Anda di halaman 1dari 12

Bab II Tinjauan Pustaka

II.1 Vitamin C
Vitamin merupakan suatu molekul organik yang sangat diperlukan
tubuh untuk proses metabolisme dan pertumbuhan yang normal.
Vitamin tidak dapat dibuat oleh tubuh manusia dalam jumlah yang
cukup. Hampir semua vitamin yang kita kenal sekarang telah
berhasil diidentifikasi sejak tahun 1930. Vitamin pada umumnya
dapat dikelompokan menjadi dua golongan utama yaitu vitamin yang
larut dalam lemak yang meliputi A, D, E dan K dan vitamin yang
larut dalam air yang terdiri dari vitamin C dan Vitamin B (Winarno,
1992).

Struktur dari vitamin C dapat dilihat pada gambar dibawah ini:

OH HO
HO

O OH
O

Gambar II.1 Struktur Molekul Vitamin C.

Vitamin C mengandung tidak kurang dari 99,0 % C6H8O6. Vitamin C


berbentuk serbuk atau hablur, putih atau agak kuning, tidak berbau,
rasa asam. Oleh pengaruh cahaya lambat laun menjadi gelap. Dalam
keadaan kering, mantap di udara, dalam larutan cepat teroksidasi,
karena mudah dioksidasi, maka vitamin C merupakan suatu reduktor
yang kuat. Vitamin C termasuk golongan vitamin yang mudah larut
4
5

dalam air, agak sukar larut dalam etanol 95%, praktis tidak larut
dalam kloroform, dalam eter dan dalam benzen. Vitamin C memiliki
suhu lebur 1900 C (FI IV, 1995). Vitamin C mudah teroksidasi oleh
panas, sinar, alkali, enzim, oksidator, serta oleh tembaga dan besi.
Oksidasi akan terhambat bila vitamin C dibiarkan dalam keadaan
asam, atau pada suhu rendah (Sudarmadji, 1989).

Vitamin C mempunyai banyak fungsi dalam tubuh, sebagai koenzim


atau kofaktor. Vitamin C memiliki kemampuan reduksi yang kuat
dan bertindak sebagai antioksidan. Menurut Almatsier (2003),
vitamin C pada tubuh manusia juga berfungsi sebagai sintesis
kolagen, sintesis karnitin, noradrenalin, serotonin, adsorbsi dan
metabolisme besi, absorbsi kalsium, mencegah infeksi serta
mencegah kanker dan penyakit jantung. Vitamin C sangat
dibutuhkan oleh organ tubuh manusia. Buahbuahan segar, sayuran
dan beberapa tablet suplemen vitamin C sintetik dapat digunakan
untuk memenuhi segala kebutuhan tubuh.

Kebutuhan vitamin C yang dianjurkan sesuai dengan Angka


Kecukupan Gizi (AKG) bagi lakilaki dan perempuan berusia lebih
dari 13 tahun sebesar 60 mg/hari. Namun beberapa bukti ilmiah
perlunya meningkatkan asupan vitamin C karena dihubungkan
dengan upaya untuk menurunkan penyakit kronis seperti
kardiovaskuler, kanker dan katarak. Kekurangan vitamin C akan
menyebabkan penyakit sariawan atau skorbut. Penyakit skorbut
biasanya jarang terjadi pada bayi, bila terjadi pada anak, biasanya
pada usia setelah 6 bulan dan di bawah 12 bulan. Gejala-gejala
penyakit skorbut ialah terjadinya pelembekan tenunan kolagen,
6

infeksi, dan demam. Juga timbul sakit, pelunakan, dan


pembengkakan kaki bagian paha. Pada anak yang giginya telah
keluar, gusi membengkak, empuk, dan terjadi perdarahan. Pada
orang dewasa skorbut terjadi setelah beberapa bulan menderita
kekurangan vitamin C dalam makanannya. Gejala-gejala ialah
pembengkakan dan perdarahan pada gusi, gingivalis, kaki menjadi
empuk, anemia, dan deformasi tulang. Akibat yang parah dari
keadaan ini ialah gigi menjadi goyah dan dapat lepas. Penyakit
sariawan yang akut dapat disembuhkan dalam beberapa waktu
dengan pemberian 100 sampai 200 mg vitamin C per hari. Bila
penyakit sudah kronik perlu diperlukan waktu lebih lama untuk
penyembuhannya (Winarno, 1992).

II.2 Sumber Vitamin C

Vitamin C dapat ditemukan pada bahan makanan nabati maupun


hewani. Sumber utama vitamin ini adalah buah-buahan dan
sayursayuran, sedangkan bahan makanan yang berasal dari hewan
seperti daging dan susu kandungan vitamin C nya lebih sedikit.
Vitamin C sangat mudah rusak selama proses persiapan, pemasakan
dan penyimpanan. Cara memasak bahan makan sumber vitamin C
adalah dengan menggunakan sesedikit mungkin air. Oleh karena itu
sumber vitamin C dari makanan yang paling baik adalah memakan
langsung buah-buahan dalam bentuk keadaan ranum dan segar
(Winarno, 1992).

Vitamin C dalam bentuk sediaan farmasi salah satunya adalah dalam


bentuk sediaan tablet. Tablet adalah sediaan padat, dibuat secara
kempa cetak, dalam bentuk tabung pipih atau sirkuler, kedua
7

permukaannya rata atau cembung, mengandung satu jenis obat atau


lebih dengan atau tanpa zat tambahan. Zat tambahan yang digunakan
dapat berfungsi sebagai zat pengisi, zat pengembang, zat pengikat,
zat pelicin, zat pembasah atau zat lain yang cocok (FI IV, 1995).

II.3 Analisis Vitamin C


Terdapat beberapa metode yang digunakan pada penentuan kadar
vitamin C diantaranya adalah:

II.3.1 Metode Titrasi


Metode titrasi yang umum digunakan pada penentuan Vitamin C
adalah metode Iodometri, metode ini memakai Iodium sebagai
pentiter yang mengoksidasi vitamin C dengan amilum sebagai
indikatornya. Metode titrasi lainnya adalah titrasi 2,6
dikloroindofenol (D). Metode ini menggunakan 2,6 D sebagai
pentiter dan menghasilkan hasil yang lebih spesifik dari titrasi
Iodium. Metode titrasi asam-basa juga dapat digunakan pada
penentuan kadar vitamin C, metode titrasi ini menggunakan NaOH
sebagai pentiter, yang akan menetralkan vitamin C dengan
fenolftalein sebagai indikator (Sudarmadji, 1989).

II.3.2 Metode Spektrofotometri UV-Vis

Metode spektrofotometri dapat dilakukan dengan penambahan


pereaksi warna seperti Hijau leuko malakit (LMG), reaksi dari
vitamin C dengan campuran larutan kalium iodida-kalium iodat
dalam suasana asam membebaskan iodin. Iodin yang dibebaskan
selektif mengoksidasi pewarna LMG. Warna yang terbentuk
menunjukkan serapan maksimum pada 620 nm (Tiwari, 2010).
8

Metode spektrofotometri lainnya adalah dengan pereaksi warna


Dinitrofenilhidrazin (DNPH). Vitamin C dioksidasi menjadi asam
dehidroaskorbat dengan menambahkan air bromin. Setelah itu asam
L-dehidroaskorbat bereaksi dengan 2,4-DNPH dan menghasilkan
osazon, kemudian direaksikan dengan H2SO4 85% terbentuk larutan
berwarna merah. Spektrum larutan 2,4-DNPH diukur pada panjang
gelombang 521 nm (Kapur dkk, 2012). Metode spektrofotometri
lainnya yaitu dengan penambahan pereaksi warna metilen biru (MB),
yang merupakan molekul larut dalam air. Di bawah kondisi asam,
metilen biru dapat mudah direduksi menjadi molekul terhidrogenasi
berwarna biru leukometilen (LMB) oleh vitamin C. Pada warna
yang terbentuk dilakukan pengukuran pada serapan maksimum 665
nm (Tahirovic dkk, 2012).

II.3.3 Metode Kromatografi Cair Kinerja Tinggi (KCKT)


Pada metode KCKT penentuan vitamin C yang pertama dilakukan
dengan elusi isokratik dengan kolom C-18 dan fase gerak asam
asetat:metanol (95:5) (Kumar, 2011). Metode KCKT lainnya
pada penentuan vitamin C dapat dilakukan dengan gradien sistem
pompa, pemisahan dilakukan dengan menggunakan kolom C-18 dan
deteksi oleh detektor UV-Visible. Waktu retensi dari vitamin C
adalah 1,63 - 1,65 menit (Scherer, 2012).

II.4 Mekanisme Reaksi Vitamin C dengan Pereaksi Fe 3+ dan


SCN-
Vitamin C mempunyai nilai potensial reduksi yang lebih kecil
dibandingkan dengan Fe3+ dimana dalam hal ini potensial reduksi
9

Fe3+ +0,77 volt, karena vitamin C mempunyai potensial reduksi yang


lebih kecil (+0,116 volt) dibandingkan Fe 3+ sehingga reaksi dapat
berlangsung. Reaksi vitamin C dan Fe3+ dapat dilihat pada gambar
Gambar II.2:

O= C O= C
| |
HO C O= C
|| O + Fe3+ | O + Fe2+
HO C O= C
| |
H C H C
| |
HO C H HO C H
| |
CH2OH CH2OH

Vitamin C Vitamin C teroksidasi

Gambar II.2 Reaksi vitamin C dan Fe3+.

Sisa Fe3+ dari hasil reaksi antara Fe3+ dengan vitamin C, kemudian
ditambahkan HNO3 sebagai pengasam. Fe3+ yang terbentuk akan
bereaksi dengan KSCN, Reaksi yang terjadi:

Fe3+(sisa) + 6SCN- [Fe(SCN)6]3-

Dari warna larutan kompleks yang terbentuk yaitu warna merah


jingga, sehingga dapat diukur absorbansinya pada panjang
gelombang 400-560 nm.

Perhitungan Absorbansi vitamin C didapat dari:

A1 = Fe3+ + SCN-
A2 = Fe3+(sisa) + SCN-
A = Konsentrasi vitamin C
10

II.5 Instrumentasi Spektrofotometer UV-Vis

Hukum Lambert-Beer menyatakan hubungan linieritas antara


absorban dengan konsentrasi larutan analit dan berbanding terbalik
dengan transmitan. Hukum Lambert-Beer dinyatakan dalam rumus:

A= e.b.c
Dimana A adalah absorban,e adalah absorptivitas molar, b adalah
tebal kuvet (cm) dan c adalah konsentrasi.

Prinsip kerja spektrofotometri berdasarkan hukum Lambert-Beer,


yaitu bila cahaya monokromatik (I0), melalui suatu media (larutan),
maka sebagian cahaya tersebut diserap (Ia), sebagian dipantulkan
(Ir), dan sebagian lagi dipancarkan (It). Cahaya yang dideteksi oleh
detektor adalah cahaya yang diserap oleh sampel.

Fungsi bagian-bagian instrumen spektrofotometer UV-Vis:

II.5.1 Sumber Radiasi


Beberapa sumber radiasi yang dipakai pada spektrofotometer UV-Vis
adalah lampu deuterium, lampu tungsten dan lampu merkuri. Sumber
radiasi deuterium dapat dipakai pada daerah panjang gelombang
190-380 nm. Sumber radiasi tungstein merupakan campuran dari
filament tungsten dan gas iodin (halogen), dapat dipakai pada daerah
panjang gelombang 380-900 nm. Sumber radiasi merkuri biasanya
dipakai untuk mengecek atau kalibrasi panjang gelombang pada
spektrofotometer UV-Vis pada daerah ultra violet khususnya
11

disekitar panjang gelombang 365 nm dan sekaligus mengecek


resolusi dari monokromator.

II.5.2 Monokromator
Monokromator berfungsi untuk mendapatkan radiasi monokromatis
dari sumber radiasi yang memancarkan radiasi polikromatis.
Monokromator pada spektrofotometer UV-Vis biasanya terdiri dari
susunan : celah (slit) masuk-filter-prisma-kisi (grating)-celah keluar.
Celah monokromator adalah bagian yang pertama dan terakhir dari
suatu sistem optik monokromator pada spektrofotometer UV-Vis.
Filter optik berfungsi menyerap warna komplementer sehingga
cahaya tampak yang diteruskan merupakan cahaya yang berwarna
sesuai dengan warna filter optik yang dipakai. Prisma dan kisi pada
prinsipnya mendispersi radiasi elektromagnetik sebesar mungkin
supaya didapatkan resolusi yang baik dari polikromatis.

II.5.3 Sel atau kuvet

Kuvet atau sel merupakan wadah sampel yang akan dianalisis.


Ditinjau dari bahan yang dipakai membuat kuvet ada dua macam
yaitu: kuvet kuarsa dan kuvet gelas. Kuvet dari leburan silika dapat
dipakai untuk analisis kualitatif dan kuantitatif pada daerah
pengukuran 190-1100 nm, dan kuvet dari bahan gelas dipakai pada
daerah pengukuran 380-1100 nm karena bahan dari gelas
mengadsorbsi radiasi sinar UV.

II.5.4 Detektor
Fungsi detektor didalam spektrofotometer adalah mengubah sinyal
12

radiasi yang diterima menjadi sinar elektronik. Beberapa macam


detektor yang telah dipakai dalam spektrofotometer UV-Vis yaitu
detektor fotosel, detektor tabung foton tanpa hampa, detektor tabung
penggandaan foton (photomultiplier tube), detektor foto diode-array.

II.6 Validasi
Validasi metode analisa bertujuan untuk membuktikan bahwa semua
metode analisa yang digunakan dalam pengujian maupun
pengawasan mutu, senantiasa mencapai hasil yang diinginkan secara
konsisten. Parameter dalam validasi metode analisis adalah akurasi,
presisi, spesifisitas, linieritas dan rentang, batas deteksi, batas
kuantifikasi (USP 37, 2014).

II.6.1 Ketepatan (Akurasi)


Akurasi adalah kedekatan hasil uji antara hasil yang diperoleh dengan
nilai sebenarnya atau dengan nilai referensinya. Akurasi dapat
dinyatakan dengan persen perolehan kembali (persen recovery).
Akurasi yang baik menunjukan nilai 98% 102 %.

Nilai Pengukuran
Akurasi= x 100
Nilai Sebenarnya

II.6.2 Kecermatan (Presisi)


Kecermatan adalah kedekatan hasil uji dengan cara memperoleh
pengukuran dari berbagai contoh yang homogen dalam kondisi yang
normal. Presisi adalah ukuran yang menunjukkan derajat kesesuaian
antara hasil uji individual, diukur melalui penyebaran hasil
13

individual rata-rata jika prosedur ditetapkan secara berulang pada


sampel yang diambil dari campuran yang homogen.

SD=
(X i x )2
n1
SD
%RSD= x 100
x
Keterangan:
Xi = pengukuran tunggal
x = rata-rata
n = jumlah pengukuran

II.6.3 Spesifisitas
Selektifitas atau spesifitas suatu metode adalah kemampuan yang
hanya mengukur zat tertentu saja secara tepat cermat dan seksama
dengan adanya komponen lain yang mungkin ada dalam matriks
sampel.

II.6.4 Linieritas dan Rentang


Liniearitas adalah kemampuan metode analisis yang memberikan
respon secara langsung atau dengan bantuan transformasi matematik
yang baik, proporsional terhadap konsentrasi analit dalam sampel.
Uji linearitas dilakukan dengan satu seri larutan baku yang terdiri
dari 6 konsentrasi yang meningkat pada rentang 50-150% dari
percobaan rentang kerja yang diharapkan. Rentang dinyatakan
dengan satuan yang sama seperti hasil uji (persen atau bpj) yang
diperoleh melalui metode analisis. Kemudian data diproses dengan
14

menggunakan regresi linear. Rentang metode adalah pernyataan


konsentrasi terendah dan tertinggi analit yang mana metode analisis
memberikan akurasi, presisi dan liniearitas yang dapat diterima.
Sebagai parameter adanya hubungan linier yang ideal tercapai jika
nilai b = 0 dan r = +1 atau -1 tergantung pada arah garis. Nilai a pada
regresi linier menunjukkan kepekaan analisis terutama instrument
yang digunakan.

X i x yi y

2
( X i x ) ( y i y )
2


r=





II.6.5 Batas Deteksi dan Batas Kuantisasi


Batas deteksi merupakan jumlah terkecil analit dalam sampel yang
dapat dideteksi dan masih memberikan respon yang signifikan
dibandingkan dengan blangko. Batas deteksi merupakan parameter
uji batas. Batas kuantisasi merupakan jumlah terkecil analit dalam
sampel yang masih dapat dikuantifikasi dengan akurasi dan presisi
yang baik. Batas kuantisasi adalah nilai parameter penentuan
kuantitatif senyawa yang terdapat dalam konsentrasi rendah dalam
matriks.
15

3 x SD
Batas Deteksi = Slope

10 x SD
Batas kuantisasi = Slope

SD =
(X i x )2
n1

dimana, SD = Standar Deviasi (Simpangan Baku) dari blangko


contoh memberikan nilai deviasi standar yang tidak sama dengan
nol.

Anda mungkin juga menyukai