Nautika
Hukum Maritim
B. SUMBER HUKUM
Adapun yang di maksud dengan sumber hukum adalah : Segalah sesuatu dimana
orang dapat mengenal bermacam macam perturan yang berlaku di dalam masyarakat
dan oleh umum di anggap sbagai hokum, yang pada hakekat nya merupakan peraturan
peraturan yang mempuny ai kekuatan hokum.
Sumber hukum dapat terdiri dari segalah tulisan tulisan, dokumen
dokumen,naskah naskah dimana dapat di ketahui hukum yang berlaku dikalangan suatu
bangsa dalam masa yang tertentu, sumber hukum yang paling utama adalah undang
undang. Pengertian Undang undang disini adalah dalam arti yang luas meliputi setiap
keputusan pemerintah yang menentukan peraturan peraturan yang mengikat .
C. PEMBIDANGAN HUKUM
Hukum itu luas sehingga sulit untuk membuat definisi singkat yang meliputi segalah
galahnya, namun dapat di bagi dalam beberapa golongan hukum menurut beberapa azaz
pembagian.
1. Menurut ketentuan bekerjanya
v Undang undang dasar
v Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat
v Undang undang
v Perturan Pemerintah
v Keputusan Presiden
v Keputusan Menteri
v Keputusan Jendral Perhubungan Laut
4. Menurut sifatnya
- Hukum yang memaksa, hukum yang dalam bagaimana juga keadaannya harus
ditaati dan mempunyai paksaan mutlak.
- Hukum yang mengatur ( perlengkapan ) , hukum yang dapat dikesampingkan apabila
pihak - pihak yang bersangkutan telah membuat peraturan sendiri dalam suatu
perjanjian.
5. Kodifikasi
Pembakuan peraturan - peraturan dalam kitab undang - undang disebut kodifikasi,
bagian terbesar dari hukum privat Materiil diatur dalam kitab undang - undang Hukum
perdata ( KUHPER ), dan kitab undang - undang hukum dagang ( KUHD ), kitab undang -
undang hukum perdata terdiri dari empat buku, antara lain buku kedua, mengenai hukum
pemilikan dan hukum pewarisan. Dan buku ketiga mengatur hukum perikatan.
Kitab undang - undang hukum dagang mengatur hukum perniagaan yaitu kedudukan
dan hubungan - hubungan yang lahir dalam dunia usaha prniagaan.
Kitab undang - undang hukum dagang terbagi dalam dua buku, dimana buku
pertama membahas tata niaga secara umum (perseroan, bursa perniagaan dan ketentuan
-kentetuan umum mengenai asuransi).
Adapun buku kedua mengatur Hak - hak dan kewajiban - kewajiban yang berasal
dari dunia pelayaran yang dikenal sebagai Hukum laut keperdataan.
perhubungan serta silabi STCW 1978, OK 1935 PPP 1939 adalah produk hukum
keselamatan pelayaran, yang tidak termasuk Hukum laut publik maupun Hukum laut
perdata ( lahir dari perjanjian Internasional )
Undang undang nomor 4 tahun 1960 tentang wilayah laut Teritorial dan lingkungan
maritime 1939, diamendir dengan undang - undang No.17 tahun 1985 tentang
konvensi Hukum Laut International.
DEFINISI HUKUM
Prof.VAN APEL DOORON, dalam bukunya yang berjudul INLEIDING TAT de STUDIE
VAN HET NEDERLANS REGHT Mengatakan bahwa adalah tidak mungkin memberi satu
defenisi tentang hukum, karna sangat sulit untuk di defenisikan karna tidak mungkin sesuai
dengan kenyataan.
Prof.E.UTRECHT,SH Hukum itu adalah peraturan-peraturan (perintah-perintah dan
larangan-larangan) yang mengurus tata tertib suatu masyarakat dan karena itu harus
ditaati.
Prof. Mr. E. MEYERS Hukum itu adalah semua aturan yang mengandung
pertimbangan-pertimbangan kesusilaan dan ditunjukan kepada tingkah laku manusia
dalam masyarakat dan menjadi pedoman bagi peguasa-penguasa Negara dalam
melakukan tugasnya.
LEON DUGULT : Hukum adalah aturan tingkah laku para anggota masyarakat, aturan
yang daya penggunaannya pada saat tertentu diindahkan oleh suatu masyarakat sebagai
jaminan dari suatu kepentingan bersama dan jika dilanggar menimbulkan reaksi bersama
terhadap orang yang melakukan pelanggaran itu
J.C.T. SIMORANGKIR, SH Hukum itu ialah : Peraturan-peraturan yang bersifat
memaksa, yang menentukan tingkah laku manusia dalam lingkungan masyarakat yang
dibuat oleh badan-badan resmi yang berwajib, bila dilanggar mengakibatkan diambilnya
tindakan hukum tertentu.
*TUJUAN HUKUM*
1. Untuk menjamin keseimbangan agar dalam hubungan-hubungan yang ditimbulkan
oleh kepentingan-kepentingan masyarakat tidak terjadi kekacauan.
2. Untuk menjamin adanya kepastian hukum.
3. Meyeimbangkan antara tuntutan keadilan dengan tuntutan kepastian hukum /
ketertiban.
4. Untuk mengatur tata tertib secara damai dan adil.
*SUMBER-SUMBER HUKUM*
Yang dimaksud dengan sumber-sumber hukum ialah segala apa saja yang
menimbulkan aturan-aturan yang mempunyai kekuatan yang bersifat memaksa dan apa
bila ada pihak yang melanggar, mengakibatkan sanksi yang nyata.
HUKUM LAUT
1. Laut beserta kandungan / potensi yang ada di dalamnya sebagai milik bersama
(Commom heritage of Man kind)
2. Hukum laut yang tercantum dalam The United National Convention on The Law of The
Sea 1982 adalah hukum yang mengatur laut sebagai obyek degan
mempertimbangkan seluruh aspek kehidupan dan kepentingan seluruh negara
termasuk yang tidak berbatasan dengan laut (Land Lock Countris)guna
pemanfaatan laut dengan seluruh potensi yang terkandung didalamnya bagi umat
manusia sebagaimana yang tercantum dalam UNCLOS 1982 beserta Konvensi
International yang tidak terkait dengannya.
HUKUM MARITIM
Adalah hukum yang mengatur Pelayaran dalam arti pengangkutan barang dan atau
orang melalui laut, kegiatan kenavigsian dan perkapalan sebagai sarana / modal
transportasi laut termasuk aspek keselamatan maupun kegiatan-kegiatan yang terkait
langsung dengan perdagangan melalui laut yang di atur dalam hukum Perdata / Dagang
maupun Publik.
MASALAH LAUT WILAYAH,LAUT BEBAS DAN ZONA TAMBAHAN
v Konvensi 1982 disetujui bahwa setiap Negara mempunyai hak untuk menentukan laut
wilayahnya sampai batas paling jauh 12 mil laut di ukur dari pangkal sesuai dengan
konvensi ini : Yaitu Negara mempunyai kedaulatan penuh atas kolam air dan isinya,
udara diatasnya, dasar laut dan tanah di bawahnya, namun untuk kempentingan
lalulintas pelayaran internasional, kapal kapal negara asing mempunyai hak
lintas damai:
v Zona Tambahan, adalah selebar 12 mil laut yang mengelilingi laut wilayah selebar 12
mil laut, di mana indonesia dapat melaksanakan pengawasan atas masalah
masalah Bea Cukai, Fiskal, Imigrasi dan Kesehatan. Zona tambahan di ukur 24 mil
laut dari garis pangkal dari mana lebar laut di ukur.
LANDAS KONTINEN
Menurut Undang-undang dagang No.1 tahun 1973 tentang landas kontinen Indonesia
adalah dasar laut dan tanah dibawahnya di luar wilayah RI sampai kedalaman 200 meter
atau lebih dimana masih mungkin diadakan Eksplorasi dan Eksplaitasi kekayaan alam
berupa mineral dan sumber alam lainnya di dasar laut atau di dalam lapisan tanah
dibawahnya.
PENGERTIAN DAMAI
Suatu lintas dianggap damai bila tidak membahayakan ketertiban dan keamanan
Negara pantai dan harus dilakukan sesuai dengan ketentuan konvensi dan aturan
internasional lainnya. Adapun tindakan yang dianggap membahayakan kedamaian,
ketertiban dan keamanan kesemuanya berjumlah 12 hal yaitu :
Setiap ancaman atau penggunaan kekerasan terhadap kedaulatan, keutuhan wilayah atau
pantai
Peluncuran atau penerimaan pesawat udara diatas kapal
Peluncuran, pendaratan atau penerimaan setiap peralatan kelengkapan Militer
Perbuatan Pencemaran
Penangkapan Ikan
boleh menyimpang 25 mil ke sisi kanan atau kiri dengan garis sumbu tetapi tidak boleh
berlayar dekat pantai kurang dari 10% dari jarak antara titik yang terdekat di pantai dengan
alur kepulauan itu.
Bahwa untuk menentukan atau mengganti alur kepulauan Negara pantai harus mendapat
II. BEBERAPA KETENTUAN YANG HARUS DIPATUHI OLEH KAPAL KAPAL ASING
SESUAI KONVENSI 1982 SEBAGAI BERIKUT :
PERUSAHAAN PELAYARAN
1. Perusahaan Pelayan atau Perkapalan adalah suatu badan usaha yang didirikan oleh
satu atau beberapa orang dengam memiliki satu satu atau benerapa kapal decara
bersama - sama dan mengelolah kapal kapal tersebut untuk pelayaran di laut dalam
bidang jasa angkutan ( KUHD 323 )
2. Penguasa kapal adalah seseorang yang memakai sebuah kapal untuk pelayaran dilaut
baik di kemudikan sendiri atau oleh seorang Nakhoda yang bekerja padanya. ( KUHD
ps. 320 )
3. Perusahaan Angkutan laut Nasional adalah perusahaan angkutanlaut berbadan hukum
Indonesia yang melakukan kegiatan angkutan di dalam wilayah perairan Indonesia dan
ke pelabuhan lluar negeri ( PP. 82 1999 ttg angkutan di perairan )
4. Perusahaan angkutan Laut Asing adalah perusahaan angkutan laut berbadan hukum
asing ( foreign shipping company ) yang kapal kapal melakukan kegiatan angkutan
laut ke dan dari pelabuhan Indonesia.
Untuk menghubungkan pelabuhan laut antara pulau atau angkutan laut lepas pantai di
adanya pernyataan dari pemilik kapal bahwa tidak berkeberatan kapalnya sebagai
persyaratan izin usaha
Memiliki tenaga ahli setingkat Diploma III di bidang ketatalaksanaan Pelayaran Niaga.
Memiliki NPWP.
4. PER VEEM AN
Veem Yaitu penampungan atau pemupukan barang-barang (Ware Housing) dalam
usahanya meliputi:
Penumpukan
Penyimpanan
Persiapan muatan
Penyerahan
Pengukuran
Pemerkahan
10. Expedisi dll
7. Tally Association
Adalah perhitungan, bentuk usaha ini di Indonesia merupakan unit / bagian dari
perusahaan pelayaran atau Veem atau EMKL / Stuwadoring tapi di luar negeri kadang-
kadang di lakukan juga antara pengirim dan pengangkut.
AWAK KAPAL
Awak kapal adalah orang yang bekerja atau di pekerjakan di atas kapal oleh pemilik atau
operator kapal untuk melakukan tugas di atas kapal sesuai dengan jabatan yang tercantum
dalam buku sijil ( UU No. 2/1992 )
Nakhoda adalah seorang dari awak kapal yang menjadi pimpinan umum di atas kapal serta
menjadi wewenang dan tanggung jawab tertentu sesuai peraturan perundang undangan
yang berlaku ( UU No. 21 / 1992 )
Nakhoda adalah orang yang memimpin kapal (KUHD ps 34 )
Pemimpin kapal adalah seorang dari awak kapal yang menjadi pimpinan umum di atas
kapal untuk jenis dan ukuran tertentu serta mempunyai wewenang dan tanggung jawab
tertentu bereda dengan yang di miliki Nakhoda ( UU No. 21 )
Anak kapal adalah merekla yang tercantum dalam daftar anak kapal ( KUHD )
Anak buah kapal adalah anak kapal selain Nakhoda ataupun pemimpin
pemerintah
Memiliki sertifikat keahlian pelaut dan / atau sertyifikat Kepelautan Pelaut
Di sijil
Hak dan Kewajiban Awak Kapal dan Perjanjian Kerja Laut
a. Hak atas upah
b. Hak atas permakanan dan tempat tinggal di kapal
c. Hak atas cuti
d. Hak atas parawatan kalau sakit di kapal
e. Hak atas angkutan bebas
f. Hak atas ganti rugi bilamana kapalnya musnah / tenggelam
Alasan mendesak bagi majikan ialah tindakn, sifat atau perilaku buruh yang
mengakibatkan bahewa ari pihak majikan secara wajar tidak dapat dibenarkan ( tolelir )
untuk selanjutnya hubungan kerja misalnya :
a. Pelaut menipu waktu pembuatan PKL
b. Tidak cakap untuk melakukan tugasnya
c. Suka mabuk, madat dan perbuatan buruk lainnya
d. Mencuri atau melakukan penggelapan
e. Menganiyaya, menghina majikan atau teman kerja
f. Menolak perintah majikan / atasan
g. Membawa barang selundupan
Bila PKL ingin di putuskan dengan alasan mendesak maka harus di sampaikan secepat
mungkin kepada pihak lain. Apabila tidak di smpaikan secepat mungkin maka alasan
mendesak berubah jadi alasan penting. Untuk pemutusan dengan alasan penting harus di
ajukan melalui Pengadilan Negeri atau kalau di luar negeri melalui perwakilan RI
1. Pemimpin kapal
2. Pemegang kewibawan umum di atas kapal
3. Pegawaiu kepolisian
4. Pegawai pencatatan sipil
5. Notari
Biro Klasifikasi
Tujuan dari biro klasifikasi adalah untuk mensurvey dan mengklaskan kapal
berdasarkan suatu pembukuan persyaratan pembangunan maupun permesinan kapal
tugas mana dijadikan jaminan bagi pihak pihak tertentu yang mempunyai kepentingan
(pemilik muatan, asuransi). Pemerintah dapat memanfaatkan Biro Klasifikasi untuk
memeriksa dan menertibkan sertifikat serta nama pemerintah yang memberikan
kewenangan sertifikat sertikat yang dikeluarkan Biro Klasifikasi (Class Certificate) tidak
mengikat pemerintah.
Biro biro Klasifikasi yang terkenal
1. Lloid Register of Shipping ( LR ) London
2. Bereau Veritas (BV) Paris
3. Det Norske Veritas (NV) Oslo
4. Germanische Lloid (GL) Berlin
5. Registro Italiano Navale (RI) Roma
6. The American Bureau of Shipping (AB) New York
7. Nippon Keiji Kyokai (NK) Tokyo
8. Biro Klasifikasi Indonesia (BKI) Jakarta
Pengukuran kapal
Setiap kapal yang digunakan untuk berlayar wajib diukur. Pengukuran dapat dilakukan
menurut tiga metode :
a. Pengukuran dalam negeri yang digunakan untuk pengukuran dan penentuan tonase
kapal yang panjangnya kurang dari 24 meter.
b. Pengukuran international yang digunakan untuk pengukuran dan penentuan tonase
kapal yang panjangnya kurang dari 24 meter atau lebih.
c. Pengukuran khusus digunakan untuk pengukuran dan panentuan tonase kapal yang
akan melewati terusan tertentu.
Atas permintaan pemilik kapal yang panjangnya kurang dari 24 meter dapat dilakukan
pengukuran menggunakan metode International. Kapal yang telah diukur dengan
menggunakan metode pengukuran dalam negeri.
Hal pengukuran kapal disusun dalam daftar ukur untuk menetapkan ukuran dan tonase
kapal. Terhadap kapal yang berdasarkan pehitungan diperoleh isi kotor 20 meter kubik
yang setara dengan GT 7 atau lebih diterbitkan surat ukur.
1. Surat ukur berlaku jangka waktu tidak terbatas.
2. Surat ukur tidak berlaku apabila kapal tidak digunakan lagi antara lain karena :
a. Kapal discrap.
b. Kapal tenggelam.
c. Kapal musnah.
d. Kapal terbakar.
e. Kapal dinyatakan hilang.
Surat ukur dinyatakan batal apabila :
1. Pengukuran dilakukan tidak sesuai ketentuan.
2 Diperoleh secara tidak syah atau digunakan tidak sesuai untuk
peruntukannya.
Surat ukur baru sebagai pengganti surat ukur lama dapat diterbitkan apabila :
a. Nama kapal dirubah.
b. Surat ukur rusak, hilang atau musnah.
c. Kapal diukur ulang karena surat ukur dinyatakan batal.
Kapal diukur ulang karena adanya perubahan bangunan yang menyebabkan
berubahnya rincian yang dicantumkan dalam surat ukur.
3. Kapal yang telah diukur dipasang tanda selar yang biasanya dipasang pada dinding
depan anjungan.Pemilik atau operator kapal wajib melaporkan kepada pemerintah
apabila terjadi perombakan terhadap bangunan kapal yang menyebabkan berubahnya
ukuran kapal.
4. Isi dari surat ukur.
a. Panjang kapal.
b. Lebar kapal
c. Dalam ( depth )
d. Isi kotor.
e. Isi bersih.
*Buku Harian Kapal*
1. menurut KUHD pasal 348 Nakhoda harus menyelenggarakan Buku Harian Kapal.
Nakhoda boleh mengerjakan sendiri atau menugaskan salah seorang perwira (
biasanya mualim I ). Tetapi Nakhoda harus mengawasi agar buku harian diisi dengan
benar. Nakhoda yang tidak menyelenggarakan buku harian secara benar atau tidak
memperlihatkan Buku harian pada waktunya dianggap melakukan pelanggaran sesuai
KUHD ps 562. Sedangkan perbuatan tidak menyelenggarakan Buku harian kapal
menurut peraturan dengan maksud menguntungkan diri sendiri atau orang lain atau
menutupi perbuatan tersebut dianggap melakukan perbuatan kejahatan dengan
ancaman hukuman tujuh tahun penjara ( KUHD ps 466 ).
2. Fungsi Buku Harian :
A. Bahan pembuktian
B. Sumber data bagi hakim jika terjadi sengketa
C. Sebagai bahan pengawasan oleh pemerintah
D. Kapal-kapal yang diwajibkan menyelenggarakan Buku Harian Kapal adalah kapal yang
berukuran 500 meter kubik atau lebih (KUHD) sedangkan menurut Peraturan Pemerintah
No.51 tahun 2002 kapal dengan isi kotor GT 100 atau lebih harus menyelenggarakan Buku
Harian Kapal sewdangkan kapal dengan tenaga penggerak utama 200 TK atau lebih harus
menyelenggarakan Buku Harian Mesin kapal-kapal yang mempunyai perangkat radio harus
menyelenggarakan Buku Harian Radio.
Buku Harian harus terbuat dari bahan yang baik dijilid dan dengan baik, kolom-kolom yang
tersedia untuk mencatat kejadian-kejadian di kapal. Tiap halaman harus di beri nomor
halaman.Dibagian muka Buku Harian Kapal harus terdapat pentunjuk halaman yang
menyebutkan keterangan mengenai :
1. Kelahiran dan Kematian Kapal
2. Mutasi diantara awak kapal
3. Kecelakaan / kerusakan yang dialami
4. Pengedokan, Perbaikan
5. Penutupan / Pembukaan pintu-pintu kedap air
6. Latihan-latihan Berkala
7. Perangkap Telegrap Radio
8. Pemuatan barang-barang berbahaya
9.
Hal-hal yang dilarang dalam penyelenggaraan Buku Harian karena akan mengurangi
kekuatan pembuktiannya adalah :
1. Menghilangkan halaman
2. Penambahan halaman
3. Pengosongan halaman
4. Perobahan, penambahan
5. Penghapusan (kalau ada kesalahan tidak boleh di / tip ex tapi di coret dan di paraf)
Sebelum digunakan Buku harian harus di legalisir oleh pejabat pemerintah yang di
tunjuk dimana setiap haraman di paraf dan sebulan sekali Buku Harian di eshibitum ( di
perlihatkan kepada pejabat yang di tunjuk )
Kisah Kapal
Kisah kapal sdalah suatu akte otentik yang di buat di hadapan Syabandar atau Notaris
mengenai kejadian kejadian selama pelayaran yang di gunakan sebagai bahan
pembuktian pada kejadian kejadian penting yang mungkin menimbulkan kerusakan
kapal kadang kadang kisah kapal di sebut juga Merine Note Of Protest kekuatan
pembuktian sama dengan Buku Harian Kapal. Kisah Kapal memuat keterangan lebih rinci
yang tidak dapat di tulis dalam buku harian karena keterbatasan tempat.
1. Kisah kapal harus dibuat dalm waktu 3 kali 24 jam setibanya kapal di pelabuhan,
setidaknya kisah kapal yang harus di susul dengan yang lengkap dalam waktu 30 hari.
Pembuatan kisah Kapal sementara biasanya kalau ada kerusakan di bawah air yang
belum kelihatan sebelum kapal naik dok. Selain Nakhoda awak kapal yang mengetahui
kejadian itu ikut menandatangani Kisah kapal . Isi dari kisah kapal antara lain Kapal
mengalami cuaca buruk sehingga di kuatirkan akan mengalami kerusakan kapal dan
muatan, kecelakaan kecelakaan yang terjadi, serta tindakan yang di ambil oleh
Nakhoda untuk mencgah atau mengurangi kerusakan. Kisah kapal merupakan suatu
perikatan sepihak dan karena siapa yang membuat kisah kapal hanya mengikat dirinya
sendiri.
2. Kejahatan dan pelanggaran pelayaran
3. Di dalam undang undang hukum pidana ( KUHP ). Kitap Undang undang Hukum
Dagang ( KUHD ) serta Undang undang No 21 tahu 1992 tentang pelayaran di atur
tindakan tindakn yang di kategorikan sebagai kejahatan atau pelanggaran pelayaran
untuk perbuatan yang di anggap kejahatan ancaman hukumannya adalah. Hukuman
kurungan (penjara) sedangkan untuk pelanggaran ancaman hukuman penjara atau
boleh di ganti dengan denda.
4. Contoh kejahatan pelayaran menurut KUHP :
a. Pembajakan di laut
Nakhoda yang kapalnya di gunakan untuk pembajakan di ancam penjara paling
lama 15 tahun
Awak kapal lainnya di ancam
b. Pelayar yang merampas kapal di ancam 7 tahun penjara.Nakhoda yang merampas
kapal dari pemilik di ancam 8 tahun penjara
c. Nakhoda yang menyuruh membuat kisah kapal yang tidak benar di ancam 5 tahun
penjara sedangkan anak buah yang membantu diancam hukuman 2 tahun 8 bulan
d. Nakhoda yang melarikan diri dari tugasnya di ancam hukuman 2 tahun 8 bulan
e. Awak kapal yang melarikan diri dan dapat membahayakan kapal di ancam hiukuman
1 tahun 4 bulan
f. Awak kapal yang menyerang orang lain yang lebuh tinggi jabatannya di hukum 2
tahun 8 bulan. Kalau berakibat luka di hukum 4 tahun jika meninggal di ancam
hukuman 12 tahun
g. Insubordinansi yang di lakukan bersama sama di ancam 7 tahun, bila ada yang
terluka 8 tahun 5 bulan dsan bila mati 15 tahun
h. Barang siapa yang meghasut di kapal supaya memberontak di ancam hukuman 6
tahun
i. Barang siapa dengan sengaja menenggelamkan dan mendatangkan bahaya kepada
orang lain di hukum maximum 6 tahun
Sedangkan dalam Undang undang No. 21 tahun 1992 tentnag Pelayaran :
Barang siapa dengan sengaja merusak sarana bantu navigasi sehingga tidak berfungsi lagi
di ancam hukuman 12 tahun penjara Kalau menimbu;kan bahaya terhadap kapal lain 15
tahun dan kalau ada orang yang meninggal karena itu di ancam huuman penjara 20 tahun
Sanksi sanksi lain yang di atur dalm Undang undang NO, 21 tahun 1992
1. Nakhoda yang tidak berada di atas kapal atau meninggalkan kapal tanpa alasan yang
sangat memaksa , selama kapal berlayar dengan pidana penjara 5 tahun 6 bulan
2. Nakhoda atau pimpinan kapal yang melayarkan kapalnya sedangkan ia mengetahui
kapalnya tidak laik laut di pidana dengan pidana paling lama 3 bulan atau denda 6 juta
rupiah
3. Pemilik atau operator kapal yang menghalang halangi keleluasan nakhoda untuk
melaksanakan kewajiban nya sesuai undang undang yang berlaku di pidana setinggi
tingginya 9 bulan atau denda setinggi - tingginya 18 juta rupiah
4. Nakhoda yang tidak menyelenggaralkan Buku Harian di ancam 3 bulan atau denda 6
juta rupiah
5. Barang siapa yang melakukan pembuangan limbah yang tidak memenuhi persyaratan
di pidana paling lama 5 tahun atau denda 120 juta rupiah, kalau pembuangan tersebut
menyebabkan rusaknya lingkungan di ancam 10 tahun penjara atau denda 240 juta
rupiah
6. Nakhoda yang tidak melakukan penanggulangan pencemaran yang berasal dari
kapalnya di ancam pidana 2 tahu atau denda 8 juta rupiah
7. Barang siapa di atas kapal tidak memberikan pertolongan atas kecelakaan yang
menimpa kapalnya di pidana 2 bulan atau denda 4 juta rupiah
Nationality ( Kebangsaan )
1. Secara dasar tata kebangsaaan adalah hubungan legal antara negara dan warganya
mencakup hak dan kewajiban antara keduanya.
2. Istilah Nationality kemudian di terapkan terhadap kapal, dalam hukum maritim di
gunakan sebagai istilah yang menentukan hubungan hukum antara sebuah kapal dan
Negara benderanya
3. Konsep kebangsaan di perluas terhadap kapal kapal karena adanya hak kebebasan
dari laut dan pelayaran, di bawa hukum internasional . Hal ini di karenakan setiap
negara apakah berpantai atau tidak ( land Lock ) mempunyai hak untuk melayarkan
kapal dengan menggunakan benderanya dan yang kedua adalah kenyataan bahwa
tidak suatu negara yang mempunyai kedaulatan di luar Laut wilayahnya. Sehingga jelas
bahwa kapal akan di pisahkan tidak hanya dari pengawasan suatu negara tetapi juga di
laut terlepas dari pelaksanaan peraturan . Itulah sebabnya kapal harus punya
kebangsaan.
KAPAL
Kapal yang sudah di daftar di bri surat tanda kebangsaan yang di Indonesia dapat
berupa Surat Laut untuk Kapal GT 175 atau lebih.b) Pas tahunan untuk kapal antara GT 7
dan GT 175, dan c)Pas kecil untuk kapal kurang dari 1 GT 7
Sebagai bukti hak milik bagi kapal sudah di daftar di berikan Groose akte sedangkan akte
disimpan oleh Pegawai Pensdaftaran kapal.
Isi dari akte Pendaftaran memuat hal hal sebagai berikut :
a. Nomor dan tanggal akte
b. Nama dan tempat kedudukan pejabat pendaftaran kapal
c. Nama dan domisili kapal
d. Data Kapal
e. Uraian singkat pemilik kapal
Menurut Konvensi International tentang pendaftaran 1986 data data yang harus ada
antara lain :
1. Nama kapal dan nama serta pendaftaran sebelumnya bila ada
2. Tempat atau pelabuhan pendaftaran, Official number, dari kapal
3. Call Sing
4. Nama Bulders, tempat pembangunan serta tahun pembangunan
5. Keterngan mengenai ciri ciri utama kapal
6. Nama, Alamat kebangsaan dari pemilik
7. Tanggal pencoretyan dari pendaftaran sebelumnya
8. Nam, Alamat dari bareboat charter bila undang undang suatu negara mengizinkan
pendaftarn kapal di bawah bareboart charter
9. Data da penhypotikan atau penanganan beban sejenis terhadap kapal sesuai undang
undang Negara nya
10. Bila lebih dari satu oarang pemilik besarnya share masing masing pemilik
11. Nama serta alamat dari opertor bila operator bukan pemilik atau bareboart charter
12. Dalam pendaftaran kapal di anut steksel negatif, artinya pejabat pendaftar dan pejabat
balik nama kapal tiadak bertanggung jawab atas kebenaran materi dokumen yang di
sampaikan oleh poemilik kapal
13. Kapal yang sedang di bangun di dalam atau di luar negeri dapat di daftar untuk
sementara dengan di buatkan akte pendaftaran untuk mendapatkan akte sementara
Pemilik harus mengadakan permohonan dengan melampirkan :
a. Bukti pemilikan yang merupakan surat perjanjian pembagunan kapal
b. Identitas pemilik
c. Spesifikasi tahapan pembangunan kapal yang sudah di laksanakan
d. Persetujuean galangan untuk mendaftarkan kapal atas nama pemesan
e. Dokumen yang berisi tentang ukuran dari Tonnase kapal
f. Akte sementara tidak berlaku lagi saat kapal di serah terimakan atau pada saat di
nyatakan tidak di lanjutkan
Maritime Lines
Klaim klaim berikut dapat diamankan dengan maritime lines.
1. Gaji dan pendapatan lain dari Nahkoda, Perwira dan Abk sehubungan dengan
penugasan mereka dikapal
2. Biaya pelabuhan, kanal, alur, pelayaran dan pandu
3. Klaim terhadap pemilik kapal sehubungan dengan meninggalnya atau lukanya
seseorang yang ada hubungannya secara langsung dengan pengoperasian kapal
4. Klaim terhadap pemilik kapal berdasarkan perbuatan tidak jujur dan tidak bisa
memenuhi perjanjian sehubungan dengan hilangnya atau rusaknya harta benda baik
di darat atau di kapal yang berhubungan langsung dengan pengoperasian kapal
5. Klaim terhadap salvage, pemindahan kerangka dan kontribusi general Average
6. Urutan kepentingannya sesuai dengan urutan di atas
Ketentuan ketentuan menurut KUHD
1. Kapal yang didaftarkan dianggap benda tak bergerak dan dapat diletakkan hipotik
2. Hipotik tetap hidup walaupun kapalnya dijual atau dibagi (ps.315e)
3. Kalau kapal dilelang maka urutan yang di istimewakan untuk dibayar adalah :
a. Biaya lelang (sita)
b. Piutang yang terbit dari persetujuan perburuhan dari Nahkoda dan anak buah
kapal selama waktu mana mereka berada di kapal
c. Upah penolongan, upah pandu laut uang petunjuk dan uang biaya pelabuhan
d. Utang karena penubrukan
e. Beban hipotik
Kerugian Laut
Semua kerugian yang timbul akibat pengorbanan luar biasa yang di lakukan dan biaya
yang di keluarkan oleh kapal maupun pemilik barang, demi untuk penyelamatan kapal
beserta barang muatan dalam menghindari bahaya dilaut, dinyatakan sebagai kerugian laut
dan harus ditanggung bersama secara propesional oleh semua pihak yang
berkepentingan
Defenisi :
Carrier adalah termasuk owner atau Charterer yang melakukan kontrak pengangkutan
dengan Shipper (Hague Rules)
Pengangkut adalah barang siapa yang baik dengan persetujuan charter menurut waktu
charter menurut perjalanan, baik dengan suatu persetujuan lain, mengikutkan diri untuk
menyelenggarakan pengangkutan barang, yang seluruhnya atau sebagian melalui laut (
KUHD ps.466 ).
Goods ( barang ) termasuk barang barang, barang dagangan dan barang barang
apapun kecuali binatang hidup dan muatan menurut kontrak pengangkutan dinyatakan
sebagai muatan geladak dan diangkut demikian.
Kontrak pengangkutan berlaku hanya untuk kontrak kontrak pengangkutan yang
dilindingi olen konosemen atau dokumen yang sama untuk pengangkutan dilaut termasuk
tiap konosemen yang dikeluarkan dibawah charter party
Kewajiban Pengangkut
Sebelum Pelayaran pengangkut harus melaksanakan due diligence
1. Membuat kapal laik laut
2. Melengkapi kapal dengan awak kapal, perlengkapandan perbekalan yang cukup.
3. Mempersiapkan ruang muatan, kamar pendingin dan ruang buku dan semua ruangan
yang digunakan untuk muatan dan keadaan siap untuk menerima dan mengakut
muatan.
4. Pengangkut akan melaksanakan pemuatan pemuatan, penanganan, penyusunan,
menyimpan dan memelihara dan membongkar muatan dengan baik dan hati hati.
5. Pengankut diwajibkan menjaga keselamatan barang yang diangkutnya mulai dari saat
diterimanya sampai saat diserahkan
( tapi dalam Hague Rule tanggung jawab pengangkut ditentukan
From Shackle to Shackle ).
6. Pengkut diwajibkan membayar segala kerugian yang disebabkan karena barang
tersebut seluruhnya atau sebagian tidak dapat diserahkannya atau karena terjadi
kerusakan terhadap barang itu kecuali apabila dibuktikannya bahwa tidak
diserahkannya barang atau kerusakan tadi disebakan oleh :
a. Tindakan atau kelainan atau kesalahan dari nakhoda, pelaut atau pandu dalam
bernavigasi atau dalam mengurus kapal.
b. Kebakaran kecuali disebabkan oleh kesalahan nyata dari atau pengetahuan
pengangkut.
c. Perils, danger and accident of sea and navigable waters.
d. Act of go act war.
e. Act of publik enemies.
f. Penahanan oleh penguasa.
g. Disita oleh proses yang legal.
h. Pembatasan oleh karantina.
i. Tindakan atau penghilangan oleh shipper atau pemilik barang, agent atau
perwakilannya.
j. Pemogokan buruh.
k. Huru hara.
l. Penyelamatan jiwa atau harta benda dilaut.
m. Kebocoran pada muatan curah atau berkurangnya berat akibat muatan itu sendiri.
n. Packing yang tidak mencukupi, merk, kerusakan yang tersembunyi.
7. Setelah menerima barang pengangkut Nakhoda atau agen atas permintaan shipper
akan menerbitkan Bill of Lading ( konosemen ) yang menunjukan data data sesuai
yang disampaikan oleh shipper antara lain :
1. Merk untuk pengenalan dari barang.
2. Jumlah koli atau berat sesuai yang disampaikan shipper secara tertulis.
3. Apparent Order and codition of good ( kondisi yang terlihat ).
a. Tidak boleh pengangkut atau Nakhoda atau agent memasukan merk, berat
walaupun mereka punya alasan yang masuk akal untuk mencurigai bahwa, merk,
berat dan jumlahnya tidak sesuai dengan keadaan yang sebenarnya.
b. Bill of Lading itu merupakan Prima facie evidence ( bukti ) penerimaan
muatan kapal, bagaimanapun bukti untuk hal yang berlawanan tidak diijinkan bila
Bill of Lading telah ditransfer ke pihak ketiga.
c. Shipper memberi jaminan kepada pengangkut bahwa informasi yang mereka
berikan sehubungan dengan merk jumlah, berat dan kondisi muatan adalah
benar dan shipper akan mengganti kerugian terhadap pengangkut akibat dari
ketidak cocokan informasi yang diberikan.
d. Aturan aturan dari Hague Rules tidak berlaku terhadap pengangkutan
berdasarkan kontrak, tapi apabila Bill of Lading diterbitkan maka harus sesuai
dengan aturan ini.
e. Persyaratan mengenai General Average dapat dimasukan dalam Bill of Lading.
f. Perjanjian pengangkutan dapat juga dibuat antara shipper dan pengangkut dalam
suatu kondisi yang tidak bertentangan dengan kebijakan yang umum tapi dengan
persyaratan tidak ada Bill of Lading yang diterbitkan.
g. Aturan dari Konvensi hanya berlaku untuk Bill of Lading mengenai pengangkutan.
h. Bill of Lading yang diterbitkan disuatu negara anggota atau,
i. Pengangkutan dari suatu pelabuhan Negara anggota atau,
j. Kontrak berisi atau aturan penerbitan Bill of Lading sesuai dengan konvensi ini.
Penyerahan Barang
1. Pemegang Konosumen ( Consigne ) erhak atas barang sebagaimana tercatat dalam
konosumen untuk dapat menerima barang tersebut Consignee harus dapat
menyerahkan konosumen asli dalam barang yang di angkut telah tiba di pelabuhan tapi
konosumen asli belum di terima oleh Consignee maka pengangkut bersedia
menyerahkan barang jika dari pihak consaignee memberikan jaminan berupa :
a. Garansi Bank ( Bank guarantee )sebagai pengganti orde B/L atau
b. Garansi Pribadi ( Personal guarantee ) untuk straigh B/L terserah pihak pengangkut
mau menerima atau tidak jaminan tersebut tetapi untuk memperkuat pihak Bank
mau ikut menanda tangani sehingga kalau terjadi sesuatu Bank dapat di tuntut.
Delivery Order ( DO ) di berikan kepada Consignee untuk mengambil barang dari
gudang apabila segalah biaya telah di selesaikan
2. Keterkaitan pemilik barang
3. Walaupun ada tiga pihak yang terkait, Konosumen tergolong dalam perjanjian Unilateral
karena hanya pengangkutan yang menentukan syarat pengangkutan tetapi mengikat
pihak lain. Di dalam Konosumen tercantum : Clause Cassatoria yang berbunyi sebagai
berikut : dengan menerima barang di yatakan tunduk kepada syarat pengecualian, dan
ketentuan yang di tulis dicetak atau di cap di halaman belakang konosumen
4. Menurut kepentingan :
a. Konosumen yang di perdagangkan ( Negotable B/L ) konosumen di keluarkan dalam
dua lembar yang dapat di perdagangkan. Tapi berlaku Prinsip Satu untuk semua
dan semua untuk satu yang artinya apabila satu sudah di gunakan maka yang lain
tidak berlaku lagi ( KUHD ) pasal.507 )
b. Konosumen yang tidak di poerdagangkan ( Non Negotaible )
c. DO forma B/L di keluarkan untuk barang barang yang sebelumnya sudah memiliki
lembaran yang dapat di perdagangkan atau untuk barang yang tidak untuk di
perdagangkan. Contoh pengiriman barang yang tertinggal dengan kapal lain atau
barang yang di bongkar di pelabuhan yang lain di kembalikan ke pelabuhan semula.
CLAUSE 1-16
PART A Inplementasi
1. Umum
2. Kebijakan kebijakan tentang keselamatan dan perlindungan lingkungan
3. Tanggung Jawab dan Wewenang nakhoda
4. Personil yang di tunjuk ( DPS )
5. Tanggung jawab dan wewenang Nakhoda
6. Sumber daya dan personil
7. Pengembangan rencana rencana Operasi kapal
8. Kesiapan keadaan darurat
9. Laporan dan analisis ketidaksesuian, kecelakaan dan kejadian berbahaya
10. Pemeliharaan kapal dan perlengkapan nya
11. Dokumentasi
12. Verifikasi tinjaun ulang dan evaluasi perusahaan
PART B- Sertivikasi dan Verifikasi
13. Seifikasi dan Verifikasi
14. Sertifikasi sementara
15. Bentuk Sertifikasi
Aturan 1 : Definisi
Aturan 2 : Penerapan
Aturan 3 : Pembuangan sampah di luar special area
Aturan 4 : Ketentuan Khusus untuk pembuanganm sampah
Aturan 5 : Membuang sampah di special area
Aturan 6 : Exception
Aturan 7 : Fasilitas Penerimaan
Aturan 8 : Port State control on operation requirement
Aturan 9 : Placards, perencanaan management sampah dan
penyimpanan garbage record book
Appendix Form if garbage record book
Annex ini menentukan batas atau Limit dari Sulphur Dioxide (Sox) dan Nitroge Oxide
(Nox) yang di keluarkan dari pembakaran kapal ( dikeluarkan dari cerobong atau Fanel )
Annex ini memuat ketentuan tentang Sox emission control area dimana daerah tersebut
fuel oil mengandung sulfur yang di pakai diatas kapal tidak boleh dari 1,5 % m/m. Alternatif
atu cara lain kapal harus memasang system exhaust gas
Laut Baltic di rancang sebagai Sox Emission Contro Area Di protokol ini annex ini jega
melarang untuk di buang secara bebas zat zat yang busa meruasak ozon termasuk halon
dan chlorofluorocarbons (CFCs) serta melarang system incineration di atas kapal yang
berasal dari produc seperti packing material yang terkontaminasi dan polychlrinated
biphenyls (PCBs)
Pendekatan yang di lakukan IMO untuk mencegah jangan sampai terjadi tumpahan
minyak ke laut yakni melakukan kontrol pada struktur kapal di lakukan pada tahun 1970
an
Selanjutnya IMO pada tahun 1984 melakukan bebrapa modifikasi yang menitik
berkaitan pencegahan hanya ada kegiatan operasi tanker pada Annex 1 dan terutama
adalah keharusan kapal di lengkapi dengan Oil Water Separating Equitment dan Oil
Discharge Monitoring System
Karena it MARPOL1973/1978 dapat di bagi dalam 3 (tiga) kategori :
1. Peraturan pencegahan terjadinya pencemaran
Menurut hasil evaluasi IMO cara terbaik untuk mengurangi sedikit pembuangan minyak
karena kegiatan operasi tanker paling tidak salah satu dari ketiga sistem pencegahan,
yakni dengan adanya :
- SBT : Segregrated Ballast Tanks
- CBT : Dedicated Clean Ballast Tank
- COW : Crude Oil Watching
Sesuai dengan aturam mengatakan bahwa semua Crude Oil Tanker bangunan baru
ukuran 20.000 DWT atau lebih dari produk Tanker bangunan baru ukuran 30.000 DWT atau
lebih harus di lengkapi dengan SBT dan Crude Oil Tanker ukuran 20.000 DWT atau lebih
harus di lengkapi dengan COW.
Yang di maksud dengan tanker bangunan baru di sini adalah :
- Kontrak pebangunan di tanda tangani sesudah 1 Juni 1879
- Peletakan lunas sesudah 1 januari 1980
- Serah terima sesudah tanggal 1 Juni 1982
Tanker yang memiliki kelengkapan CBT dan COW sebagai pengganti SBT di haruskan
memenuhi persyaratan tambahan yakni membuat prosedure operasai menggunakan CBT
atau COW dan harus memenuhi persyaratan sesuai yang di tentukan
COT SBT SBT SBT COT
ST COT COT COT F.P.T
COT
COT SBT SBT SBT COT
Konsep SBT : Tangki untuk Aor Ballast di tempatkan di sisi kanan dari tanki muatan
COT (Cargo Oil Tanker) sebagai pelindung.
Pembatasan pembuangan minyak
Pembuangan minyak atau campuran hanya boleh apabila :
Di luar area khusus
Jarak 50 mil dari daratan
Berlayar
Tidak lebih dari 30 liter/nautcal mil
Tidak lebih dari 1: 30.000 dari jumlah muatan
Kapal di lengkapi dengan ODM dan kontrol systemnya
Monitoring dan kontrol pembuangan minyak
Peraturan MARPOL 73/78 Annex 1 Reg 16 menyebutkan bahwa ;
Kapal ukuran 400 GRT atau lebih kecil dari 1.000 GRT harus di lengkapi dengan Oil
Water Separating Equitment yang dsapat menjamin pembuangan minyak kelaut
setelah melalui sistemtersebut dengsn kandungan dari 100 PPM (part per million)
Kapal ukuran 10.000 GRT atau lebih harus di lengkapi dengan kombinasi antara Oil
Water Separating Equitment dan Oil Discharging Monitoring and Control System
atau di lengkapi dengan Oil Filtering Equitmentment yang dapat mengatur buangan
campuran kelaut tidak lebih dari 15 PPm (Alarm akan berbunyi jika melalui ukuran
tersebut)
Di luar area khusus lebih dari 50 mil Tidak boleh di buang kecuali :
dari pantai a. Clean atau SBT atau
b. Apabila
- Taker berlayar
- Minyak yang terbuang tidak
lebih dari 30 liter permil dan
- Total minyak yang terbuang
tidak lebih dari 1/30.000 dan
jumlah muatan yang di
angkut sebelumnya
- Tanker mengoperasikan ODM
dan control system serta
skop tank
Area Khusus : Laut Mediterania, Laut Hitam, Laut Merah, Teluk Adem, Daerah Teluk dan
Antartic
Oil Record Book : Buku catatan di temukan di atas kapal, Tanker ukuran 150 Gross
Tonnage atau lebih dari selain kapal tanker ukuran 400 gross ton atau lebih atau
mencatat semua kegiatan dalam menangani pembuangan sisa minyak
serta campuran minyak dan air di kamar mesin semua jenis kapal dan untuk kegiatan
bongkar muat dan penanganan air ballast kapl tanker yang terdiri dari :
Part I : Adalah untuk kegiatan di kamar mesin untuk semua kapal
ukuran 400 GRT atau lebih dengan defter jenis kegiatan yang harus di catat
dalam Oil Record Book seperti di muat dalam Apendix III to Annex I
MARPOL 73/78
Part II : Adalah kegiatan bongkar muat minyak dan Air Ballast kapal
tanker ukuran 150 GRT atau lebih (cargo dan ballast perations)
dengan daftar jenis kegiatan yang harus di catat Oil Record Book, seperti di muat
dalam Appendix III Annex I MARPOL 73/78
Slop Tank : Adalah tanki Khusus untuk ,menampung sisa sisa minyak atau
emulsi minyak hasil kegiatan bongkar muat atau pembersihan
tangki pemuatan pipa muatan ataupun air yang bercampur minyak dari
pompa
Sistem pipa slop tank di hubungkan dengan tangki muatan sehingga memungkinkan
sisa minyak dari tanki muatan tersebut, dimasukan dalm slop tank isi slop tank di
endapkan, kemudian air yang sudah mengendap di buang kelaut melalui ODM dengan
Kandungan miyak tidak lebih dari 15 PPmM
Sisa minyak dalm slop tank di bongkar ke slop tank darat dan di masukan kedalam
tanki kembali di campur dengan muatan yang disebut Loadon Top Prosudure.
Konvensi MARPOL 73/78 telah berlaku secara Internasional sejal tanggal 2 Oktober
1983, ejak sat itu kapal kapal Indonesia yang melakukan pelayaran ke luar negeri telah di
upayakan di lengkapi dengan sertifikat penyesuaian dengan konvensi internasional agar
kapal kapal tersebut tidak dapat kesulitan sehubungan dengan belum di refisikan
konvensi oleh pemerintah Repoblik Indonesia.
Setelah pemerintah Indonesia merafikasikan konvensi MARPOL 73/78 dengan keputusan
presiden No. 46 tahun 1986 tanggal 9 September 1986, namum baru Annex I dan Annex II
yang di ratifikasikan, kapal kapal yang berbendera Indonesia berlayar keluar negeri sejak
tanggal 27 Oktober 1986 sudah harus di lengkapi dengan sertifikat Internasional
pencegahan .
Adalah standar minimum untuk pelatihan Certificate serta yang melaksanakan jaga
laut untuk pelaut
Pertama kali di terbitkan 7 Juli 1978 dan mulai berlaku 28 April 1984
Ammandemen 1991 : Berhubungan dengan GMDSS dan beberapa hal
yang telah di tetapkan dalam resolusi MSC 21 (59)
Ammandemen 1991 : Tentang persyaratan Training khusus orang
yang bekerja di atas kapal tentang yang di etapkan
dengan resolusi MSC. 33 (63) dan mulai berlaku 01 Januari
1996
Ammandemen 1991 : Menetapkan Resolusi THE SEAFARES TRAINING
CERTIFICATION WATCH KEEPING (STCW)
Materi bagian B menjadi acuan dalam Internasional Bulk Chemical (IBC) Code
sedang bagian C menjadi acuan Gas Carriage (IGC) Code dan bagian D
Ketentuan mengenai GMDSS mulai di kenakan pertama kali melalui SOLAS 1974
Amandement tahun 1992 mulai di berlakukan pada bulan Februari 1992 sistem yang baru
ini mempunyai perubahan perubahan:
- Alerting dapat di lakukan secara segera (Immendiate Alfiting System)
- Penyusunan dan pengiriman Alerting di proses secara cepat
- Penyampaian Distress alfrt cepat efektif
- Komunikasi SAR dapat berjalan secara efektif dan efisien
- Peralatan dalam GMDSS di haruskan memiliki kriteria khusus agar berita bahaya
terjamin dapat di laksanakan dengan baik , GMDSS juga mengisyatkan adanya duplikasi
alat untuk wilayah pelayaran tertentu
- Kapal kapal dalam keadaan darurat harus mengirimkan berita bahaya pada stasiun
radio pantai dan pusat koordinasi SAR (Rescue coordinating Center rec) stasiun
stasiun ini kemudian menyampaikan berita bahaya di terima pada kapal kapal yang
ada di sekitar tempat kejadian musibah.
- Persyaratan minimal alat alat yang harus di bawah oleh kapal kapal tergantung
dimana kapal tersebut akan berlayar/ beroperasi.
Communication in General :
Atau komunikasi umum yaitu komunikasi antara kapal dengan station pantai baik
dengan menggunakan VHF, MF, HF maupun inmarsat yang dilakukan melalui Telepon,
Telax atau Transmisi data
Persyaratan minimum alat-alat di sea area A1 harus memiliki :
- Kapal kapal yang berlayar di sea area A1 HARUS MEMILIKI :
1. VHF transceiver
2. VHF DSC Controller reciver
3. Watch keeping reciver Ch. (Freq. 156,825 MHz) dan Freq. 2182 KHz (hanya sampai
01 Januari 1999)
4. Pesawat penerima NAVFTEX (Freq. 518 KHz)
5. EPIRB Cospas sarsat atau inmarsat
6. Portable VHF untuk kapal dengan GRT 500m3 atau lebih = 3 buah untuk kapal
dengan GRT antara 300m3 = 2 buah
7. Sart untuk kapal dengan GRT 500m3 atau lebih = 2 buah untuk kapal dengan GRT
antara 300-500m3 = 1 bulan
-Kapal-kapal yang berlayar di sea area A1 dan A2 harus memilki :
Semua peralatan yang dimiliki pada sea area A1 ditambah dengan:
1. MF Transceiver
2. DSC Controller receiver frequency 2187,5 KHz
3. Watchkeeping receiver frequency
-kapal-kapal yang berlayar di sea area A1, A2 dan A3 ditambah semua peralatan
yang dimiliki pada sea area A1 dan A2 ditambah:
1. station bumi kapal inmarsat-A atau inmarsat-C
2. pesawat penerima EGC (Enhance Group Call)
-Kapal-kapal yang berlayar di sea area A1, A2, A3 dan A4 harus memilki semua
peralatan yang ada pada sea area A1, A2 dan A3 ditambah :
1. MF / HF Transceiver
2. HF-DSC controller receiver pada frequency- frequency yang telah ditetapkan
sesuai radio regulation.
Berbagi 1
3 komentar:
Keluar
Beranda
Lihat versi web
Mengenai Saya
agustina randa
Ikuti 17
Lihat profil lengkapku