Anda di halaman 1dari 20

YOGYAKARTA

LAPORAN PRAKTIKUM
BATAN INSTRUMENTASI KIMIA

PENENTUAN KADAR Fe 2+ SECARA SPEKTROFOTOMETRI


MENGGUNAKAN ATOMIC ABSORPTION SPECTROPHOTOMETER
(AAS)

Disusun Oleh :

Nama : Anisa Novita Sari

NIM : 011400367

Jurusan : Teknokimia Nuklir

Rekan Kerja : 1. Arbi


Widiyantoro

2. Rizki Dian Fitrianto

Asisten : Maria
Christina .P

SEKOLAH TINGGI TEKNOLOGI NUKLIR


BADAN TENAGA NUKLIR NASIONAL
YOGYAKARTA
2015
PENENTUAN KADAR Fe 2+ SECARA SPEKTROFOTOMETRI
MENGGUNAKAN ATOMIC ABSORPTION SPECTROPHOTOMETER
(AAS)

I. TUJUAN

1. Dapat memahami cara kerja AAS.


2. Dapat membuat kurva kalibrasi.
3. Dapat menentukan kadar Fe 2+ dalam sampel.

II. DASAR TEORI

Spektrofotometri Serapan Atom (AAS) adalah suatu metode analisis yang


didasarkan pada proses penyerapan energi radiasi oleh atom-atom yang berada
pada tingkat energi dasar (ground state). Penyerapan tersebut menyebabkan
tereksitasinya elektron dalam kulit atom ke tingkat energi yang lebih tinggi.
Keadaan ini bersifat labil, elektron akan kembali ke tingkat energi dasar sambil
mengeluarkan energi yang berbentuk radiasi. Dalam AAS, atom bebas
berinteraksi dengan berbagai bentuk energi seperti energi panas, energi
elektromagnetik, energi kimia dan energi listrik. Interaksi ini menimbulkan
proses-proses dalam atom bebas yang menghasilkan absorpsi dan emisi
(pancaran) radiasi dan panas. Radiasi yang dipancarkan bersifat khas karena
mempunyai panjang gelombang yang karakteristik untuk setiap atom bebas
(Basset, 1994).

Spektrofotometri molekuler pita absopsi inframerah dan UV-tampak yang di


pertimbangkan melibatkan molekul poliatom, tetapi atom individu juga menyerap
radiasi yang menimbulkan keadaan energi elektronik tereksitasi. Spectra absorpsi
lebih sederhana dibandingakan dengan spectra molekulnya karena keadaan energi
elektronik tidak mempunyai sub tingkat vibrasi rotasi. Jadi spectra absopsi atom
terdiri dari garis-garis yang jauh lebih tajam daripada pita-pita yang diamati dalam
spektrokopi molekul (Underwood, 2001).

Spektrrofotometer serapan atom (AAS) merupakan teknik analisis kuantitatif


dari unsur-unsur yang pemakaiannya sangat luas, diberbagai bidang karena
prosedurnya selektif, spesifik, biaya analisa relatif murah, sensitif tinggi (ppm-
ppb), dapat dengan mudah membuat matriks yang sesuai dengan standar, waktu
analisa sangat cepat dan mudah dilakukan. Analisis AAS pada umumnya
digunakan untuk analisa unsur, teknik AAS menjadi alat yang canggih dalam
analisis.ini disebabkan karena sebelum pengukuran tidak selalu memerluka
pemisahan unsur yang ditetukan karena kemungkinan penentuan satu logam unsur
dengan kehadiran unsur lain dapat dilakukan, asalkan katoda berongga yang
diperlukan tersedia. AAS dapat digunakan untuk mengukur logam sebanyak 61
logam. Sember cahaya pada AAS adalah sumber cahaya dari lampu katoda yang
berasal dari elemen yang sedang diukur kemudian dilewatkan ke dalam nyala api
yang berisi sampel yang telah terakomisasi, kemudian radiasi tersebut diteruskan
ke detektor melalui monokromator. Chopper digunakan untuk membedakan
radiasi yang berasal dari nyala api. Detektor akan menolak arah searah arus ( DC )
dari emisi nyala dan hanya mnegukur arus bolak-balik dari sumber radiasi atau
sampel. Atom dari suatu unsur padakeadaan dasar akan dikenai radiasi maka atom
tersebut akan menyerap energi dan mengakibatkan elektron pada kulit terluar naik
ke tingkat energi yang lebih tingi atau tereksitasi. Atom-atom dari sampel akan
menyerpa sebagian sinar yang dipancarkan oleh sumber cahaya. Penyerapan
energi cahaya terjadi pada panjang gelombang tertentu sesuai dengan energi yang
dibutuhkan oleh atom tersebut (Basset, 1994).

Hubungan kuantitatif antara intensitas radiasi yang diserap dan konsentrasi


unsur yang ada dalam larutan cuplikan menjadi dasar pemakaian SSA untuk
analisis unsur-unsur logam. Untuk membentuk uap atom netral dalam
keadaan/tingkat energi dasar yang siap menyerap radiasi dibutuhkan sejumlah
energi. Energi ini biasanya berasal dari nyala hasil pembakaran campuran gas
asetilen-udara atau asetilen-N2O, tergantung suhu yang dibutuhkan untuk
membuat unsur analit menjadi uap atom bebas pada tingkat energi dasar (ground
state). Disini berlaku hubungan yang dikenal dengan hukum Lambert-Beer yang
menjadi dasar dalam analisis kuantitatif secara SSA. Hubungan tersebut
dirumuskan dalam persamaan sebagai berikut (Ristina, 2006).

I = Io . a.b.c

Atau,

Log I/Io = a.b.c


A = a.b.c

dengan,

A = absorbansi, tanpa dimensi

a = koefisien serapan, L2/M

b = panjang jejak sinar dalam medium berisi atom penyerap, L

c = konsentrasi, M/L3

Io = intensitas sinar mula-mula

I = intensitas sinar yang diteruskan

Pada persamaan diatas ditunjukkan bahwa besarnya absorbansi berbanding


lurus dengan konsentrasi atom-atom pada tingkat tenaga dasar dalam medium
nyala. Banyaknya konsentrasi atom-atom dalam nyala tersebut sebanding dengan
konsentrasi unsur dalam larutan cuplikan. Dengan demikian, dari pemplotan
serapan dan konsentrasi unsur dalam larutan standar diperoleh kurva kalibrasi.
Dengan menempatkan absorbansi dari suatu cuplikan pada kurva standar akan
diperoleh konsentrasi dalam larutan cuplikan. Bagian-bagian AAS adalah sebgai
berikut (Day, 1986).

Gambar 1 Bagan Alat AAS

a. Lampu katoda
Lampu katoda merupakan sumber cahaya pada AAS. Lampu katoda
memiliki masa pakai atau umur pemakaian selama 1000 jam. Lampu katoda pada
setiap unsur yang akan diuji berbeda-beda tergantung unsur yang akan diuji,
seperti lampu katoda Cu, hanya bisa digunakan untuk pengukuran unsur Cu.
Lampu katoda terbagi menjadi dua macam, yaitu :

Lampu Katoda Monologam : Digunakan untuk mengukur 1 unsur.

Lampu Katoda Multilogam : Digunakan untuk pengukuran beberapa logam


sekaligus.

Gambar 2 Proses Emisi Cahaya Pada Lampu Katoda Berongga

b. Tabung gas

Tabung gas pada AAS yang digunakan merupakan tabung gas yang berisi
gas asetilen. Gas asetilen pada AAS memiliki kisaran suhu 20000 K, dan ada
juga tabung gas yang berisi gas N2O yang lebih panas dari gas asetilen, dengan
kisaran suhu 30000 K. Regulator pada tabung gas asetilen berfungsi untuk
pengaturan banyaknya gas yang akan dikeluarkan, dan gas yang berada di dalam
tabung. Spedometer pada bagian kanan regulator merupakan pengatur tekanan
yang berada di dalam tabung. Gas ini merupakan bahan bakar dalam
Spektrofotometri Serapan Atom

c. Burner

Burner merupakan bagian paling terpenting di dalam main unit, karena


burner berfungsi sebagai tempat pancampuran gas asetilen, dan aquabides, agar
tercampur merata, dan dapat terbakar pada pemantik api secara baik dan merata.
Lobang yang berada pada burner, merupakan lobang pemantik api.

Pada sistem pengatoman dengan nyala api, digunakan nyala pembakar


untuk mengubah analit dalam larutan terbentuk menjadi atom netral dalam
keadaan dasar. Bagian ini terdiri dari pengabutan (nebuliser) dan pembakar
(burner).[2]
1) Nebuliser
Sistem ini berfungsi untuk mengubah larutan menjadi butir-butir
kabut dengan cara menarik larutan melalui pipa kapiler dengan
penghisapan pancaran gas bahan bakar dan oksidan kemudian
disemprotkan ke ruang pengabut.
2) Pembakar
Sistem ini berfungsi untuk mengubah kabut/uap garam unsur
yang akan dianalisis menjadi atom-atom normal dalam nyala.
Untuk spektroskopi nyala, suatu persyaratan penting adalah
bahwa nyala yang dipakai hendaknya menghasilkan temperatur
lebih dari 2000 K.[1]
Selain lampu, nyala api tempat cuplikan disemprotkan juga
merupakan sumber radiasi. Nyala ini mengeluarkan spektrum
kontinu sebagai akibat eksitasi molekuler dari molekul zat
pembakar dan spektrum garis dari atom cuplikan, yang telah
kembali ke keadaan dasar dari keadaan tereksitasi.[3]

Gambar 2 Proses Produksi Atom Bebas dalam Nyala

d. Monokromator

Berkas cahaya dari lampu katoda berongga akan dilewatkan melalui celah
sempit dan difokuskan menggunakan cermin menuju monokromator.
Monokromator dalam alat SSA akan memisahkan, mengisolasi dan mengontrol
intensitas energi yang diteruskan ke detektor. Monokromator yang biasa
digunakan ialah monokromator difraksi grating.

e. Detektor

Detektor merupakan alat yang mengubah energi cahaya menjadi energi


listrik, yang memberikan suatu isyarat listrik berhubungan dengan daya radiasi
yang diserap oleh permukaan yang peka. Fungsi detektor adalah mengubah energi
sinar menjadi energi listrik, dimana energi listrik yang dihasilkan digunakan untuk
mendapatkan data. Detektor AAS tergantung pada jenis monokromatornya, jika
monokromatornya sederhana yang biasa dipakai untuk analisa alkali, detektor
yang digunakan adalah barier layer cell. Tetapi pada umumnya yang digunakan
adalah detektor photomultiplier tube. Photomultiplier tube terdiri dari katoda yang
dilapisi senyawa yang bersifat peka cahaya dan suatu anoda yang mampu
mengumpulkan elektron. Ketika foton menumbuk katoda maka elektron akan
dipancarkan, dan bergerak menuju anoda. Antara katoda dan anoda terdapat
dinoda-dinoda yang mampu menggandakan elektron. Sehingga intensitas elektron
yang sampai menuju anoda besar dan akhirnya dapat dibaca sebagai sinyal listrik.
Untuk menambah kinerja alat maka digunakan suatu mikroprosesor, baik pada
instrumen utama maupun pada alat bantu lain seperti autosampler.

f. Sistem pembacaan

Sistem pembacaan merupakan bagian yang menampilkan suatu angka atau


gambar yang dapat dibaca oleh mata.

g. Ducting

Ducting merupakan bagian cerobong asap untuk menyedot asap atau sisa
pembakaran pada AAS, yang langsung dihubungkan pada cerobong asap bagian
luar pada atap bangunan, agar asap yang dihasilkan oleh AAS, tidak berbahaya
bagi lingkungan sekitar. Asap yang dihasilkan dari pembakaran pada
spektrofotometry serapan atom (AAS), diolah sedemikian rupa di dalam ducting,
agar asap yang dihasilkan tidak berbahaya.

Pembentukan Atom-Atom Bebas dengan Nyala


Titik-titik air yang halus dihasilkan dari nebulizer yaang menghisap
larutan cuplikan yang kenudian disemburkan di bagian tengah pembakar yang
telah menyala. Pelarut cuplikan menguap terlebih dahulu meninggalkan
partikel padat yang kecil-kecil. Partikel-partikel ini kemudian meleleh dan
menguap membentuk campuran senyawa yang kemudian terurai menjadi
atom-atom bebas. Atom-atom logam yang akan dianalisis menyerap energi
dengan bertabrakan dan lalu tereksitasi.
Atomisasi NaCl Na+ Cl

Eksitasi Na+ h Na
Bila suhu nyala terlalu tinggi akan terjadi peristiwa ionisasi sebagai
berikut

++ e
Ionisasi
Na Na

III. ALAT DAN BAHAN

Alat:
1. Unit Spektrometri Serapan Atom (SSA)
2. Neraca analitik
3. Labu takar
4. Pipet tetes
5. Pipet gondok
6. Bulbpet
7. Buret
8. Statif
9. Gelas beker
10. Kertas timbang
11. Sendok sungu
12. Botol plastik
Bahan yang digunakan :
1. Aquadest
2. (NH4)2Fe(SO4)2.6H2O
IV. LANGKAH KERJA
1. Dibuat larutan standar Fe 1000 ppm sebanyak 100ml dengan cara
menimbang (NH4)2Fe(SO4)2.6H2O sebanyak 0,7006 gram, kemudian dimasukkan
ke dalam labu takar 100 ml dan dilarutkan dengan aquades serta ditandabataskan.
2. Larutan standar Fe 1000 ppm diencerkan menjadi 100 ppm sebanyak
100 ml.

3. Larutan standar Fe 100 ppm yang telah dibuat sebelumnya kemudian


diencerkan kembali sehingga diperoleh 8 variasi konsentrasi larutan, yaitu 2 ppm,
4 ppm, 8 ppm, 12 ppm, 30 ppm, 40 ppm. Masing-masing larutan dibuat sebanyak
50 ml. Larutan ini digunakan untuk membuat kurva kalibrasi.

4. Unit AAS diaktifkan kemudian dilakukan pengukuran absorbansi


blanko

5. Langkah (4) diulangi untuk variasi larutan standar dan yang ada pada
langkah (3).

6. Langkah (4) diulangi untuk sampel milik teman

7. Data yang diperoleh disimpan sesuai dengan nama kelompok.

8. Dicatat ketelitian masing-masing alat yang digunakan.

V. DATA PERCOBAAN

Pembuatan Larutan Standar

Massa (NH4)2Fe(SO4)2.6H2O = 0,7006 gram


Konsentrasi larutan awal = 1000 ppm

Volume awal = 100 ml

Tabel 1. Pengenceran Larutan Standar 1000 ppm

Konsentrasi Volume Awal Konsentrasi Volume Akhir


Awal (ppm) (ml) Akhir (ppm) (ml)
1000 10 100 100
Tabel 2. Pengenceran Larutan Standar 100 ppm
No. Konsentrasi Volume Konsentrasi Volume
Awal (ppm) Awal (ml) Akhir Akhir (ml)
(ppm)
1 100 1 2 50
2 100 4 8 50
3 100 6 12 50
4 100 10 20 50
5 100 22,5 45 50
6 100 50 50 50

N KONSENTRA ABSORBANSI Absorbansi


NAMA
O SI (ppm) 1 2 3 rata-rata RSd
0,01
1 Blanko 0 0,017 0,017 0,017 2,2
8
0,05
2 Standart 1 2 0,05 0,05 0,051 0,6
1
0,19
3 Standart 2 8 0,198 0,198 0,198 0,4
7
0,29
4 Standart 3 12 0,296 0,297 0,298 0,2
7
0,46
5 Standart 4 20 0,466 0,469 0,467 0,3
6
0,81
6 Standart 5 45 0,814 0,814 0,814 0
4
0,86
7 Standart 6 50 0,865 0,863 0,864 0,1
4
8 Air Keran 3,3578 0 0 0 0 >99
Sampel 0,33
9 16,3262 0,331 0,329 0,332 1,1
13,6 ppm 6
Sampel 0,01
10 2,4821 0,015 0,015 0,015 1,4
Blanko 5

Rambat Ralat
No Nama alat Ketidakpastian
1 Pipet Gondok 10 ml 0,01mL
2 Pipet Gondok 2 ml 0,015mL
3 Pipet Gondok 25 ml 0,03 mL
4 Neraca Analitik 0,0001mL
5 Labu Ukur 50 ml 0,06mL
6 Buret 25 ml 0,05 mL
7 alat AAS 1 ppm

VI. PERHITUNGAN

1. Pembuatan Larutan Standar


Volume larutan = 100 ml

= 0,1 L

Konsentrasi Larutan = 1000 ppm

= 1000 mg/L

= 100 mg/0,1L

Mr ( NH 4 ) 2 Fe ( SO 4 ) .6 H 2O
Massa ( NH 4 ) 2 Fe ( SO 4 ) .6 H 2O= x 100 mg
Ar Fe

gr
391,14
mol

gr
56
mol

= 700,25 mg

= 0,70025 gram

Untuk membuat larutan standar Fe 1000 ppm sebanyak 200 ml dibutuhkan

sebanyak 0, 70025 gram, kemudian dilarutkan dan ditandabataskan hingga 100 ml

2. Kurva kallibrasi

Konsen
Absorb
trasi
ansi
(ppm)
2 0,051
8 0,198
12 0,298
20 0,467
45 0,814
50 0,864

Kurva Kalibrasi
1

0.8 f(x) = 0.02x + 0.07


R = 0.98
0.6

Absorbansi 0.4

0.2

0
0 10 20 30 40 50 60

Konsentrasi (ppm)

3. Menghitung Presisi

standar deviasi
Rsd ( manual )= 100
mean

KONSE ABSORBANSI RSd RSd


N
NAMA NTRASI prak manual
O 1 2 3
(ppm) Sd (%) (%)
1 Blanko 0 0,018 0,017 0,017 0,000577 2,2 3,39
2 Standart 1 2 0,051 0,05 0,05 0,000577 0,6 1,13
3 Standart 2 8 0,197 0,198 0,198 0,000577 0,4 0,29
4 Standart 3 12 0,297 0,296 0,297 0,000577 0,2 0,19
5 Standart 4 20 0,466 0,466 0,469 0,001732 0,3 0,37
6 Standart 5 45 0,814 0,814 0,814 0 0 0
7 Standart 6 50 0,864 0,865 0,863 0,001 0,1 0,12
8 Air Keran 3,3578 0 0 0 0 >99 0
9 Sampel 13,6 ppm 16,3262 0,336 0,331 0,329 0,003606 1,1 0,11
10 Sampel Blanko 2,4821 0,015 0,015 0,015 0 1,4 0

4. Menghitung Akurasi
Konsentrasi larutan Absorbansi (A) A rata rata
1 2 3
Sampel 13,6 ppm 0,336 0,331 0,329 0,332

Dari persamaan garis pada kurva kalibrasi di dapat

Utk 13,6 ppm :

y=0,0164 x +0,074

0,332=0,0164 x +0,074

0,3320,074
x=
0,0164

X =15,73 ppm

Nilai error=|CsCp
Cp |
100

|15,7313,6
13,6 |
15,66

Akurasi=100 Kesalahan
Akurasi=100 15,6

Akurasi=84,34

5. Menghitung Linearitas / LDR (Limit Deteksi Atas)

Konsentrasi Absorba
(ppm) nsi
20 0,467
45 0,814
50 0,864
Grafik konsentrasi (ppm) vs absorbansi
1

0.8 f(x) = 0.01x + 0.2


R = 1
0.6

Absorbansi
0.4

0.2

0
15 20 25 30 35 40 45 50 55

Konsentrasi (ppm)

y = 0,0134x + 0,1997
R = 0,9984

6. Menghitung Limit Deteksi Bawah

Absorbans
2
A A A ( A A )
i
0,018 0,001 0,000
0,017 0,017 0,000 0,000
0,017 0,000 0,000
Jumlah 0,000

s=
)2
( A A
n1


0
2

Rumus :
S=3 SD blanko
S=3 0
S=0 ----------> Deteksi limit bawah nya dalam absorbansi

y=0,0164 x +0,074
0=0,0164 x+ 0,074

00,074
x=
0,0164

X =15,73 ppm

----> Deteksi limit bawah nya dalam konsentrasi


7. Sensitivitas AAS flame

Sensitivitas untuk absorbansi 0,0044


Dari persamaan garis pada kurva diperoleh :

y=0,0044=0,0164 x +0,074

( 0,00440,074 )
X=
0,0164
= - 4,24 ppm
8. Konsentrasi sampel

Absorbansi Absorbans
No Sampel 1 2 3 i Rata-rata
8 Air Keran 0 0 0 0
Sampel 13,6
9 0,336 0,331 0,329 0,332
ppm
Sampel
10 0,015 0,015 0,015 0,015
Blanko

Menggunakan absorbansi rata-rata


y=0,0164 x +0,074

y0,074
x=
0,0164
00,074
x=
0,0164
x=4,5 ppm ----> Deteksi limit bawah nya dalam

konsentrasi
Dengan cara yang sama, maka diperoleh :

Konsentras Konsentras
Sampel Absorbansi Result type i (alat) i (manual)
dalam ppm dalam ppm
Air Kran 0 Mean -3,3578 -4,5
Sampel 13,6 0,332 Mean 16,3262 15,73

Sampel Blanko 0,015 Mean -2,4821


-3,59

9. Penentuan Rambat Ralat (RR)

Vol larutan Fe Diencerkan Ketidakpasti Ketidakpasti


100 ppm dari dalam Labu an labu ukur an buret 50
ppm Buret (mL) Ukur (mL) (mL) mL
2 1 50 0,05 0,05
4 2 50 0,05 0,05
8 4 50 0,05 0,05
12 6 50 0,05 0,05
30 15 50 0,05 0,05
45 22,5 50 0,05 0,05
50 25 50 0,05 0,05

No Nama alat Ketidakpastian


1 Pipet Gondok 10 ml 0,01mL
2 Pipet Gondok 2 ml 0,015mL
3 Pipet Gondok 25 ml 0,03 mL
4 Neraca Analitik 0,0001mL
5 Labu Ukur 50 ml 0,06mL
6 Buret 25 ml 0,05 mL
7 alat AAS 1 ppm

R% = RV 100%
Ralat buret
R% = (0,05 25 mL) 100 %

Nilai ralat koreksi atau Ralat (R) Alat yang digunakan, maka jika dibuat ke dalam
prosentase menjadi:

No Nama Alat Volume R R% (R%)2=(%2)


(ml) (ml) (%)
1 Buret 25 0,05 1,25 1,5625
2 Pipet Gondok 10 0,01 0,1 0,01
2 0,015 0,03 0,0009
25 0,03 0,75 0,5625
3 Labu ukur 50 0,06 3 9
Jumlah 11,1359

RR= R 2

11,1359

3,33

Jadi, besarnya nilai Rambatan Ralat (rr) dari alat-alat yang digunakan
adalah sebesar 3,33 %

VII. PEMBAHSAN

Praktikum ini bertujuan untuk mengetahui cara kerja Instrumentasi Kimia


Atomic Absorbtion Spectrofotometry (AAS), membuat kurva kalibrasi secara
manual, dan menghitung kadar/konsentrasi Fe dalam sampel berdasarkan nilai
absorbansinya, serta membandingkan hasil perhitungan dari alat instrument dan
hasil perhitungan secara manual.

Pada praktikum ini dilakukan penentuan kadar Fe secara spektrofotometri


dengan menggunakan Atomic Absorption Spectrophotometer (AAS). Pengukuran
dengan menggunakan AAS ini berdasarkan pada daya serap (absorpsi) suatu atom
logam terhadap energi cahaya yang mempunyai panjang gelombang resonansinya
yang khas untuk logam tersebut. Oleh karena itu, digunakan sumber yaitu lampu
katoda berongga (Hollow Catode Lamp) yang dilapisi oleh logam yang akan
dianalisis. Pada saat praktikum, digunakan larutan standar Fe dengan konsentrasi
awal 1000 ppm sebanyak 100 ml yang dibuat dari padatan
(NH4)2Fe(SO4)2.6H2O atau garam Mohr dengan cara menimbang padatan
(NH4)2Fe(SO4)2.6H2O sebanyak 0,7006 gram lalu melarutkannya dengan
aquades sebanyak 100 ml di dalam labu takar. Akan tetapi, dalam praktikum ini
larutan standar Fe yang telah dibuat dengan konsentrasi 1000 ppm perlu
diencerkan terlebih dahulu menjadi 100 ppm sebelum digunakan. Kemudian dari
larutan standar Fe 100 ppm ini diencerkan menjadi seri larutan standar Fe yang
selanjutnya digunakan untuk menentukan kurva kalibrasi. Larutan standar yang
digunakan yatu 2 ppm, 4 ppm, 8 ppm, 12 ppm, 30 ppm, 45 ppm dan 50 ppm.
Penggunaan lampu katoda ini disesuaikan dengan unsure logam yang akan
dianalisis karena setiap lampu katoda dibuat dengan unsur-unsur logam yang
spesifik. Lampu katoda ini akan memancarkan berkas sinar dengan energy dan
panjang gelombang tertentu yang menuju ke atomizer. Berkas sinar ini akan
diserap oleh sampel yang berada pada atomizer dan sinar yang tidak terserap akan
diteruskan menuju monokromator dan kemudian menuju detector sehingga akan
dirubah menjadi sinyal listrik dan oleh system pencatat akan dirubah menjadi
suatu data yang berupa angka. Angka ini menunjukkan berapa besar sampel
menyerap berkas sinar yang dating dari lampu katoda. Penyerapan berkas sinar
berbanding lurus dengan konsentrasi sampel, jadi semakin besar konsentrasi
sampel yang diukur maka semakin besar pula sampel tersebut akan menyerap
berkas sinar yang datang dari lampu katoda.

Sampel yang akan diukur dengan menggunakan AAS harus dilakukan


dalam keadaan larut sempurna karena jika masih terdapat koloid yang tidak larut
maka koloid ini akan ikut terhisap ke dalam nebulizer dan koloid ini akan
tersumbat di dalamnya sehingga jalannya larutan ke dalam atomizer akan
terganggu dan akan mempengaruhi hasil yang didapatkan.

Pada hasil perhitungan didapatkan hasil nilai presisi berdasarkan


perhitungan secara manual didapatkan hasil dari pengukuran pengulangan alat
memiliki hasil nilai yang berbedasehingga dapat disimpulkan bahwa tingkat
presisi instrument AAS sangat kurang baik baik.

Pada hasil perhitungan didapatkan hasil nilai akurasi berdasarkan


perhitungan secara manual didapatkan hasil bahwa persentase kesalahan
instrument AAS sebesar 15,6 % sehingga dapat diketahui bahwa tingkat akurasi
nya sebesar 84,34%. Ini menunjukkan bahwa instrument AAS ini dapat kurang
dipercaya.

Pada percobaan kali ini, berdasarkan grafik diperoleh limit deteksi atas
adalah y = 0,0134x + 0,1997 dengan R = 0,9984. Nilai R menunjukkan linieritas
data yang diperoleh. Semakin nilai R mendekati 1, maka data tersebut akan
semakin linier. Daerah yang linier ini menunjukkan daerah kerja. Namun, untuk
penentuan besar nilai limit deteksi bawah dari instrument ini yaitu dengan nilai
absorbansi 0 atau dengan konsentrasi terkecil yang dapat diukur AAS sebesar
15,73 ppm.
Sensitivitas didefinisikan sebagai konsentrasi unsur dalam larutan air yang
dinyatakan dalam ppm yang memberi absorbansi sebesar 0,0044 sebanding
dengan penyerapan 1% radiasi yang diteruskan sehingga untuk membuktikannya
dilakukan perhitungan untuk mencari besarnya konsentrasi untuk nilai absorbansi
tersebut. Dari hasil perhitungan diperoleh bahwa besarnya konsentrasi untuk
absorbansi 0,0044 adalah sebesar -4,24 ppm. Tanda minus (-) menunjukkan
bahwa untuk absorban sebesar 0,0044 tidak terdeteksi oleh alat.

Berdasarkan hasil pengolahan data yang didapat, besar konsentrasi sampel


air keran, sampel 13,6, dan sampel blanko dapat ditentukan berdasarkan nilai
absorbansinya dengan memanfaat persamaan regresi linier pada kurva kalibrasi.
Konsentrasi sampel air keran -4,5, untuk konsentrasi sampel 13,6 didapat
konsentrasi sebesar 15,73 ppm dan konsentrasi sampel blanko yang didapat
sebesar -3,59. Pada perhitungan selanjutnya adalah perhitungnan nilai rambat ralat
dari alat yang digunakan, pada perhitungna diperoleh nilai rambat ralat sebesar
3,3%. Sedangkan pada perhitungna akurasi, nilai kesalahan sebesar 15,6%. Hal ini
menunjukan bahwa kesalahan tidak hanya disebabkan oleh alat saja. Kesalahan
lain bisa disebabkan oleh:

1. Ketidaktepatan saat membuat larutan standart.


2. Keadaan bahan yang sudah kurang baik.
3. Keadaan praktikan yang kurang konsentrasi, sehingga salah dalam
pengenceran larutan.

VIII. KESIMPULAN

1. Pengukuran pada AAS (Atomic Absorption Spectrophotometer)


berdasarkan pada daya serap (absorpsi) suatu atom logam terhadap energi
cahaya yang mempunyai panjang gelombang resonansinya yang khas
untuk logam tersebut.
2. Presisi pada AAS dalam keadaan baik dan tingkat akurasinya sebesar
84,34 %.
3. Limit deteksi atas pada AAS diperoleh persamaan y = 0,0134x + 0,1997
dengan R = 0,9984 dan limit deteksi bawahnya berada pada absorbansi
0dengan konsentrasi sebesar 15,73 ppm.
4. Dari hasil percobaan diperoleh kurva kalibrasi dengan persamaan garis :

y = 0,0164x + 0,074 dengan R = 0,9836

5. Dari hasil perhitungan diperoleh besarnya konsentrasi Fe dalam sampel


adalah sebagai berikut :

- Sampel air keran : -4,5


- Sampel 13,6 ppm : 15,73
- Sampel blanko : -3,59

IX. DAFTAR PUSTAKA

Basset, J. 1994. Buku Ajar Vogel Kimia Analisa Kuantitatif Anorganik. EGC:
Jakarta

Ristina, maria. 2006. Petunjuk Praktikum Instrumen Kimia. STTN Batan:


Yogyakarta

Day, R.A. 1986. Analisa Kimia Kuantitatif. Erlangga: Jakarta

Underwood, A.L. dan Day R.A. 2001. Analisa Kimia Kualitatif Edisi Keenam.
Erlangga: Jakarta

Yogyakarta, 22 Desember 2015


Asisten, Praktikan,

Maria Christima.P
Anisa Novita Sari

Anda mungkin juga menyukai