Anda di halaman 1dari 37

BAB I

DEFINISI

A. LATAR BELAKANG

Ilmu kedokteran dikenal dengan art and science dalam mendiagnosis pasien. Tidak bisa
dipungkiri dengan banyaknya dokter yang berasal dari berbagai fakultas kedokteran
menyebabkan munculnya variasi teknik dalam melakukan pemeriksaan dan penentuan
terapinya. Oleh karena itu perlu panduan untuk melakukan assesmen pasien sehingga
didapatkan keseragaman dalam melakukan pemeriksaan pasien.

B. TUJUAN
Sebagai acuan dalam melakukan assesmen terhadap pasien.

C. SASARAN
Semua pasien di rumah sakit Prof. Dr. Tabrani

D. DEFENISI
1. Dokter adalah orang yang memiliki kewenangan dan izin sebagaimana mestinya
untuk melakukan pemeriksaan kesehatan khususnya memeriksa dan mengobati
penyakit dan dilakukan menurut hukum dalam pelayanan kesehatan.
2. Asesmen adalah kegiatan yang berkaitan dengan pengambilan keputusan tentang
penatalaksanaan terhadap pasien. Untuk itu diperlukan data sebagai informasi yang
dapat diandalkan sebagai dasar pengambilan keputusan melalui prosedur dan alat
penilaian yang sesuai dengan indikator yang akan dinilai.
3. Anamnesis adalah proses penggalian informasi antara dokter dengan pasien dan atau
keluarga dimulai dari identifikasi pasien, keluhan utama,riwayat penyakit
sekarang,riwayat penyakit dahulu,riwayat penyakit keluarga dan sebagainya guna
menegakkan diagnosis.
4. Keluhan utama adalah keluhan pasien sehingga pasien datang ke rumah sakit atau
pelayanan kesehatan lainnya.
5. Riwayat penyakit sekarang adalah kumpulan gejala yang sedang dialami pasien yang
dapat melengkapi dan menjelaskan keluhan utama.
6. Riwayat penyakit dahulu adalah penyakit yang pernah diderita oleh pasien.
7. Riwayat penyakit keluarga adalah jenis penyakit yang diderita oleh anggota keluarga
yang lain.
8. Pemeriksaan fisik adalah proses pemeriksaan tubuh pasien secara keseluruhan atau
hanya bagian tertentu yang dianggap perlu untuk memperoleh data yang sistematis dan
komprehensif,memastikan/membuktikan hasil anamnesis sehingga diperoleh penilaian
klinis.
Metoda pemeriksaan fisik meliputi :

1
a. Inspeksi yaitu pemeriksaan pasien dengan menggunakan indera
penglihatan,pendengaran dan penciuman untuk mendeteksi karateristik normal
atau tanda fisik yang signifikan.
b. Palpasi yaitu pemeriksaan dengan indra peraba/ tangan terhadap tanda fisik
termasuk posisi,ukuran,kekenyalan,kekasaran,tekstur dan mobilitas.
c. Perkusi yaitu pengetukan permukaan tubuh dengan ujung-ujung jari guna
mengevaluasi ukuran densitas,batasan dan konsistensi organ tubuh dan
menemukan adanya cairan di dalam organ tubuh.
d. Auskultasi yaitu tindakan mendengarkan bunyi yang ditimbulkan oleh bermacam-
macam organ dan jaringan tubuh.
9. Keadaan umum pasien adalah kesan pertama secara umum saat pertama kali melihat
pasien yang meliputi keadaan pasien sakit termasuk fasial dan posisi pasien,kesadaran
dan status gizi.
10. Kesadaran pasien adalah kondisi kemampuan /reaksi pasien terhadap respon yang
diberikan dengan menggunakan Glasgow Coma Scale (GCS).
11. Pemeriksaan tanda vital adalah suatu cara untuk mendeteksi adanya perubahan sistem
tubuh yang meliputi :
a. Pengukuran suhu tubuh yang mencerminkan keseimbangan antara panas dan
kehilangan panas dan diukur dalam satuan panas yaitu derajat.
b. Pengukuran nadi adalah menghitung jumlah denyut gelombang darah yang berasal
dari kontraksi ventrikel kiri jantung dalam satu menit.
c. Pengukuran respirasi adalah jumlah frekuensi pernapasan yang terdiri dari proses
inpirasi dan ekspirasi yang diukur dalam satu menit.
d. Pengukuran tensi adalah mengukur tekanan darah yang berasal dari pengukuran
sistole dan diastole.
e. Pengukuran berat badan adalah mengukur berat badan pasien dengan timbangan
dengan menggunakan satuan kg untuk pasien anak dan dewasa dan satuan gram
untuk neonatal.
12. Diagnosis kerja adalah diagnosis yang paling mungkin sesuai dengan hasil
pemeriksaan.
13. Diagnosis banding adalah diagnosis dari beberapa penyakit yang mempunyai tanda
dan gejala yang hampir sama.
14. Terapi adalah usaha untuk memulihkan kesehatan seseorang yang sedang sakit.
15. Pemeriksaan tambahan adalah pemeriksaan medis yang diperlukan untuk melengkapi
anamnesis dan pemeriksaan fisik yang sudah dilakukan untuk membantu menegakkan
diagnosis.
16. Resep adalah permintaan tertulis dari seorang dokter,dokter gigi atau dokter hewan
yang diberi izin berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku kepada
apoteker untuk membuat dan menyerahkan obat kepada pasien.
17. Diit adalah pengaturan pola makan baik ukuran,porsi dan kandungan gizinya.
18. Pelayanan rawat jalan adalah pelayanan medis kepada pasien untuk tujuan
pengamatan,diagnosis,pengobatan,rehabilitasi dan pelayanan lain tanpa mengharuskan
pasien itu rawat inap.

2
19. Pelayanan rawat inap adalah pelayanan medis kepada pasien untuk tujuan
pengamatan,diagnosis,pengobatan,rehabilitasi dan pelayanan lain yang mengharuskan
pasien untuk menginap dalam jangka waktu tertentu.
20. Konsultasi adalah melaporkan dan atau meminta pertimbangan tentang layanan
kesehatan yang bertujuan mencari penyebab timbulnya penyakit dan menentukan cara
pengobatannya.
21. Dokter penanggung jawab pelayanan (DPJP) adalah dokter yang memberikan
pelayanan kepada pasien secara paripurna.
22. Rawat bersama adalah tindakan perawatan pasien yang terdiri lebih dari satu DPJP
sesuai dengan kondisi penyakit pasien.
23. Alih rawat adalah tindakan pengalihan DPJP karena penyakit pasien tidak sesuai
dengan kompetensi DPJP.
24. Merujuk adalah tindakan mengirim pasien ke fasilitas rumah sakit yang lebih lengkap
untuk mendapatkan pelayanan kesehatan lebih lanjut.
25. Discharge planing adalah proses keluarnya pasien dari rumah sakit baik atas perintah
dokter maupun atas permintaan pasien atau keluarga pasien.
26. Rekam medis adalah berkas yang berisi catatan dan dokumen antara lain identitas
pasien, hasil pemeriksaan,pengobatan yang telah diberikan,serta tindakan dan
pelayanan lain yang sudah diberikan oleh dokter.
27. Inform consent adalah persetujuan yang diberikan oleh pasien dan atau keluarga
terdekat setelah mendapatkan penjelasan secara lengkap tentang tindakan yang akan
dilakukan oleh dokter.

E. SUMBERDAYA MANUSIA
Kredensialing dan pemberian kewenangan
Hanya mereka yang diizinkan dengan lisensi,sesuai undang undang dan peraturan yang
berlaku atau sertifikasi yang dapat melakukan asesmen yaitu petugas yang kompeten yang
melakukan asesmen pasien dan asesmen ulang ditetapkan rumah sakit serta
tanggungjawabnya ditetapkan secara tertulis.
1. Staf medis
a. Unit Gawat Darurat
Asesmen gawat darurat dilaksanakan oleh petugas yang kompeten dalam arti dokter
umum lulusan S1 Kedokteran yang memiliki STR dan sertifikat kegawat daruratan
Mempunyai uraian tugas sebagai berikut :

1) Menangani pasien gawat darurat sesuai standar pelayanan gawat darurat


rumah sakit
2) Bertanggung jawab penuh atas terselenggaranya pelayanan unit gawat darurat

3
3) Mengkonsultasikan untuk mendapatkan penanganan selanjutnya ke dokter
jaga konsulen atau dokter pribadi bagi pasien yang tidak mungkin tertangani
oleh dokter jaga.
4) Mencatat keadaan pasien yang masuk perawatan secara lengkap di dalam
rekam medis pasien
5) Melakukan serah terima tugas agar menjelaskan apa yang sudah dilakukan
dan apa yang belum dilakukan terhadap pasien yang masih dalam perawatan
gawat darurat kepada dokter jaga penggantinya
6) Melakukan anamnesa, pemeriksaan fisik, dan penunjang medis sehingga
mampu mendiagnosa dan penatalaksanaan dengan tepat
7) Memberikan tindakan medis dan terapi medis sesuai kompetensi Dokter
Umum dengan memperhatikan dan mempertimbangkan biaya yang
dikeluarkan oleh pasien
8) Memberikan pelayanan yang profesional sesuai fungsi dokter dengan
memperhatikan keselamatan pasien (patient safety)
9) Menuliskan kelengkapan catatan di Rekam Medis dengan lengkap.

b. Ruang Rawat inap


Asesmen ulang dilakukan oleh Dokter penanggung jawab pelayanan ( DPJP) yaitu
dokter spesialis sesuai dengan kompetensinya.dan jika belum datang bisa diwakili
oleh dokter ruangan.

BAB II
RUANG LINGKUP

Proses asesmen pasien berlangsung secara terus menerus dan digunakan pada sebagian besar
unit kerja rawat jalan dan rawat inap. Asesmen pasien terdiri dari 3 proses utama :

1. Mengumpulkan informasi dari data keadaan fisik,psikologis,sosial dan riwayat


kesehatan pasien.
2. Analisis informasi dan data termasuk hasil laboratorium dan imajing diagnostik untuk
mengidenfitikasi kebutuhan pelayanan kesehatan pasien.
3. Membuat rencana pelayanan untuk memenuhi semua kebutuhan pasien yang telah
diidentifikasi.

4
BAB III
TATA LAKSANA

Proses asesmen pasien adalah proses menegakkan diagnosis melalui proses


anamnesis,pemeriksaan fisik, pemeriksaan penunjang bila diperlukan sehingga dapat
ditentukan diagnosis dan penatalaksanaan terhadap pasien. Proses asesmen yang efektif akan
menghasilkan keputusan tentang pengobatan pasien yang harus segera dilakukan dan
kebutuhan pengobatan tersebut dapat digunakan untuk pelayanan kegawatdaruratan,elektif
bahkan ketika kondisi pasien mengalami perubahan.Asesmen pasien perlu
mempertimbangkan kondisi, usia, kebutuhan kesehatan dan permintaan pasien.Proses
asesmen pasien akan dimulai dari pendaftaran yang akan melakukan identitas pasien dan
kebutuhan pelayanannya. Untuk proses tersebut mengacu pada Buku Pedoman Pelayanan
Rekam Medis (BPPRM) rumah sakit. Semua asuhan medis yang diberikan kepada pasien
berdasarkan Standar Pelayanan Medis dan Standar Prosedur Operasional yang berlaku di
rumah sakit.

Asesmen pasien harus dilakukan dengan efektif dan terus menerus baik di rawat jalan
maupun di rawat inap untuk menghasilkan keputusan tentang pengobatan pasien yang harus
segera dilakukan dan kebutuhan pengobatan berkelanjutan untuk emergensi, elektif atau
pelayanan terencana, termasuk ketika kondisi pasien berubah. Asesmen pasien minimal
memperhatikan kondisi pasien, umur, kebutuhan kesehatan dan permintaan kebutuhan
kesehatannya.Untuk mendapatkan data asesmen pasien yang benar maka dilakukan asesmen
informasi minimal.Informasi minimal tersebut berbeda kedalamannya dalam mengkaji
antara rawat inap dan rawat jalan.Setiap informasi yang teridentifikasi dan diberikan kepada
pasien didokumentasikan dalam rekam medis.Asesmen pasien rawat jalan minimal meliputi
kondisi pasien, umur, kebutuhan kesehatan, dan permintaan. Asesmen pasien poli spesialis
dilakukan oleh dokter spesialis, asesmen pasien UGD dan poli umum dilakukan oleh dokter
umum, asesmen pasien poli gigi dilakukan oleh dokter gigi.Asesmen pasien rawat jalan

5
minimal data umum,keadaan fisik, dan riwayat penyakit (sekarang,dahulu dan
keluarga).Asesmen pasien rawat inap minimal keadaan fisik, psikologis, sosial, riwayat
kesehatan pasien, riwayat penyakit keluarga dan hasil pemeriksaan penunjang sebelumnya.

Asesmen harus dilakukan asesmen awal dan asesmen ulang :

Asesmen Awal

Asesmen awal medis dilaksanakan dalam 24 jam pertama sejak rawat inap atau lebih dini/
cepat sesuai kondisi pasien.kerangka waktu yang benar untuk melaksanakan asesmen harus
ditetapkan untuk semua jenis pelayanan yaitu 24 jam dan asesmen diselesaikan dalam
kerangka waktu yang telah ditetapkan rumah sakit. untuk asesmen kurang dari 30 hari,setiap
perubahan kondisi pasien yang signifikan asesmen dicatat dalam rekam medis pasien pada
saat rawat inap.temuan dari semua asesmen diluar rumah sakit dan harus dinilai ulang dan
diverifikasi pada saat pasien masuk rawat inap untuk memperbaharui atau mengulang bagian
bagian dari asesmen medis yang sudah lebih dari 30 hari.

Asesmen Ulang

Asesmen ulang oleh para praktisi pelayanan kesehatan adalah kunci untuk memahami apakah
keputusan pelayanan sudah tepat dan efektif.pasien dilakukan asesmen ulang untuk
menentukan respon mereka terhadap pengobatan,pasien dilakukan asesmen ulang untuk
perencanaan pengobatan lanjutan atau pemulangan pasien dan pasien dilakuakn asesmen
ulang dalam interval sesuai dengan kondisi pasien dan bilamana terjadi perubahan yang
signifikan pada kondisi mereka,rencana asuhan ,kebutuhan individual atau sesuai kebijakan
rumah sakit.

Dokter DPJP melakukan asesmen ulang sekurang kurangnya setiap hari,termasuk akhir
minggu ,selama fase akut dari perawatan dan pengobatanya.untuk pasien non akut sesuai
keadaan dan tipe pasien atau populasi pasien,dimana asesmen oleh dokter bisa kurang dari
sekali sehari dan menetapkan interval minimum untuk jadwal asesemen ulang bagi kasus
seperti ini sesuai kebijakan rumah sakit.asesemn ulang didokumentasikan dalam rekam medis
pasien.

Anamnesis

Anamnesis adalah suatu tehnik pemeriksaan yang dilakukan lewat suatu percakapan antara
seorang dokter dengan pasiennya secara langsung atau dengan orang lain yang mengetahui
tentang kondisi pasien, untuk mendapatkan data pasien beserta permasalahan medisnya.

1. Tujuan Anamnesis
Tujuan pertama anamnesis adalah memperoleh data atau informasi tentang permasalahan yang
sedang dialami atau dirasakan oleh pasien. Apabila anamnesis dilakukan dengan cermat maka

6
informasi yang didapatkan akan sangat berharga bagi penegakan diagnosis, bahkan tidak
jarang hanya dari anamnesis saja seorang dokter sudah dapat menegakkan diagnosis. Secara
umum sekitar 60-70% kemungkinan diagnosis yang benar sudah dapat ditegakkan hanya
dengan anamnesis yang benar. Tujuan berikutnya dari anamnesis adalah untuk membangun
hubungan yang baik antara seorang dokter dan pasiennya. Umumnya seorang pasien yang
baru pertama kalinya bertemu dengan dokternya akan merasa canggung, tidak nyaman dan
takut, sehingga cederung tertutup. Tugas seorang dokterlah untuk mencairkan hubungan
tersebut. Pemeriksaan anamnesis adalah pintu pembuka atau jembatan untuk membangun
hubungan dokter dan pasiennya sehingga dapat mengembangkan keterbukaan dan kerjasama
dari pasien untuk tahap-tahap pemeriksaan selanjutnya.

2. Jenis Anamnesis
Ada 2 jenis anamnesis yang umum dilakukan, yakni Autoanamnesis dan Alloanamnesis atau
Heteroanamnesis. Pada umumnya anamnesis dilakukan dengan tehnik autoanamnesis yaitu
anamnesis yang dilakukan langsung terhadap pasiennya. Pasien sendirilah yang menjawab
semua pertanyaan dokter dan menceritakan permasalahannya. Ini adalah cara anamnesis
terbaik karena pasien sendirilah yang paling tepat untuk menceritakan apa yang sesungguhnya
dia rasakan. Meskipun demikian dalam prakteknya tidak selalu autoanamnesis dapat
dilakukan. Pada pasien yang tidak sadar, sangat lemah atau sangat sakit untuk menjawab
pertanyaan, atau pada pasien anak-anak, maka perlu orang lain untuk menceritakan
permasalahannya. Anamnesis yang didapat dari informasi orang lain ini disebut
Alloanamnesis atau Heteroanamnesis. Tidak jarang dalam praktek sehari-hari anamnesis
dilakukan bersama-sama auto dan alloanamnesis.

3. Persiapan untuk anamnesis


Anamnesis yang baik hanya dapat dilakukan apabila dokter yang melakukan anamnesis
tersebut menguasai dengan baik teori atau pengetahuan kedokteran. Tidak mungkin seorang
dokter akan dapat mengarahkan pertanyaan-pertanyaannya dan akhirnya mengambil
kesimpulan dari anamnesis yang dilakukan bila dia tidak menguasai dengan baik ilmu
kedokteran. Seorang dokter akan kebingungan atau kehilangan akal apabila dalam melakukan
anamnesis tidak tahu atau tidak mempunyai gambaran penyakit apa saja yang dapat
menimbulkan keluhan atau gejala tersebut, bagaimana hubungan antara keluhan-keluhan
tersebut dengan organ-organ tubuh dan fungsinya. Umumnya setelah selesai melakukan
anamnesis seorang dokter sudah harus mampu membuat kesimpulan perkiraan diagnosis atau
diagnosis banding yang paling mungkin untuk kasus yang dihadapinya. Kesimpulan ini hanya
dapat dibuat bila seorang dokter telah mempersiapkan diri dan membekali diri dengan
kemampuan teori atau ilmu pengetahuan kedokteran yang memadai. Meskipun demikian
harus disadari bahwa tidak ada seorang dokterpun yang dapat dengan yakin menyatakan
bahwa dia pasti selalu siap dan mampu mendiagnosis setiap keluhan pasiennya. Bahkan

7
seorang dokter senior yang sudah berpengalaman sekalipun pasti pernah mengalami
kebingungan ketika menghadapi pasien dengan keluhan yang sulit dianalisa.

4. Cara melakukan anamnesis


Dalam melakukan anamnesis ada beberapa hal yang harus diperhatikan oleh seorang dokter,
antara lain :

a.Tempat dan suasana

Tempat dan suasana dimana anamnesis ini dilakukan harus diusahakan cukup nyaman
bagi pasien. Anamnesis akan berjalan lancar kalau tempat dan suasana mendukung.
Suasana diciptakan agar pasien merasa santai, tidak tegang dan tidak merasa
diinterogasi.

b.Penampilan dokter

Penampilan seorang dokter juga perlu diperhatikan karena ini akan meningkatkan
kepercayaan pasiennya. Seorang dokter yang tampak rapi dan bersih akan lebih baik
dari pada yang tampak lusuh dan kotor. Demikian juga seorang dokter yang tampak
ramah, santai akan lebih mudah melakukan anamnesis daripada yang tampak galak,
ketus dan tegang.

c.Periksa kartu dan data pasien

Sebelum anamnesis dilakukan sebaiknya periksa terlebih dahulu kartu atau data pasien
dan cocokkan dengan keberadaan pasiennya. Tidak tertutup kemungkinan kadang-
kadang terjadi kesalahan data pasien atau mungkin juga kesalahan kartu data, misalkan
pasien A tetapi kartu datanya milik pasien B, atau mungkin saja ada 2 pasien dengan
nama yang sama persis. Untuk pasien lama lihat juga data-data pemeriksaan, diagnosis
dan terapi sebelumnya. Informasi data kesehatan sebelumnya seringkali berguna untuk
anamnesis dan pemeriksaan saat ini.

f.Dorongan kepada pasien untuk menceritakan keluhannya

Pada saat anamnesis dilakukan berikan perhatian dan dorongan agar pasien dapat
dengan leluasa menceritakan apa saja keluhannya. Biarkan pasien bercerita dengan
bahasanya sendiri. Ikuti cerita pasien, jangan terus menerus memotong, tetapi arahkan
bila melantur. Pada saat pasien bercerita, apabila diperlukan ajukan pertanyaan-
pertanyaan singkat untuk minta klarifikasi atau informasi lebih detail dari keluhannya.
Jaga agar jangan sampai terbawa cerita pasien sehingga melantur kemana mana.

g.Gunakan bahasa/istilah yang dapat dimengerti

8
Selama tanya jawab berlangsung gunakan bahasa atau istilah umum yang dapat
dimengerti pasien. Apabila ada istilah yang tidak ada padanannya dalam bahasa
Indonesia atau sulit dimengerti, berika penjelasan atau deskripsi dari istilah tersebut.

f.Buat catatan

Adalah kebiasaan yang baik untuk membuat catatan-catatan kecil saat seorang dokter
melakukan anamnesis, terutama bila pasien yang mempunyai riwayat penyakit yang
panjang.

h.Perhatikan pasiennya

Selama anamnesis berlangsung perhatikan posisi, sikap, cara bicara dan gerak gerik
pasien. Apakah pasien dalam keadaaan sadar sepenuhnya atau apatis, apakah dalam
posisi bebas atau posisi letak paksa, apakah tampak santai atau menahan sakit, apakah
tampak sesak, apakah dapat bercerita dengan kalimat-kalimat panjang atau terputus-
putus, apakah tampak segar atau lesu, pucat dan lain-lain.

i. Gunakan metode yang sistematis

Anamnesis yang baik haruslah dilakukan dengan sistematis menurut kerangka


anamnesis yang baku. Dengan cara demikian maka diharapkan tidak ada informasi
yang terlewat.

5. Tantangan dalam Anamnesis

a.Pasien yang tertutup

Anamnesis akan sulit dilakukan bila pasien membisu dan tidak mau menjawab
pertanyaan-pertanyaan dokternya. Keadaan ini dapat disebabkan pasien merasa cemas
atau tertekan, tidak leluasa menceritakan keluhannya atau dapat pula perilakunya
yang demikian karena gangguan depresi atau psikiatrik. Tergantung masalah dan
situasinya kadang perlu orang lain (keluarga atau orang-orang terdekat) untuk
mendampingi dan menjawab pertanyaan dokter (heteroanamnesis), tetapi kadang pula
lebih baik tidak ada seorangpun kecuali pasien dan dokternya. Bila pasien dirawat di
rumah sakit maka anamnesis dapat dilanjutkan pada hari-hari berikutnya setelah
pasien lebih tenang dan lebih terbuka.

b.Pasien yag terlalu banyak keluhan

Sebaliknya tidak jarang seorang pasien datang ke dokter dengan begitu banyak
keluhan dari ujung kepala sampai ujung kaki. Tugas seorang dokter untuk memilah-
milah keluhan mana yang merupakan keluhan utamanya dan mana yang hanya keluh

9
kesah. Diperlukan kepekaan dan latihan untuk membedakan mana yang merupakan
keluhan yang sesungguhnya dan mana yang merupakan keluhan mengada-ada.
Apabila benar-benar pasien mempunyai banyak keluhan harus dipertimbangkan
apakah semua keluhan itu merujuk pada satu penyakit atau kebetulan pada saat
tersebut ada beberapa penyakit yang sekaligus dideritanya.

c.Hambatan bahasa dan atau intelektual

Seorang dokter mungkin saja ditempatkan atau bertugas disuatu daerah yang
mayoritas penduduknya menggunakan bahasa daerah yang belum kita kuasai.
Keadaan semacam ini dapat menyulitkan dalam pelaksanaan anamnesis. Seorang
dokter harus segera belajar bahasa daerah tersebut agar dapat memperlancar
anamnesis, dan bila perlu dapat meminta bantuan perawat atau petugas kesehatan
lainnya untuk mendampingi dan membantu menerjemahkan selama anamnesis.
Kesulitan yang sama dapat terjadi ketika menghadapi pasien yang karena
intelektualnya yang rendah tidak dapat memahami pertanyaan atau penjelasan
dokternya. Seorang dokter dituntut untuk mampu melakukan anamnesis atau
memberikan penjelasan dengan bahasa yang sangat sederhana agar dapat dimengerti
pasiennya.

c.Pasien dengan gangguan atau penyakit jiwa/psikologis

Diperlukan satu tehnik anamnesis khusus bila seorang dokter berhadapan dengan
penderita gangguan atau penyakit jiwa. Mungkin saja anamnesis akan sangat kacau,
setiap pertanyaan tidak dijawab sebagaimana seharusnya. Justru di dalam jawaban-
jawaban yang kacau tersebut terdapat petunjuk-petunjuk untuk menegakkan
diagnosis. Seorang dokter tidak boleh bingung dan kehilangan kendali dalam
melakukan anamnesis pada kasus-kasus ini.

d.Pasien yang cenderung marah dan menyalahkan

Tidak jarang dijumpai pasien-pasien yang datang ke dokter sudah dalam keadaan
marah dan cenderung menyalahkan. Selama anamnesis mereka menyalahkan semua
dokter yang pernah memeriksanya, menyalahkan keluarga atau orang lain atas
masalah atau keluhan yang dideritanya. Umumnya ini terjadi pada pasien-pasien yang
tidak mau menerima kenyataan diagnosis atau penyakit yang dideritanya. Sebagai
seorang dokter kita tidak boleh ikut terpancing dengan menyalahkan sejawat dokter
lain karena hal tersebut sangat tidak etis. Seorang dokter juga tidak boleh terpancing
dengan gaya dan pembawaan pasiennya sehingga terintimidasi dan menjadi takut
untuk melakukan anamnesis dan membuat diagnosis yang benar.

6.Sistematika Anamnesis

10
Sebuah anamnesis yang baik haruslah mengikuti suatu metode atau sistematika yang baku
sehingga mudah diikuti. Tujuannya adalah agar selama melakukan anamnesis seorang dokter
tidak kehilangan arah, agar tidak ada pertanyaan atau informasi yang terlewat. Sistematika ini
juga berguna dalam pembuatan status pasien agar memudahkan siapa saja yang membacanya.

Sistematika tersebut terdiri dari :


a. Data umum pasien
b. Keluhan utama
c. Riwayat penyakit sekarang
d. Riwayat penyakit dahulu
e. Riwayat penyakit keluarga
f. Riwayat kebiasaan/sosial
g. Anamnesis sistem
Keterangan :

1. Data umum pasien

a. Nama pasien

Sebaiknya nama lengkap bukan nama panggilan atau alias

b. Jenis kelamin

Sebagai kelengkapan harus juga ditulis datanya

c. Umur

Terutama penting pada pasien anak-anak karena kadang-kadang digunakan untuk


menentukan dosis obat. Juga dapat digunakan untuk memperkirakan kemungkinan
penyakit yang diderita, beberapa penyakit khas untuk umur tertentu.

d. Alamat

Apabila pasien sering berpindah-pindah tempat maka tanyakan bukan hanya alamat
sekarang saja tetapi juga alamat pada waktu pasien merasa sakit untuk pertama
kalinya.Data ini kadang diperlukan untuk mengetahui terjadinya wabah, penyakit
endemis atau untuk data epidemiologi penyakit.

e. Pekerjaan

Bila seorang dokter mencurigai terdapatnya hubungan antara penyakit pasien dengan
pekerjaannya, maka tanyakan bukan hanya pekerjaan sekarang tetapi juga pekerjaan-
pekerjaan sebelumnya.

f. Perkawinan

Kadang berguna untuk mengetahui latar belakang psikologi pasien

g.Agama

11
Keterangan ini berguna untuk mengetahui apa yang boleh dan tidak boleh (pantangan)
seorang pasien menurut agamanya.

h.Suku bangsa

Berhubungan dengan kebiasaan tertentu atau penyakit-penyakit yang berhubungan dengan


ras/suku bangsa tertetu.

2. Keluhan Utama

Keluhan utama adalah keluhan yang paling dirasakan atau yang paling berat sehingga
mendorong pasien datang berobat atau mencari pertolongan medis. Tidak jarang pasien
datang dengan beberapa keluhan sekaligus, sehingga seorang dokter harus jeli dan cermat
untuk menentukan keluhan mana yang merupakan keluhan utamanya. Pada tahap ini
sebaiknya seorang dokter sudah mulai memikirkan beberapa kemungkinan diagnosis
banding yang berhubungan dengan keluhan utama tersebut. Pemikiran ini akan
membantu dalam mengarahkan pertanyaan-pertanyaan dalam anamnesis selanjutnya.
Pertanyaan diarahkan untuk makin menguatkan diagnosis yang dipikirkan atau
menyingkirkan kemungkinan-kemungkinan diagnosis banding.

3. Riwayat Penyakit Sekarang

Dari seluruh tahapan anamnesis bagian inilah yang paling penting untuk
menegakkan diagnosis. Tahapan ini merupaka inti dari anamnesis.
Terdapat 4 unsur utama dalam anamnesis riwayat penyakit sekarang, yakni :
a. Kronologi atau perjalanan penyakit
b. Gambaran atau deskripsi keluhan utama
c. Keluhan atau gejala penyerta
d. Usaha berobat.
Selama melakukan anamnesis keempat unsur ini harus ditanyakan secara detail dan
lengkap.Kronologis atau perjalanan penyakit dimulai saat pertama kali pasien merasakan
munculnya keluhan atau gejala penyakitnya. Setelah itu ditanyakan bagaimana
perkembangan penyakitnya apakah cenderung menetap, berfluktuasi atau bertambah lama
bertambah berat sampai akhirnya datang mencari pertolongan medis. Apakah munculnya
keluhan atau gejala tersebut bersifat akut atau kronik, apakah dalam perjalanan
penyakitnya ada faktor-faktor yang mencetuskan atau memperberat penyakit atau faktor-
faktor yang memperingan. Bila keluhan atau gejala tersebut bersifat serangan maka
tanyakan seberapa sering atau frekuensi munculnya serangan dan durasi atau lamanya
serangan tersebut. Keluhan atau gejala penyerta adalah semua keluhan-keluhan atau
gejala yang menyertai keluhan atau gejala utama. Dalam bagian ini juga ditanyakan usaha
berobat yang sudah dilakukan untuk penyakitnya yang sekarang. Pemeriksaan atau

12
tindakan apa saja yang sudah dilakukan dan obat-obat apa saja yang sudah diminum
sehingga perlu digali tentang kapan berobat,kepada siapa,serta obat apa saja yang telah
diberikan dan bagaimana hasilnya termasuk efek samping dan kemungkinan alerginya.

4. Riwayat Penyakit dahulu


Seorang dokter harus mampu mendapatkan informasi tentang riwayat penyakit dahulu
secara lengkap, karena seringkali keluhan atau penyakit yang sedang diderita pasien saat
ini merupakan kelanjutan atau akibat dari penyakit-penyakit sebelumnya.sehingga dapat
diketahui apakah ini merupakan penyakit kambuhan atau dapat juga keluhan utama
sekarang berhubungan dengan penyakit dahulu.

5. Riwayat penyakit Keluarga


Untuk mendapatkan riwayat penyakit keluarga ini seorang dokter terkadang tidak cukup
hanya menanyakan riwayat penyakit orang tuanya saja, tetapi juga riwayat kakek/nenek,
paman/bibi, saudara sepupu dan lain-lain. Untuk beberapa penyakit yang langka bahkan
dianjurkan untuk membuat susunan pohon keluarga/genogram sehingga dapat terdeteksi
siapa saja yang mempunyai potensi untuk menderita penyakit yang sama.

5. Riwayat Kebiasaan/Sosial
Beberapa kebiasaan berakibat buruk bagi kesehatan dan bahkan dapat menjadi penyebab
penyakit yang kini diderita pasien tersebut. Biasakan untuk selalu menanyakan apakah
pasien mempunyai kebiasaan merokok atau minum alkohol. Tanyakan sudah berapa lama
dan berapa banyak pasien melakukan kebiasaan tersebut. Pada masa kini bila berhadapan
dengan pasien usia remaja atau dewasa muda harus juga ditanyakan ada atau tidaknya
riwayat penggunaan obat-obatan terlarang seperti narkoba, ekstasi dan lain-lain.

Anamnesis Sistem

Anamnesis sistem adalah semacam review dimana seorang dokter secara singkat dan
sistematis menanyakan keluhan-keluhan lain yang mungkin ada dan belum disebutkan
oleh pasien. Keluhan ini mungkin saja tidak berhubugan dengan penyakit yang sekarang
diderita tapi mungkin juga merupakan informasi berharga yang terlewatkan. Bila
diperlukan dapat juga ditanyakan tentang riwayat kehamilan ibu,riwayat
kelahiran,riwayat makanan,riwayat pekerjaan dan riwayat imunisasi.

8.Kesimpulan Anamnesis

Pada akhir anamnesis seorang dokter harus dapat membuat kesimpulan dari anamnesis
yang dilakukan. Kesimpulan tersebut berupa perkiraan diagnosis yang dapat berupa
diagnosis tunggal atau diagnosis banding dari beberapa penyakit. Kesimpulan yang
dibuat haruslah logis dan sesuai dengan keluhan utama pasien. Bila menjumpai kasus
yang sulit dengan banyak keluhan yang tidak dapat dibuat kesimpulannya, maka cobalah
dengan membuat daftar masalah atau keluhan pasien. Daftar tersebut kemudian dapat

13
digunakan untuk memandu pemeriksaan fisik atau pemeriksaan penunjang yang akan
dilaksanakan, sehingga pada akhirnya dapat dibuat suatu diagnosis kerja yang lebih
terarah.
Setelah dilakukan anamnesis lengkap maka dokter akan melanjutkan proses asesmen
pasien dengan melakukan pemeriksaan fisik yang meliputi:
a. Keadaan umum pasien untuk menilai kesan umum pasien yang meliputi keadaan
sakit termasuk fasial dan posisi pasien,kesadaran dan status gizi yang dapat dilihat
melalui postur tubuh .
b. Memeriksa tanda vital meliputi :
1) Suhu tubuh
Pengukuran suhu tubuh merupakan hasil keseimbangan antara produksi panas dan
hilangnya panas tubuh ke lingkungan.
Ada dua macam suhu tubuh :
- Suhu Inti : adalah suhu Jaringan dalam tubuh (rongga abdomen dan rongga
pelvik), suhu ini relatif konstan.
- Suhu permukaan : adalah suhu permukaan tubuh (kulit, subkutan, dan lemak),
suhu ini naik dan turun merespon terhadap lingkungan.
Suhu tubuh diperiksa dengan termometer badan, dan dapat berupa termometer air
raksa atau termometer elektrik. pemeriksaan dapat dilakukan pada mulut, aksila atau
rektum. pengukuran suhu melalui mulut biasanya lebih mudah dan hasilnya lebih
tepat dibandingkan melalui rektum, tetapi termometer air raksa dengan kaca tidak
layak dipakai untuk mulut pada penderita yang tidak sadar, gelisah, atau tidak dapat
menutup mulutnya.
Pemeriksaan secara rektum biasanya memberikan hasil pemeriksaan yang lebih tinggi
sebesar 0,4-0,5 derajat dibandingkan lewat mulut. Suhu tubuh normal : 36,6 derajat
celcius - 37,2 derajat celcius. Pada cuaca yang panas dapat meningkatkan hingga 0,5
derajat celcius suhu normal. Suhu aksila 0,5 derajat celcius lebih rendah dari suhu
mulut.
Jenis Suhu
Hiperpireksia (>41,6 derajat celcius)
Hiportermia (<35 derajat celcius)

Nilai normal

UMUR SUHU ( Celcius ) SUHU (Fahrenheit )

Bayi baru lahir 36,1 37,7 97 100

2 tahun 37,2 98,9

12 tahun 37 98,6

Dewasa 36 96,8

Alat Pengukur Suhu Tubuh

14
Secara umum pengukuran suhu tubuh menggunakan termometer kaca (glass
thermometers). Skala yang sering digunakan adalah termometer skala Celcius (
Centigrade) yang mempunyai skala dengan titik beku air 0 derajat Celcius dan titik
didih 100 derajat Celcius. Ada pula digital termometer yang mempunyai kepekaan
tinggi dan waktu pemeriksaan hanya beberapa detik, banyak dipakai pada kondisi
kegawatan.

Pengukuran Suhu Tubuh


Pengukuran suhu tubuh dapat dilakukan dibeberapa tempat yaitu di mulut (oral), anus
(rektal), ketiak (aksila) dan telinga (aurikular) . Masing- masing tempat mempunyai
variasi suhu yang berlainan. Suhu rektal biasanya berkisar 0.4 C (0.7 F) lebih tinggi
dari suhu oral dan suhu aksila lebih rendah 0.6 C (1 F) dari pada oral .

a. Denyut Nadi
Nadi adalah sensasi denyutan seperti gelombang yang dapat dirasakan/dipalpasi di arteri
perifer, terjadi karena gerakan atau aliran darah ketika kontraksi jantung. Jantung bekerja
memompa darah ke sirkulasi tubuh (oleh ventrikel kiri) dan paru (oleh ventrikel kanan).
Melalui ventrikel kiri, disemburkan darah ke aorta dan kemudian diteruskan ke arteri di
seluruh tubuh, sebagai akibatnya, timbul suatu gelombang tekanan yang bergerak cepat
pada arteri dan dapat dirasakan sebagai denyut nadi. Jadi, dengan menghitung denyut
nadi dapat diketahui frekuensi denyut jantung dalam satu menit. Lokasi pemeriksaan
denyut nadi dapat di lakukan di a.femoralis, a.poplitea, a.tibialis posterior, a.dorsalis
pedis, a.radialis, dan lain-lain. Prinsipnya, pulsasi arteri dapat diraba jika arteri tersebut
memiliki dasar yang keras. Dalam praktek sehari-hari, pemeriksaan pulsasi a.radialis
paling sering di lakukan
Penilaiaan denyut nadi meliputi :

a. Tegangan Nadi

Tegangan nadi biasanya dipengaruhi oleh tekanan darah. Terdiri dari :


1. Pulsasi normal.
2. Pulsasi molis (tegangan nadi lunak).
3. Pulsasi durus (tegangan nadi keras).

b. Isi Nadi

Isi Nadi tergantung pada curah jantung (cardiac output) dan keadaan pembuluh darah.

c. Gelombang Nadi

1. Pulsasi celer (gelombang nadi tinggi)


2. pulsasi tardus (gelombang nadi rendah)

d. Frekuensi

15
1. Takikardia (>100 kali/menit)
2. Brakikardia (<60 kali/menit)
3. Takikardi relatif
4. Brakikardi relatif

e. Irama

1. Pulsasi reguler (irama nadi teratur)


2. Pulsasi ireguler (irama nadi tidak teratur)

Usia Rentang normal Rata rata


BBL 120-160 140
1-12 bln 80-140 120
1-2 th 80-130 110
3-6 th 75-120 100
5-12 th 75-110 95
Remaja 70-100 88
Dewasa 60-100 80

b. Tekanan Darah
Tekanan darah pada arteri bervariasi sesuai dengan siklus jantung, yaitu memuncak
pada waktu sistole dan sedikit menurun pada waktu diastole. Pada saat ventrikel
berkontraksi, darah akan dipompa ke seluruh tubuh, hal ini disebut tekanan darah
sistole, dan pada saat ventrikel rileks darah dari atrium masuk ke ventrikel, tekanan
aliran darah pada waktu ventrikel sedang rileks tersebut disebut tekanan darah
diastole. Tingginya tekanan darah dipengaruhi oleh beberapa faktor, misalnya
aktivitas fisik, keadaan emosi, rasa sakit, suhu sekitar, pengunaan kopi, tembakau, dll.

Tekanan darah pada dewasa (JNC VII: JAMA 289:256)


Normal : <120 mmHg / <80 mmHg
Prehipertensi : 120-139 mmHg / 80-89 mmHg
Hipertensi stadium 1 : 140-159 mmHg / 90-99 mmHg
Hipertensi stadium 2 : > 160 mmHg / > 100mmHg

Tekanan darah pada anak-anak


Umur 1 tahun : 102 mmHg / 55 mmHg
umur 5 tahun : 112 mmHg / 69 mmHg
Umur 10 tahun : 119 mmHg / 78 mmHg

c. Pernapasan
Bernapas adalah suatu tindakan yang tidak disadari, diatur oleh batang otak dan
dilakukan dengan bantuan otot-otot pernapasan. pada waktu inspirasi, diafragma dan
otot-otot interkostalis berkontraksi memperluas rongga toraks dan memekarkan paru-
paru. Dinding dada akan bergerak ke atas, ke depan, dan ke lateral, sedangkan
diafragma bergerak ke bawah. setelah inspirasi berhenti, paru-paru akan mengkerut,
diafragma akan naik secara pasif dan dinding dada akan kembali ke posisi semula.

Cara pemeriksaan
1. tempatkan satu telapak tangan pasien diatas dada

16
2. Rasakan gerakan napas dengan memegang tangan pasien atau dengan melihat gerakan
dada/ tangan yang naik turun. Gerakan naik (inhalasi) dan turun (ekhalasi) dihitung 1
frekuensi napas
3. Hitung frekuensi napas selama satu menit
4. informasikan hasil pemeriksaan dan catat pada status

Penilaian pada pemeriksaan pernapasan meliputi :


a. Tipe Pernapasan
1. Pernapasan abdomino-torakal : Pernafasan abdominal lebih dominan dibandingkan
toraks, umumnya pada laki-laki.
2. Pernapasan torako-abdominal : Pernapasan torakal lebih dominan dibanding abdomen,
pada perempuan.

b. Frekuensi
1. Normal : 16-24 kali/menit (tetapi ada juga referensi yang menyatakan 12-20
kali/menit).
2. Polipnea (takipnu) : Pernapasan cepat.
3. Oligopnea (bradipnu) : Pernapasan yang lebih lambat.

c. Kedalaman Pernapasan

1. Pernapasan normal
2. Pernapasan dangkal

Prinsip dasar pemeriksaan fisik


Metode Pemeriksaan:
Terdapat empat teknik pengkajian yang secara universal diterima untuk digunakan selama
pemeriksaan fisik: inspeksi, palpasi, perkusi dan auskultasi. Teknik-teknik ini
digunakan sebagai bingkai kerja yang memfokuskan pada indera penglihatan, pendengaran,
sentuhan dan penciuman. Data dikumpulkan berdasarkan semua indera tersebut secara
simultan untuk membentuk informasi yang koheren. Teknik-teknik tersebut secara
keseluruhan disebutsebagai observasi/pengamatan, dan harus dilakukan sesuai dengan urutan
di atas, dan setiap teknik akan menambah data yang telah diperoleh sebelumnya. Dua
pengecualian untuk aturan ini, yaitu jika usia pasien atau tingkat keparahan gejala
memerlukan pemeriksaan ekstra dan ketika abdomen yang diperiksa.

INSPEKSI
Langkah pertama pada pemeriksaan pasien adalah inspeksi, yaitu melihat dan mengevaluasi
pasien secara visual dan merupakan metode tertua yang digunakan untuk mengkaji/menilai
pasien. Sebagai individu-individu, kita selalu menilai orang lain setiap hari, membangun
kesan pada pikiran kita mengenai orang lain, memutuskan apakah kita menyukai atau tidak
menyukai mereka, dan secara umum akan tetap bersama mereka atau sebaliknya menjauhi
mereka. Yang tidak kita sadari, sebenarnya kita telah melakukan inspeksi.

17
Secara formal, pemeriksa menggunakan indera penglihatan berkonsentrasi untuk
melihat pasien secara seksama, persisten dan tanpa terburu-buru, sejak detik pertama bertemu,
dengan cara memperoleh riwayat pasien dan, terutama, sepanjang pemeriksaan fisik
dilakukan. Inspeksi juga menggunakan indera pendengaran dan penciuman untuk mengetahui
lebih lanjut, lebih jelas dan memvalidasi apa yang dilihat oleh mata dan dikaitkan dengan
suara atau bau yang berasal dari pasien. Pemeriksa kemudian akan mengumpulkan dan
menggolongkan informasi yang diterima oleh semua indera tersebut, baik disadari maupun
tidak disadari, dan membentuk opini, subyektif dan obyektif, mengenai pasien, yang akan
membantu dalam membuat keputusan diagnosis dan terapi. Pemeriksa yang telah melakukan
observasi selama bertahun-tahun (ahli) melaporkan bahwa mereka seringkali mempunyai
persepsi intuitif mengenai sumber/penyebab
masalah kesehatan pasien segera setelah melihat pasien. Karena inspeksi umum digunakan
pada interaksi dengan pasien sehari-hari pada berbagai situasi di apotek, maka teknik ini
merupakan metode yang paling penting yang harus dikuasai pada praktek kefarmasian.
PALPASI
Palpasi, yaitu menyentuh atau merasakan dengan tangan, adalah langkah kedua
pada pemeriksaan pasien dan digunakan untuk menambah data yang telah diperoleh melalui
inspeksi sebelumnya. Palpasi struktur individu,baik pada permukaan maupun dalam rongga
tubuh, terutama pada abdomen, akan memberikan informasi mengenai posisi, ukuran,
bentuk, konsistensi dan mobilitas/gerakan komponen-komponen anatomi yang normal, dan
apakah terdapat abnormalitas misalnya pembesaran organ atau adanya massa yang dapat
teraba.
Palpasi juga efektif untuk menilai keadaan cairan pada ruang tubuh. Pemeriksa yang ahli akan
menggunakan bagian tangan yang paling sensitif untuk melakukan setiap jenis palpasi. Pads
atau ujung jari pada bagian distal ruas interphalangeal paling baik digunakan untuk palpasi,
karena ujung saraf spesifik untuk indera sentuh terkelompok saling berdekatan, sehingga akan
meningkatkan kemampuan membedakan dan interpretasi apa yang disentuh. Pengukuran
kasar suhu tubuh paling baik dilakukan memggunakanbagian punggung (dorsum) tangan.
Posisi, ukuran dan konsistensi struktur dapat ditentukan secara paling efektif menggunakan
tangan yang berfungsi untuk meraih atau memegang. Struktur individu dalam rongga tubuh,
terutama dalam abdomen/perut, dapat dipalpasi untuk mengetahui posisi, ukuran, bentuk,
konsistensi dan mobilitas. Tangan juga dapat digunakan untuk mendeteksi massa atau
mengevaluasi cairan yang terkumpul secara abnormal.
Vibrasi/getaran dapat mudah terdeteksi oleh permukaan telapak tangan, sepanjang
persendian tulang metacarpophalangeal (MCP) atau aspek ulnar digiti kelima dari
pergelangan tangan ke sendi MCP. Area ini dapat mendeteksi getaran dengan baik, karena
suara dapat lewat dengan mudah melalui tangan. Untuk area mana saja yang dinilai, akan
sangat bermanfaat jika menggunakan palpasi dalam, medium atau ringan.

18
Pada awal selalu digunakan palpasi ringan, dan kekuatan palpasi dapat ditingkatkan
terus sepanjang pasien dapat mentoleransi. Jika pada awal palpasi, anda melakukan terlalu
dalam, anda mungkin melewatkan dan tidak mengetahui jika terdapat lesi permukaan
dan palpasi anda akan mengakibatkan rasa nyeri yang tidak perlu pada pasien. Palpasi
ringan bersifat superfisial, lembut dan berguna untuk menilai lesi pada permukaan atau dalam
otot. Juga dapat membuat pasien relaks sebelum melakukan palpasi medium dan dalam.
Untuk melakukan palpasi ringan, letakkan/tekan secara ringan ujung jari anda pada kulit
pasien, gerakkan jari secara memutar. Palpasi medium untuk menilai lesi medieval pada
peritoneum dan untuk massa, nyeri tekan, pulsasi (meraba denyut), dan nyeri pada
kebanyakan struktur tubuh. Dilakukan dengan menekan permukaan telapak jari 1-2 cm ke
dalam tubuh pasien, menggunakan gerakan sirkuler/memutar. Palpasi dalam digunakan untuk
menilai organ dalam rongga tubuh, dan dapat dilakukan dengan satu atau dua tangan. Jika
dilakukan dengan dua tangan, tangan yang di atas menekan tangan yang di bawah 2-4 cm ke
bawah dengan gerakan sirkuler. Bagian yang nyeri atau tidak nyaman selalu dipalpasi terakhir.
Kadang, diperlukan untuk membuat rasa tidak nyaman atau nyeri untuk dapat benar-benar
menilai suatu gejala.

PERKUSI
Perkusi, langkah ketiga pemeriksaan pasien adalah menepuk permukaan tubuh secara ringan
dan tajam, untuk menentukan posisi, ukuran dan densitas struktur atau cairan atau udara di
bawahnya. Menepuk permukaan akan menghasilkan gelombang suara yang berjalan
sepanjang 5-7 cm (2-3 inci) di bawahnya. Pantulan suara akan berbeda-beda karakteristiknya
tergantung sifat struktur yang dilewati oleh suara itu. Terdapat lima macam perkusi seperti
yang tercantum di bawah ini :
1. Pekak : mempunyai intensitas lembut sampai menengah, nada tinggi, waktu agak lama
kualitas seperti petir (hati)
2. Redup : mempunyai intensitas lembut, nada tinggi, waktu pendek, kualitas datar (otot).
3. Sonor : mempunyai intensitas menengah, nada rendah, waktu lama, kualitas bergema
(paru normal).
4. Timpani : mempunyai intensitas keras, nada tinggi, waktu agak lama dan kualitas
seperti drum (lambung).
5. hipersonor : mempunyai intensitas amat keras, waktu lebih lama, kualitas ledakan
(empisema paru)
Prinsip dasarnya adalah jika suatu struktur berisi lebih banyak udara (misalnya paru) akan
menghasilkan suara yang lebih keras, rendah dan panjang daripada struktur yang lebih padat
(misalnya otot paha), yang menghasilkan suara yang lebih lembut, tinggi dan
pendek. Densitas jaringan atau massa yang tebal akan menyerap suara, seperti proteksi akustik
menyerap suara pada ruang kedap suara.
Ada dua metode perkusi, langsung (segera) dan tak langsung (diperantarai).
Perkusi diperantarai (tak langsung) adalah metode yang menggunakan alat pleksimeter
19
untuk menimbulkan perkusi. Dari sejarahnya, pleksimeter adalah palu karet kecil, dan
digunakan untuk mengetuk plessimeter, suatu obyek padat kecil (biasanya terbuat dari
gading), yang dipegang erat di depan permukaan tubuh. Ini merupakan metode yang disukai
selama hampir 100 tahun, tetapi pemeriksa merasa repot untuk membawa peralatan ekstra ini.
Sehingga, perkusi tak langsung, menggunakan jari telunjuk dan jari tengah atau hanya jari
tengah satu tangan bertindak sebagai pleksimeter, yang mengetuk jari tengah tangan yang lain
sebagai plessimeter, berkembang menjadi metode pilihan sekarang Kini, jari pasif
(plessimeter) diletakkan dengan lembut dan erat pada permukaan tubuh, dan jari-jari lainnya
agak terangkat di atas permukaan tubuh untuk menghindari berkurangnya suara. Pleksimeter,
mengetuk plessimeter dengan kuat dan tajam, di antara ruas interphalangeal proksimal.
Setelah melakukan ketukan cepat, jari segera diangkat, agar tidak menyerap suara.
Perkusi langsung dan tak langsung juga dapat dilakukan dengan kepalan tangan. Perkusi
langsung kepalan tangan melibatkan kepalan dari tangan yang dominan yang kemudian
mengetuk permukaan tubuh langsung. Perkusi langsung kepalan bermanfaat untuk toraks
posterior, terutama jika perkusi jari tidak berhasil. Pada perkusi tak langsung dengan kepalan,
plessimeter menjadi tangan yang pasif, diletakkan pada tubuh ketika pleksimeter (kepalan dari
tangan yang dominan) mengetuk. Kedua metode prekusi bermanfaat untuk menilai, misalnya,
nyeri tekan costovertebral angle (CVA) ginjal.

AUSKULTASI
Auskultasi adalah ketrampilan untuk mendengar suara tubuh pada paru-paru,
jantung, pembuluh darah dan bagian dalam/visera abdomen. Umumnya, auskultasi adalah
teknik terakhir yang digunakan pada suatu pemeriksaan. Suara-suara penting yang terdengar
saat auskultasi adalah suara gerakan udara dalam paru-paru, terbentuk oleh toraks dan
visera abdomen, dan oleh aliran darah yang melalui sistem kardiovaskular.
Suara terauskultasi dijelaskan frekuensi (pitch), intensitas (keraslemahnya), durasi, kualitas
(timbre) dan waktunya. Pemeriksa akan mengauskultasi suara jantung, suara tekanan darah
(suara Korotkoff), suara aliran udara melalui paru-paru, suara usus, dan suara organ tubuh.
Auskultasi dilakukan dengan stetoskop Stetoskop regular tidak mengamplifikasi suara.
Stetoskop regular meneruskan suara melalui ujung alat (endpiece), tabung pipa (tubing), dan
bagian ujung yang ke telinga (earpiece), menghilangkan suara gangguan eksternal dan
demikian memisahkan dan meneruskan satu suara saja. Stetoskop khusus yang
mengamplifikasi suara juga tersedia dengan akuitas suara yang lebih rendah. Yang
penting diperhatikan adalah kesesuaian dan kualitas stetoskop. Ujung yang ke telinga harus
diletakkan pas ke dalam telinga, dan tabung/pipa tidak boleh lebih panjang dari 12-18 inci.

A. PEMERIKSAAN INTEGUMENT, RAMBUT DAN KUKU


1. Integument

20
a. Inspeksi :
- Adakah lesi, warna, jaringan parut, vaskularisasi.
- Warna Kulit :
Coklat, deposit melanin
Biru, Hipoksia jaringan perifer
Merah, peningkatan oksihemoglobin
Pucat, Anoksia jaringan kulit
Kuning, peningkatan bilirubin indirek dalam darah
b. Palpasi :
- Suhu kulit, tekstur halus/ kasar, turgor / kelenturan keriput /tegang, edema
derajat berapa?
Derajat 0 : Kembali spontan
Derajat 1 : Kembali dalam 1 detik
Derajat 2 : Kembali dalam 2 detk
Derajat 3 : Kembali dalam waktu lebih dari 2 detik

2. Identifikasi luka pada kulit


a. Tipe Primer
1) Makula : Perubahan warna kulit, tidak teraba, batas jelas, bentuk
melingkar kurang dari 1 Cm, Patch : bentuk melingkar lebih dari 1 Cm
2) Papula : Menonjol, batas jelas, elevasi kulit padat, kurang dari 1 Cm,
Plaque lebih dari 1 Cm
3) Nodule : Tonjolan padat berbatas jelas, lebih dalam dan lebih jelas dari
pada papula ukuran 1-2 Cm, Tumor lebih dari 2 Cm
4) Vesikula : Penonjolan pada kulit, bentuk bundar, berisi cairan serosa,
diameter kurang dari 1 Cm, Bulla diameter lebih dari 1 Cm
c. Tipe Sekunder
1) Pustula : Vesikel / Bulla yang berisi nanah
2) Ulkus : Luka terbuka yang diakibatkan oleh vesikel/bulla yang pecah
3) Krusta : Cairan tubuh yang mongering ( serum, darah / nanah )
4) Ekskoriasi : Pengelupasan epidermis
5) Skar : Pecahnya jaringan kulit sehingga terbentuk celah retakan
6) Likenifikasi : Penebalan kulit karena garukan atau tertekan terus
c. Kelainan- kelainan pada kulit :
1) Naevus Pigmentosus : Hiperpigmentasi pada kulit dengan batas jelas
(misal tahi lalat )
2) Hiperpigmentasi : Daerah kulit yang warnanya lebih gelap dari yang lain
(misal kloasma gravidarum )
3) Vitiligo / Hipopigmentasi : Daerah kulit yang kurang berpigmen

21
4) Tatto : Hiperpigmentasi buatan
5) Haemangioma : Bercak kemerahan pad pembuluh darah, dapat
merupakan tumor jinak atau tahi lalat
6) Angioma / toh : Pembengkakan yang terbentuk oleh proliferasi
yang berlebihan dari pembuluh darah
7) Spider Naevi : Pelebaran pembuluh darah arteriola dengan bentuk
aliran yang khasseperto kalajengking dan bila ditekan hlang
8) Strie : Garis putih pada kulit yang terjadi akiubat pelebaran kulit,
dapat ditemui pada ibu hamil

3. Pemeriksaan Rambut
a. Inspeksi dan Palpasi :
Penyebaran: bau, rontok ,warna.
Distribusi: merata atau tidak, adakah alopesia, daerah penyebaran
Quality: Hirsutisme ( pertumbuhan rambut melebihi normal ) pada sindrom chasing,
polycistik ovarii, dan akromrgali, penurunan jumlah dan pertumbuhan rambut
seperti pada penderita hipotiroitisme ( alopesia ). Warna, putih sebelum waktunya
terjadi pada penderita anemia pernisiosa, merah dan mudah rontok pada malnutrisi.

4. Pemeriksaan Kuku
a.Inspeksi dan palpasi
Warna ,bentuk, kebersihan
Bagian bagian kuku :
1) Matrik/ akar kuku : tempat lempeng kuku tumbuh
2) Lempeng kuku
3) Dasar kuku : berdekatan dengan lempeng kuku
4) Jaringan peringeal : terdiri dari ephonicium, perionicium

B. PEMERIKSAAN KEPALA, WAJAH DAN LEHER


1. Pemeriksaan Kepala
a. Inspeksi :
bentuk kepala ( dolikosefal/ lonjong, Brakisefal/ bulat ), kesimetrisan, dan pergerakan,
serta adakah pembesaran kepala (hidrosefal, makrosefal).
Palpasi :
Nyeri tekan, fontanella cekung / tidak ( pada bayi ).
2. Pemeriksaan Mata
Inspeksi :
a. Kelengkapan dan kesimetrisan mata
b. Adakah eksoftalmus ( mata menonjol ), atau Enofthalmus ( mata tenggelam )

22
c. Kelopak mata / palpebra : adakah oedem, ptosis, peradangan, luka, atau benjolan
d. Bulu mata : rontok atau tidak
e. Konjungtiva dan sklera, adakah perubahan warna, kemerahan ,kuning atau
pucat.
f. Warna iris serta reaksi pupil terhadap cahaya, miosis /mengecil, midriasis/
melebar, pin point / kecil sekali, nomalnya isokor / pupil sama besar.
g. Kornea, warna merah biasanya karena peradangan, warna putih atau abu-abu di
tepi kornea ( arkus senilis ), warna biru, hijau pengaruh ras. Amati kedudukan
kornea,
Nigtasmus : gerakan ritmis bola mata
Strabismus konvergen : kornea lebih dekat ke sudut mata medial
Strabismus divergen : Klien mengeluh melihat ganda, karena kelumpuhan otot.
h. Pemeriksaan Visus
Dengan jarak 5-6 M dengan snellen card periksa visus OD / OS
5/5 atau 6/6 = normal
1/ 60 = Mampu melihat dengan hitung jari
1/300 = Mampu melihat dengan lambaian tangan
1/ ~ = Mampu melihat gelap dan terang
1 = Tidak mampu melihat
i. Pemeriksaan lapang pandang
Hemianopsia : klien tidak dapat melihat separuh dari lapang pandang
penglihatan
Quadrantanopsia : Klien tidak dapat melihat seperempat dari lapang pandang
penglihatan
j. Pemeriksaan tekanan bola mata
Dengan menggunakan tonometri atau palpasi bola mata untuk mengetahui
adanya nyeri tekan atau konsistensi bola mata.
k.P emeriks aan d engan O ftal mos kop
Oftalmoskop adalah alat dengan sistem cermin optik untuk melihat
anatomi interna dari mata. Ada dua cakram pada oftalmoskop: satu untuk
mengatur lubang cahaya (dan filter), dan satu lagi untuk merubah lensa untuk
mengoreksi kesalahan refraktif baik dari pemeriksa maupun pasien.
Lubang-lubang dan filter-filter yang paling penting adalah lubang kecil,
lubang besar,dan filter bebas-merah. Lubang kecil adalah untuk pupil yang
tidak berdilatasi; lubang besar untuk pupil yang berdilatasi; dan filter bebas-
merah menyingkirkan sinar merah dan dirancang untuk melihat pembuluh
darah serta perdarahan. Dengan filter ini, retina tampak abu-abu, diskus
berwarna putih, makula kuning, dan darah tampak berwarna hitam

23
1).Menggunakan oftalmoskop
Oftalmoskop dipegang dengan tangan kanan di depan mata kanan
pemeriksa, untuk memeriksa mata kanan pasien.Pasien diminta untuk
melihat lurus ke depan dan mata terfiksasi pada sasaran yang jauh. Jika
pemeriksa menggunakan kaca mata, maka kaca mata harus dilepas supaya
dapat melihat retina dengan lebih baik. Lampu oftalmoskop dinyalakan, lubang
dipindahkan ke lubang kecil. Pemeriksa harus memulai dengan diopter lensa
diatur pada angka "0" jika ia tidak menggunakan kaca mata. Pemeriksa yang
miopia harus memulai dengan lensa "minus", yang ditunjukkan oleh angka-
angka berwarna merah; pemeriksa yang hiperopia akan memerlukan lensa
"plus", yang ditunjukkan oleh angka-angka berwarna hitam. Jari telunjuk tetap
pada cakram untuk memudahkan mengatur fokus.
Oftalmoskop diletakkan berlawanan dengan dahi pemeriksa, sedangkan
ibu jari kiri pemeriksa mengangkat kelopak mata kanan atas pasien.
Oftalmoskop dan kepala pemeriksa harus berfungsi sebagai satu unit.
Pemeriksa yang melihat melalui oftalmoskop, harus mendekati pasien setinggi
mata sejauh sekitar 15 inci pada sudut 20 lateral dari pusat. Cahaya harus
menyinari pupil. Pantulan sinar berwarna merah, refleks merah,dapat terlihat
pada pupil. Pemeriksa harus memperhatikan setiap kekeruhan pada kornea atau
lensa.
Dengan bergerak ke arah pasien dengan garis 20 yang sama,
pemeriksa akan mulai melihat pembuluh darah retina. Pemeriksa harus
bergerak lebih dekat ke pasien, membawa lengan yang memegang oftalmoskop
berlawanan dengan dagu pasien. Jika sudah terjadi kontak dengan pasien, maka
akan terlihat papil saraf optikus atau pembuluh darah. Dengan memutar roda
diopter . Unit tenaga optik dari lensa untuk sinar cahaya divergen atau
konvergen.
3. Pemeriksaan Telinga
a. Inspeksi dan palpasi
Amati bagian teliga luar: bentuk, ukuran, warna, lesi, nyeri tekan, adakah
peradangan, penumpukan serumen.

Dengan otoskop periksa amati, warna, bentuk, transparansi, perdarahan, dan perforasi.

Uji kemampuan kepekaan telinga :

1) dengan bisikan pada jarak 4,5 6 M untuk menguji kemampuan pendengaran


telinga kiri dan kanan

24
2) dengan arloji dengan jarak 30 Cm, bandingkan kemapuan mendengar telinga
kanan dan kiri
3) dengan garpu tala lakukan uji weber: mengetahui keseimbangan konduksi
suara yang didengar klien, normalnya klien mendengar seimbang antara kanan
dan kiri
4) dengan garpu tala lakukan uji rinne: untuk membandingkan kemampuan
pendengaran antara konduksi tulang dan konduksi udara, normalnya klien
mampu mendengarkan suara garpu tala dari kondusi udara setelah suara dari
kondusi tulang
5) dengan garpu tala lakukan uji swabach: untuk membandingkan kemampuan
hantaran konduksi udara antara pemeriksa dan lien, dengan syarat pendengaran
pemeriksa normal

4. Pemeriksaan Hidung
a. Inspeksi dan palpasi

Amati bentuk tulang hidung dan posisi septum nasi ( adakah pembengkokan
atau tidak )

Amati meatus, adakah perdarahan, kotoran, pembengkakan, pada mukosa hidung,


adakah pembesaran ( polip )

5. Pemeriksaan Mulut dan Faring


a. Inspeksi dan Palpasi
Amati bibir, untuk mengetahui kelainan kongenital ( labioskisis, palatoskisis,
atau labiopalatoskisis ), warna bibir pucat, atau merah ,adakah lesi dan massa.
Amati gigi ,gusi, dan lidah, adakah caries, kotoran, kelengkapan, gigi palsu,
gingivitis,warna lidah, perdarahan dan abses.
Amati orofaring atau rongga mulut, bau mulut, uvula simetris atau tidak
Adakah pembesaran tonsil, T : 0, Sudah dioperasi, T : 1, Ukuran normal, T : 2,
Pembesaran tonsil tidak sampai garis tengah, T : 3, Pembesaran sampai garis
tengah, T : 4 , Pembesaran melewati garis tengah
Perhatikan suara klien ada perubahan atau tidak
Perhatikan adakah lendir dan benda asing atau tidak

6. Pemeriksaan Wajah
Inspeksi : Perhatikan ekspresi wajah klien, Warna dan kondisi wajah klien, struktur
wajah klien, sembab atau tidak, ada kelumpuhan otot-otot fasialis atau tidak.

7. Pemeriksaan Leher
Dengan inspeksi dan palpasi amati dan rasakan :

25
a. Bentuk leher simetris atau tidak, ektomorf / kurus ditemukan pada orang dengan
gizi jelek, atau TBC, sedangkan endomorf ditemukan pada klen obesitas, adakah
peradangan ,jaringan parut, perubahan warna, dan massa
b. Kelenjar tiroid, ada pembesaran atau tidak dengan meraba pada suprasternal pada
saat klien menelan, normalnya tidak teraba kecuali pada aorang kurus
c. Vena jugularis, ada pembesaran atau tidak. Tekanan vena diukur dari titik nol di
atrium kanan. Karena sulit mendapatkan titik ini pada pemeriksaan fisik maka
digantikan dengan tanda yang stabil yaitu angulus sternalis. Baik dalam posisi
tegak atau berbaring, angulus sternalis kira-kira terletak 5 cm diatas atrium kanan.
Tekanan diukur dengan cara lakukan pembendungan pada supraclavikula
kemudian tekan pada ujung proximal vena jugularis sambil melepaskan bendungan
pada supraclavikula, ukurlah jarak vertical permukaan atas kolom darah terhadap
bidang horizontal, katakanlah jaraknya a Cm di atas atau di bawah bidang
horisontal. Maka nilai tekanan vena jugularisnya adalah : JVP = 5 a Cm,( bila di
bawah bidang horizontal ) JVP = 5 a CmHg ( bila di atas bidang horizontal),
normalnya JVP = 5 2 CmHg
Pengukuran langsung tekanan vena melalui pemasangan CVP dengan memasukan
cateter pada vena ,tekanan normal CVP = 5 15 CmHg

Palpasi pada leher untuk mengetahui pembesaran kelenjar limfe, kelenjar tiroid dan
posisi trakea

Pembesarn kelenjar limfe leher ( Adenopati limfe ) menandakan adanya


peradangan pada daerah kepala, orofaring, infeksi TBC, atau syphilis.

Pembesaran tiroid dapat terjadi karena defisiensi yodium

Perhatikan posisi trakea, bila bergeser atau tidak simetris dapat terjadi karena
proses desak ruang atau fibrosis pada paru atau mediastinum

26
C. PEMERIKSAAN PAYUDARA DAN KETIAK
a. Inspeksi
Ukuran payudara, bentuk, dan kesimetrisan, dan adakah pembengkakan. Normalnya
melingkar dan simetris dengan ukuran kecil, sedang atau besar.

Kulit payudara, warna, lesi, vaskularisasi,oedema.

Areola : Adakah perubahan warna, pada wanita hamil lebih gelap.

Putting : Adakah cairan yang keluar, ulkus, pembengkakan

Adakah pembesaran pada kelenjar limfe aksila dan klavikula

b. Palpasi
Adakah sekret dari putting, adakah nyri tekan, dan kekenyalan.

Adakah benjolan massa atau tidak

D. PEMERIKSAAN TORAK DAN PARU


Secara umum ada beberapa garis bayangan yang digunakan dalam pemeriksaan torak
yaitu :

1. Garis midsternalis : garis yang ditarik dari garis tengah sternal


ke bawah
2. Garis midclavikula : garis yang ditarik dari pertegahan clavikula
ke bawah
3. Garis mid aksilaris : Garis yang ditarik dari pertengahan axilla
ke bawah
4. Garis mid spinalis : garris yang ditarik dari pertengahan spinal
ke bawah
5. Garis mid skapula : Garis yang ditarik dari pertengahan scapula
ke bawah
a. Inspeksi
Bentuk torak, kesimetrisan, keadaan kulit.

Normal chest : diameter proximodistal lebih panjang dari anterodistal

Pigeon chest : diameter anteroposterior lebih panjang dari proximodistal

Funnel chest : diameter anteroposterior lebih pendek dari proximodistal

27
Barrel chest : diameter anteroposteriol sama denga proximodistal

Kiposis : tulang belakang bengkok ke depan

Skoliosis : Tulang belakang bengkok ke sanping

Lordosis : tulang belakang bengkok ke belakang

Amati pernafasan klien : frekuensi ( 16 24 X per-menit ), retraksi interkostal, retraksi


suprasternal, pernafasan cuping hidung.

Macam-macam pola pernafasan :

1. Eupnea : Irama dan kecepatan pernafasan normal


2. Takipneu : Peningkatan kecepatan pernafasan
3. Bradipnea : Lambat tapi merupakan pernafasan normal
4. Apnea : Tidak terdapatnya pernafasan
5. Chene Stokes : Pernafasan secara bertahap lebih cepat dan dalam, dan
melambat diseligi periode apnea
6. Biots : Pernafasan cepat dan dalam dengan berhenti tiba-tiba .
7. Kusmaul : Pernafasan cepat dan dalam tanpa berhenti
Amati ada / tidak sianosis, batuk produktif atau kering.

b. Palpasi
Pemeriksaan taktil / vokal fremitus ;membandingkan getaran dinding torak antara
kanan dan kiri, dengan cara menempelkan kedua telapak tangan pemeriksa pada
punggung klien dan klien diminta mengucapkan kata tujuh puluh tujuh, telapak
tangan digeser ke bawah dan bandingkan getarannya, normalnya getaran antara
kanan dan kiri teraba sama.

c. Perkusi
Menempelkan jari tengah pemeriksa pada interkostal klien dan mengetuk dengan
jari tangan yang satunya, normalnya suara dinding torak saat diperkusi adalah
sonor. Hipersonor menandakan adanya pemadatan jaringan paru atau prnimbunan
cairan dalam dinding torak ( pnemotorak )

d. Auskultasi
1. Suara nafas
Vesikuler : terdengar di seluruh lapang paru dengan intensitas suara rendah
,lembut dan bersih.

28
Bronkial : di atas manubrium sterni, suara tinggi, keras dan bersih
Bronkovesikuler : Interkostal 1 dan 2, dan antara skapula, intensitas sedang dan
bersih

Trakeal : di atas trakea pada leher, intensitas sangat tinggi ,keras dan bersih

2. Suara Ucapan
Anjurkan klien mengucapkan tujuh puluh tujuh berulang-ulang, dengan
stetoskop dengarkan pada area torak, normalnya intensitas suara kanan dan kiri
sama.

Kelainan yang dapat ditemukan :

Bronkophoni : Suara terdengar lebih keras di banding sisi lain

Egophoni : Suara bergema ( sengau )

Pectoriloqy : Suara terdengar jauh dan tidak jelas

3. Suara tambahan
Rales : Suara yang terdengar akibat exudat lengket saat inspirasi

Rales halus , terdengar merintik halus pada akhir inspirasi

Rales kasar , terdengar merintik sepanjang inspirasi

Rales tidak hilang dengan batuk

Ronki : Akibat penumpukan exudat pada bronkus-bronkus besar, terdengar


pada fase inspirasi dan ekspirasi, hilang bila klien batuk

Wheezing : Terdengar ngiik-ngiik saat inspirasi akibat penyempitan bronkus

Pleural tricion rab : terdengar kasar seperti gosokan amplas akibat peradangan
pleura terdengar sepanjang pernafasan lebih jelas pada antero lateral
bawah dinding torak

E. PEMERIKSAAN JANTUNG
a. Inspeksi
Amati ictus cordis : denyutan dinding torak akibat pukulan ventrikel kiri pada dinding
torak, normalnya pada ICS V Mid clavikula kiri selebar 1 Cm, sulit ditemukan pada
klien yang gemuk.

b. Palpasi
Adanya pulsasi pada dinding torak, normalnya pulsasi tidak ada :

29
ICS II ( area aorta pada sebelahkanan dan pulmonal pada sebelahkiri )

ICS V Mid Sternalis kiri ( area tricuspidalis atau ventrikel kanan )

ICS V Mid Clavikula kiri ( area Bicuspidalis )

c. Perkusi
Tujuan perkusi adalah untuk mengetahui ukuran dan bentuk jantung secara kasar, batas-
batas jantung normal adalah :

Batas atas : ICS II Mid sternalis

Batas bawah : ICS V

Batas Kiri : ICS V Mid Clavikula Sinistra

Batas Kanan : ICS IV Mid Sternalis Dextra

d. Auskultasi
Dengarkan BJ I pada ICS IV linea sternalis kiri BJ I Tricuspidalis,

dan pada ICS V Mid Clavicula / Apeks BJ I bicuspidalis terdengar LUB lebih keras
akibat penutupan katub mitral da tricuspidalis.

Dengarkan BJ II pada ICS II linea sternalis kanan BJ II Aorta, dan ICS II atai III linea
sternalis kiri BJ II aorta , terdengar DUB akibat penutupankatup aorta dan pulmonal.

Dengarkan BJ III ( kalau ada ) terdengar di daerah mitral, pada awal diastolic terdengar
LUB-DUB-EE, BJ III terdengar normal pada anak-anak,dewasa muda dan orang hamil.
Bila ada BJ III pada orang dewasa yang disertai dengan oedema/dipsneu berarti
abnormal. BJ III pada klien decompensasi cordis disebut Gallop Rhythm, yang terjadi
akibat getaran karena derasnya pengisian ventrikel kiri dari atrium kiri dari ruang
sempit ke ruang yang lebih lebar.

Dengarkan adanya suara murmur, suara tambahan pada fase sistolik, diastolic akibat
dari getaran jantung atau pembuluh darah karena arus turbulensi darah.

Derajat Murmur : 1 : Hampir tidak terdengar

2 : Terdengar lemah

3 : Agak keras

4 : Keras

5 : Sangat keras

6 : Sampai stetoskop di angkat sedikit suara masih terdengar


30
F. PEMERIKSAAN ABDOMEN / PERUT
Khusus untuk pemeriksaan abdomen urutannya adalah inspeksi, auskultasi, palpasi, dan
perkusi ,karena palpasi dan perkusi dapat meningkatkan peristaltik usus.

Abdomen terbagi dalam 4 Kuadran dan 9 Regio :

a. Inspeksi
Bentuk abdomen : Membusung, atau datar

Massa / Benjolan : pada derah apa dan bagaimana bentuknya

Kesimetrisan bentuk abdomen

Amati adanya bayangan pembuluh darah vena, kalau terlihat pada bagian atas
abdomen dan mengalir ke bagian yang lebih atas berarti ada obstruksi vena porta
hepatica, kalau tampak pada bagian bawah abdomen menuju ke atas berarti ada
obstruksi pada vena cava inferior, normalnya bila terlihat pembuluh darah pada
abdomen berasal dari bagian tengah menuju ke atas atau ke bawah, dan tidak terlihat
terlalu menonjol.

a. Gambaran normal
b. Gambaran Hipertensi portal
c. Gambaran obstruksi vena cava inferior
b. Auskultasi
Untuk mengetahui peristaltik usus atau bising usus. Catat frekuensinya dalam satu
menit, normalnya 5 35 kali per menit, bunyi peristaltik yang panjang dan keras
disebut Borborygmi biasanya terjadi pada klien gastroenteritis, dan bila sangat lambat
(meteorismus) pada klien ileus paralitik.

c. Palpasi
Menanyakan pada klien bagian mana yang mengalami nyeri.

Palpasi Hepar :

Atur posisi pasien telentang dan kaki ditekuk. Pemeriksa berdiri di sebelah kanan
klien, dan meletakan tangan di bawah arcus costai 12, pada saat isnpirasi lakukan
palpasi dan diskripsikan ada atau tidak nyeri tekan, ada atau tidak pembesaran (jika
ada berapa jari dari arkus kosta), perabaan keras atau lunak, permukaan halus atau
berbenjol-benjol, tepi hepar tumpul atau tajam. Normalnya hepar tidak teraba.

Palpasi Lien :

Posisi pasien tetap telentang, buatlah garis bayangan Schuffner dari midklavikula kiri
ke arkus kosta melalui umbilikus dan berakhir pada spina iliaka anterior superior

31
(SIAS), kemudian garis dari arkus kosta ke SIAS di bagi delapan. Dengan Bimanual
lakukan palpasi dan diskrisikan nyeri tekan terletak pada garis Scuffner ke berapa ?
( menunjukan pembesaran lien )

Palpasi Appendik :

Posisi pasien tetap telentang, Buatlah garis bayangan untuk menentukan titik Mc.
Burney yaitu dengan cara menarik garis bayangan dari umbilicus ke SIAS dan bagi
menjadi 3 bagian. Tekan pada sepertiga luar titik Mc Burney : Bila ada nyeri tekan
,nyeri lepas dan nyeri menjalar kontralateral berarti ada peradangan pada appendik.

Palpasi dan Perkusi untuk mengetahui ada Asites atau tidak :

Perkusi dari bagian lateral ke medial, perubahan suara dari timpani ke dullnes
merupakan batas cairan acites

Shifting Dullnes, dengan perubahan posisi miring kanan / miring ke kiri, adanya cairan
asites akan mengalir sesuai dengan gravitasi, dengan hasil perkusi sisi lateral lebih
pekak/ dullness

Normalnya hasil perkusi pada abdomen adalah timpani.

Palpasi Ginjal :

Dengan bimanual tangan kiri mengangkat ginjal ke anterior pada area lumbal
posterior, tangan kanan diletakan pada bawah arcus costae, kemudian lakukan palpasi
dan diskripsikan adakah nyeri tekan, bentuk dan ukuran.

Normalnya ginjal tidak teraba.

G. PEMERIKSAAN GENITALIA
1. Genitalia Pria
a. Inspeksi :
Amati penyebaran dan kebersihan rambut pubis

Kulit penis dan skrotum adakah lesi, pembengkakan atau benjolan

Lubang uretra adakah penyumbatan, lubang uretra pada bagian bawah


( Hipospadia ), lubang uretra pada batang penis ( Epispadia )

b. Palpasi
Penis : adakah nyeri tekan, benjolan, cairan yang keluar

Skrotum dan testis : Adakah beniolan, nyeri tekan, ukuran penis, testis normalnya
teraba elastis, licin dan tidak ada benjolan.

32
Kelainan-kelainan yang tampak pada skrotum :

1) Hidrokel : akumulasi cairan serosa diantara selaput viseral dan parietal pada
tunika vaginalis.
2) Skrotal Hernia : Hernia dalam skrotum
3) Spermatokel : kista epididimis terbentuk karena, adanya obstruksi pada
tubulus/ saluran sperma.
4) Epididimal Mass / Nodulariti : Disebabkan adanya neoplasma benign atau
maligna, sifilis ,atau tuberkulosis.
5) Epididimitis : Inflamasi atau infeksi oleh E. coli, Gonorrhoe, atau
Mycobacterium tuberculosis.
6) Torsi pada saluran sperma : Axil rotasi atau vuvulus pada saluran sperma
diakibatkan infark pada testis.
7) Tumor testiskular : tumor pada testis penyebabnya multipel sifatnya biasanya
tidak nyeri.

Inspeksi dan palpasi Hernia :

Amati daerah inguinal dan femoral, adakah pembengkakan. Sebelum palpasi, Anjurkan klien
berdiri dengan sebelah kaki, dengan sisi yang akan diperiksa agak ditekuk.Masukan jari
telunjuk ke dalam kulit scrotum dan dorong ke atas cincin inguina eksternal. Bila cincin
membesar suruh klien mengejan atau batuk, dengan cara ini hernia inguinalis akan teraba.
Pelayanan medis di rumah sakit meliputi pelayanan rawat jalan dan rawat inap, hal tersebut
dapat diterangkan sebagai berikut :

A.Pelayanan rawat jalan

Pelayanan pasien rawat jalan dapat dilayani di poliklinik dan UGD. Proses asesmen
pasien rawat jalan dimulai dengan proses identifikasi pasien oleh petugas yaitu
mencocokkan buku rekam medis dengan pasien yang akan dilayani. Proses selanjutnya
adalah dokter melakukan anamnesis mulai dari keluhan utama hingga didapatkan
kesimpulan anamnesis. Saat memulai pemeriksaan pasien, dokter harus mencantumkan
tanggal dan jam pelayanan diberikan.Proses berikutnya adalah pemeriksaan tanda vital
oleh petugas. Proses ini dapat dilakukan bersamaan dengan anamnesis oleh dokter. Hasil
pemeriksaan pengukuran tanda vital dilaporkan kepada dokter dan dicatat dalam rekam
medis pasien dengan lengkap dan benar. Setelah itu, dilakukan pemeriksaan fisik oleh
dokter secara urut mulai dari ujung kepala sampai ujung kaki sesuai penjelasan diatas.
Semua hasil pemeriksaan fisik baik yang normal maupun yang patologis dicatat dengan
lengkap sesuai dengan lembar pasien status rawat jalan.

Pemeriksaan penunjang sesuai indikasi medis dilakukan apabila dokter belum dapat
menegakkan diagnosis kerja. Pemeriksaan penunjang dapat berupa pemeriksaan
laboratorium dan radiologi. Dokter harus menjelaskan tujuan dilakukannya pemeriksaan

33
penunjang tersebut dan meminta persetujuan pasien atau pendamping pasien. Persetujuan
/informed consent untuk pemeriksaan penunjang dapat disampaikan secara lisan
sedangkan untuk penolakan pemeriksaan penunjang harus tertulis. Apabila pemeriksaan
penunjang telah dilakukan dan sudah ada hasil maka dokter wajib menjelaskan hasil
pemeriksaan tersebut kepada pasien dan atau pendamping pasien dengan jelas. Semua
hasil pemeriksaan penunjang didokumentasikan dengan rapi dalam rekam pasien.

Dari hasil anamesis, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang bila ada maka
dokter dapat menentukan diagnosis kerja yang dapat disertai diagnosis banding atau
diagnosis akhir sehingga dapat ditentukan rencana asuhan medis pasien yang dapat
berupa pelayanan rawat jalan dengan medikamentosa,dirujuk atau rawat inap. Semua
asuhan medis pasien didokumentasikan dengan lengkap dengan diberi tanda tangan,nama
terang serta jam selesai pelayanan terhadap pasien tersebut.

A.Perawatan rawat inap

Proses asesmen pasien rawat inap dimulai semenjak pasien mendapat pelayanan di poli atau
UGD dimana pasien harus mendapatkan pelayanan kesehatan lebih lanjut. Sebagai dasar
asesmen di rawat inap adalah pengantar rawat inap yang telah diisi oleh dokter yang
menangani di poli atau UGD. Dokter ruangan akan melakukan reasesmen terhadap pasien
tersebut dan melaporkan kepada DPJP yang sudah ditentukan dari awal. Penentuan DPJP
dapat berdasarkan pada permintaan pasien,jadwal konsulen dan rujukan sesuai nama(by
name).temuan dari semua asesmen diluar rumah sakit harus dinilai ulang dan diverifikasi 24
pertama sejak rawat inap atau lebih dini/cepat sesuai kondisi pasien.pasien dilakukan asesmen
ulang untuk menentukan respon mereka terhadap pengobatan dan pasien dilakukan untuk
perencanaan pengobatan lanjutan atau pemulangan pasien.

Pasien dilakukan asesmen ulang dalam interval sesuai dengan kondisi pasien dan
bilamana terjadi perubahan yang signifikan pada kondisi mereka,rencana asuhan dan
kebutuhan individual.
Untuk penulisan asesmen dengan menggunakan metoda S O A P dengan penjelasan:
S (subjektif) yaitu berisi data yang didapatkan dari anamnesis pasien yang berisi keluhan
dan riwayat penyakit.
O (obyektif) yaitu berisi data hasil pemeriksaan fisik termasuk tanda vital dan hasil
pemeriksaan penunjang.
A (asesmen) yaitu kesimpulan dari data subyektif dan obyektif berupa diagnosis kerja
yang dapat dilengkapi dengan diagnosis banding. Asessmen juga dapat berupa diagnosis
akhir.
P (planning) yaitu asuhan medis yang akan dilakukan oleh dokter terhadap pasien,dapat
berupa terapi medikamentosa dan penentuan diit, pemeriksaan penunjang atau tindakan
medis. Planning ini dapat merupakan hasil konsultasi antara dokter bangsal kepada DPJP.

34
Semua hasil pemeriksaan dan hasil konsultasi wajib dituliskan dengan rinci, jelas dan
tepat di catatan perkembangan pasien dalam rekam medis dan dilenglapi dengan
tandatangan dan nama terang. Untuk proses konsultasi antara dokter ruangan dan DPJP
mengacu pada Panduan Komunikasi Efektif.

Untuk pasien yang berasal dari poliklinik spesialis,dokter ruangan tetap melakukan
reasesmen tanpa melakukan konsultasi dengan DPJP kecuali ada perubahan kondisi pada
pasien. Dalam perawatan pasien rawat inap akan dilakukan monitoring secara terus
menerus oleh DPJP dibantu dokter ruangan dan akan berkolaborasi dengan bagian
keperawatan. Untuk asesmen keperawatan juga akan diatur tersendiri.

Selama proses perawatan,pasien dapat mendapatkan berbagai macam asuhan medis


tergantung pada kebutuhan pasien seperti :
a. Tindakan medis operatif
pada pasien direncanakan operasi,dilaksanakan asesmen medis sebelum operasi maka
DPJP wajib menjelaskan tentang semua hal yang berkaitan dengan tindakan tersebut
termasuk komplikasi yang mungkin timbul dan juga kemungkinan yang akan dihadapi
pasien bila tindakan tersebut tidak dilakukan. Proses edukasi tersebut harus
terdokumentasi dengan lengkap serta ditandatangi oleh DPJP dan pasien atau keluarga
pasien.Keputusan pasien baik yang setuju maupun yang tidak setuju atas tindakan medis
harus dituangkan dalam informed consent yang ditandatangi oleh pasien/keluarga pasien
dan DPJP.apabila operasi dilakukan,maka sedikitnya ada catatan ringkas dalam diagnosis
pra operasi dicatat sebelum tindakan. Asesmen medis pasien bedah dicatat sebelum
operasi.

b.Tindakan medis non operatif


Selama perawatan pasien dapat juga hanya menjalani terapi non operatif /medika
mentosa saja. Dalam pemberian obat kepada pasien,dokter harus memperhatikan
pengobatan rasional yaitu 5 T 1W:
Tepat pasien
Tepat waktu
Tepat cara pemberian
Tepat dosis
Tepat indikasi
Waspada efek samping
Selain hal diatas perlu juga diperhatikan tentang aspek penggunaan obat dari sisi biaya.
Apabila obat yang akan digunakan tergolong mahal maka pasien/keluarga pasien berhak
untuk diinformasikan dengan jelas tentang biaya yang akan dikeluarkan dan kepentingan
medis dari obat tersebut. Bukti dari edukasi dan persetujuan pemakaian obat harus
dituangkan dalam informed consent.
c.Perawatan bersama/raber
Rawat bersama adalah tindakan perawatan pasien yang terdiri lebih dari satu DPJP sesuai
dengan kondisi penyakit pasien. Rawat bersama dilakukan bila pada pasien ditemukan
dua atau lebih penyakit yang memerlukan perawatan oleh dokter sesuai dengan
35
kompetensinya.Serta ditentukan DPJP utamanya berdasarnya penyakit yang paling
dominan.Permintaan rawat bersama dari DPJP dituangkan dalam lembar konsultasi di
rekam medis. Antar DPJP harus meluangkan waktu untuk berdiskusi tentang pasien
dalam hal asuhan medisnya. DPJP utama yang berkewajiban menuliskan resume medis
pasien.dokter melakukan asesmen ulang sekurang kurangnya setiap hari,termasuk akhir
minggu selama fase akut dari perawatan dan pengobatanya.untuk pasien nonakut dari
rumah sakit menetapkan keadaan,tipe pasien dimana asesmen oleh dokter bisa kurang
dari sekali sehari dan menetapkan interval minimum untuk jadwal asesmen ulang bagi
kasus seperti ini.dan semua asesmen ulang didokumentasikan di rekam medis.
d.Alih rawat
Proses pengalihan DPJP menurut kondisi pasien yang disesuaikan dengan kompetensi
dokter. Permintaan alih rawat juga di tuangkan pada lembar konsultasi yang ada di dalam
rekam medis.
e.Discharge planning
Asesmen awal termasuk menentukan kebutuhan rencana pemulangan pasien, ada proses
untuk identifikasi pasien yang rencana pemulangan kritis (Dischage), rencana
pemulangan bagi pasien seperti ini dimulai segera setelah pasien diterima sebagai pasien
rawat inap.

BAB IV

DOKUMENTASI

36
1. Semua hasil asesmen medis didokumentasikan dalam lembar rekam medis yang sesuai
2. Monitoring pelaksanaan asesmen medis dari sisi kuantitatif dengan menilai
kelengkapan penulisan catatan medis (KLPCM) yang dilakukan oleh bagian rekam
medis yang sudah diatur dalam BPPRM. Bagian rekam medis akan melakukan review
rekam medis secara periodik yang akan dihadiri oleh dokter,perawat,bidan dan petugas
rekam medis untuk membahas ketidaklengkapan penulisan catatan medis.
3. Sedangkan monitoring asesmen medis dari sisi kualitas dengan dilakukannya audit
medis secara berkala minimal 3 kali dalam setahun untuk menilai pelaksanaan Standar
Pelayanan Medis.
4. Untuk monitoring harga obat di poliklinik umum dilakukan oleh bagian farmasi
dengan mengambil sampel resep dalam jumlah tertentu dan dianalisa. Hasil analisa
akan dilaporkan kepada direktur.

DAFTAR PUSTAKA

Buku Pemeriksaan Fisik Pasien


Buku Elemen Penilaian Standar Akreditasi Edisi 1, Komisi Akreditasi RS, Tahun 2011
www. Kamus Besar Bahasa Indonesia
www.robusiturian

37

Anda mungkin juga menyukai