Anda di halaman 1dari 17

MAKALAH

PRAKTIKUM MIKROBIOLOGI AIR

PENGOLAHAN LIMBAH RUMAH SAKIT

Disusun oleh:
Nadia Aliyatul Izzah (13547)
M. Rizky Ramadhan (13554)
Alika Andjani Widada(13557)*
Faisal Habib Fajri (13972)
Kelompok :5
Asisten : 1. Rizky Desika Putri
2. Tri Utami
3. Zulfa Rosyidhana

LABORATORIUM MIKROBIOLOGI AIR


DEPARTEMEN MIKROBIOLOGI
FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS GADJAH MADA
YOGYAKARTA
2017
I. PENDAHULUAN
A. Latar belakang
Rumah sakit merupakan salah satu sarana kesehatan sebagai upaya untuk
memelihara dan meningkatkan kesehatan masyarakat. Rumah sakit tidak hanya
terdiri dari balai pengobatan dan tempat praktek dokter, tetapi juga dilengkapi
oleh unit-unit lain seperti dapur, laundry, laboratorium, farmasi, administrasi,
ruang operasi, pengolahan sampah dan limbah serta penyelenggaraan pendidikan
dan pelatihan. Dalam proses pelaksanaannya, rumah sakit akan menghasilkan
limbah yang terdiri dari limbah padat dan limbah cair. Limbah cair yang
dihasilkan rumah sakit umumnya berasal dari dua sumber, yaitu limbah proses
pelayanan rumah sakit dan limbah domestik. Limbah cair dari proses pelayanan
akan masuk ke saluran yang berada di rumah sakit untuk kemudian dialirkan ke
instalasi pengolahan air limbah. Kualitas air limbah menyatakan banyaknya
kontaminan yang terdapat dalam air limbah. Kontaminan dapat berupa
kontaminan fisik, kimia maupun biologi (Arfan et al., 2007).
Menurut Setyawan dan Hartini (2012), rumah sakit yang tidak memiliki
unit pengolahan limbah cair akan membuang limbah cairnya ke dalam septic tank
yang ada di setiap unit pelayanan. Kondisi ini menyebabkan meningkatnya
kandungan bakteri E. coli pada sumur-sumur galian di sekitarnya. Menurut Djaja
dan Maniksulistya (2006), WHO pada tahun 1999 melaporkan pernah terjadi 8
kasus pekerja kesehatan yang terinfeksi HIV, dua diantaranya adalah petugas yang
menangani limbah medis.
Dengan semakin bertambahnya jumlah pasien yang ditangani dan adanya
peningkatan kapasitas pelayanan dari sebuah rumah sakit, maka limbah yang
dihasilkan akan meningkat pula. Limbah ini dapat mengakibatkan lingkungan di
sekitar rumah sakit menjadi tercemar dan mengakibatkan gangguan kesehatan
pada manusia. Menurut Jang et al. (2006) disamping peranannya dalam
pengobatan dan pemeliharaan kesehatan, ternyata rumah sakit juga dapat
mengakibatkan dampak negatif apabila limbah yang dihasilkannya tidak dikelola
dengan benar. Sehingga perlu dilakukan pengolahan limbah rumah sakit yang
sempurna sebelum dibuang ke badan air.
B. Tujuan
Untuk mengetahui cara pengolahan limbah rumah sakit yang benar.
II. PENGOLAHAN LIMBAH RUMAH SAKIT
Limbah rumah sakit adalah limbah dengan kategori spesial karena
memiliki tingkat bahaya yang tinggi akibat karakteristiknya yang dapat
menyebabkan infeksi dan meracun. Para pekerja medis yang berurusan secara
langsung dengan pengolahan limbah rumah sakit ini memiliki tingkat resiko yang
sangat tinggi terhadap terjadinya infeksi atau keracunan. Walaupun limbah yang
dihasilkan oleh setiap rumah sakit berbeda, tetapi permasalahan yang dihadapi
oleh unit pelayanan kesehatan relatif sama dan terjadi pada semua tahapan
manajemen pengolahan limbah termasuk segregasi, pengumpulan, ekstraksi,
penyimpanan, pemindahan, pengolahan dan pembuangan (Tsakona et al., 2007).
Menurut Arfan et al., (2007) untuk mengolah parameter-parameter air
limbah, unit-unit pengolahan yang akan diterapkan terdiri dari unit pengolahan
pendahuluan, unit pengolahan primer, dan unit pengolahan sekunder. Pada
pengolahan primer dilakukan operasi fisik yang bertujuan untuk menyisihkan
padatan yang terapung maupun terlarut di dalam air limbah. Pengolahan primer
menyiapkan air limbah untuk memasuki tahapan pengolahan selanjutnya, yaitu
pengolahan sekunder. Dalam pengolahan sekunder digunakan proses biologi atau
kimia untuk menyisihkan sebagian besar kandungan organik dalam limbah air.
Sistem kerja unit pengolahan air limbah adalah air dari beberapa sumber
limbah dialirkan ke dalam saluran induk melalui inlet pengolahan, kemudian
dialirkan ke ruang sedimentasi dan buffel reaktor, selanjutnya dari buffel reaktor
air limbah mengalir ke dalam anaerobik filter. Pada ruang sedimentasi, buffel
reaktor dan anaerobik, air limbah mengalami proses degradasi oleh bakteri
anaerob dan mengalir secara gravitasi ke dalam ruang penampungan hasil
pengolahan anaerob. Dari bak penampungan anaerob air limbah mengalir secara
gravitasi ke unit horizontal sand filter plant. Di dalam unit horizontal sand filter
plant, ditanam rumput Phragnites SP, dan secara gravitasi limbah mengalir ke
dalam kolam indikator. Selanjutnya air limbah pengolahan setelah melalui kolam
indikator, secara gravitasi akan dialirkan ke dalam saluran umum. Air limbah yang
telah diolah secara biologi di dalam Instalasi Pengolahan Air Limbah (IPAL) akan
berkurang kadar pencemarannya dan memenuhi persyaratan nilai baku mutu,
sehingga dapat dibuang ke badan air (Setyawan dan Hartini, 2012).
Tabel 1. Standar baku mutu air limbah bagi usaha dan/atau kegiatan fasilitas
pelayanan kesehatan yang melakukan pengolahan limbah domestik (Permen-LH
No. 5 Tahun 2014)
Konsentrasi Paling Tinggi
Parameter
Nilai Satuan
Fisika
Suhu 38 C
Zat Padat Terlarut 2.000 mg/L
Zat Padat Tersuspensi 200 mg/L
Kimia
pH 69
BOD 50 mg/L
COD 80 mg/L
TSS 30 mg/L
Minyak dan Lemak 10 mg/L
MBAS 10 mg/L
Amonia Nitrogen 10 mg/L
Total Coliform 5.000 MPN/100 ml

Tabel 2. Standar baku mutu air limbah bagi usaha dan/atau kegiatan fasilitas
pelayanan kesehatan yang melakukan pengolahan limbah bahan
beracun/berbahaya (Permen-LH No. 5 Tahun 2014)
Konsentrasi Paling Tinggi
Parameter
Nilai Satuan
Fisika
Suhu 38 C
Zat Padat Terlarut 2.000 mg/L
Zat Padat Tersuspensi 200 mg/L
Kimia
pH 69
BOD 50 mg/L
COD 80 mg/L
TSS 30 mg/L
Minyak dan Lemak 10 mg/L
Senyawa aktif biru metilen (MBAS) 10 mg/L
Amonia Nitrogen 5 mg/L
Total Coliform 5.000 MPN/100 ml
Besi (Fe) terlarut 5 mg/L
Mangan (Mn) terlarut 2 mg/L
Barium (Ba) 2 mg/L
Tembaga (Cu) 2 mg/L
Seng (Zn) 5 mg/L
Krom valensi enam (Cr6+) 0,1 mg/L
Krom Total (Cr) 0,5 mg/L
Kadminum (Cd) 0,05 mg/L
Merkuri (Hg) 0,002 mg/L
Timbal (Pb) 0,1 mg/L
Stanum (Sn) 2 mg/L
Arsen (As) 0,1 mg/L
Selenium (Se) 0,05 mg/L
Nikel (Ni) 0,2 mg/L
Kobal (Co) 0,4 mg/L
Sianida (CN) 0,05 mg/L
Sulfida (S=) 0,05 mg/L
Fluorida (F-) 2 mg/L
Klorin bebas (Cl) 1 mg/L
Amoniak bebas (NH3-N) 1 mg/L
Nitrat (NO3-N) 20 mg/L
Nitrit (NO2-N) 1 mg/L
Fenol 0,5 mg/L
AOX 0,5 mg/L
PCBs 0,005 mg/L
PCDFs 10 mg/L
PCDDs 10 mg/L
Menurut US EPA (1991), limbah yang dihasilkan rumah sakit dapat
dibedakan menjadi beberapa kelompok, yaitu municipal wastes (kertas, sisa
makanan, kardus, dan lain-lain), darah manusia dan produk darah (plasma, kapas
darah, dan lain-lain), limbah mikrobiologi (kultur laboratorium, stok yang
mengandung patogen), limbah patologi (jaringan manusia, organ dan bagian tubuh
manusia, cairan), limbah isolasi (limbah dari pasien yang terjangkit penyakit
menular), benda tajam terkontaminasi dan tidak terkontaminasi (jarum suntik,
skalpel, jarum, dan lain-lain), limbah farmasi (produk farmasi yang telah
kadaluwarsa), limbah kimia (cairan pelarut dari laboratorium, senyawa kimia, dan
lain-lain), limbah genotoksik, limbah radioaktif, limbah dengan kandungan logam
berat tinggi (baterai, air raksa, dan lain-lain) dan limbah air. Pengolahan limbah
yang tidak sesuai dapat mengakibatkan permasalahan baru di lingkungan
sekitarnya, antara lain bahaya benda tajam yang terkontaminasi pada manusia,
perpindahan penyakit kepada manusia karena limbah isolasi serta keracunan
karena senyawa beracun dan berbahaya (Jang et al., 2006).
Menurut Pauwels dan Verstraete (2006), senyawa kimia paling penting
yang terdapat dalam air limbah rumah sakit adalah antibiotik, agen sitostatik,
anestesi, disinfektan, platinum, raksa, unsur-unsur kimia langka dan media yang
digunakan untuk X-ray. Selain itu ditemukan pula regulator lipida, analgesik,
antidepresan, antiepilepsi, antineoplastic, antipiretik, dan senyawa-senyawa lain
yang berkaitan dengan farmasi. Biodegradasi senyawa-senyawa tersebut masih
relatif rendah. Flokulasi dengan besi (III) klorida dan slow sand filtration tidak
dapat menghilangkan senyawa diklofenak, carbamazepine, clofibric dan
bezafibrate secara signifikan. Berbeda dengan ozonasi yang dapat secara efektif
menghilangkan carbamazepine dan diklofenak, mengurangi konsentrasi
bezafibrate dan primidone (Ternes et al., 2002). Penggunaan karbon aktif dapat
menghilangkan kandungan raksa hingga 99,8% dan tembaga hingga 90% pada
limbah rumah sakit (Cyr et al., 2002). Klorinasi yang dilakukan pada pengolahan
limbah dapat mengaktivasi strain mikrobia yang resisten terhadap antibiotik
sebanyak 7,5 x 103 CFU/ml (Pauwels dan Verstraete, 2006).
Jenis Limbah Rumah Sakit
Sampah dan limbah rumah sakit adalah semua sampah dan limbah yang
dihasilkan oleh kegiatan rumah sakit dan kegiatan penunjang lainnya. Apabila
dibanding dengan kegiatan instansi lain, maka dapat dikatakan bahwa jenis
sampah dan limbah rumah sakit dapat dikategorikan kompleks. Secara umum
sampah dan limbah rumah sakit dibagi dalam dua kelompok besar, yaitu sampah
atau limbah medis dan non medis baik padat maupun cair.
Limbah medis adalah yang berasal dari pelayanan medis, perawatan, gigi,
veterinari, farmasi atau sejenis, pengobatan, perawatan, penelitian atau pendidikan
yang menggunakan bahan-bahan beracun, infeksius berbahaya atau bisa
membahayakan kecuali jika dilakukan pengamanan tertentu. Bentuk limbah medis
bermacam-macam dan berdasarkan potensi yang terkandung di dalamnya dapat
dikelompokkan sebagai berikut:
1. Limbah benda tajam
Limbah benda tajam adalah obyek atau alat yang memiliki sudut tajam,
sisi, ujung atau bagian menonjol yang dapat memotong atau menusuk kulit seperti
jarum hipodermik, perlengkapan intravena, pipet pasteur, pecahan gelas, pisau
bedah. Semua benda tajam ini memiliki potensi bahaya dan dapat menyebabkan
cedera melalui sobekan atau tusukan. Benda-benda tajam yang terbuang mungkin
terkontaminasi oleh darah, cairan tubuh, bahan mikrobiologi, bahan beracun atau
radioaktif.
2. Limbah infeksius
Limbah infeksius mencakup pengertian sebagai berikut:
- Limbah yang berkaitan dengan pasien yang memerlukan isolasi penyakit
menular (perawatan intensif)
- Limbah laboratorium yang berkaitan dengan pemeriksaan mikrobiologi dari
poliklinik dan ruang perawatan/isolasi penyakit menular.
3. Limbah jaringan tubuh
Limbah jaringan tubuh meliputi organ, anggota badan, darah dan cairan
tubuh, biasanya dihasilkan pada saat pembedahan atau otopsi.
4. Limbah sitotoksik
Limbah sitotoksik adalah bahan yang terkontaminasi atau mungkin
terkontaminasi dengan obat sitotoksik selama peracikan, pengangkutan atau
tindakan terapi sitotoksik. Limbah yang terdapat limbah sitotoksik didalamnya
harus dibakar dalam incinerator dengan suhu diatas 1000 C
5. Limbah farmasi
Limbah farmasi ini dapat berasal dari obat-obat kadaluwarsa, obat-obat
yang terbuang karena batch yang tidak memenuhi spesifikasi atau kemasan yang
terkontaminasi, obat-obat yang dibuang oleh pasien atau dibuang oleh masyarakat,
obat-obat yang tidak lagi diperlukan oleh institusi yang bersangkutan dan limbah
yang dihasilkan selama produksi obat-obatan.
6. Limbah kimia
Limbah kimia adalah limbah yang dihasilkan dari penggunaan bahan
kimia dalam tindakan medis, veterinari, laboratorium, proses sterilisasi, dan riset.
7. Limbah radioaktif
Limbah radioaktif adalah bahan yang terkontaminasi dengan radio isotop
yang berasal dari penggunaan medis atau riset radio nukleida. Limbah ini dapat
berasal dari antara lain : tindakan kedokteran nuklir, radio-imunoassay dan
bakteriologis; dapat berbentuk padat, cair atau gas. Limbah cair yang dihasilkan
rumah sakit mempunyai karakteristik tertentu baik fisik, kimia dan biologi.
8. Limbah Plastik
Limbah plastik adalah bahan plastik yang dibuang oleh klinik, rumah sakit
dan sarana pelayanan kesehatan lain seperti barang-barang dissposable yang
terbuat dari plastik dan juga pelapis peralatan dan perlengkapan medis.
Selain sampah klinis, dari kegiatan penunjang rumah sakit juga
menghasilkan sampah non medis atau dapat disebut juga sampah non medis.
Sampah non medis ini bisa berasal dari kantor/administrasi kertas, unit pelayanan
(berupa karton, kaleng, botol), sampah dari ruang pasien, sisa makanan buangan;
sampah dapur (sisa pembungkus, sisa makanan/bahan makanan, sayur dan lain-
lain). Limbah cair yang dihasilkan rumah sakit mempunyai karakteristik tertentu
baik fisik, kimia dan biologi. Limbah rumah sakit bisa mengandung bermacam-
macam mikroorganisme, tergantung pada jenis rumah sakit, tingkat pengolahan
yang dilakukan sebelum dibuang dan jenis sarana yang ada (laboratorium, klinik
dll).
Tentu saja dari jenis-jenis mikroorganisme tersebut ada yang bersifat
patogen. Limbah rumah sakit seperti halnya limbah lain akan mengandung bahan-
bahan organik dan anorganik, yang tingkat kandungannya dapat ditentukan
dengan uji air kotor pada umumnya seperti BOD, COD, TTS, pH, mikrobiologik,
dan lainlain.
Melihat karakteristik yang ditimbulkan oleh buangan/limbah rumah sakit
seperti tersebut diatas, maka konsep pengelolaan lingkungan sebagai sebuah
sistem dengan berbagai proses manajemen didalamnya yang dikenal sebagai
Sistem Manajemen Lingkungan (Environmental Managemen System) dan
diadopsi Internasional Organization for Standar (ISO) sebagai salah satu
sertifikasi internasioanal di bidang pengelolaan lingkunan dengan nomor seri ISO
14001 perlu diterapkan di dalam Sistem Manajemen Lingkungan Rumah Sakit.
Pengelolaan Limbah Rumah Sakit
1. Limbah padat
Untuk memudahkan mengenal jenis limbah yang akan dimusnahkan, perlu
dilakukan penggolongan limbah. Dalam kaitan dengan pengelolaan, limbah medis
dikategorikan menjadi 5 golongan sebabagi berikut :
Golongan A :
- Dressing bedah, swab dan semua limbah terkontaminasi dari kamar bedah.
- Bahan-bahan kimia dari kasus penyakit infeksi.
- Seluruh jaringan tubuh manusia (terinfeksi maupun tidak), bangkai/jaringan
hewan dari laboratorium dan hal-hal lain yang berkaitan dengan swab dan
dreesing.
Golongan B :
- Syringe bekas, jarum, cartridge, pecahan gelas dan benda-benda tajam lainnya.
Golongan C :
- Limbah dari ruang laboratorium dan postpartum kecuali yang termasuk dalam
golongan A.
Golongan D :
- Limbah bahan kimia dan bahan-bahan farmasi tertentu.
Golongan E :
- Pelapis Bed-pan Disposable, urinoir, dan incontinence-pad.
Dalam pelaksanaan pengelolaan limbah medis perlu dilakukan pemisahan
penampungan, pengangkutan, dan pengelolaan limbah.
a. Pemisahan
Golongan A
Dressing bedah yang kotor, swab dan limbah lain yang terkontaminasi dari
ruang pengobatan hendaknya ditampung dalam bak penampungan limbah medis
yang mudah dijangkau bak sampah yang dilengkapi dengan pelapis pada tempat
produksi sampah. Kantong plastik tersebut hendaknya diambil paling sedikit satu
hari sekali atau bila sudah mencapai tiga perempat penuh. Kemudian diikat kuat
sebelum diangkut dan ditampung sementara di bak sampah klinis.
Bak sampah tersebut juga hendaknya diikat dengan kuat bila mencapai
tiga perempat penuh atau sebelum jadwal pengumpulan sampah. Sampah tersebut
kemudian dibuang dengan cara sebagai berikut :
1) Sampah dari haemodialisis
Sampah hendaknya dimasukkan dengan incinerator. Bisa juga digunakan
autoclaving,tetapi kantung harus dibuka dan dibuat sedemikian rupa sehingga uap
panas bisa menembus secara efektif. (Catatan: Autoclaving adalah pemanasan
dengan uap di bawah tekanan dengan tujuan sterilisasi terutama untuk limbah
infeksius).
2) Limbah dari unit lain :
Limbah hendaknya dimusnahkan dengan incinerator. Bila tidak mungkin
bisa menggunakan cara lain, misalnya dengan membuat sumur dalam yang aman.
Semua jaringan tubuh, plasenta dan lain-lain hendaknya ditampung pada bak
limbah medis atau kantong lain yang tepat kemudian dimusnahkan dengan
incinerator. Perkakas laboratorium yang terinfeksi hendaknya dimusnahkan
dengan incinerator. Incinerator harus dioperasikan di bawah pengawasan bagian
sanitasi atau bagian laboratorium.
Golongan B
Syringe, jarum dan cartridge hendaknya dibuang dengan keadaan tertutup.
Sampah ini hendaknya ditampung dalam bak tahan benda tajam yang bilamana
penuh (atau dengan interval maksimal tidak lebih dari satu minggu) hendaknya
diikat dan ditampung di dalam bak sampah klinis sebelum diangkut dan
dimasukkan dengan incinerator.
b. Penampungan
Sampah klinis hendaknya diangkut sesering mungkin sesuai dengan
kebutuhan. Sementara menunggu pengangkutan untuk dibawa ke incinerator atau
pengangkutan oleh dinas kebersihan (atau ketentuan yang ditunjuk), sampah
tersebut hendaknya :
1) Disimpan dalam kontainer yang memenuhi syarat.
2) Di lokasi/tempat yang strategis, merata dengan ukuran yang disesuaikan
dengan frekuensi pengumpulannya dengan kantong berkode warna yang telah
ditentukan secara terpisah.
3) Diletakkan pada tempat kering/mudah dikeringkan, lantai yang tidak rembes,
dan disediakan sarana pencuci.
4) Aman dari orang-orang yang tidak bertanggungjawab; dari binatang, dan bebas
dari infestasi serangga dan tikus.
5) Terjangkau oleh kendaraan pengumpul sampah (bila mungkin).
Sampah yang tidak berbahaya dengan penanganan pendahuluan (jadi bisa
digolongkan dalam sampan klinis), dapat ditampung bersama sampah lain sambil
menunggu pengangkutan.
c. Pengangkutan
Pengangkutan dibedakan menjadi dua yaitu pengangkutan intenal dan
eksternal. Pengangkutan internal berawal dari titik penampungan awal ke tempat
pembuangan atau ke incinerator (pengolahan on-site). Dalam pengangkutan
internal biasanya digunakan kereta dorong. Kereta atau troli yang digunakan
untuk pengangkutan sampah klinis harus didesain sedemikian rupa sehingga :
1) Permukaan harus licin, rata dan tidak tembus
2) Tidak akan menjadi sarang serangga
3) Mudah dibersihkan dan dikeringkan
4) Sampan tidak menempel pada alat angkut
5) Sampan mudah diisikan, diikat, dan dituang kembali
Bila tidak tersedia sarana setempat dan sampah klinis harus diangkut ke tempat
lain :
1) Harus disediakan bak terpisah dari sampah biasa dalam alat truk pengangkut.
Dan harus dilakukan upaya untuk men-cegah kontaminasi sampah lain yang
dibawa.
2) Harus dapat dijamin bahwa sampah dalam keadaan aman dan tidak terjadi
kebocoran atau tumpah.
2. Limbah Cair
Limbah rumah sakit mengandung bermacam-macam mikroorganisme,
bahan-bahan organik dan anorganik. Beberapa contoh fasilitas atau Unit
Pengelolaan Limbah (UPL) di rumah sakit antara lain sebagai berikut:
a. Kolam Stabilisasi Air Limbah (Waste Stabilization Pond System)
Sistem pengelolaan ini cukup efektif dan efisien kecuali masalah lahan,
karena kolam stabilisasi memerlukan lahan yang cukup luas; maka biasanya
dianjurkan untuk rumah sakit di luar kota (pedalaman) yang biasanya masih
mempunyai lahan yang cukup. Sistem ini terdiri dari bagian-bagian yang cukup
sederhana yakni :
1) Pump Swap (pompa air kotor).
2) Stabilization Pond (kolam stabilisasi) 2 buah.
3) Bak Klorinasi
4) Control room (ruang kontrol)
5) Inlet
6) Incinerator antara 2 kolam stabilisasi
7) Outlet dari kolam stabilisasi menuju sistem klorinasi.
b. Kolam oksidasi air limbah (Waste Oxidation Ditch Treatment System)
Sistem ini terpilih untuk pengolahan air limbah rumah sakit di kota, karena
tidak memerlukan lahan yang luas. Kolam oksidasi dibuat bulat atau elips, dan air
limbah dialirkan secara berputar agar ada kesempatan lebih lama berkontak
dengan oksigen dari udara (aerasi). Kemudian air limbah dialirkan ke bak
sedimentasi untuk mengendapkan benda padat dan lumpur. Selanjutnya air yang
sudah jernih masuk ke bak klorinasi sebelum dibuang ke selokan umum atau
sungai. Sedangkan lumpur yang mengendap diambil dan dikeringkan pada Sludge
drying bed (tempat pengeringan Lumpur). Sistem kolam oksidasi ini terdiri dari :
1) Pump Swap (pompa air kotor)
2) Oxidation Ditch (pompa air kotor)
3) Sedimentation Tank (bak pengendapan)
4) Chlorination Tank (bak klorinasi)
5) Sludge Drying Bed ( tempat pengeringan lumpur, biasanya 1-2 petak).
6) Control Room (ruang kontrol)
c. Anaerobic Filter Treatment System
Sistem pengolahan melalui proses pembusukan anaerobik melalui
filter/saringan, air limbah tersebut sebelumnya telah mengalami pretreatment
dengan septic tank (inchaff tank). Proses anaerobic filter treatment biasanya akan
menghasilkan effluent yang mengandung zat-zat asam organik dan senyawa
anorganik yang memerlukan klor lebih banyak untuk proses oksidasinya. Oleh
sebab itu sebelum effluent dialirkan ke bak klorida ditampung dulu di bak
stabilisasi untuk memberikan kesempatan oksidasi zat-zat tersebut di atas,
sehingga akan menurunkan jumlah klorin yang dibutuhkan pada proses klorinasi
nanti. Sistem Anaerobic Treatment terdiri dari komponen-komponen antara lain
sebagai berikut :
1) Pump Swap (pompa air kotor)
2) Septic Tank (inhaff tank)
3) Anaerobic filter.
4) Stabilization tank (bak stabilisasi)
5) Chlorination tank (bak klorinasi)
6) Sludge drying bed (tempat pengeringan lumpur)
7) Control room (ruang kontrol)
Sesuai dengan debit air buangan dari rumah sakit yang juga tergantung
dari besar kecilnya rumah sakit, atau jumlah tempat tidur, maka kontruksi
Anaerobic Filter Treatment Systemdapat disesuaikan dengan kebutuhan tersebut,
misalnya :
1) Volume septic tank
2) Jumlah anaerobic filter
3) Volume stabilization tank
4) Jumlah chlorination tank
5) Jumlah sludge drying bed
6) Perkiraan luas lahan yang diperlukan
d. Pengelolaan limbah dan pembuangan limbah
nah yang ini masih kurang yaa, pengelolaan limbah dan pembuangan limbahnya

nb: nanti ditambahkan aja ya dafpusnya, untuk pengelolaan limbahnya:


Permenkes RI nomor: 1204/MENKES/SK/X/2004 Tentang Persyaratan Kesehatan
Lingkungan Rumah Sakit

Nb part 2: bahasa asingnya jangan lupa dibikin italic yaa (miring)


III. PENUTUP
Kesimpulan
DAFTAR PUSTAKA

Arfan, H.H., Zubair, A. dan Alpryono. 2007. Studi instalasi pengolahan air limbah
RSUP Dr. Wahidin Sudirohusodo. Jurnal Penelitian Teknik Sipil.

Cyr, P.J., Suri, R.P.S. and Helmig, E.D. 2002. A pilot scale evaluation of removal
of mercury from pharmaceutical wastewater using granular activated
carbon. Wat. Res. 36: 4725-4734.

Djaja, I.M. dan Maniksulistya, D. 2006. Gambaran pengelolaan limbah cair di


rumah sakit X Jakarta. Makara Kesehatan 10: 60-63.

Jang, Y.C., Lee, C., Yoon, O.S., Kim, H. 2006. Medical waste management in
Korea. Journal of Environmental Management 80: 107-115.

Pauwels, B. and Verstraete, W. 2006. The treatment of hospital wastewater: an


appraisal. Journal of Water and Health 4: 405-416.

Peraturan Menteri Lingkungan Hidup Republik Indonesia. Permen-


LH/5/XLIV/2014. Kementerian Lingkungan Hidup Republik Indonesia.
Jakarta.

Setyawan, A.B dan Hartini, E. 2012. Evaluasi pengolahan limbah cair rumah sakit
dengan sistem bionatural. Jurnal Visikes 11: 70-79.

Ternes, T.A., Meisenheimer, M., McDowell, D., Sacher, F., Haist-Gulde, B.,
Preuss, G., Wilme, U and Zulei-Seibert, N. 2002. Removal of
pharmaceuticals during drinking water treatment. Environ. Sci. Technol.
36: 3855-3863.

Tsakona, M., Anagnostopoulou, E., Gidarakos, E. 2007. Hospital waste


management and toxicity evaluation a case study. Waste Management 27:
912-920.

US EPA. United States Environmental Protection Agency Office of Solid Wastes.


1991. Medical Waste Management and Disposal, Pollution Technology
Review No. 200. Noyes Data Corp. USA.

Anda mungkin juga menyukai