PENDAHULUAN
Jinak (VPPJ) adalah gangguan keseimbangan yang sering dijumpai. Penyakit ini merupakan
penyakit degeneratif yang idiopatik yang sering ditemukan, kebanyakan diderita pada usia
dewasa muda dan usia lanjut. BPPV ini juga lebih banyak diderita oleh wanita dibandingkan
prevalensinya adalah 64 dari 100.000 penduduk.. Diperkirakan hampir 20% yang datang
berobat ke dokter merupakan BPPV.1 Di Indonesia, BPPV merupakan vertigo perifer yang
paling sering ditemui, yaitu sekitar 30%. Usia penderita BPPV yang paling banyak adalah
diatas 51 tahun. Jarang ditemukan pada orang yang berusia kurang dari 35 tahun bila tidak
Pengobatan BPPV telah berubah pada beberapa tahun terakhir. Pengertian baru
Dari uraian diatas dapat dikemukakan bahwa ilmu pengetahuan mengenai BPPV terus
berkembang, disamping itu kasus ini sering dijumpai pada usia produktif dan menganggu
aktivitas, serta perlunya kita mengetahui diagnosis dini dan penatalaksanaan mutakhir
penyakit ini maka dalam makalah ini akan dibahas seluruh aspek penting mengenai BPPV.
literatur.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Definisi
Vertigo merupakan keluhan yang sering dijumpai dalam praktek, sering digambarkan
sebagai rasa berputar, rasa oleng, tak stabil (giddiness, unsteadiness) atau rasa pusing (dizziness);
deskripsi keluhan tersebut penting diketahui agar tidak dikacaukan dengan nyeri kepala atau
sefalgi, terutama karena dikalangan awam kedua istilah tersebut (pusing dan nyeri kepala) sering
Vertigo berasal dari bahasa latin vertere yang artinya memutar-merujuk pada sensasi
sistim keseimbangan 4
nistagmus vertikal, horizontal atau rotatoar yang dicetuskan oleh perubahan posisi kepaia.
Terdapat masa laten sebelum timbulnya nistagmus, reversibilitas, kresendo, dan fenomena
kelelahan (fatigue). Lama nistagmus terbatas, umumnya kurang dari 30 detik. BPPV dikenal juga
dengan nama vertigo postural atau kupulolitiasis, merupakan gangguan keseimbangan perifer
Alat vestibuler terletak di telinga dalam (labirin), terlindung oleh tulang yang paling
keras yang dimiliki oleh tubuh. Labirin secara umum adalah telinga dalam, tetapi secara khusus
dapat diartikan sebagai alat keseimbangan. Labirin terdiri atas labirin tulang dan labirin
membrane. Labirin membrane terletak dalam labirin tulang dan bentuknya hampir menurut
bentuk labirin tulang. Antara labirin membrane dan labirin tulang terdapat perilimf, sedang
endolimf terdapat didalam labirin membrane. Berat jenis endolimf lebih tinggi daripada cairan
perilimf. Ujung saraf vestibuler berada dalam labirin membran yang terapung dalam perilimf,
yang berada pada labirin tulang. Setiap labirin terdiri dari tiga kanalis semisirkularis, yaitu
horizontal (lateral), anterior (superior), posterior (inferior). Selain ke tiga kanalis ini terdapat
Labirin juga dapat dibagi kedalam dua bagian yang saling berhubungan, yaitu:
1. Labirin anterior yang terdiri atas kokhlea yang berperan dalam pendengaran.
2. Labirin posterior, yang mengandung tiga kanalis semisirkularis, sakulus dan utrikulus.
Berperan dalam mengatur keseimbangan. (di utrikulus dan sakulus sel sensoriknya
tergantung kepada inputbsensorik dari reseptor vestibuler di labirin, organ visial dan
proprioseptif. Gabungan informasi ketiga reseptor sensorik tersebut akan diolah di SSP, sehingga
Reseptor sistem ini adalah sel rambut yang terletak dalam krista kanalis semisirkularis
dan makula dari organ otolit. Secara fungsional terdapat dua jenis sel. Sel-sel pada kanalis
semisirkularis peka terhadap rotasi khususnya terhadap percepatan sudut, sedangkan sel-sel pada
organ otolit peka terhadap gerak linier, khususnya percepatan inier dan terhadap perubahan
posisi kepala relatif terhadap gravitasi. Perbedaan kepekaan terhadap percepatan sudut dan
percepatan linier ini disebabkan oleh geometridari kanalis dan organ otolit serta ciri-ciri fisik dari
Sel rambut
Secara morfologi sel rambut pada kanalis sangat serupa dengan sel rambut pada organ
otolit. Masing-masing sel rambut memiliki polarisasi struktural yang dijelaskan oleh posisi dari
stereosilia relatif terhadap kinosilim. Jika suatu gerakan menyebabkan stereosilia membengkok
kearah kinosilium, maka sel-sel rambut akan tereksitasi. Jika gerakan dalam arah yang
berlawanan sehingga stereosilia menjauh dari kinosilium maka sel-sel rambut akan terinhibisi.
Kanalis semisirkularis
Polarisasi adalah sama pada seluruh sel rambut pada tiap kanalis, dan pada rotasi sel-sel
dapat tereksitasi ataupun terinhibisi. Ketiga kanalis hampir tegak lurus satu dengan yang lainnya,
dan masing-masing kanalis dari satu telinga terletak hampir satu bidang yang sama dengan
kanalis telinga satunya. Pada waktu rotasi, salah satu dari pasangan kanalis akan tereksitasi
sementara yang satunya akan terinhibisi. Misalnya, bila kepala pada posisi lurus normal dan
terdapat percepatan dalam bidang horizontal yang menimbulkan rotasi ke kanan, maka serabut-
serabut aferen dari kanalis hirizontalis kanan akan tereksitasi, sementara serabut-serabut yang
kiri akan terinhibisi. Jika rotasi pada bidang vertikal misalnya rotasi kedepan, maka kanalis
anterior kiri dan kanan kedua sisi akan tereksitasi, sementara kanalis posterior akan terinhibisi.
Organ otolit
Ada dua organ otolit, utrikulus yang terletak pada bidang kepala yang hampir horizontal,
dan sakulus yang terletak pada bidang hampir vertikal. Berbeda dengan sel rambut kanalis
semisirkularis, maka polarisasi sel rambut pada organ otolit tidak semuanya sama. Pada makula
utrikulus, kinosilium terletak di bagian samping sel rambut yang terdekat dengan daerah sentral
yaitu striola. Maka pada saat kepala miring atau mengalami percepatan linier, sebagian serabut
aferen akan tereksitasi sementara yang lainnya terinhibisi. Dengan adanya polarisasi yang
berbeda dari tiap makula, maka SSP mendapat informasi tentang gerak linier dalam tiga dimensi,
merupakan suatu jaras penting yang mengendalikan gerakan mata dan refleks vestibulo-okularis
(RVO). RVO adalah gerakan mata yang mempunyai suatu komponen lambat berlawanan arah
dengan putaran kepala dan suatu komponen cepat yang searah dengan putaran kepala.
Komponen lambat mengkompensasi gerakan kepal dan berfungsi menstabilkan suatu bayangan
pada retina. Komponen cepat berfungsi untuk kembali mengarahkan tatapan ke bagian lain dari
lapangan pandang. Perubahan arah gerakan mata selama rangsangan vestibularis merupakan
2.3. Etiologi
Pada sekitar 50% kasus, penyebabnya tidak diketahui (idiopatik). Beberapa kasus BPPV
dijumpai pada orang di bawah umur 50 tahun setelah mengalami jejas atau trauma kepala atau
leher, infeksi telinga tengah atau operasi stapedektomi dan orang yang lebih tua proses
degenerasi pada telinga dalam juga merupakan penyebab BPPV sehingga insiden BPPV
Banyak BPPV yang timbul spontan, disebabkan oleh kelainan di otokonial berupa deposit
yang berada di kupula bejana semisirkularis posterior. Deposit ini menyebabkan bejana menjadi
sensitif terhadap perubahan gravitasi yang menyertai keadaan posisi kepala yang berubah.4
Perjalanan penyakit dari BPPV sangat bervariasi. Pada sebagian besar kasus gangguan
menghilang secara spontan dalam kurun waktu beberapa minggu, namun dapat kambuh setelah
beberapa waktu, bulan atau tahun kemudian. Ada pula penderita yang hanya satu kali
berlangsung lama.2,4
Serangan vertigo umumnya berlangsung singkat, kurang dari 1 menit. Namun, bila
ditanyakan kepada penderita, mereka menaksirnya lebih lama sampai beberapa menit. Bila
serangan vertigo datang bertubi-tubi, hal ini mengakibatkan penderitanya merasakan kepalanya
menjadi terasa ringan, merarsa tidak stabil, atau rasa mengambang yang menetap selama
BPPV sering dijumpai pada kelompok usia menengah yaitu pada usia 40-an dan 50-an
tahun. Wanita agak lebih sering daripada pria. BPPV jarang dijumpai pada anak atau orang yang
sangat tua. Nistagmus kadang dapat disaksikan waktu terjadinya BPPV dan biasanya bersifat
torsional (rotatoar). 2
2.5. Patofisiologi
tersebut terletak pada bidang yang saling tegak lurus satu sama lain. Pada pangkal setiap kanalis
semisirkularis terdapat bagian yang melebar yakni ampula. Di dalam ampula terdapat kupula,
yakni alat untuk mendeteksi gerakan cairan dalam kanalis semisirkularis akibat gerakan kepala.
Sebagai contoh, bila seseorang menolehkan kepalanya ke arah kanan, maka cairan dalam kanalis
semisirkularis kanan akan tertinggal sehingga kupula akan mengalami defleksi ke arah ampula.
Defleksi ini diterjemahkan dalam sinyal yang diteruskan ke otak sehingga timbul sensasi kepala
menoleh ke kanan. Adanya partikel atau debris dalam kanalis semisirkularis akan mengurangi
atau bahkan menimbulkan defleksi kupula ke arah sebaliknya dari arah gerakan kepala yang
sebenarnya. Hal ini menimbulkan sinyal yang tidak sesuai dengan arah gerakan kepala, sehingga
Terdapat 2 teori yang menjelaskan patofisiologi BPPV, yakni teori kupulolitiasis dan
kanalolitiasis.
Teori Kupulolitiasis
patofisiologi BPPV. Kupulolitiasis adalah adanya partikel yang melekat pada kupula krista
ampularis. Schuknecht menemukan partikel basofilik yang melekat pada kupula melalui
pemeriksaan fotomikrografi. Dengan adanya partikel ini maka kanalis semisirkularis menjadi
lebih sensitif terhadap gravitasi. Teori ini dapat dianalogikan sebagai adanya suatu benda berat
yang melekat pada puncak sebuah tiang. Karena berat benda tersebut, maka posisi tiang menjadi
sulit untuk tetap dipertahankan pada posisi netral. Tiang tersebut akan lebih mengarah ke sisi
benda yang melekat. Ini digambarkan oleh nistagmus dan rasa pusing ketika kepala penderita
dijatuhkan ke belakang posisi tergantung (seperti pada tes Dix-Hallpike). KSS posterior berubah
posisi dari inferior ke superior, kupula bergerak secara utrikulofugal, dengan demikian timbul
nistagmus dan keluhan pusing (vertigo). Perpindahan partikel otolith tersebut membutuhkan
waktu, hal ini yang menyebabkan adanya masa laten sebelum timbulnya pusing dan nistagmus.
Teori Kanalitiasis
Teori ini dikemukakan olleh Epley pada tahun 1980. Menurutnya gejala BPPV
disebabkan oleh adanya partikel yang bebas bergerak (canalith) di dalam kanalis semisirkularis.
Misalnya terdapat kanalit pada kanalis semisirkularis posterior. Bila kepala dalam posisi duduk
tegak, maka kanalit terletak pada posisi terendah dalam kanalis semisirkularis posterior. Ketika
kepala direbahkan hingga posisi supinasi, terjadi perubahan posisi sejauh 90. Setelah beberapa
saat, gravitasi menarik kanalit hingga posisi terendah. Hal ini menyebabkan endolimfa dalam
kanalis semisirkularis menjauhi ampula sehingga terjadi defleksi kupula. Defleksi kupula ini
menyebabkan terjadinya nistagmus. Bila posisi kepala dikembalikan ke awal, maka terjadi
gerakan sebaliknya dan timbul pula nistagmus pada arah yang berlawanan. Model gerakan
partikel begini seolah-olah seperti kerikil yang berada dalam ban, ketika ban bergulir, kerikil
terangkat sebentar lalu jatuh kembali karena gaya gravitasi. Jatuhnya kerikil tersebut memicu
2,4
organ saraf dan menimbulkan pusing.
Dibanding dengan teori cupulolithiasis teori ini lebih dapat menerangkan keterlambatan
"delay" (latency) nistagmus transient, karena partikel butuh waktu untuk mulai bergerak. Ketika
mengulangi manuver kepala, otolith menjadi tersebar dan semakin kurang efektif dalam
menimbulkan vertigo serta nistagmus. Hal inilah yag dapat menerangkan konsep kelelahan
"fatigability" dari gejala pusing. Parnes dan McClure pada tahun 1991 memperkuat teori ini
dengan menemukan adanya partikel bebas dalam kanalis semisirkularis poster. Saat melakukan
Bila terjadi trauma pada bagian kepala, misalnya, setelah benturan keras, otokonia yang
terdapat pda utikulus dan sakulus terlepas. Otokonia yang terlepas ini kemudian memasuki
kanalis semisirkularis sebagai kanalit. Adanya kanalit didalam kanalis semisirkularis ini akan
memnyebabkan timbulnya keluhan vertigo pada BPPV. Hal inilah yang mendasari BPPV pasca
DAFTAR PUSTAKA
1. Bashiruddin J, vertigo posisi paroksisimal jinak. dalam : Soepardi EA, Iskandar N editor. Buku
Ajar Ilmu Kesehatan Telinga Hidung Tenggorok Kepala Leher. Edisi keenam. Jakarta: Balai
Mei 2009.
3. Lumbantobing SM. Vertigo Tujuh Keliling. Edisi pertama. Jakarta:Balai Penerbit FK-UI.1996
4. Riyanto B. Vertigo: Aspek Neurologi Jakarta: Cermin dunia Kedokteran no.144.2004. hal 41-46
5. Anderson JH, Levine SC, sistem vestibulari. Dalam: Adams GL, Boies LR, Higler PA, editor.
Boies Buku Ajar Penyakit THT edisi keenam. Jakarta: EGC.1997.Hal 39-44
6. Hain, Timothy C. Benign Paroxismal Positioning Vertigo. Diakses dari :