Anda di halaman 1dari 9

BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar belakang


Asfiksia neonatal merupakan masalah global yang berperan dalam
meningkatkan angka morbiditas dan mortalitas. Insidens asfiksia di negara maju
1,1-2,4 kasus per 1000 kelahiran hidup. Insidens dan prevalensi asfiksia di negara
berkembang kemungkinan lebih tinggi akibat keterbatasan fasilitas pelayanan
reproduksi dan sumber daya manusia. Untuk kepentingan klinis, asfiksia dapat
didefinisikan sebagai suatu keadaan terganggunya pertukaran gas yang
menyebabkan hipoksemia, hiperkapnia dengan asidosis metabolik yang
bermakna. Asfiksia bisa menyebabkan gangguan pada beberapa fungsi organ
salah satunya sistem saraf pusat yaitu berupa hypoxic ischaemic encephalopathy
(HIE).
Hypoxic ischaemic encephalopathy (HIE) merupakan penyebab penting
kerusakan permanen sel-sel pada susunan saraf pusat (SSP) yang berdampak pada
kematian atau kecacatan berupa cerebral palsy atau retardasi mental. Angka
kejadian HIE berkisar 0,3-1,8%. Australia (1995), angka kematian antepartum
berkisar 3,5/1000 kelahiran hidup, sedangkan angka kematian intrapartum
berkisar 1/1000 kelahiran hidup, dan angka kejadian kematian masa neonatal
berkisar 3,2/1000 kelahiran hidup. Apgar Score 1-3 pada menit pertama terjadi
pada 2,8% bayi lahir hidup dan Apgar Score 5 pada menit ke 5 pada 0,3% bayi
lahir hidup. Lima belas hingga 20% bayi dengan HIE meninggal pada masa
neonatal, 25-30% yang bertahan hidup mempunyai kelainan neurodevelopmental
permanent.
Hypoxic ischaemic encephalopathy (HIE) merupakan konsekuensi
fisiologis utama yang terjadi akibat keadaan asfiksia neonatorum sebelumnya,
akan tetapi kelainan ini tidak dapat diketahui dengan segera. (WHO, 2008)

1
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 HYPOXIC ISCHAEMIC ENCEPHALOPHATY (HIE)


2.1.1 Definisi
Hypoxic ischaemic encephalopath (HIE) adalah suatu sindroma yang
ditandai dengan adanya kelainan klinis dan laboratorium yang timbul karena
adanya cedera pada otak akut yang disebabkan karena asfiksia. Hypoxic
ischaemic encephalopathy (HIE) merupakan penyebab penting kerusakan
permanen sel-sel pada susunan saraf pusat (SSP), yang berdampak pada kematian
atau kecacatan berupa cerebral palsy atau retardasi mental, sedangkan ensefalopati
sendiri adalah istilah klinis tanpa menyebutkan etiologi dimana bayi mengalami
gangguan tingkat kesadaran pada waktu dilakukan pemeriksaan.
Hypoxic ischaemic encephalopathy (HIE) merupakan konsekuensi
fisiologis utama yang terjadi akibat keadaan asfiksia neonatorum sebelumnya,
akan tetapi kelainan ini tidak dapat diketahui dengan segera. (WHO, 2008)

2.1.2 Faktor resiko


Adapun beberapa faktor resiko terjadinya hipoksia pada bayi baru lahir,
yaitu :
Preeklampsia
Intrauterine growth restriction (IUGR)
Solusio plasenta
Anemia fetus
Postterm
Persalinan non-fisiologis
Malpresentasi termasuk vasaprevia

2.1.3 Etiologi
Asfiksia perinatal merupakan konsekuensi dari hipoksia intrapartum
dimana bayi membutuhkan resusitasi lebih lanjut dan berlanjut pada keadaan
ensefalopati hipoksik iskemik (HIE). Hypoxic ischemic enshefalophaty (HIE)
muncul pada 1-2 kasus pada setiap 1000 kelahiran. Bayi yang dilahirkan setelah
hipoksia intrapartum memiliki gambaran yang khas yaitu bayi menjadi bradikardi,
pucat, lemas, dan apnu, dan mengalami asidosis metabolik yang parah, yang telah

2
terakumulasi selama periode glikolisis anaerob. Keadaan ini memerlukan tindakan
resusitasi segera. (Meadow & Newell, 2002)

2.1.4 Prevalensi
Angka kejadian HIE berkisar antara 0,3 - 1,8% di negara-negara maju,
sedangkan di Indonesia belum ada catatan yang cukup valid. Insiden HIE di
Amerika Serikat terjadi pada 6/1000 bayi aterm yang lahir hidup1. Di Australia
(1995), Angka kematian antepartum berkisar 3,5/1000 kelahiran hidup, sedangkan
angka kematian intrapartum berkisar 1/1000 kelahiran hidup, dan angka kejadian
kematian masa neonatal berkisar 3,2/1000 kelahiran hidup. Lima belas hingga
20% bayi dengan ensefalopati hipoksik iskemik meninggal pada masa neonatal,
25-30% yang bertahan hidup mempunyai kelainan neurodevelopmental
permanent.

2.1.5 Patofisiologi
Proses kelahiran selalu menimbulkan asfiksia ringan yang bersifat
sementara, proses ini dianggap perlu untuk merangsang kemoreseptor pusat
pernafasan agar terjadi primary gasping yang kemudian berlanjut dengan
pernafasan teratur. Sifat asfiksia ini tidak mempunyai pengaruh buruk karena
reaksi adaptasi bayi dapat mengatasinya. Kegagalan pernafasan dapat
mengakibatkan gangguan pertukaran oksigen dan karbondioksida sehingga
menimbulkan berkurangnya oksigen dan meningkatnya karbondioksida diikuti
asidosis reapiratorik. Apabila proses berlanjut maka metabolisme sel akan
berlangsung dalam suasana anaerobik sehingg menyebabkan asidosis metabolik. 6
Sehubungan dengan proses faal tersebut maka fase awal asfiksia ditandai
dengan pernafasan cepat dan dalam selama tiga menit diikuti dengan apneu
primer kira-kira satu menit di mana pada saat ini denyut jantung dan tekanan
darah menurun. Kemudian bayi akan mulai bernafas (gasping) 8-10 kali/menit
selama beberapa menit, gasping akan melemah sehingga akhirnya timbul apneu
sekunder. Pada keadaan normal fase-fase ini tidak jelas terlihat karena setelah
pembersihan jalan nafas bayi akan segera bernafas dan menangis kuat.
Pemakaian sumber glikogen untuk energi dalam metabolisme anaerob
menyebabkan dalam waktu singkat tubuh bayi akan menderita hipoglikemia. Pada
asfiksia yang berat dapat menyebabkan kerusakan membran sel terutama sel saraf

3
pusat sehingga mengakibatkan gangguan elektrolit, berakibat menjadi
hiperkalemia dan pembengkakan sel. Kerusakan sel otak terjadi setelah asfiksia
berklangsung selama 15 menit. Manifestasi kerusakan sel otak dapat berupa HIE
yang terjadi setelah 24 jam pertama dengan didapatkan adanya gejala seperti
kejang subtel, multifokal atau fokal klonik. Manifestasi ini dapat muncul sampai
hari ketujuh.
Teori lain mengatakan, beberapa menit setelah fetus mengalami hipoksia
total, terjadi bradikardia, hipotensi, turunnya curah jantung dan gangguan
metabolik seperti asidosis respiratorius. Respon sistim sirkulasi pada fase awal
dari fetus adalah peningkatan aliran pintas melalui duktus venosus, duktus
arteriosus dan foramen ovale, dengan tujuan memelihara perfusi dari otak, jantung
dan adrenal, hati, ginjal dan usus secara sementara.
Patologi hipoksia-iskemia tergantung organ yang terkena dan derajat berat
ringan hipoksia. Pada fase awal terjadi kongesti, kebocoran cairan intravaskuler
karena peningkatan permeabilitas dinding pembuluh darah dan pembengkakan sel
endotel merupakan tanda nekrosis koagulasi dan kematian sel. Kongesti dan
petekie tampak pada perikardium, pleura, timus, jantung, adrenal dan meningen.
Hipoksia intrauterin yang memanjang dapat menyebabkan PVL dan hiperplasia
otot polos arteriole pada paru yang merupakan predesposisi untuk terjadi
hipertensi pulmoner pada bayi. Distres nafas yang ditandai dengan gasping, dapat
akibat aspirasi bahan asing dalam cairan amnion (misalnya mekonium, lanugo dan
skuama).
Kombinasi hipoksia kronik pada fetus dan cedera hipoksik-iskemik akut
setelah lahir akan menyebabkan neuropatologik khusus dan hal tersebut
tergantung pada usia kehamilan. Pada bayi cukup bulan akan terjadi nekrosis
neuronal korteks (lebih lanjut akan terjadi atrofi kortikal) dan cedera iskemik
parasagital. Pada bayi cukup bulan lebih sering terjadi infark fokal atau multifokal
pada korteks yang menyebabkan kejang fokal dan hemiplegia jika dibandingkan
dengan bayi kurang bulan.

2.1.6 Manifestasi klinis

4
Tanda hipoksia pada fetus dapat diidentifikasi pada beberapa menit hingga
beberapa hari sebelum persalinan. Asidosis terjadi akibat komponen metabolik
atau respiratorik. Terutama pada bayi menjelang aterm, tanda-tanda hipoksia janin
merupakan dasar untuk memberikan oksigen konsentrasi tinggi pada ibu dan
indikasi untuk segera mengakhiri kehamilan untuk mencegah kematian janin atau
kerusakan SSP. Pada saat persalinan, air ketuban yang berwarna kuning dan
mengandung mekoneum dijumpai pada janin yang mengalami distres. Pada saat
lahir, biasanya terjadi depresi pernafasan dan kegagalan pernafasan spontan.
Setelah beberapa jam kemudian, bayi akan tampak hipotonia atau berubah
menjadi hipertonia berat atau tonus tampak normal.
Hypocix ischemic enshefalophaty (HIE) merupakan sindroma dengan
manifestasi klinisnya mulai dari yang ringan sampai yang berat. Sarnat dan Sarnat
membagi HIE pada neonatus yang umur kehamilannya >36 minggu. American
Medical Association pada tahun 1976 menerbitkan modifikasi pembagian HIE
menurut Sarnat dan Sarnat pada bayi aterm yang sampai sekarang masih
dipergunakan.7
Tabel 1. Pembagian HIE pada bayi aterm.
Tanda klinis Stadium 1 Stadium 2 (Sedang) Stadium 3 (Berat)
(Ringan)
Tingkat kesadaran Hyperalert/irrita Letargi Stupor, koma
ble
Tonus otot Normal Hipotonik Flacid
Postur Normal Flexi Decerebrate
Reflek tendon/klonus Hiperaktif Hiperaktif Tidak ada
Mioklonus Tampak Tampak Tidak tampak
Reflek moro Kuat Lemah Tidak ada
Pupil Midriasis Miosis Tidak sama, reflek
cahaya lemah
Kejang Tidak ada Sering Deserebrasi
EEG Normal Voltase rendah sampai Burst suppression ke
bangkitan kejang isoelektrik
Lamanya <24 jam 24 jam sampai 14 hari Beberapa hari-minggu
Hasil Baik Bervariasi Meninggal, atau cacat
berat
(Dikutip dari Stoll BJ, Kliegman RM. Nervous System Disorders. In Behrman RE,
Kliegman RM, Jenson HB eds. Nelson Textbook of Pediatrics 17 th ed. Philadelphia, WB
Saunders Co., 2004; 559-68)

5
2.1.7 Pemeriksaan penunjang
Tidak ada pemeriksaan laboratorium yang khusus untuk menyingkirkan
diagnosis HIE. Pemeriksaan laboratorium dikerjakan untuk memonitor fungsi
maupun kelainan organ sistemik dan cedera otak. Diantaranya :
Pemeriksaan darah lengkap
Pemeriksaan gula darah
Pemeriksaan urin lengkap, produksi urin dan osmolaritas
Elektrolit
Analisa gas darah
Rontgen baby gram
EEG
Head CT-scan
Magnetic Resonance Imaging (MRI)

2.1.8 Penatalaksanaan
Upaya yang optimal adalah pencegahan. Tujuan utama yaitu
mengidentifikasi dan mencegah fetus dan neonatus yang mempunyai
resiko mengalami asfiksia sejak dalam kandungan sampai persalinan.
Resusitasi. Segera lakukan resusitasi bayi yang mengalami apneu dan atau
HIE :
a. Ventilasi yang adekuat. Usahakan memberikan ventilasi sehingga
pCO2 dalam kadar yang fisiologis.
b. Oksigenasi yang adekuat
c. Perfusi yang adekuat. Mempertahankan tekanan darah arterial dalam
batas normal sesuai dengan umur kehamilan dan beratnya. Jika terlalu
rendah akan menyebabkan iskemik, bila terlalu tinggi akan
menyebabkan perdarahan pada daerah germinal matrix dan
intraventrikular pada bayi preematur. Hindarilah hematokrit >65%
(hiperviskositas) yang dapat menyebabkan menurunnya cerebral blood
flow velocity dan timbul iskemik dan pendarahan dengan gejala-gejala
klinis neurologi kejang, letargi atau apneu.
d. Koreksi asidosis metabolik. Tujuan utama untuk memelihara
keseimbangan asam basa dalam jaringan tetap normal. Diberikan
NaBic 4,2% dosis 1-2 mEq/kgBB atau 2 ml/kgBB. Penggunaan
bicarbonate mungkin menyebabkan hipercarbia dan asidosis
intraselular dan meningkatnya asam laktat.
e. Pertahankan kadar glukosa dalam darah antara 75-100 mg/dl.

6
f. Kadar kalsium harus dipertahankan dalam kadar normal. Hipokalsemia
adalah suatu kelainan elektrolit yang sering dijumpai pada post asfiksia
neonatal dengan gejala kejang. Diberikan Ca glukonas 10% 200
mg/kgBB intravena atau 2 ml/kgBB diencerkan dalam aquades sama
banyak diberikan secara intravena dalam waktu 5 menit.
g. Atasi kejang. Bila ada kejang maka Fenobarbital adalah obat pilihan.
Dosis 20 mg/kgBB IV dalam 10-15 menit. Dosis intramuskular juga
dapat diberikan dengan dosis ditingkatkan 15% dari dosis IV. Jika
kejang hilang, berikan dosis rumatan 5 mg/kgBB/kali IV/IM tiap 12
jam. Jika masih kejang, berikan Fenobarbital ulangan 10 mg/kgBB
IV/IM, jika setelah 30 menit kejang tak berhenti dapat diulang 30
menit kemudian (maksimal 40 mg/kgBB).
h. Mencegah timbulnya edema cerebri. Tujuan utama untuk mencegah
timbulnya edema cerebri dengan cara mencegah overload dari cairan.
Retriksi cairan dengan pemberian 60 ml/kgBB per hari. Hati-hati bayi
kemungkinan timbul SIADH (Syndrome Inappropriate Anti Diuretic
Hormon).

2.1.9 Prognosis
Penderita yang mengalami HIE prognosisnya bervariasi, ada yang sembuh
total, cacat atau meninggal dunia. Di Amerika Serikat angka kematian bayi secara
keseluruhan pada bayi dengan HIE ringan sampai berat adalah 12,5%, di RS
Dr.Soetomo angka kematian 18,85%. Pada stadium ringan pada umumnya
sembuh total, pada stadium sedang 80% normal, sisanya timbul kelainan bila
gejalanya tetap ada lebih dari 5-7 hari.
Ada beberapa faktor atau keadaan yang dapat dipakai untuk menilai
prognosis. Prognosisnya jelek apabila :
Asfiksia berat yang berkepanjangan (Apgar score = 3 pada umur 20
menit)
HIE stadium berat menurut Sarnat dan Sarnat, 50% meninggal dunia,
sisanya timbul gejala sisa yang berat
Kejang yang sulit diatasi muncul sebelum 12 jam yang disertai dengan
kelainan multiorgan
Adanya kelainan neurologi yang persisten pada 1-2 minggu saat
dipulangkan, 50% akan timbul epilepsy
Adanya oliguri persisten (produksi urine <1 ml/kgBB/jam selama 36 jam)

7
Mikrosefali pada 3 bulan pertama setelah lahir.
Adanya kelainan EEG yang sedang sampai berat
Adanya kelainan CT scan yang berupa pendarahan yang berat,
periventrikuler leukomalasi (PVL) atau nekrosis
Kelainan MRI yang timbul pada 24-72 jam pertama setelah lahir.

DAFTAR PUSTAKA

1. K Alhadar A, Amir I, dkk. Korelasi Nilai APGAR Menit Kelima Kurang


Dari Tujuh dengan Kadar Transaminase Serum pada Bayi Baru Lahir. Sari
Pediatri IDAI. 2010;12(3) http://saripediatri.idai.or.id/pdfile/12-3-9.pdf

2. Erny, Saharso D, Sudiatmika I. Hypoxic Ischaemic Encephalophaty. SMF


Ilmu Kesehatan Anak FK Unair/RSUD Dr Soetomo Surabaya. Buletin
IKA. 2002; 7 www.pediatrik.com

3. Lestari E. Asfiksia Neonatorum. Sari Pediatri IDAI. 2012;14(1):36-9

4. Budi B. Ensefalopati Hipoksik Iskemik. Fakultas Kedokteran Universitas


Airlangga. Surabaya; 2010

5. Rina D. Hubungan antara kala I dan II lama persalinan dengan kejadian


asfiksia neonatorum. [skripsi]. Medan : Universitas Sumatra Utara; 2011.

6. Setiabudiawan B. Asfiksia. Fakultas Kedokteran Universitas Airlangga.


Surabaya; 2011

8
7. Tri Utomo M, Etika R, dkk. Ensefalopati Hipoksik Iskemik Perinatal.
Divisi Neonatologi Bagian Ilmu Kesehatan Anak FK Unair RSU Dr.
Soetomo. Surabaya; Kapita Selekta Ilmu Kesehatan Anak VI. 2009

8. Indriasari N. Asuhan Kebidanan Pada Bayi Baru Lahir Dengan Caput


Succedaneum Di RSU Assalam Gemolong. Program Studi Diploma III
Kebidanan Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan Kusuma Husada. Surakarta;
2012

9. Prawirohardjo S. Ilmu Kebidanan (Jejas persalinan). Jakarta : P.T Bina


Pustaka Sarwono Prawirohardjo. 2010

Anda mungkin juga menyukai