Anda di halaman 1dari 17

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Salah satu tolak ukur kemajuan suatu bangsa sering kali dilihat dari usia harapan
hidup penduduknya. Di Indonesia, berkat kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi terutama
dibidang kesehatan angka harapan hidup menjadi rata-rata 68,3 tahun pada tahun 2002
(Nugroho, 2000 dalam Karolina, 2009). Usia lanjut sebagai tahap akhir siklus kehidupan
merupakan tahap perkembangan normal yang akan dialamai oleh setiap individu yang sudah
mencapai usia lanjut tersebut dan merupakan kenyataan yang tidak dapat dihalangi. Secara
individu, pada usia diatas 55 tahun terjadi proses penuaan secara alamiah yang nantinya akan
menimbulkan masalah fisik, metal, sosial, ekonomi dan psikologis (Nugroho, 2000 dalam
Karolina, 2009). Salah satu masalah kesehatan yang perlu mendapatkan perhatian serius pada
masa usia lanjut adalah osteoporosis.
Osteoporosis merupakan penyakit yang menyerang tulang dimana keadaan tulang
menjadi rapuh (Fragile) dan mudah mengalami patah (fraktur) (Wirakusumah, 2007). Masalah
osteoporosis di Indonesia telah mencapai tingkat yang perlu diwaspasai. Berdasarkan data
Puslitbang Gizi Departemen Kesehatan Republik Indonesia, penderita osteoporosis yang
terdapat di Indonesia telah mencapai 19,7 % dan berada diurutan ke enam terbesar setelah
cina (Wirakusumah, 2007).
Resiko patah tulang akibat bertambah dengan meningkatnya usia. Pada usia 80
tahun, satu dari tiga wanita dan satu dari lima pria beresiko mengalami patah tulang panggul,
demikian pula patah tualng belakan. Mulai usia 50 tahun, kemungkinan mengalami patah
tulang bagi wanita adalah 40 persen, sedangkan untuk pria 13 persen. Menurut WHO (1994),
angka kejadian patah tulang (fraktur) akibat osteoporosis diseluruh dunia mencapai angka 1,7
juta orang dan diperkirakan angka ini akan terus meningkat hingga mencapai 6,3 juta orang
pada tahun 2050 dan 71% kejadian ini akan terdapat di Negara-negara berkembang. Di
Indonesia 19,7% dari jumlah lansia atau sekitar 3,6 juta orang diantaranya menderita
osteoporosis (klinikmedis,2008). Lima provinsi dengan resiko osteoporosis lebih tinggi
adalah Sumatera Utara (27,7%), Jawa Tengah (24,02%), Yogyakarta (23,5%), Sumatera Utara
(22,8%), Jawa TImur (21,42%), Kalimantan Timur (10,5%) (Depkes,2005). Organisasi
kesehatan dunia WHO menyatakan bahwa penyakit osteoporosis sudah saatnya mendapat
perhatian yang lebih serius (Tandra,2009).

1
1.2 Tujuan
1. Untuk mengetahui mengenai definisi, etiologi serta tanda dan gejala serta
osteoporosis.
2. Untuk mengetahui patofisiologis serta faktor-faktor resiko osteoporosis.
3. Untuk mengetahui jenis-jenis serta penatalaksanaan osteoporosis.
4. mengetahui asuhan keperawatan pada penderita osteoporosis.

2
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Definisi Osteoporosis


Osteoporosis adalah suatu penyakit tulang yang ditandai dengan adanya penurunan masa
tulang dan perubahan struktur pada jaringan tulang yang menyebabkan kerentanan tulang
meningkat disertai kecenderungan terjadinya fraktur, terutama pada proksimal femur, tulang
belakang dan tulang radius. Kata osteoporosis berasal dari bahasa Yunani yang artinya
tulang dan lubang, menunjukkan pada kita bahwa tulang yang terkena menjadi berlubang-
lubang pada strukturnya. Meskipun ukuran tulang ini tetap sama dan dari luar tampak normal,
kecuali pada vertebra yang hancur, sebenarnya bahan tulang sudah berkurang di dalam
komposisinya. Ini membuat tulang menjadi rapuh dan mudah patah (Lane,2003).

Gambar 1 perubahan struktur jaringan tulang

2.2 Etiologi
Terdapat banyak faktor yang mempengaruhi keadaan tulang. Semua hal yang mengurangi
kekuatan tulang akan turut berperan dalam terjadinya osteoporosis, antara lain:
1. Peningkatan Usia
Di atas usia sekitar 35 tahun, kepadatan tulang menurun. Osteoporosis terutama
dialami oleh pria dan wanita diatas usia 50 tahun.
2. Menopause.
Saat kadar estrogen menurun setelah menopause, kepadatan tulang juga menurun.
Wanita pascamenopause mewakili kelompok terbesar orang dengan osteoporosis.

3. Kadar testosterone rendah.


Pada pria, hormone testosterone memperlambat resorpsi tulang dengan cara yang sama
seperti estrogen pada wanita. Kadar testosterone yang rendah pada pria dapat
menyebabkan penurunan kepadatan tulang dan dapat menyebabkan osteoporosis.

3
4. Kecenderungan Genetik.
Riwayat keluarga dan kelompok etnik dapat meningkatkan resiko mengalami
osteoporosis. Orang dari ras kaukasia dan asia lebih beresiko mengalami osteoporosis.
5. Penyakit lain.
Beberapa penyakit dapat mempengaruhi regenerasi tulang normal sehingga
meningkatkan resiko osteoporosis
6. obat-obatan
beberapa obat yang digunakan untuk mengobati kondisi lain juga dapat mempengaruhi
regenerasi tulang sehingga menyebabkan osteoporosis (misalnya hormone steroid dan
hormone tiroid)
7. Berat badan rendah.
Orang yang sangat kurus memiliki khusus kecenderungan osteoporosis
8. Pola Makan Buruk
Kurang mengkonsumsi makanan yang kaya kalsium dan vitamin D misalnya susu,
keju, ikan berminyak) dalam pola makanan dapat berperan dalam osteoporosis.
9. merokok/menkonsumsi alkohol secara berlebihan
kedua faktor ini mempengaruhi kekuatan tulang dan berpotensi menyebabkan
osteoporosis.
10. Kurang Olah Raga
Tulang harus diberikan tekanan dengan memberikan latihan beban, terutama saat
tulang tumbuh, untuk memperoleh kekuatan tulang. Gaya hidup yang tidak aktif
meningkatkan resiko osteoporosis

2.2 Tanda dan Gejala Osteoporosis


Mengungkapkan gejala terjadinya osteoporosis agak sulit untuk dilakukan sebab penyakit
osteoporosis terjadi secara diam-diam. Berkurangnya massa tulang dan tulang menjadi rapuh
baru disadari setelah timbul dampak seperti:
a. tinggi badan berkurang
b. tiba-tiba terjadi rasa nyeri pada tulang
c. sakit punggung
d. sakit pinggang yang parah
e. kelainan bentuk tulang belakang yang menyebabkan postur tubuh bungkuk (kyposis)

4
2.3 Patofisiologi Osteoporosis
Struktur tulang pada penderita osteoporosis menjadi rapuh. Pengeroposan terjadi baik
pada tulang kompak maupun tulang spons. Kerja osteoklas ( sel penghancur struktur tulang)
melebihi osteoblas (sel pembentuk tulang) sehingga kehilangan massa tulang tidak dapat
dihindari dan kepadatan tulang menajdi berkurang. Akibatnya tulang menjadi keropos, tipis
dan mudah mengalami patah, terutama pada tulang pergelangan, tulang belakang, dan lain
sebagainya.
Secara garis besar patofisiologi osteoporosis berawal dari adanya massa puncak tulang
(massa tulang bertambah dan mencapai puncak) yang rendah disertai adanya penurunan
massa tulang. Massa puncak tulang yang rendah ini diduga berkaitan dengan faktor genetik,
sedangkan faktor yang menyebabkan penurunan massa tulang adalah proses penuaan,
menopause, faktor lain seperti obat obatan atau aktifitas fisik yang kurang. Akibat massa
puncak tulang yang rendah disertai adanya penurunan massa tulang menyebabkan densitas
tulang menurun yang merupakan faktor resiko terjadinya fraktur.
Kejadian osteoporosis dapat terjadi pada setiap umur kehidupan. Penyebabnya adalah
akibat terjadinya penurunan bone turn over yang terjadi sepanjang kehidupan. insidensi
osteoporosis pada wanita jauh lebih banyak daripada laki-laki. Hal ini di duga berhubungan
dengan adanya fase masa menopause dan proses kehilangan pada wanita jauh lebih banyak.
Setelah usia 30 tahun, resorpsi tulang secara perlahan dimulai akhirnya akan lebih
dominan dibandingkan dengan pembentukan tulang. Kehilangan massa tulang menjadi cepat
pada beberapa tahun pertama setelah menopause dan akan menetap pada beberapa tahun
kemudian pada masa postmenopause. Proses ini terus berlangsung pada akhirnya secara
perlahan tapi pasti terjadi osteoporosis. Percepatan osteoporosis tergantung dari hasil
pembentukan tulang sampai tercapainya massa tulang puncak. Massa tulang puncak ini terjadi
sepanjang awal kehidupan sampai dewasa muda. Selama ini, tulang tidak hanya tumbuh tetapi
juga menjadi solid. Pada usia ratarata 25 tahun tulang mencapai pembentuk massa tulang
puncak.
Walaupun demikian massa puncak tulang ini secara individual sangat bervariasi dan pada
umumnya pada laki-laki lebih tinggi dibanding pada wanita. Massa puncak tulang ini
sangatlah penting, yang akan menjadi ukuran seseorang menjadi risiko terjadinya fraktur pada
kehidupannya. Apabila massa puncak tulang ini rendah maka akan mudah terjadi fraktur,
tetapi apabila tinggi maka akan terlindung dari ancaman fraktur. Faktor faktor yang
menentukan tidak tercapainya massa tulang puncak sampai saai ini belum dapat dimengerti
sepenuhnya tetapi diduga terdapat beberapa faktor yang berperan, yaitu genetik, asupan
kalsium, aktifitas fisik, dan hormon seks.
5
2.4 Faktor resiko terkena osteoporosis
Faktor resiko osteoporosis digolongkan menjadi dua kelompok besar yaitu resiko yang
tidak dapat dikendalikan dan resiko yang dapat dikendalikan.
1. Faktor resiko yang dapat tidak dikendalikan
a. Jenis kelamin
Wanita mempunyai resiko osteoporosis lebih besar dari pada pria. Sekitar 80%
diantara penderita osteoporosis adalah wanita. Secara umum, wanita menderita
osteoporosis empat kali lebih banyak dari pada pria. Satu dari tiga wanita memiliki
kecenderungan osteoporosis. Hal ini terjadi antara lain Karena masa tulang wanita
lebih kecil disbanding dengan pria (hanya sekitar 800 gram lebih kecil
dibandingkan pria yaitu sekitar 1.200 gram)
b. Umur
Semakin tua umur seseorang, resiko terkena osteoporosis semakin besar. Proses
densitas tulang hanya berlangsung sampai seseorang berusia 25 tahun. Selanjutnya,
kondisi tulang akan konstan hingga usia 40 tahun. Setelah umur 40 tahun, densitas
tulang mulai berkurang secara perlahan.
c. Ras
Semakin terang kulit seseorang maka resiko terkena osteoporosis menjadi semakin
tinggi. Ras kaukasia dan Asia memiliki insiden terkena osteoporosis yang lebih
besar dibandingkan dengan ras Afrika Amerika. Antara masa tulang dan masa otot
terdapat kaitan yang erat. Semakin besar otot, tekanan pada tulang semakin tinggi
dan tulang semakin besar. Ditambah lagi kadar hormone estrogen ras Afrika-
amerika lebih tinggi dari ras yang lain sehingga wanita Afrika-Amerika cenderung
lebih lambat menua dari pada kuliit putih. Pigmentasi kulit dan tempat tinggal juga
mempengaruhi terjadinya osteoporosis. Wanita Afrika bekulit gelap dan bertempat
tinggal dekat dengan garis khatulistiwa memiliki resiko osteoporosis yang lebih
rendah dari pada wanita berkulit putih yang tinggal jauh dari garis khatulistiwa.
d. Riwayat Keluarga
Bila salah seorang anggota keluarga memiliki massa tulang rendah atau mengalami
osteoporosis maka ada kecenderungan seseorang mempunyai resiko yang lebih
tinggi untuk mengalami hal yang sama
e. Tipe Tubuh
Semakin kecil rangka tubuh maka semakin besar resiko terkena osteoporosis.
Demikian pula dengan wanita yang mempunyai tubuh kurus cenderung mempunyai

6
resiko yang lebih tinggi terkena osteoporosis dari pada yang mempunyai berat
badan lebih besar.
f. Menopause
Osteoporosis pada menopause terjadi akibat jumlah estrogen dan progesterone
menurun. Hormone tersebut diperlukan untuk pembentukan tulang dan
mempertahankan masa tulang.

2. Faktor Resiko yang Dapat Dikendalikan


1. Kurang aktivitas.
Semakin rendah aktivitas fisik, semakin besar resiko terkena osteoporosis. Hal ini
terjadi karena aktivitas fisik (olah raga) dapat membangun tulang dan otot menjadi
lebih kuat, juga meningkatkan keseimbangan metabolisme.
2. Diet yang Buruk
Bila makanan yang dikonsumsi tidak mencukupi akan berpengaruh buruk terhadap
kesehatan tulang. Makanan sumber kalsium, fosfor, dan vitamin D yang dikonsumsi
cukup sejak usia dini dapat membantu memperkuat massa tulang.
3. Merokok
Pada wanita perokok ada kecenderungan kadar estrogen dalam tubuhnya lebih
rendah dan kemungkinan memasuki masa menopause lima tahun lebih awal
dibandingkan dengan bukan perokok. Asap rokok dapat menghambat kerja
ovarium. Di samping itu, nikotin juga mempengaruhi kemampuan tubuh untuk
menyerap dan menggunakan kalsium.
4. Minum minaman beralkohol.
Alcohol dapat menyebabkan luka-luka kecil pada lambung yang terjadi beberapa
saat setelah minum minuman beralkohol. Banyaknya luka kecil akibat minum
minuman beralkohol menyebabkan tubuh kehilangan kalsium karena kalsium
banyak terdapat dalam darah.

2.5 Resiko Khusus untuk Lanjut Usia


Seseorang yang telah memasuki lanjut usia perlu berhati-hati dengan tulangnya, terutama
jangan sampai terjatuh. Sepertiga dari kelompok usia ini telah mengalami sedikitnya satu kali
terjatuh pertahun, dimana 6 persen diantaranya mengalami fraktur. Tiga perempat kejadian
jatuh yang berakibat fatal terjadi pada mereka yang berusia di atas 65 tahun dan 99 persen di
antaranya disebabkan oleh osteoporosis.Kerentanan untuk terjatuh antara lain disebabkan oleh
osteoporosis
7
Kerentanan untuk jatuh
Penyebabnya antara lain:
a. Terganggunya keseimbangan
b. Buruknya kendali otot
c. Waktu reaksi yang lambat dan otot yang lemah
d. Obat-obatan yang menyebabkan kebingunan dan pusing terutama obat tidur, obat
penenang, sedative. Antidepresi dan setiap obat benzodiazepine
e. Alkohol
f. Tekanan darah rendah, kadang-kadang disebabkan oleh obat yang diberikan untuk
menurunkan tekanan darah tinggi
g. Sendi yang tidak seimbang, terutama lutut
h. Artritis (peradangan sendi)
i. Penyakit Parkinson
j. Terganggunya penglihatan, pendengaran dan organ keseimbangan di dalam telinga
Kadar kalsium yang rendah
a. Kalsium kurang diserap dengan baik pada usia lanjut
b. Asupan produk susu pada usia lanjut lebih sedikit
c. Diet yang secara umum tidak meamdai, terutama pada mereka ayng tinggal dip anti
jompo
Pertimbangan lain
a. Lansia jarang berolah raga
b. Lebih sedikit kegiatan diluar rumah sehingga semakin sedikit terkena sianr ultraviolet
c. Kurangnya respon kulit terhadap sinar matahari sehingga produksi vitamin D lebih
sedikit
d. Depresi, buruknya ingatan menyebabkan sering lupa meminum suplemen vitamin.
Tindakan Pengamanan Bagi Lansia
a. tindakan pencegahan terhadap jatuh: lantai yang empuk (menyerap tumbukan), tidak
ada permadani yang tidak direkatkan pada lantai, pegangan tangan di kamar mandi
dan tangga, penggunaan perlindungan pinggul, pencahayaan yang baik, sepatu yang
baik.
b. Diet yang dirancang untuk memasok semua gizi, vitamin dan mineral.
c. Tambahan kkalsium dan vitamin D

8
d. Jadwal olah raga harian, terutama berjalan kaki, tetapi apapun jenis olah raga yang
bisa dilakukan, tambahan kalsium tidak bisa menggantikan kurangnya aktivitas otot
meanhan beban
e. Perawatan depresi
f. Mengkaji kembali obat-obatan yang digunakan

2.6 Jenis-Jenis Osteoporosis


1. Osteoporosis Primer
Osteoporosis primer adalah osteoporosis yang terjadi akibat penuaan. Jenis ini ada
dua tipe, yaitu osteoporosis post menopause dan osteoporosis senilis
a. Tipe I (Osteoporosis Post Menopausal)
Pada masa menopause, fungsi ovarium menurun sehingga produksi hormone
estrogen dan progesterone juga menurun. Estrogen berperan dalam proses
mineralisasi tulang. Ketika kadar hormone estrogen dalam darah menurun, proses
pengeroposan tulang dan pembentukan tulang mengalami ketidakseimbangan.
Pengeroposan tulang menjadi dominan.
b. Tipe II (osteoporosis senilis pada pria)
Seperti halnya osteoporosis tipe I, pada tipe II juga disebabkan oleh berkurangnya
hormone endokrin, dalam hal ini hormone testosteron. Testosterone dilaporkan
mempunyai peranan untuk meningkatkan densitas masa tulang.
2. Osteoporosis Sekunder.
Osteoporosis sekunder terjadi karena adanya penyakit tertentu yang dapat
mempengaruhi kepadatan massa tulang dan gaya hidup yang tidak sehat. Contohnya
yaitu kanker, penyakit saluran pencernaan yang menyebabkan absorbsi zat gizi
( kalsium, fosfor, vitamin D, dan lain-lain) menjadi terganggu, gaya hidup yang tidak
sehat ( merokok, minum minuman beralkohol, kurang olah raga, dan lain-lain).

2.7 Pemeriksaan Penunjang osteoporosis


1. Pemeriksaan Radiologik
Pada Pemeriksaan radiologic ini digunakan X-ray konvensional sehingga osteoporosis
baru akan terlihat apabila massa tulang sudah berkurang hingga 30% atau lebih.
2. Pemeriksaan Radioisotop
Pemeriksaan ini menggunakan sinar foton radionuklida yang dapat mendeteksi
densitas tulang dan kekebalan korteks tulang.
3. Pemeriksaan Quantitative Computerized Tamography (QCT)

9
Salah satu cara yang dipakai untuk mengukur mineral tulang karena dapat menilai
secara volumetric trabekulasi tulang radius, tibia, dan vertebra.
4. Magnetic Resonance Imaging (MRI)
Cara ini mengukur striktur trabekuler tulang dan kepadatannya.
5. Quantitative Ultra Sound (QUS)
Cara ini menggunakan kecepatan gelombang suara ultra yang menembus tulang
6. Densitometer
Menggunakan radiasi sinar X rendah. Pengukuran dilakukan pada tulang yang
kemungkinan muudah patah seperti tulang belakang, pinggul, dan pergelangan tangan
7. Tes Darah dan Urine
Tes ini masih mungkin dilakukan untuk mengetahui dan melihat kondisi lain yang
terkait dengan hilangnya massa tulang.

2.8 Penatalaksanaan
Pengobatan osteoporosis yang telah lama digunakan yaitu terapi medis yang lebih
menekankan pada pengurangan atau meredakan rasa sakit akibat patah tualng. Selain itu,
juga dilakukan terapi hormone pengganti (THP) atau hormone replacement therapy
(HRT) yaitu menggunakan estrogen dan progresteron. Terapi lainnya yaitu terapi non
hormonal antara lain suplemen kalsium dan vitamin D.

10
BAB III
ASUHAN KEPERAWATAN

1. Pengkajian
a. Anamnesis
Riwayat kesehatan
Anamnesis memegang peranan yang penting pada evaluasi klien
osteoporosis. Faktor lain yang perlu diperhatikan adalah usia, jenis kelamin, ras,
status haid, riwayat haid, fraktur pada trauma minimal, immobilisasi lama,
penurunan tinggi badan pada orang tua, kurang asupan kalsium, kurang asupan
vitamin D, obat-obatan yang diminum jangka panjang, konsumsi alcohol dan
merokok. Penyakit lain yang harus ditanyakan adalah penyakit ginjal, saluran
cerna, hati, endokrin serta riwayat keluarga yang menderita osteoporosis juga
perlu ditanyakan.
Pengkajian psikososial.
Perlu mengkaji konsep diri pasien terutama citra diri khususnya pada klien
dengan kifosis berat. Osteoporosis menyebabkan fraktur berulang sehingga
perawat perlu mengkaji perasaan cemas dan takut pasien
Pola aktivitas sehari-hari
Pola aktivitas dan latihan biasanya berhubungan dengan olah raga,
pengisian waktu luang dan rekreasi, berpakaian, mandi, makan dan toilet.
b. Pemeriksaan Fisik
Pada pemeriksaan fisik untuk mengkaji apakah ditemukan ketidaksimetrisan
rongga dada, apakah pasien pusing, berkeringat dingin dan gelisah. Apakah juga
ditemukan nyeri punggung yang disertai pembatasan gerak, apakah ada penurunan
tinggi badan, perubahan gaya berjalan, serta adakah deformitas tulang.
c. Pemeriksaan diagnostic antara lain radiology, CT scan dan pemeriksaan
laboratorium.

2. Diagnosis Keperawatan
a. Nyeri akut berhubungan dengan fraktur
b. Hambatan mobilitas fisik yang berhubungan dengan perubahan skeletal (kifosis),
nyeri sekunder atau fraktur baru.
c. Resiko cedera yang berhubungan dengan dampak perubahan skeletal dan
ketidakseimbangan tubuh.

11
d. Kurang perawatan diri yang berhubungan dengan keletihan atau gangguan gerak
e. Gangguan citra diri yang berhubungan dengan perubahan dan ketergantungan fisik
serta psikologis yang disebabkan oleh penyakit atau terapi
f. Kurang pengetahuan mengenai proses osteoporosis dan program terapi yang
berhubungan dengan kurangnya informasi.

3. Intervensi
Dx 1 : Nyeri akut berhubungan dengan dari fraktur
Kriteria Hasil Intervensi Rasional
Klien dapat 1. Evaluasi keluhan 1. Mempengaruhi
mengekspresikan perasaan nyeri/ketidaknyamanan, pilhan atau
nyerinya, klien dapat perhatikan lokasi dan pengawasan
tenang dan istirahat,klien karakteristik termasuk kefektifitas
dapat mandiri dalam intensitas (skala1-10). intervensi
penanganan dan Perhatikan petunjuk 2. Alternative lain
perawatannya secara nyeri nonverbal untuk mengatasi
sederhana (perubahan pada tanda nyeri misalnya
vital dan emosi/perilaku) kompres hangat,
2. Ajarkan klien tentang mengatur posisi
alternative lain untuk pada tulang atau
mengatasi dan jaringan yang
mengurangi rasa nyeri cedera
3. Dorong menggunakan 3. Memfokuskan
teknik manajemen stress kembali
misalnya latihan nafas perhatian,
dalam, teknik lima jari meningkatkan
4. Kolaboasi dalam rasa kontrol, dan
pemberian obat sesuai dapat
indikasi meningkatkan
kemampuan
koping dalam
manajemen nyeri
4. Diberikan untuk
menurunkan
nyeri.
12
Dx 2 : Hambatan mobilitas fisik yang berhubungan dengan perubahan skeletal (kifosis), nyeri
sekunder atau fraktur baru.
Kriteria hasil Intervensi
Klien dapat meningkatkan 1. Kaji tingkat 1. Sebagai dasar untuk
mobilitas fisik, kemampuan klien memberikan
berpartisipasi dalam 2. Rencanakan tentang alternative dan
aktivitas yang pemberian program latihan gerak yang
diinginkan/diperlukan, klien latihan. Ajarkan sesuai dengan
mampu melakukan aktivitas klien tentang kemampuannya.
hidup sehari-hari secara aktivitas sehari-hari 2. Latihan akan
mandiri. yang dapat meningkatkan
dikerjakan pergerakan otot dan
sirkulasi darah.

Dx 3 : Resiko cedera yang berhubungan dengan dampak perubahan skeletal dan


ketidakseimbangan tubuh.
Kriteria Hasil Intervensi Rasional
Klien tidak jatuh dan 1. Ciptakan lingkungan 1. Menciptakan
mengalami fraktur, klien yang bebas dari lingkungan yang
dapat menghindari aktivitas bahaya misalnya aman mengurangi
yang dapat mengakibatkan tempatkan klien resiko terjadinya
fraktur pada tempat tidur kecelakaan.
yang rendah, 2. Pergerakan yang
berikan penerangan cepat akan
yang cukup, memudahkan
pegangan tangan di terjadinya fraktur
kamar mandi atau kompresi vertebra
tangga pada klien
2. Ajarkan pada klien osteoporosis.
untuk berhenti 3. Obat-obatan seperti
secara perlahan, diuretic, fenotiazin
tidak naik tangga dapat menyebabkan
dan mengangkat pusing, mengantuk,
13
beban yang berat lemah yang
3. Observasi efek merupakan
samping obat-obatan predisposisi klien
yang digunakan untuk jatuh

Dx 4 : Kurang perawatan diri yang berhubungan dengan keletihan atau gangguan gerak
Kriteria Hasil Intervensi
Klien mampu 1. Kaji kemampuan 1. Untuk mengetahui
mengungkapkan perasaan untuk berpartisispasi sampai sejauh mana
nyaman dan puas tentang dalam setiap klien mampu
kebersihan diri aktivitas perawatan. melakukan
2. Beri perlengkapan perawatan diri
adaptif jika secara mandiri.
dibutuhkan misalnya 2. Peralatan adaptif ini
kursi dibawah berfungsi untuk
shower/pancuran, membantu klien
tempat pegangan sehingga dapat
pada kamar mandi, melakukan
alas kaki atau keset perawatan secara
ayng tidak licin, mandiri dan optimal
sesuai
kemampuannya.

Dx 5 : Gangguan citra diri yang berhubungan dengan perubahan dan ketergantungan fisik
serta psikologis yang disebabkan oleh penyakit atau terapi

Kriteria Hasil Intervensi Rasional


Klien mengenali dan 1. Dorong klien 1. Ekspresi emosi
menyatu dengan perubahan mengekspresikan membantu klien
dalam konsep diri yang perasaannya mulai menerima
akurat tanpa harga diri khususnya kenyataan.
negative, mengungkapkan mengenai 2. Kritik negative akan
dan mendemonstrasikan bagaimana klien membuat klien
peningkatan perasaan positif merasakan, merasa semakin
memikirkan dan rendah diri
memanndang 3. Dukungan yang
14
dirinya. cukup dari oorang
2. Hindari kritik terdekat dan teman
negative dapat membantu
3. Kaji derajat proses adaptasi.
dukungan yang ada
untuk klien

Dx 6 : Kurang pengetahuan mengenai proses osteoporosis dan program terapi ayng


berbungan dengan kurangnya informasi.

Kriteria Hasil Intervensi Rasional


Klien mampu menjelaskan 1. Kaji ulang proses 1. Memberikan dasar
tentang penyakitnya, penyakit dan pengetahuan dimana
mampu menyebutkan harapan yang akan klien dapat
program terapi yang datang membuat pilihan
diberikan 2. Berikan informasi berdasarkan
kepada klien tentang informasi.
factor-faktor yang 2. Informasi yang
mempengaruhi diberikan akan
terjadinya membuat klien lebih
osteoporosis memahami tentang
3. Berikan pendidikan penyakitnya.
kepada klien 3. Suplemen kalsium
mengenai efek sering menyebabkan
samping pengunaan nyeri lambung dan
obat distensi abdomen
maka klien
sebaiknya
mengkonsumsi
kalsium bersama
makanan untuk
mengurangi
terjadinya efek
samping tersebut
dan memperhatikan

15
asupan cairan yang
memadai untuk
menurunkan resiko
pembentukan batu
ginjal

4. Evaluasi
Hasil yang diharapkan meliputi:
a. Nyeri pada klien berkurang
b. Terpenuhinya kebutuhan mobilitas fisik klien
c. Tidak terjadi cedera pada klien
d. Terpenuhinya kebutuhan perawatan diri klien
e. Status psikologi klien yang seimbang
f. Terpenuhinya kebutuhan pengetahuan dan informasi klien

DAFTAR PUSTAKA
16
Depkes. (2005). 1 dari 3 wanita dan 1 dari 3 pria memiliki kecenderungan menderita
osteoporosis. Diperoleh tanggal 11 Maret 2011 dari http://www.depkes.go.id

Fox-spencer, Rebecca. (2007).Osteoporosis. Jakarta : Erlangga

Gomez, Joan. (2006). Awas Pengeroposan Tulang. Jakarta : Arcan

Karolina sari, Maha. (2009).Hubungan Pengetahuan dan Pencegahan Osteoporosis yang


dilakukan Lansia di Kecamatan Medan Selayang. Medan: Universitas Sumatera
Utara

Klinik medis. (2008). Peningkatan usia harapan hidup. Diperoleh tanggal 11 Maret 2011 dari
http://www.klinikmedis.com

Lane, Nancy. (2003). Lebih Lengkap Tentang :Osteoporosis. Jakarta : PT RajaGrafindo


Persada

Permana, hikmat. (2009). Patogenesis dan Metabolisme Osteoporosis Pada Manula.


Diperoleh tanggal 05 Maret 2011 dari http://pustaka.unpad.ac.id/

Tandra, Hans. (2009). Segala Sesuatu yang Harus Anda Ketahui Tentang Osteoporosis.
Jakarta : PT Gramedia Pustaka Utama

Wirakusumah, Emma. (2007). Mencegah Osteoporosis. Jakarta: Penebar Swadaya


Wirasadi, Ita. (2010). Asuhan Keperawatan Pada Klien Dengan Osteoporosis. Diperoleh
tanggal 05 Maret 2011 dari http://www.ppnikarangasem.blogspot.com

17

Anda mungkin juga menyukai