Anda di halaman 1dari 2

ADAKAH PELANGGARAN ETIKA DALAM KASUS KOL PNB AJIE SURADJI?

09
September 2010 04:23:22 Diperbarui: 26 Juni 2015 13:20:45 Dibaca : 869 Komentar : 2 Nilai : 0
Durasi Baca : 3 menit Akhir-akhir ini kita ramai membicarakan sebuah kasus yang sangat tidak
lazim terjadi di negara ini, bahkan di negara manapun di dunia ini, dimana seorang perwira aktif
TNI, Kol PNB Adjie Suradji, mengkritik atasannya, presiden SBY yang notabene adalah
panglima tertinggi. Kritik ini disampaikan beliau melalui sebuah tulisan yang berjudul
Pemimpin, Keberanian dan Perubahan, Pro dan kontra kemudian muncul sebagai respon tulisan
tersebut. Banyak yang pro, mereka yang merasa bahwa isi tulisan itu benar dan mewakili
harapan banyak masyarakat Indonesia, dan tidak sedikit pun yang kontra, mengecam tulisan
tersebut karena seorang anggota aktif TNI tidak diperbolehkan mengkritik atasannya, tanpa
peduli apa isi dari kritik tersebut. Tidak kurang presiden SBY juga memberi tanggapan dengan
mengatakan bahwa yang bersangkutan melanggar sumpah prajurit, melanggar kode etik, karena
tidak ada ruang kritik di tubuh TNI. Pada kesempatan ini saya akan mencoba melihat dari sisi
lain tulisan tersebut, yaitu masalah pelanggaran etika yang menjadi ujung tombak pada pihak
yang kontra dengan tulisan tersebut. Menurut beberapa sumber, etika didefenisikan sebagai
aturan yang mengatur perbuatan dari dalam diri kita dan perbuatan itu datangnya asli dari diri
kita sendiri, dan apapun yang kita perbuat selalu datangnya dari diri kita, tanpa ada paksaan dari
pihak manapun. Dan orang yang beretika dia tidak mungkin membohongi dirinya sendiri karena
dia tau aturanya. Disamping istilah etika, ada juga istilah lain yang hampir namun berbeda
secara defenisi, yaitu etiket. Etiket adalah prilaku kita sehari yang kita lakukan dan memandang
orang yang ada di sekeliling kita apakah tersinggung atau tidaknya orang dengan perbuatan kita,
dan orang yang beretiket mungkin saja dia bisa membohongi dirinya sendiri karena perbuatanya
itu hanya untuk menghargai orang yang ada si sekelilingnya saja tidak murni keluar dari hati
nuraninya K. Bertens dalam bukunya yang berjudul Etika (2000) memberikan 4 (empat)
macam perbedaan etiket dengan etika, yaitu : 1. Etika menyangkut cara dilakukannya suatu
perbuatan sekaligus memberi norma dari perbuatan itu sendiri. Misal : Dilarang mengambil
barang milik orang lain tanpa izin karena mengambil barang milik orang lain tanpa izin sama
artinya dengan mencuri. Jangan mencuri merupakan suatu norma etika. Di sini tidak
dipersoalkan apakah pencuri tersebut mencuri dengan tangan kanan atau tangan kiri. Etiket
menyangkut cara (tata acara) suatu perbuatan harus dilakukan manusia. Misal : Ketika saya
menyerahkan sesuatu kepada orang lain, saya harus menyerahkannya dengan menggunakan
tangan kanan. Jika saya menyerahkannya dengan tangan kiri, maka saya dianggap melanggar
etiket. 2. Etika selalu berlaku, baik kita sedang sendiri atau bersama orang lain. Misal: Larangan
mencuri selalu berlaku, baik sedang sendiri atau ada orang lain. Atau barang yang dipinjam
selalu harus dikembalikan meskipun si empunya barang sudah lupa. Etiket hanya berlaku dalam
situasi dimana kita tidak seorang diri (ada orang lain di sekitar kita). Bila tidak ada orang lain di
sekitar kita atau tidak ada saksi mata, maka etiket tidak berlaku. Misal : Saya sedang makan
bersama bersama teman sambil meletakkan kaki saya di atas meja makan, maka saya dianggap
melanggat etiket. Tetapi kalau saya sedang makan sendirian (tidak ada orang lain), maka saya
tidak melanggar etiket jika saya makan dengan cara demikian. 3. Etika bersifat absolut. Jangan
mencuri, Jangan membunuh merupakan prinsip-prinsip etika yang tidak bisa ditawar-tawar.
Etiket bersifat relatif. Yang dianggap tidak sopan dalam satu kebudayaan, bisa saja dianggap
sopan dalam kebudayaan lain. Misal : makan dengan tangan atau bersendawa waktu makan. 4.
Etika memandang manusia dari segi dalam. Orang yang etis tidak mungkin bersifat munafik,
sebab orang yang bersikap etis pasti orang yang sungguh-sungguh baik. Etiket memandang
manusia dari segi lahiriah saja. Orang yang berpegang pada etiket bisa juga bersifat munafik.
Misal : Bisa saja orang tampi sebagai manusia berbulu ayam, dari luar sangan sopan dan halus,
tapi di dalam penuh kebusukan. Berdasarkan defenisi, penjelasan, dan contoh-contoh etika dan
etiket diatas, maka kritik yang disampaikan oleh Kol PNB Adjie Suradji sesungguhnya bukanlah
masalah etika seperti yang dikeluhkan oleh presiden sendiri, tapi sesungguhnya itu masalah
etiket. Kritik yang disampaikan tersebut datangnya asli dari diri sendiri, tanpa ada paksaan dari
pihak manapun, dan yang paling penting adalah beliau tidak membohongi dirinya sendiri, yang
kesemuanya memenuhi persyaratan etika. Mengatakan sebuah kebenaran yang kita anut adalah
prinsip penting dalam etika yang tidak boleh ditawar oleh manusia. Berbeda halnya kalau kita
mengatakan itu adalah pelanggaran etiket, karena etiket itu bersifat relatif. Mungkin dalam
kebudayaan (baca: tubuh) TNI tidak ada ruang untuk kritik, tapi dalam kebudayaan lain yang
sangat demokratis kritik menjadi sebuah keharusan sebagai alat kontrol terhadap sistem. Jadi
jelas sekali tidak ada pelanggaran etika disana, malahan yang terjadi adalah sebaliknya, seorang
perwira aktif TNI sedang melaksanakan etika dengan baik dan sungguh-sungguh, walaupun
beliau melanggar etiket di tubuh TNI. Referensi:
(http://cookeyzone.blogspot.com/2009/04/perbedaan-etika-dengan-etiket.html)
http://www.idonbiu.com/2009/04/pengertian-dan-perbedaan-etika-moral.html)

Selengkapnya : http://www.kompasiana.com/rezkisyahrir/adakah-pelanggaran-etika-dalam-
kasus-kol-pnb-ajie-suradji_550023588133112819fa7274

Anda mungkin juga menyukai