit.
Menurut Jones dan Grudy (1992), penggunaan atau indikasi mahkota jaket
pada kasus sebagai berikut:
1. Rekuren karies yang luas pada restorasi yang besar atau gigi dengan karies
yang luas, sehingga tidak dapat ditumpat secara konvensionl/ Black, misalnya
rampant caries, karies sirkuler, kasies proksimal M-D
2. Diskonfigurasi yang berasa dari kombinasi restorasi yang terdiskolorasi dan
gigi gigi tetangganya yang rotasi
3. Amelogenesis Imperfecta dimana email mengalami hipokalsifikasi atau
perubahan warn lain yang terjadi pada gigi (misalnya: fluorosis atau hipoplasi
email)
4. Fraktur gigi dimana pulpa belum terbuka
5. Abrasi dan erosi

16
6. Koreksi malposisi, misalnya rotasi, linguoversi, labioversi, mesioversi,
distoversi, dan diastema.
7. Gigi anomaly bentuk, misalnya: peg-teeth, mulberry teeth, rusimenter
8. Abutment gigi tiruan cekat

Kontra indikasi mahkota jaket, antara lain:


1. Gigi terlalu pendek
2. Gigitan tertutup (close bite) atau edge to edge bite
3. Ketebalan struktur jaringan keras gigi kurang/ tipis pada sisi labio lingual
4. Pasien yang mempunyai kebiasaan bruxism
5. Desain preparasi tidak didukung jaringan gigi yang kuat
6. Alergi terhadap bahan yang digunakan

Macam mahkota jaket berdasarkan bahan pembentuknya dan pundaknya,


antara lain:
1. Berdasarkan bahan:
a. Full metal
Terbuat dari dental alloy, seperti emas. Mahkota jaket yang terbuat dari
alloy diindikasikan untuk gigi yang memerlukan kekuatan yang tinggi dan
tidak memerlukan nilai estetik.

b. Full porcelain
Terbuat dari dental ceramic (porcelain). Mahkota jaket full porcelain
diindikasikan untuk gigi yang memerlukan nilai estetik, tetapi tipe
mahkota jaket ini kurang kuat untuk menahan kekuatan pengunyahan.

c. Porcelain fused to metal :


Mahkota jaket tipe ini mengkombinasikan antara metal dan porselen.
Bertujuan mengambil kelebihan masing-masing bahan, sehingga
mempunyai sifat yang kuat dan estetik tetap bagus

d. Acrylic : acrylic jacket crown, acrylc tumble crown, acrylic


veneer crown, acrylic veneer crown
2. Berdasarkan pundak

17
a. Full shoulder
b. Partial shoulder
c. Shoulderless

Tahap pembuatan mahkota jaket meliputi preparasi mahkota, pencetakan


work model, processing, terakhir tahap insersi.
1. Tahap preparasi mahkota
Hal yang perlu diperhatikan yaitu, sebelum memulai preparasi lakukan
retraksi gingiva menggunakan benang yang diberi adrenalin. Lingkarkan dan
masukkan benang di servikal (di bagian sulcus gingiva) gigi yang akan
dipreparasi.
a. Pengurangan bagian incisal
Menggunakan wheel diamond kecil setebal 2 mm, incisal dikurangi
1.5- 2 mm, sebelah lingual dikurangi sehingga membentuk bevel dengan
sudut kemiringan kira-kira 45
b. Pengurangan bagian proksimal
Menggunakan bur fisur ujung meruncing (tapered bur) atau diamond
yang tajam sebelah pengurangan sebesar 6 terhadap poros gigi, setebal 1
mm di daerah servikal gigi.
c. Pengurangan bagian labial
Bur fisur diamond ujung datar diletakkan di tengah permukaan labial,
dilakukan pengurangan sampai sedikit di bawah dentino enamel junction
mengurangi semua permukaan, dengan cara menggerakkan bur kearah mesial
dan distal, sampai email dan sedikit dentin terbuang. Dalam menggerakkan
bur harus konstan, sehingga tidak terjadi undercut. Hasil preparasi adalah
permukaan sedikit konveks dari gigi tetangga ke arah mesiodistal dan gingiva
insisal
d. Pengurangan permukaan lingual
Menggunakan bur fisur ujung bulat (silindris), email daerah servikal
ke arah incisal dihilangkan, bagian singulum ke arah servikal dikurangi
dengan diamond bur bentuk buah pear, mengikuti bentuk permukaan lingual.
e. Preparasi bagian servikal

18
(1) Preparasi dengan pundak, ada 3 macam bentuk pundak, yaitu:
a. Tipe square, bersudut 90 untuk akrilik
b. Tipe abtuse, bersudut lebih besar dari 90
c. Tipe acute, bersudut kurang dari 90
(2) Preparasi dengan pundak sebagian, digunakan untuk gigi yang
mengalami rotasi
(3) Preparasi tanpa pundak (shoulderless), digunakan untuk gigi kecil (gigi
anterior bawah atau gigi rudimenter)
2. Tahap pencetakan work model
Preparasi mahkota jaket sudah baik, dan tidak ada undercut, maka
dilakukan retraksi gingiva menggunakan benang yang sudah diberi adrenalin dan
lingkarkan ke servik, sehingga margin gingival teretraksi dan dapat dicetak
menggunakan metode pencetakan ganda (double impression). Aplikasikan bahan
elastomer di bagian gigi yang telah dipreparasi menggunakan syringe khusus.
Sementara itu lakukan manipulasi bahan putty, kemudian aplikasikan putty di gigi
yang telah diberi bahan elastomer dan tunggu sampai setting. Hasil cetakan
negative diisi dengan glasstone

3. Tahap processing
4. Tahap insersi
Sebelum insersi, lakukan try in terlebih dahulu, jika mahkota jaket sudah
pas maka dapat diinsersikan. Sementasi mahkota dapat menggunakan GIC tipe
luting (GC Gold label Luting & Lining Cement).

Tahap-tahap Sementasi:

a. Keringkan bagian gigi abutment.


b. Lapisi permukaan dalam mahkota jaket dengan semen secukupnya (terutama
permukaan lingual dan labial) dan segera pasang pada gigi. Working time
selama 2 menit .
c. Gunakan tekanan secukupnya/ moderat .
d. Hilangkan kelebihan semen, bila telah mencapai tahap seperti karet
e. Finishing dapat dilakukan setelah 4 menit 30 detik sejak mahkota dipasang

19
2.2.2 Gigi Tiruan Sebagian Lepasan

Gigi tiruan sebagian adalah suatu alat yang berfungsi untuk


mengembalikan beberapa gigi asli yang hilang dengan dukungan utama adalah
jaringan lunak di bawah plat dasar dan dukungan tambahan dari gigi asli yang
masih tertinggal dan terpilih sebagai gigi pilar. Restorasi prostetik ini sering
disebut juga Removable Partial Denture (Applegate, 1960).

2.2.2.1 Indikasi GTSL

Gigi tiruan sebagian lepasan (GTSL) adalah gigitiruan untuk


menggantikan satu atau beberapa gigi yang hilang pada rahang atas atau rahang
bawah dan dapat dibuka pasang oleh pasien. Indikasi pemakaian GTSL yaitu:

1. Panjang daerah tidak bergigi tidak memungkinkan pembuatan GTC


2. Tidak terdapat gigi penyangga di sebelah distal ruang tidak bergigi
3. Bila dukungan sisa gigi asli kurang sehat
4. Hilangnya satu gigi atau lebih.
5. Gigi yang masih tertinggal dalam keadaan baik dan memenuhi syarat
sebagai gigi abutment.
6. Keadaan processus alveolaris masih baik.
7. Oral hygiene pasien baik.
8. Pasien mau dibuatkan gigi tiruan sebagian lepasan.

2.2.2.2 Kontraindikasi GTSL

1. Penderita yang tidak kooperatif, sifat tidak menghargai perawatan gigi


tiruan.

2. Umur lanjut, mempertimbangkan sifat dan kondisi penderita sebaiknya


dibuatkan GT temporer.

3. Penyakit sistemik (epilepsy, DM tidak terkontrol)

4. OH jelek.

20
BAB III
PEMBAHASAN

1. Apa saja pemeriksaan yang termasuk pemeriksaan intra oral ?

Penegakan diagnosis dan rencana perawatan merupakan hal yang sangat


penting dilakukan oleh dokter gigi karena hal tersebut akan mempengaruhi
ketepatan dan keberhasilan perawatan yang dilakukan terhadap pasien. Dalam
menegakkan diagnosis dan membuat rencana perawatan maka terdapat 4 tahap
yang dapat dilakukan oleh seorang dokter gigi yaitu S (pemeriksaan subyektif), O
( pemeriksaan obyektif), dan P (treatment) (Underwood, 1999).

A. Pemeriksaan Subyektif
Pemeriksaan subyektif setidak-tidaknya berkaitan dengan 7 hal, yaitu
identitas pasien, keluhan utama, present illness, riwayat medic, riwayat dental,
riwayat keluarga, dan riwayat social.

1. Identitas Pasien/ Data demografis


Data identitas pasien ini diperlukan bila sewaktu-waktu dokter gigi perlu
menghubungi pasien pasca-tindakan, dapat pula sebagai data ante-mortem (dental
forensic). Data identitas pasien ini meliputi :
1. Nama (nama lengkap dan nama panggilan),

2. Tempat Tanggal Lahir,

3. Alamat Tinggal,

4. Golongan Darah,

5. Status Pernikahan,

6. Pekerjaan,

7. Pendidikan,

8. Kewarganegaraan, serta

21
9. Nomor telepon/ handphone yang 4act dihubungi.

2. Keluhan Utama (Chief Complaint/ CC)


Berkaitan dengan apa yang dikeluhkan oleh pasien dan factor pasien ke
dokter gigi. Keluhan utama dari pasien akan berpengaruh terhadap pertimbangan
dokter gigi dalam menentukan prioritas perawatan.

3. Present illness (PI)


Mengetahui keluhan utama saja tidak cukup, maka diperlukan pula
pengembangan akar masalah yang ada dalam keluhan utama, yaitu dengan
mengidentifikasi keluhan utama. Misalnya dengan mencari tahu kapan rasa sakit/
rasa tidak nyaman itu pertama kali muncul, apakah keluhan itu bersifat
intermittent (berselang) atau terus menerus, jika intermittent seberapa sering,
adakah 5actor pemicunya, dan sebagainya.

4. Riwayat Medik (Medical History/MH)


Riwayat medic perlu ditanyakan karena hal itu akan berkaitan dengan
diagnosis, treatment, dan prognosis. Beberapa hal yang penting ditanyakan
adalah:
a. Gejala umum seperti demam, penurunan berat badan, serta gejala umum
lainnya.

b. Gejala yang dikaitkan dengan system didalam tubuh, seperti batuk dengan
system respirasi, lesi oral dengan kelainan gastrointestinal dan lesi kulit,
kecemasan, depresi dengan kelainan kejiwaan.

c. Perawatan bedah dan radioterapi yang pernah dilakukan.

d. Alergi makanan dan obat

e. Penyakit yang pernah diderita sebelumnya

f. Riwayat rawat inap

g. Anestesi

22
h. Problem medic spesifik seperti terapi kortikosteroid, diabetes,
kecenderungan perdarahan, penyakit jantung, dan resiko endocarditis yang
dapat mempengaruhi prosedur oprasi.

5. Riwayat Dental (Dental History/ DH)


Selain riwayat medic, riwayat dental juga perlu ditanyakan karena akan
mempengaruhi seorang dokter gigi dalam menentukan rencana dan manajemen
perawatan yang akan dilakukan. Beberapa riwayat dental yang dapat ditanyakan
yaitu :
a. Pasien rutin ke dokter gigi atau tidak

b. Sikap pasien kepada dokter gigi saat dilakukan perawatan

c. Problem gigi trakir yang relevan

d. Perawatan restorasi/ pencabutan gigi terakir

6. Riwayat Keluarga (Family History/ FH)


Ini berkaitan dengan problem herediter yang berkaitan dengan kondisi
keluarga seperti kasus amelogenesis imperfekta, hemofili, angiodeme herediter,
recurrent aphtous stomatitis (RAS) dan diabetes.

7. Riwayat social (Social History/ SH)


Riwayat social yang dapat diungkap antara lain :
a. Apakah pasien masih memiliki keluarga

b. Keadaan sosio-ekonomi pasien

c. Pasien bepergian ke luar negri (berkaiatan dengan beberapa penyakit


infeksi, misalnya penyakit di daerah tropis atau wabah di Negara tertentu).

d. Riwayat sexual pasien

e. Kebiasaan merokok, minum alcohol, pengguna obat-obatan, dll

f. Informasi tentang diet makanan pasien (Underwood, 1999).

23
B. Pemeriksaan Obyektif
Pemeriksaan obyektif yang dilakukan secara umum ada dua macam, yaitu
Pemeriksaan obyektif meliputi:

1. Pemeriksaan ekstra oral

Terdiri dari pemeriksaan asimetri wajah dan pembengkakan kelenjar limfe,


baik itu submandibular maupun submental. Cara melakukan pemeriksaan ini yaitu
dengan melakukan palpasi pada bagian leher pasien. Apabila pembengkakak
teraba, pada kartu status diberi tanda + dan bila tidak diberi tanda 0.

2. Pemeriksaan intra oral

Terdiri dari:

Inspeksi
Memeriksa dengan mengamati objek baik warna, ukuran, bentuk,
hubungan anatomis, keutuhan, ciri-ciri permukaan jaringan, abrasi, dan resesi.
Bila ada gigi fraktur, abrasi, atau atrisi, pada kartu status diberi tanda + dan
bila tidak diberi tanda 0.
Pemeriksaan perkusi
Bertujuan untuk mengetahui adanya keradangan pada jaringan
periondontal. Dilakukan dengan mengetuk permukaan gigi menggunakan
handle instrumen tangan. Bila gigi terasa sakit saat diketuk, pada kartu status
diberi tanda + dan bila tidak diberi tanda 0.
Pemeriksaan palpasi
Dengan meraba pada gingiva dimulai dari tepi ke tepi menggunakan ujung
jari telunjuk dan jari tengah. Bila terdapat fluktuasi, pada kartu status diberi
tanda + dan bila tidak diberi tanda 0.
Pemeriksaan kegoyangan gigi (mobiliti)
Dilakukan dengan menggerakkan gigi kearah bukolingual dan mesiodistal.
Dari pemeriksaan diperoleh hasil derajat kegoyangan gigi.

Pemeriksaan vitalitas gigi


Pemeriksaan vitalitas gigi dilakukan berurutan. Apabila pada gigi pasien
belum terdapat perforasi atau lubang pada pulpa, maka tes vitalitas yang
dilakukan antara lain:

24
- Tes termal
Tes yang dilakukan untuk tes termal umumnya adalah tes termal
dingin, karena tes termal panas dapat merusak jaringan pulpa. Tes termal
dingin dilakukan dengan menempelkan cotton pellet yang telah disemprot
dengan ethil chloride pada bagian servikal gigi (bila gigi utuh), pada dasar
kavitas (bila terdapat kavitas), atau pada puncak cusp (pada anak-anak).
Bila gigi yang dites terasa sakit, pada kartu status diberi tanda + yang
berarti gigi tersebut vital.Bila tidak terasa sakit, maka dilanjutkan ke tes
berikutnya.
- Tes kavitas
Dengan melakukan pengeburan pada dasar kavitas (cavity
entrance) menggunakan round bur. Bila terasa sakit, pada kartu status
diberi tanda + yang berarti gigi tersebut vital.Bila tidak terasa sakit, maka
dilanjutkan ke tes berikutnya.
- Tes jarum Miller
Dengan memasukkan jarum Miller melalui lubang pada pulpa
sampai pada ujung apikal gigi, sedalam panjang gigi rata-rata.Kemudian
dilakukan foto rontgen dengan jarum Miller tetap menancap pada gigi.
Bila terasa sakit, maka pada kartu status diberi tanda + yang berarti gigi
tersebut vital.Bila tidak, maka dapat disimpulkan bahwa gigi tersebut
sudah non-vital. Apabila pada gigi pasien sudah terdapat perforasi, maka
langsung dilakukan tes jarum Miller.
4. Pemeriksaan penunjang
Pemeriksaan penunjang adalah pemeriksaan radiografi, yang bertujuan
untuk melihat keadaan ruang pulpa, keadaan saluran akar, keadaan
periapikal, keadaan jaringan periodontal, dan mendukung tes jarum
Miller.

C. Pemeriksaan Penunjang

a. Radiografi
Dental radiografi memegang peranan penting dalam menegakkan
diagnosis, merencanakan perawatan, dan mengevaluasi hasil perawatan untuk

25
melihat keadaan gigi secara utuh. Dalam mempelajari radiologi oral ada 2 hal
yang perlu diperhatikan, yakni :
1. Teknik atau cara untuk mendapatkan hasil yang optimal

2. Interpretasi atau menafsirkan radiogram yang telah dibuat

Ada 2 macam radiografi yang digunakan dalam kedokteran gigi, yaitu:


1. Radiografi Intral oral : tahnik periapikal, tehnik bite wing atau sayap gigit,
tehnik oklusal.

2. Radiografi ekstra oral : Panoramic, oblique lateral, posteroanterior (PA)


jaw, reverse towns projection.

b. Pemeriksaan laboratorium
Pemeriksaan laboratorium dibutuhkan untuk evaluasi pasien dengan sakit
atau tanda dan gejala pada orofacial yang menjurus kearah penyakit ottorinologik,
kelenjar saliva atau penyakit jaringan adneka lainnya. Prosedur laboratorium
biasanya dikelompokkan menurut devisi dari pelayanan laboratorium yang
melakukan satu kelompok tes tertentu, yaitu hematologi, kimia darah, urinalisis,
histopatologi dan sitology, mikrobiologi dan imunologi (Underwood, 1999).

26
2. Apa rencana perawatan dari kasus diatas ?

a. Gigi 11 fraktur 2/3mahkota dengan test vitalitas (-) dan test perkusi (-)

Diagnosis yang ditegakkan adalah gigi 11 fraktur Ellis kelas III. Rencana
perawatan gigi 11 yaitu pulpektomi satu kunjungan dengan restorasi mahkota
jaket porselin fusi metal dengan pemasangan pasak fiber prefabricated. Prognosis
baik, karena saluran akar gigi 11 tunggal, tidak ada kelainan jaringan periapikal
pada gigi 11, tidak ada mobilitas, sisa struktur jaringan keras gigi 11 yang ada
masih dapat direstorasi dengan pasak fiber dan mahkota jaket porselin fusi metal.
Cara kerja :

1. dilakukan pemeriksaan subjektif, objektif, dan radiografis,


2. pasien menanda tangani informed consent
3. perawatan PSA, Guta perca dibuat sesuai dengan panjang saluran pasak
menggunakan gates glidden drill
4. kemudian dilanjutkan preparasi menggunakan Peeso reamer,
5. dilanjutkan dengan precission drill sesuai ukuran pasak fiber.
6. Setelah dilakukan pengepasan dan dikonfirmasi dengan foto radiografis
maka dilakukan penyemenan dengan semen resin (Build IT-FR, Pentron).
7. Pemotongan pasak fiber dengan bur intan pada 2/3 panjang mahkota dan
dilanjutkan pembuatan inti resin komposit.
8. Tahap dilanjutkan dengan preparasi tonggak dan dicetak menggunakan
double impression dan untuk gigi antagonis dilakukan pencetakan dengan
alginat.
9. Model dikirimkan kepada tekniker dengan instruksi yang jelas.
10. Kunjungan berikutnya dilakukan pemasangan mahkota jaket PFM setelah
dilakukan pemeriksaan warna, kontur, embrasur, kerapatan tepi, oklusi,
kontak proksimal, ketahanan, dan hubungan dengan gigi antagonis
11. maka dilakukan penyemanan dengan semen resin (Rely X U200, 3M
ESPE).
12. Kontrol restorasi dilakukan seminggu kemudian dan pasien merasa
nyaman menggunakannya, tidak terdapat keluhan, dan gigi dapat
difungsikan dengan normal. (Fakriantu dan Yulita, 2015 : 155-162)
b. gigi 21 fraktur mahkota dengan test vitalitas (+) dan perkusi (-)

Telah dilakukan perawatan pada ftaktur Ellis kelas I2 akibat trauma pada gigi
insisif sentral tetap atas. pada pasien tersebut dilakukan restorasi dengan bahan

27
resin komposit dengan mahkota seluloid. Pada denlin yang terbuka. Diaplikarikan
kalsium hidroksida untuk melindungi pulpa dari invasi bakteri dan rangsaangan
termal, serta membentuk dentin reparatif. Setelah dilakukan perawatan pasien
merasakan keluhannya hilang, secara estetik gigi terlihat baik dan gigi masih vital.
(Marisa dan Eeriandi, 2006 : 189-192)

c. gigi 22 fraktur 2/3 mahkota dengan test Vitalitas (-) dan perkusi (+),
Pemeriksaan radiografis terlihat gamabran radiolusen pada daerah apikal gigi
22.

Diagnosis yang ditegakkan adalah gigi 22 fraktur Ellis kelas III denan
abses periapikal. Rencana perawatan gigi 2 yaitu pulpektomi satu kunjungan
dengan restorasi mahkota jaket porselin fusi metal dengan pemasangan pasak
fiber prefabricated. Cara kerja :

1. dilakukan pemeriksaan subjektif, objektif, dan radiografis,


2. pasien menanda tangani informed consent
3. melakukan anestesi infiltrasi pada bagian labial dan gingival polip
dilakukan eksisi dengan scalpel kemudian luka ditekan dengan tampon
yang telah diberi yod glicen
(majalah kedokteran gigi, 2011 :117-121)
4. hari berikutnya perawatan PSA, Guta perca dibuat sesuai dengan panjang
saluran pasak menggunakan gates glidden drill
5. kemudian dilanjutkan preparasi menggunakan Peeso reamer,
6. dilanjutkan dengan precission drill sesuai ukuran pasak fiber.
7. Setelah dilakukan pengepasan dan dikonfirmasi dengan foto radiografis
maka dilakukan penyemenan dengan semen resin (Build IT-FR, Pentron).
8. Pemotongan pasak fiber dengan bur intan pada 2/3 panjang mahkota dan
dilanjutkan pembuatan inti resin komposit.
9. Tahap dilanjutkan dengan preparasi tonggak dan dicetak menggunakan
double impression dan untuk gigi antagonis dilakukan pencetakan dengan
alginat.
10. Model dikirimkan kepada tekniker dengan instruksi yang jelas.
11. Kunjungan berikutnya dilakukan pemasangan mahkota jaket PFM setelah
dilakukan pemeriksaan warna, kontur, embrasur, kerapatan tepi, oklusi,
kontak proksimal, ketahanan, dan hubungan dengan gigi antagonis

28
12. maka dilakukan penyemanan dengan semen resin (Rely X U200, 3M
ESPE).
13. Kontrol restorasi dilakukan seminggu kemudian dan pasien merasa
nyaman menggunakannya, tidak terdapat keluhan, dan gigi dapat
difungsikan dengan normal.
(Fakriantu dan Yulita, 2015 : 155-162)

d. kehilangan gigi 24 dan terdapat sisa akar pada gigi 17,18.

Diagnosis yang ditegakkan adalah gigi 24 missing dengan perawatan bridge


dengan Porcelain Fused to Metal (PFM).

3. Apa indikasi dan kontra indikasi dari GTC ?

Adapun indikasi dan kontra indikasi dari GTC, yaitu :


(Lesmana, 1999)

a. Indikasi pemakaian GTC :


1. Kehilangan satu atau lebih gigi
2. Kurangnya celah karena pergeseran gigi tetangga kedaerah edentulus
3. Gigi di sebelah daerah edentulus miring
4. Splint bagigigi yang memiliki ketebalan email yang cukup untuk dietsa.

b. Kontra indikasi pemakaian GTC :


1. Pasien yang tidak kooperatif
2. Kondisi kejiwaan pasien kurang menunjang
3. OH pasien jelek
4. Kelainan jaringan periodonsium
5. Prognosis yang jelek dari gigi penyangga
6. Diastema yang panjang
7. Kemungkinan kehilangan gigi pada lengkung gigi yang sama
8. Resorbsi lingir alveolus yang besar pada daerah anodonsia.

4. Apa indikasi dan kontra indikasi dari GTSL ?

a. Indikasi pemakaian GTSL yaitu (Haryanto, 1999) :

29
1. Panjang daerah tidak bergigi tidak memungkinkan pembuatan GTC
2. Tidak terdapat gigi penyangga di sebelah distal ruang tidak bergigi
3. Bila dukungan sisa gigi asli kurang sehat
4. Hilangnya satu gigi atau lebih.
5. Gigi yang masih tertinggal dalam keadaan baik dan memenuhi syarat
sebagai gigi abutment.
6. Keadaan processus alveolaris masih baik.
7. Oral hygiene pasien baik.
8. Pasien mau dibuatkan gigi tiruan sebagian lepasan.

b. Kontra indikasi GTSL

1. Penderita yang tidak kooperatif, sifat tidak menghargai perawatan gigi


tiruan.

2. Umur lanjut, mempertimbangkan sifat dan kondisi penderita sebaiknya


dibuatkan GT temporer.

3. Penyakit sistemik (epilepsy, DM tidak terkontrol)

4. OH jelek.

5. Apa saja bahan-bahan untuk GTC ?

Macam-macam bahan GTC sebagai berikut:


(Arifin, 2000)
a. Full metal
Terbuat dari dental alloy, seperti emas. Mahkota jaket yang terbuat
dari alloy diindikasikan untuk gigi yang memerlukan kekuatan yang tinggi
dan tidak memerlukan nilai estetik.

b. Full porcelain
Terbuat dari dental ceramic (porcelain). Mahkota jaket full
porcelain diindikasikan untuk gigi yang memerlukan nilai estetik, tetapi
tipe mahkota jaket ini kurang kuat untuk menahan kekuatan pengunyahan.

c. Porcelain fused to metal

30
Mahkota jaket tipe ini mengkombinasikan antara metal dan
porselen. Bertujuan mengambil kelebihan masing-masing bahan, sehingga
mempunyai sifat yang kuat dan estetik tetap bagus.

d. Acrylic
Indikasinya adalah memperbaiki fraktur/kerusakan gigi anterior
pada usia muda, untuk mahkota sementara sedangkan kontra indikasinya
adalah untuk gigi posterior. Kerugian akrilik bersifat porus, kurang kuat,
termal ekspansi tinggi.

6. Apakah kalkulus pasien pada kasus harus dibersihkan terlebih dahulu


sebelum sebelum dilakukan perawatan ?

(Lesmana, 1999)

b. Kontra indikasi pemakaian GTC :


1. Pasien yang tidak kooperatif
2. Kondisi kejiwaan pasien kurang menunjang
3. OH pasien jelek
4. Kelainan jaringan periodonsium
5. Prognosis yang jelek dari gigi penyangga
6. Diastema yang panjang
7. Kemungkinan kehilangan gigi pada lengkung gigi yang sama
8. Resorbsi lingir alveolus yang besar pada daerah anodonsia.

Jadi, berdasarkan keterangan dari (Lesmana, 1999) bahwa salah satu


kontra indikasinya adalah OH pasien jelek sedangkan Menurut Green dan
Vermillion (1964, cit. Nio, 1987) untuk mengukur kebersihan gigi dan mulut
adalah dengan mempergunakan suatu indeks yang disebut Oral Higiene Index
Simplified (OHI-S). Nilai dari OHI-S ini merupakan nilai yang diperoleh dari
hasil penjumlahan antara debris indeks dan kalkulus indeks, oleh karena itu harus
dilakukan pembersihan kalkulus dulu.

7. Apakah perlu dilakukan pencabutan pada gigi 17,18 atau apakah ada
perawatan yang bisa dilakukan ?

31
Sisa akar gigi yang tertinggal dalam rongga mulut tidak boleh dibiarkan
saja,kecuali pada kondisi tertentu. Penatalaksanaan sisa akar gigi ini tergantung
dari pemeriksaan klinis akar gigi dan jaringan penyangganya. Akar gigi yang
masih utuh dengan jaringan penyangga yang masih baik, masih bisa dirawat.
Jaringan pulpanya dihilangkan,diganti dengan pulpa tiruan, kemudian dibuatkan
mahkota gigi. Akar gigi yang sudah goyah dan tidak dimungkinkan dirawat
jaringan penyangganya perlu dicabut. Sisa akar gigi ukuran kecil kurang dari 1/3
akar gigi yang terjadi akibat pencabutan gigi yang tidak sempurna dibiarkan saja.
Untuk sisa akar gigi ukuran lebih dari 1/3 akar gigi yang terjadi akibat pencabutan
gigi sebaiknya tetap diambil. Hal ini kemungkinan perlu dilakukan ronsen foto
gigi dahulu. Pencabutan sisa akar gigi umumnya mudah. Gigi sudah mengalami
kerusakan yang parah sehingga jaringan penyangga giginya sudah tidak kuat lagi.
Untuk kasus yng sulit dibutuhkan tindakan bedah ringan. (Tsukiboshi, 2000).

8. Apa kerugian dan keuntungan dari GTC ?

1. Keuntungan
- Karena diletakkan pada gigi asli sehingga tidak mudah terlepas
atau tertelan
- Dirasakan seperti gigi sendiri oleh pasien
- Tidak mempunyai clasp (pendekap) yang dapat menyebabkan
keausan pada enamel gigi
- Melindungi gig terhadap tekanan
- Dapat mempunyai efek spint (efek belat) yang melindungi gigi
terhadap stress (tegangan)
- Mendistribusikan stress (tegangan) fungsi ke seluruh gigi
sehingga menguntungkan jaringan pendukungnya
(Abu Bakar, 2012).
2. Kerugian
- Ditempatkan permanen sehigga sulit untuk mengontrol plak
- Dapat menyebabkan peradangan mukosa dibawah pontik
(Bakar, Abu. 2012)

9. Apa saja komponen GTC ?

32
Gigi tiruan cekat terdiri dari beberapa komponen, yaitu pontik, retainer,
konektor, dan abutment, yang dapat diuraikan sebagai berikut :
a. Pontik
Merupakan bagian dari gigi tiruan jembatan yang menggantikan gigi asli
yang hilang dan berfungsi untuk mengembalikan:
1) Fungsi kunyah dan bicara
2) Estetis
3) Comfort (rasa nyaman)
4) Mempertahankan hubungan antar gigi tetangga mencegah migrasi /
hubungan dengan gigi lawan ektrusi

Berikut adalah klasifikasi pontik, antara lain:


a. Berdasarkan bahan
Berdasarkan bahan pembuatan pontik dapat diklasifikasikan atas.

1) Pontik logam
Logam yang digunakan untuk membuat pontik pada umumnya terdiri dari
alloy, yang setara dengan alloy emas tipe III. Alloy ini memiliki kekuatan dan
kelenturan yang cukup sehingga tidak mudah menjadi patah atau berubah bentuk
(deformasi) akibat tekanan pengunyahan. Pontik logam biasanya dibuat untuk
daerah-daerah yang kurang mementingkan faktor estetis, namun lebih
mementingkan faktor fungsi dan kekuatan seperti pada jembatan posterior.

2) Pontik porselen
Pontik jenis ini merupakan pontik dengan kerangka dari logam sedangkan
seluruh permukaannya dilapisi dengan porselen. Pontik ini biasanya diindikasikan
untuk jembatan anterior dimana faktor estetis menjadi hal yang utama. Pontik
porselen mudah beradaptasi dengan gingival dan memberikan nilai estetik yang
baik untuk jangka waktu yang lama.

3) Pontik akrilik
Pontik akrilik adalah pontik yang dibuat dengan memakai bahan resin
akrilik. Dibandingkan dengan pontik lainnya, pontik akrilik lebih lunak dan tidak
kaku sehingga membutuhkan bahan logam untuk kerangkanya agar mampu
menahan daya kunyah / gigit. Pontik ini biasanya diindikasikan untuk jembatan
anterior dan berfungsi hanya sebagai bahan pelapis estetis saja.

33
4) Kombinasi Logam dan Porselen
Pontik ini merupakan kombinasi logam dan porselen dimana logam akan
memberikan kekuatan sedangkan porselen pada jenis pontik ini memberikan
estetis. Porselen pada bagian labial/bukal dapat dikombinasikan dengan logam
yang bertitik lebur tinggi (lebih tinggi dari temperature porselen). Tidak berubah
warna jika dikombinasikan dengan logam, sangat keras, kuat dan kaku dan
mempunyai pemuaian yang sama dengan porselen. Porselen ditempatkan pada
bagian labial/bukal dan daerah yang menghadap linggir, sedangkan logam
ditempatkan pada oklusal dan lingual. Pontik ini dapat digunakan pada jembatan
anterior maupun posterior.

5) Kombinasi Logam dan Akrilik


Pada kombinasi logam dan akrilik ini, akrilik hanya berfungsi sebagai
bahan estetika sedangkan logam yang memberi kekuatan dan dianggap lebih dapat
diterima oleh gingival sehingga permukaan lingual/palatal dan daerah yang
menghadap gusi dibuat dari logam sedangkan daerah labial/bukal dilapisi dengan
akrilik.

b. Berdasarkan hubungan dengan Jaringan Lunak


1) Pontik Sanitary
Pada pontik ini, dasar pontik tidak berkontak sama sekali dengan linggir
alveolus sehingga terdapat ruangan/jarak antara dasar pontik dengan linggir
alveolus (1-3 mm), dan permukaan dasar pontik cembung dalam segala aspek.
Tujuan pembuatan dasar pontik ini adalah agar sisa-sisa makanan dapat dengan
mudah dibersihkan. Adanya bentuk pontik yang demikian mengakibatkan
kekurangan dalam hal estetis sehingga hanya diindikasikan untuk pontik posterior
rahang bawah(Arifin, 2000).

2) Pontik Ridge Lap


Bagian labial/bukal dari dasar pontik berkontak dengan linggir alveolus
sedangkan bagian palatal menjauhi linggir ataupun sedikit menyentuh mukosa
dari linggir. Hal ini mengakibatkan estetis pada bagian labial/bukal lebih baik, dan
mudah dibersihkan pada bagian palatal. Walaupun demikian menurut beberapa
hasil penelitian, sisa makanan masih mudah masuk ke bawah dasar pontik dan

34
sulit untuk dibersihkan. Pontik jenis ini biasanya diindikasikan untuk jembatan
anterior dan posterior(Arifin, 2000).

3) Pontik Conical Root


Pontik conical root biasanya diindikasikan untuk jembatan imediat yang
dibuatkan atas permintaan pasien yang sangat mengutamakan estetis dalam
kegiatan sehari-hari. Pontik ini dibuat dengan cara bagian dasar pontik masuk ke
dalam soket gigi yang baru dicabut kira-kira 2 mm. pontik ini dipasang segera
setelah dilakukannya pencabutan dan pada pembuatan ini tidak menggunakan
restorasi provisional.4

B. Retainer
Restorasi tempat pontik dicekatkan. Retainer direkatkan dengan semen
pada gigi penyangga yang telah dipersiapkan dan berfungsi sebagai stabilisasi dan
retensi (Arifin, 2000). Sedangkan retainer dibagi sebagai berikut :

1. Retainer ekstrakorona
Retainer ekstrakorona adalah retainer yang retensinya berada dipermukaan
luar mahkota gigi penyangga.

2. Retainer dowel crown


Retainer dowel crown adalah retainer yang retensinya berupa pasak yang
telah disemenkan ke saluran akar yang telah dirawat dengan sempurna.
Indikasi:
- Gigi penyangga yang telah mengalami perawatan syaraf
- Gigi tiruan jembatan yang pendek
- Tekanan kunyah ringan
- Gigi penyangga perlu perbaikan posisi/inklinasi
Keuntungan:
- Estetis baik
- Posisi dapat disesuaikan
Kerugian:
- Sering terjadi fraktur akar

C. Konektor
Konektor adalah bagian yang mencekatkan pontik ke retainer. Konektor
harus dapat mencegah distorsi atau fraktur selama gigi tiruan berfungsi (Arifin,
2000).
a. Konektor rigid

35
Konektor rigid adalah konektor yang tidak memungkinkan terjadinya
pergerakan pada komponen GTC. Merupakan konektor yang paling sering
digunakan untuk GTC. Konektor rigid dapat dibuat dengan cara:
1. Pengecoran (casting) adalah penyatuan dua komponen GTC dengan satu kali
proses tuang.
2. Penyolderan (soldering) adalah penyatuan dua komponen GTC dengan
penambahan logam campur (metal alloy) yang dipanaskan.
3. Pengelasan (welding) adalah penyatuan komponen GTC dengan pemanasan
dan/atau tekanan.

b. Konektor nonrigid
Konektor nonrigid adalah konektor yang memungkinkan pergerakan
terbatas pada komponen GTC. Diindikasikan bila terdapat pier/intermediate
abutment untuk penggangti beberapa gigi yang hilang. Konektor nonrigid
bertujuan untuk mempermudah pemasangan dan perbaikan (repair) GTC.
Contohnya adalah dovetail dan male and female.

D. Abutment
Abutment adalah gigi penyangga dapat bervariasi dalam kemampuan
untuk menahan gigi tiruan cekat dan tergantung pada faktor-faktor seperti daerah
membran periodontal, panjang serta jumlah akar.
1. Single abutment : hanya mempergunakan satu gigi penyangga.
2. Double abutment : bila memakai dua gigi penyangga.
3. Multiple abutment : bila memakai lebih dari dua gigi penyangga.
4. Terminal abutment : merupakan gigi penyangga paling ujung dari
diastema.
5. Intermediate / pier abutment : gigi penyangga yang terletak
diantara dua diastema (pontics).
6. Splinted abutment : penyatuan dua gigi penyangga pada satu sisi
diastema
7. Double splinted abutment : splinted abutment pada kedua sisi
Diastema (Arifin, 2000).

10. Apa syarat dari pemakaian GTC ?

36
Syarat Gigi Tiruan yang baik adalah sebagai berikut :
(Arifin, 2000)
1. Material tidak berbau, berasa, halus, bersih, dan tidak mengiritasi, ukuran
dan bentuk harus sesuai, serta mempunyai retensi dan stabilisasi waktu
dipakai dan berfungsi sehingga enak dipakai.
2. Dapat berfungsi untuk mengunyah makanan, mengucapkan
kata dengan jelas, gerakan seperti tertawa, menguap, batuk, minum dan
lain-lain.
3. Estetis dalam ukuran, bentuk, warna gigi dan gusi,
4. Tidak menimbulkan gangguan atau kelainan dan rasa sakit, dan juga
5. Cukup kuat terhadap tekanan pengunyahan dan pengaruh zat dalam
makanan, minuman, cairan ludah dan obat.

11. Apa tujuan dilakukannya perawatan GTC ?

Gigi tiruan cekat/ Fixed/ GTC (yang disemenkan ke gigi pasien secara
permanen). Gigi tiruan cekat atau disingkat dengan GTC diklasifikasikan menjadi
dua yaitu crown dan bridge. Secara keseluruhan gigi tiruan cekat bertujuan untuk
mempertahankan dan memelihara kesehatan gigi geligi yang masih ada beserta
seluruh sistem, memperbaiki penampilan, kemampuan mengunyah, mencapai
pemulihan kembali keadaan-keadaan yang abnormal pada pengunyahan,
pemugaran dari sebagian atau seluruh alat pengunyahan termasuk bagian yang
mengalami kerusakan, pencegahan terjadinya kerusakan selanjutnya pada gigi-
gigi lainnya dan jaringan lunak sekitarnya, keadaan yang menjamin keutuhan alat
pengunyahan untuk waktu yang selama mungkin. (Arifin, 2000)

12. Apa alsaan dokter tidak melakukan perawatan gigi posterior kanan atas
dengan GTC ?

a. Indikasi pemakaian GTSL yaitu (Haryanto, 1999) :


1. Panjang daerah tidak bergigi tidak memungkinkan pembuatan GTC
2. Tidak terdapat gigi penyangga di sebelah distal ruang tidak bergigi
3. Bila dukungan sisa gigi asli kurang sehat
4. Hilangnya satu gigi atau lebih.
5. Gigi yang masih tertinggal dalam keadaan baik dan memenuhi
syarat sebagai gigi abutment.

37
6. Keadaan processus alveolaris masih baik.
7. Oral hygiene pasien baik.
8. Pasien mau dibuatkan gigi tiruan sebagian lepasan.

b. Kontra indikasi pemakaian GTC :


(Lesmana, 1999)
1. Pasien yang tidak kooperatif
2. Kondisi kejiwaan pasien kurang menunjang
3. OH pasien jelek
4. Kelainan jaringan periodonsium
5. Prognosis yang jelek dari gigi penyangga
6. Diastema yang panjang
7. Kemungkinan kehilangan gigi pada lengkung gigi yang sama
8. Resorbsi lingir alveolus yang besar pada daerah anodonsia.

Dari keterangan diatas dapat kita simpulkan bahwa alasan dokter


melakukan perawatan GTSL karena tidak bisa melakukan perawatn GTC karena
sesuai dengan (Lesmana, 1999) salah satu kontraindikasi GTC adalah kehilangan
gigi pada lengkung gigi yang sama pada tetanggany karena tidak ada penyangga
(abutment). Tetapi yang sebaiknya dilakukan adalah perawatan GTSL yang mana
menurut (Haryanto, 1999) salah satu indikasi GTSL adalah tidak terdapat gigi
penyangga di sebelah distal ruang tidak bergigi.

38
BAB IV
PENUTUP
4.1 Kesimpulan

Sebelum dilakukan pembuatan gigi tiruan perlu diperhatikan diagnosa,


pemeriksaaan pendahuluan, rencana perawatan dan perlu memperhatikan
komponen serta desain dan teknik preparasinya. Pemakaian gigi tiruan
mempunyai tujuan bukan hanya memperbaiki fungsi pengunyahan, fonetik, dan
estetik saja, tetapi juga harus dapat mempertahankan kesehatan jaringan tersisa.
Untuk tujuan terahir ini selain erat kaitannya dengan pemeliharaan kebersihan
mulut, juga bagaimana mengatur agar gaya-gaya yang terjadi masih bersifat
fungsional atau mengurangi besarnya gaya yang kemungkinan akan merusak gigi
tiruan.

4.2 Saran

Dalam makalah ini membahas materi tentang gigi tiruan cekat dan analisa
kasus sebaiknya mahasiswa dapat memahami materi ini agar mempermudah
dalam pemahaman mengenai ilmu geligi tiruan dan pelajaran prosthodonti
selanjutnya.

39
DAFTAR PUSTAKA

Bakar, Abu. 2012. Kedokteran Gigi Klinis. Yogyakarta: Quanum Sinergis Media

Haryanto, A.G. dkk. 1991. Ilmu Gigi Tiruan Sebagian Lepasan. Jakarta:
Hipokrates

Shillingburg, Herbert T. et al. 1997. Fundamental of Fixed Prosthodontics. 3rd Ed.

https://www.scribd.com/doc/184605492/Mahkota-Tiruan-Sementara-docx

Haryanto, A.G. 1999. Buku Ajar Ilmu Gigi Tiruan Sebagian Lepasan. Jilid II
Cetakan I. Jakarta
Edyans, Marisa dan Eeriandi Sutadi, 2006. Edisi Khusus KPPIKG XIV.
Rakhma, tranantika dan Tri Endra, 2011. Majalah Kedokteran Gigi ; 18(1) : 117-
121.

40

Anda mungkin juga menyukai