Anda di halaman 1dari 8

I.

Kasus (Masalah Utama)

Luka Bakar

II. Definisi

Luka bakar (combustio/burn) adalah cedera (injury) sebagai akibat kontak


langsung atau terpapar dengan sumber-sumber panas (thermal), listrik (electrict), zat
kimia (chemycal), atau radiasi (radiation) (Pro Emergency, 2011). Luka bakar
merupakan respon kulit dan jaringan subkutan terhadap trauma suhu atau thermal
(Grace & Borley, 2007).

III. Etiologi

Luka bakar disebabkan oleh pengalihan energi dari suatu sumber panas kepada
tubuh. Panas dapat dipindahkan lewat hantaran atau radiasi elektromagnetik
(Smeltzer, 2001). Luka bakar dikategorikan menurut mekanisme injurinya (Pro
Emergency, 2011), meliputi:

1) Luka Bakar Suhu

Luka bakar akibat suhu panas dan suhu dingin. Luka bakar akibat suhu
panas disebabkan oleh karena terpapar atau kontak dengan api, cairan panas, atau
objek-objek panas lainnya. Luka bakar karena suhu dingin ketika terpapar dengan
suhu dingin yang ekstrim yang sering kali menyerang bagian perifer tubuh seperti
jari-jari kaki dan tangan, kaki, tangan dan telinga. Luka bakar akibat suhu dingin
biasanya disebut dengan istilah frostbite, yaitu keadaan dimana jaringan tubuh
membeku akibat paparan udara yang sangat dingin atau temperatur di bawah titik
beku.

2) Luka Bakar Kimia

Luka bakar kimia disebabkan oleh kontaknya jaringan kulit dengan asam
atau basa kuat, misalnya karena kontak dengan zat-zat pembersih yang sering
dipergunakan untuk keperluan rumah tangga dan berbagai zat kimia yang
digunakan dalam bidang industri, pertanian dan militer.
3) Luka Bakar Listrik

Luka bakar listrik disebabkan oleh panas yang digerakkan dari energi
listrik yang dihantarkan melalui tubuh. Ada 3 tipe terjadinya cidera listrik:

a) Luka bakar listrik akibat kontak langsung.


b) Luka bakar akibat percikan/loncatan bunga api listrik.
c) Luka bakar tersambar listrik. Dalam hal ini dapat terjadi apabila korban terlalu
dekat dengan sumber listrik yang terbuka, sehingga menyebabkan terjadinya
luka bakar akibat suhu panas.
4) Luka Bakar Radiasi

Luka bakar radiasi disebabkan oleh terpapar dengan sumber radioaktif.


Tipe injury ini seringkali berhubungan dengan penggunaan radiasi ion pada
industri atau dari sumber radiasi untuk keperluan teraupetik pada dunia
kedokteran. Terbakar oleh sinar matahari akibat terpapar yang terlalu lama juga
merupakan salah satu tipe luka bakar radiasi.

IV. Manisfestasi Klinis


1) Umum
a) Nyeri
b) Pembengkakan dan lepuhan
2) Khusus
a) Bukti adanya inhalasi asap (jelaga pada hidung atau sputum, luka bakar dalam
mulut, suara serak)
b) Luka bakar pada mata atau alis mata (membutuhkan pemerikasaan oftalmologi
sejak awal).
c) Luka bakar sirkumferensial (akan membutuhkan eskarotomi).

(Grace & Borley, 2007).

V. Faktor Yang Mempengaruhi Berat Ringannya Luka Bakar


1) Kedalaman Luka Bakar
a) Superficial (Derajat I), dengan ciri-ciri:

Hanya mengenai lapisan epidermis Kulit hangat/kering


Luka tampak pink cerah sampai merah Nyeri
Nyeri berkurang dengan pendinginan
(eritema ringan sampai berat)
Kulit memucat bila ditekan Ketidaknyamanan berakhir kira-kira dalam
Edema minimal waktu 48 jam
Tidak ada blister Dapat sembuh spontan dalam 3-7 hari

b) Partial Thickness (Derajat II), dengan ciri-ciri sebagai berikut:


Mengenai epidermi dan dermis
Luka tampak merah sampai pink
Terbentuk blister
Edema
Nyeri
Sensitif terhadap udara dingin
c) Full Thickness (Derajat III)
Mengenai semua lapisan kulit, lemak subcutan dan dapat juga mengenai
permukaan otot, dan persyarafan dan pembuluh darah
Luka tampak bervariasi dari berwarna putih, merah, sampai dengan coklat
atau hitam
Tanpa ada blister
Sedikit nyeri atau bahkan tidak ada rasa nyeri
Memerlukan skin graft
Dapat terjadi scar hipertropik dan kontrakur jika tidak dilakukan tindakan
preventif.
d) Fourth Degree (Derajat IV)
Mengenai semua lapisan kulit, otot, dan tulang.
2) Luas Luka Bakar

Terdapat beberapa metode untuk menentukan luas luka bakar, meliputi (1)
rule of nine, (2)
Lund and Browder,
(3) hand palm.
Ukuran luka bakar
dapat ditentukan
dengan
menggunakan salah
satu dari metode tersebut, salah satunya dengan metode rule of nine. Dasar dari
metode ini adalah bahwa tubuh dibagi kedalam bagian-bagian anatomic, dimana
setiap bagian mewakili 9% kecuali daerah genitalia 1%.

3) Lokasi Luka Bakar (bagian tubuh yang terkena)

Berat ringannya luka bakar dipengaruhi pula oleh lokasi luka bakar. Misal,
luka bakar yang mengenai kepala, leher dan dada seringkali berkaitan dengan
komplikasi pulmoner.

4) Kesehatan Umum
Adanya kelemahan jantung, penyakit pulmoner, endokrin, dan penyakit-
penyakit ginjal, khususnya diabetes, insufisiensi kardiopulmoner, alkoholisme dan
gagal ginjal, harus diobservasi karena semua itu akan mempengaruhi respon klien
terhadap injuri da penanganannya.

5) Mekanisme Injury

Mekanisme injury merupakan faktor lain yang digunakan untuk


menentukan berat ringannya luka bakar. Misal, pada luka bakar elektrik, panas
yang dihantarkan melalui tubuh mengakibatkan kerusakan jaringan internal.
Injury pada kulit mungkin tidak begitu berarti akan tetapi kerusakan otot dan
jaringan lunakn lainnya dapat terjadi lebih luas, khususnya bila injury elektrik
dengan voltage tinggi. Oleh karena itu voltage, tipe arus (direct atau alternating),
tempat kontak, dan lamanya kontak adalah sangat penting untuk diketahui dan
diperhatikan karena dapat mempengaruhi morbiditi.

6) Usia

Angka kematiannya cukup tinggi pada kelompok usia 0-1 tahun dan klien
yang berusia di atas 65 tahun. Tingginya statistik mortalitas dan morbiditas pada
orang tua merupakan akibat kombinasi dari berbagai gangguan fungsional.

(Pro Emergency, 2011).

VI. Patofisiologi
(Terlampir)

VII. Pemeriksaan Penunjang


1) Pemeriksaan DPL (Darah Perifer Lengkap) untuk mengkaji hemokonsentrasi
2) Elektrolit serum, untuk mendeteki ketidakseimbangan cairan dan biokimia. Ini
terutama untuk memeriksa kalium terhadap peningkatan dalam 24 jam pertama
karena peningkatan kalium dapat menyebabkan henti jantung.
3) Analisa gas darah (AGD) dan rontgen torak, untuk mengkaji fungsi pulmonal,
khususnya pada cedera inhalasi
4) EKG/enzim jantung dengan luka bakar listrik
5) Golongan darah dan cross match
6) BUN (Blood Urea Nitrogen) dan kreatinin, untuk mengkaji fungsi ginjal
7) Urinalisis, menunjukkan mioglobin dan hemokromogen menandakan kerusakan
otot pada luka bakar ketebalan penuh luass
8) Ronkoskopi membantu memastikan cedera inhalasi
9) Koagulasi, memeriksa faktor-faktor pembekuan darah yang dapat menurun pada
luka bakar masif.

(Grace & Borley, 2007; Engram, 2009).

VIII. Penatalaksanaan
1) Penatalaksanaan Medis Umum
Prioritas pertama adalah menghentikan proses luka bakar, ini meliputi
intervensi pertolongan pertama pada situasi.
Prioritas kedua adalah menciptakan jalan napas paten
Proiritas ketiga adalah resusitasi cairan untuk memperbaiki kehilangan plasma.
Penggantian cairan yang diberikan banyak formulanya, yang lazim digunakan
dengan penggunaan rumus baxter.

Rumus Baxter:

4 cc/kg BB/ % luas luka bakar/24 jam


(separuhnya diberikan dalam 8 jam pertama,
separuhnnya lagi dalam 16 jam berikutnya)
Prioritas keempat adalah perawatan luka luka bakar.
2) Rencana Perawata Terintegrasi
Ketidakseimbangan cairan dan biokimia
Kehilangan dengan luka bakar ketebalan penuh
3) Pertimbangan Pulang
Perawatan lanjutan
Perawatan kulit
Latihan-latihan untuk mencegah kontraktur
Tanda-tanda dan gejala-gejala yang memerlukan pertolongan medis

(Engram, 2009; Pro Emergency, 2011).

IX. Rencana Asuhan Keperawatan


1) Diagnosa Keperawatan: Nyeri akut berhubungan dengan agen cedera fisik (luka
bakar)

Tujuan dan Kriteria Hasil Intervensi


NOC: NIC
Pain level Pain Management
Pain control lakukan pengkajian nyeri secara
Comfort level komprehensif termasuk lokasi,
Kriteria hasil:
mampu mengontrol nyeri karakteristik, durasi, frekuensi,
(tahu penyebab nyeri, mampu kualitas dan faktor presipitasi.
Obervasi reaksi non verbal dari
menggunakan teknik
ketidaknyamanan
nonfarmakologi untuk
Gunakan teknik komunikasi
mengurangi nyeri, mencari
teraupetik untuk mengetahui
bantuan)
melaporkan bahwa nyeri pengalaman nyeri pasien.
Kurangi faktor presipitasi nyeri
berkurang dengan Pilih dan lakukan penanganan nyeri
menggunakan manajemen (farmakologi, non farmakologi dan
nyeri interpersonal)
mampu mengenali nyeri Evaluasi keefektifan kontrol nyeri
(skala, intenistas, frekuensi Kolaborasi dengan dokter jika ada

dan tanda nyeri) keluhan dan tindakan nyeri tidak


menyatakan rasa nyaman berhasil.
setelah nyeri berkurang. Analgesic Administration
Cek instruksi dokter tentang jenis
obat, dosis, frekuensi, dosis dan
cara pemberian.
Cek riwayat alergi
Berikan analgesik tepat waktu
Evaluasi efektivitas anakgesik,
tanda dan gejala.

2) Diagnosa Keperawatan: Resiko infeksi

Tujuan dan Kriteria Hasil Intervensi


NOC: NIC
Immune status Infection control (kontrol infeksi)
Knowledge: infection control Bersihkan lingkungan setelah
Risk control dipakai pasien lain
Kriteria hasil: Instruksikan pada pengunjung
Klien bebas dari tanda dan untuk mencuci tangan saat
gejala infeksi berkunjung dan setelah berkunjung
Mendiskripsikan proses meninggalkan pasien
penularan penyakit, factor Cuci tangan setiap sebelum dan

yang mempengaruhi sesudah tindakan keperawatan


Ganti letak IV kateter/dressing
penularan serta
penatalaksanaannya sesuai dengan petunjuk umum
Menunjukkan kemampuan Pertahankan lingkungan aseptik
untuk mencegah timbulnya selama pemasangan alat invasif
Tingkatkan intake nutrisi
infeksi
Jumlah leukosit dalam batas Berikan terapi antibiotik bila perlu
Monitor tanda dan gejala infeksi
normal
Menunjukkan perilaku hidup sistemik dan lokal
Ajarkan cara menghindari infeksi
sehat

3) Diagnosa Keperawatan: Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan luka


bakar

Tujuan dan Kriteria Hasil Intervensi


NOC: NIC
Tissue integrity: skin and mucous Jaga kebersihan kulit agar tetap
membran bersih dan kering
Ganti balutan pada interval waktu
Kriteria Hasil:
Integritas kulit yang baik bisa yang sesuai atau biarkan luka tetap
terbuka (tidak dibalut) sesuai
dipertahankan
Menunjukkan pemahaman dalam program
Monitor status nutrisi pasien
proses perbaikan kulit dan
Monitor aktivitas dan mobilisasi
mencegah terjadinya cidera
pasien
berulang Memandikan pasien dengan sabun
Menunjukkan terjadinya proses
dan air hangat
penyembuhan luka Ubah posisi pasien setiap dua jam
sekali
Monitor proses penyembuhan
Gunakan preparat antiseptik sesuai
program
DAFTAR PUSTAKA

Engram, Barbara. (2009). Rencana Asuhan Keperawatan Medikal Bedah. Jakarta: EGC.

Grace, Pierce A. & Borley Neil R. (2007). At a Glance Ilmu Bedah. Jakarta: Penerbit
Erlangga.

Pro Emergency Research And Development Department. (2011). Basic Trauma Life Support
BTLS. Jakarta: PT. Pro Emergency.

Smeltzer, Suzanne C. (2001). Buku ajar keperawatan medikal bedah Brunner & Suddarth.
Jakarta: EGC

Anda mungkin juga menyukai