Jelajahi eBook
Kategori
Jelajahi Buku audio
Kategori
Jelajahi Majalah
Kategori
Jelajahi Dokumen
Kategori
TINJAUAN PUSTAKA
A. Dermatitis
subakut, atau kronis dan dipengaruhi banyak faktor. Menurut Djuanda 2006,
Dermatitis adalah peradangan kulit (epidermis dan dermis) sebagai respon terhadap
efloresensi polimorfik dan keluhan gatal. Terdapat berbagai macam dermatitis, dua
adalah kelainan kulit yang bersifat polimorfi sebagai akibat terjadinya kontak dengan
B. Dermatitis Kontak
Dermatitis kontak ialah dermatitis yang disebabkan oleh bahan atau substansi
yang menempel pada kulit dan dikenal dua macam dermatitis kontak yaitu dermatitis
kontak iritan (DKI) dan dermatitis kontak alergik (DKA), keduanya dapat bersifat
sensitasi. Sebaliknya, dermatitis alergik terjadi pada seseorang yang telah mengalami
bahan iritan baik fisika maupun kimia yang bersifat tidak spesifik, pada sel-sel
epidermis dengan respon peradangan pada dermis dalam wakttu dan konsentrasi yang
cukup (Verayati, 2011). Dermatitis kontak iritan (DKI) dapat diderita oleh semua
kulit dan dapat mengaktivasi reaksi alergi (National Occupational Health and
2.2 Epidemiologi
Bila dibandingkan dengan dermatitis kontak iritan, jumlah penderita
dermatitis kontak alergik lebih sedikit, karena hanya mengenai orang yang
mengandung bahan kimia yang dipakai oleh masyarakat. Namun sedikit sekali
DKA 20%, tetapi data baru dari Inggris dan Amerika Serikat menunjukkan
bahwa dermatitis kontak alergik akibat kerja ternyata cukup tinggi yaitu berkisar
antara 50 dan 60%. Sedangkan, dari satu penelitian ditemukan frekuensi DKA
bukan akibat kerja tiga kali lebih sering dibandingkan dengan DKA akibat kerja.
2.3 Etiologi
Penyebab dermatitis kontak alergik adalah alergen, paling sering berupa
bahan kimia dengan berat molekul kurang dari 500-1000 Da, yang juga disebut
oklusi, suhu dan kelembaban lingkungan, vehikulum dan PH. Juga faktor
individu, misalnya keadaan kulit pada lokasi kontak (keadaan stratum korneum,
tanaman dari genus Toxicodendron, misalnya poison ivy, poison oak dan poison
antigenic 3-enta decyl cathecols. Bahan lainnya adalah nikel sulfat (bahan-bahan
dibagi menjadi dua fase, yaitu fase sensitisasi dan fase elisitasi (Trihapsoro,
2003).
Sebelum seorang pertama kali menderita dermatitis kontak alergik, terlebih
2003). Perubahan ini terjadi karena adanya kontak dengan bahan kimia
sederhana yang disebut hapten (alergen yang memilik berat molekul kecil yang
dapat menimbulkan reaksi antibodi tubuh jika terikat dengan protein untuk
dan ditangkap dan diproses oleh antigen presenting cells (APC), yaitu makrofag,
dendrosit, dan sel langerhans (Hogan, 2009; Crowe, 2009). Selanjutnya antigen
ini dipresentasikan oleh APC ke sel T. Setelah kontak dengan antigen yang telah
secara spesifik dan sel memori. Sel-sel ini kemudian tersebar melalui sirkulasi ke
yang sama di seluruh kulit tubuh. Fase saat kontak pertama alergen sampai kulit
menjadi sensitif disebut fase induksi atau fase sensitisasi. Fase ini rata-rata
Fase elisitasi atau fase eferen terjadi apabila timbul pajanan kedua dari
antigen yang sama dan sel yang telah tersensitisasi telah tersedia di dalam
merangsang sel T untuk mensekresi IL-2. Selanjutnya IL-2 akan merangsang INF
beraksi dengan limfosit T dan lekosit, serta sekresi eikosanoid. Eikosanoid akan
mengaktifkan sel mast dan makrofag untuk melepaskan histamin sehingga terjadi
vasodilatasi dan permeabilitas yang meningkat. Akibatnya timbul berbagai
macam kelainan kulit seperti eritema, edema dan vesikel yang akan tampak
beberapa mekanisme yaitu proses skuamasi, degradasi antigen oleh enzim dan
sel, kerusakan sel langerhans dan sel keratinosit serta pelepasan prostaglandin E-
1dan 2 (PGE-1,2) oleh sel makrofag akibat stimulasi INF gamma. PGE-1,2
berfungsi menekan produksi IL-2 dan sel T serta mencegah kontak sel T dengan
keratisonit. Selain itu sel mast dan basofil juga ikut berperan dengan
histamin berefek merangsang molekul CD8 (+) yang bersifat sitotoksik. Dengan
beberapa mekanisme lain, seperti sel B dan sel T terhadap antigen spesifik, dan
keparahan dermatitis. Pada yang akut dimulai dengan bercak eritema berbatas
jelas, kemudian diikuti edema, papulovesikel, vesikel atau bula. Vesikel atau bula
dapat pecah menimbulkan erosi dan eksudasi (basah). Pada yang kronis terlihat
kulit kering, berskuama, papul, likenifikasi dan mungkin juga fisur, batasnya
tidak jelas. Kelainan ini sulit dibedakan dengan dermatitis kontak iritan kronis;
a. Tangan.
Kejadian dermatitis kontak baik iritan maupun alergik paling sering di
tangan, mungkin karena tangan merupakan organ tubuh yang paling sering
kerja, sepertiga atau lebih mengenai tangan. Tidak jarang ditemukan riwayat
atopi pada pasien. Pada pekerjaan basah (wet work), misalnya memasak
pestisida.
b. Lengan
Alergen penyebab umumnya sama pada tangan, misalnya oleh jam tangan
(nikel), sarung tangan karet, debu semen, dan tanaman. DKA di ketiak dapat
kaca mata). Semua alergen yang berkontak dengan tangan dapat mengenai
wajah, kelopak mata dan leher, misalnya pada waktu menyeka keringat. Bila
terjadi di bibir atau sekitarnya mungkin disebabkan oleh lipstick, pasta gigi,
dan getah buah-buahan. Dermatitis di kelopak mata dapat disebabkan oleh
cat kuku, cat rambut, mascara, eye shadow, obat tetes mata dan salap mata.
d. Telinga
Anting atau jepit telinga yang terbuat dari nikel, dapat menjadi penyebab
dermatitis kontak pada telinga. Penyebab lain, misalnya obat topical, tangkai
dari ujung jari), parfum, alergen di udara, dan zat pewarna pakaian.
f. Badan
Dermatitis kontak di badan dapat disebabkan oleh tekstil, zat pewarna,
kancing logam, karet (elastis, busa), plastik, deterjen, bahan pelembut atau
pewangi pakaian.
g. Genitalia
Penyebab antara lain antiseptic, obat topical, nilon, kondom, pembalut
(nikel), kaos kaki nilon, obat topical, semen, maupun sepatu/sandal. Pada
2.6 Diagnosis
Untuk menetapkan bahan alergen penyebab dermatitis kontak alergik
fisik dan uji tempel (Trihapsoro, 2003). Pertanyaan mengenai kontaktan yang
dicurigai didasarkan kelainan kulit yang ditemukan. Misalnya, ada kelainan kulit
dengan papul dan erosi, maka perlu ditanyakan apakah penderita memakai
kancing celana atau kepala ikat pinggang yang terbuat dari logam (nikel). Data
yang berasal dari anamnesis juga meliputi riwayat pekerjaan, hobi, obat topikal
yang pernah digunakan, obat sistemik, kosmetika, bahan-bahan yang diketahui
menimbulkan alergi, penyakit kulit yang pernah dialami, serta penyakit kulit
Misalnya, di ketiak oleh deodoran, di pergelangan tangan oleh jam tangan, dan di
eritema, edema dan papula disusul dengan pembentukan vesikel yang jika pecah
akan membentuk dermatitis yang membasah. Lesi pada umumnya timbul pada
tempat kontak, tidak berbatas tegas dan dapat meluas ke daerah sekitarnya.
tubuh yang lain maka predileksi regional akan sangat membantu penegakan
(tenang), bila mungkin setelah 3 minggu. Tempat melakukan uji tempel biasanya
di punggung, dapat pula di bagian luar lengan atas. Bahan uji diletakkan pada
sepotong kain atau kertas, ditempelkan pada kulit yang utuh, ditutup dengan
Reaksi dibaca setelah 48 jam (pada waktu dibuka), 72 jam dan atau 96 jam.
Untuk bahan tertentu bahkan baru memberi reaksi setelah satu minggu. Hasil
positif dapat berupa eritema dengan urtikaria sampai vesikel atau bula. Penting
dibedakan, apakah reaksi karena alergi kontak atau karena iritasi, sehubungan
dengan konsentrasi bahan uji terlalu tinggi. Bila oleh karena iritasi, reaksi akan
menurun setelah 48 jam (reaksi tipe decresendo), sedangkan reaksi alergi kontak
ialah dengan dermatitus kontak iritan. Dalam keadaan ini pemeriksaan uji tempel
menekan kelainan kulit yang timbul (Brown University Health Services, 2003;
kontak alergi akut yang ditandai dengan eritema, edema, bula atau vesikel, serta
eksudatif. Umumnya kelainan kulit akan mereda setelah beberapa hari. Kelainan
alergik yang ringan, atau dermatitis akut yang telah mereda (setelah mendapat
(Djuanda, 2003).
2.9 Prognosis
Prognosis dermatitis kontak alergi umumnya baik, sejauh bahan
kontaktannya dapat disingkirkan. Prognosis kurang baik dan menjadi kronis, bila
numularis, atau psoriasis), atau pajanan dengan bahan iritan yang tidak mungkin
C. Pitiriasis versicolor
3.1 Definisi
jamur superfisial yang kronik, biasanya tidak memberikan keluhan subyektif , berupa
bercak skuama halus yang berwarna putih sampai coklat hitam, terutama meliputi
badan dan kadang-kadang dapat menyerang ketiak, lipat paha, lengan, tungkai atas,
3.2 Sinonim
Tine versicolor , kromofitosis, dermatomikosis, lver spots, tinea flava,,
3.3 Epidemiologi
daerah tropis.
3.4 Patogenesis
Pada kulit terdapat flora normal yang berhubungan dengan timbulnya pitiriasis
ovale yang berbentuk oval. Keduanya merupakan organisme yang sama, dapat
diantaranya oleh defisiensi imun. Eksogen dapat karena factor suhu, kelembapan
alasan berobat. Pseudoakromia, akibat tidak terkena sinar matahari atau kemungkinan
3.6 Diagnosis
keemasan dan pada sediaan langsung kerokan kulit dengan larutan KOH 20% terlihat
Penyakit ini harus dibedakan dengan dermatitis seboroika, eritrasma, sifilis II,
3.8
yang dapat dipakai misalnya, suspensi (selenium sulfide) dapat dipakai sebagai sampo
2-3 kali seminggu. Obat digosokkan pada lesi dan didiamkan 15-30 menit, sebelum
mandi. Obat lain salisil spiritus 10%, derivate-derivat azol misalnya miconazole,
20% ; tolsikla ; tolnaftat, dan haloprogin. Jika sulit disembuhkan ketokonazol dapat
3.9 Prognosis
Prognosis baik bila pengobatan dilakukan menyeluruh, tekun, dan konsisten.
DAFTAR PUSTAKA
Sularsito, Sri Adi & Retno W. Soebaryo. Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin
Edisi Keenam. Jakarta : Balai Penerbit FKUI; 2013.p.156-65.
Goldsmith, Lowell A ; Katz, Stephen. Fitzpatrick's Dermatology in General
Medicine. 8th edition volume one. United States : McGrawHill; 2012.