Anda di halaman 1dari 7

TUGAS UJIAN AKHIR SEMESTER (UAS)

MATA KULIAH MAHKAMAH KONSTITUSI

Laporan Hasil Pemeriksaan Surat Permohonan Mahkamah Konstitusi

Yang Diajukan Oleh

Khairil Hafidz sebagai Pemohon

Disusun Oleh :

M Fadliyannur
1408015031

KELAS A/2014

FAKULTAS HUKUM
UNIVERSITAS MULAWARMAN
SAMARINDA
2016

KATA PENGANTAR
Puja dan puji syukur kita panjatkan kehadirat ALLAH SWT yang telah
memberikan rahmat dan hidayah-Nya sehingga saya dapat menyelesaikan tugas
laporan akhir ujian akhir semester (UAS) dengan judul Laporan Hasil
Pemeriksaan Surat Permohonan Mahkamah Konstitusi Yang Diajukan
Oleh Khairil Hafidz.

Penulisan laporan ini diajukan untuk memenuhi salah satu syarat penilaian
terakhir ujian akhir semester dari matakuliah Mahkamah konstitusi. Dalam
penulisan laporan ini tidak terlepas dari hambatan dan kesulitan, namun berkat
bimbingan, bantuan, nasihat dan saran khususnya dosen matakuliah Mahkamah
Konstitusi.

Dalam penulisan Laporan ini tentunya tidak lepas dari kekurangan, baik
aspek kualitas maupun aspek kuantitas dari materi yang disajikan. Semua ini
Karena keterbatasan dari waktu yang diberikan tugasnya.

Saya menyadari bahwa laporan ini jauh dari sempurna sehingga saya
membutuhkan kritik dan saran yang bersifat membangun untuk kemajuan saya
dimasa mendatang. Saya mengucapkan banyak-banyak terimakasih kepada
bapak dan ibu dosen:

1. Insan Tajali Nur.SH.MH


2. Dr.Rosmini.SH.MH

Terakhir semoga segala materi dan pembelajaran yang telah diberikan


bapak dan ibu dosen menjadi amal soleh dan senantiasa mendapat Ridho ALLAH
SWT. Sehigga pada akhirnya laporan ini dapat bermanfaat bagi kita semua yang
membacanya.

Samarinda, 28 Desember
2016

M FADLIYANNUR
1.1 Latar Belakang
Hukum Acara Mahkamah Konstitusi merupakan hukum acara
sengketa/perselisihan yang digunakan oleh mahkamah konstitusi sebagai
memutus sengketa melalui kegiatan hakim (peradilan) untuk menerapkan
hukum dan menemukan hukum in concreto, sehingga berfungsi untuk
menjamin ditaatinya hukum materil. Dengan demikian, terlihat benang
merah tentang kedudukan dan hubungan antara hukum materil dengan
hukum formil.

Dari tugas surat permohonan ke mahkamah konstitusi yang dikerjakan


oleh M.Fadliyanur tentang Pengujian Pasal 106 ayat (1) Undang-Undang
Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintah Daerah, serta pasal 3 dan pasal
4 huruf b Peraturan Mahkamah Konstitusi Nomor 15 2008 tantang
Pedoman Beracara dalam perselisihan Hasil pemilihan umum kepala
daerah (PMK 15/2008). terhadap Undang-Undang Dasar Republik
Indonesia Tahun 1945. perlu diketahui bahwa undang-undang merupakan
sebuah produk politik. Membentuk atau membuat sebuah undang-undang
adalah sebuah pekerjaan yang mengandung kepentingan politik. Yaitu
ketika proses dalam membentuk Undang-undang ini berada di dalam
ruang politik, maka akan muncul potensi undang-undang yang sarat akan
muatan politik. Dampaknya undang-undang yang berpotensi bertentangan
dengan UUD yaitu melanggar hak-hak dasar warga negara yang telah
dijamin dalam UUD. Padahal undang-undang itu mempunyai kekuatan
mengikat yang memaksa. Oleh karena itulah perlu adanya sebuah
mekanisme perlindungan hak-hak konstitusional warga. Hak konstitusional
adalah hak yang diatur didalam UUD. Menguji undang-undang inilah baik
dari segi formil maupun materiil merupakan salah satu bentuk upaya
perlindungan hak konstitusional warga Negara.

Didalam Undang-undang Nomor 24 Tahun 2003 Tentang Mahkamah


Konstitusi dalam prosedur berperkara di mahkamah konstitusi tentu salah
satu syarat utamanya yaitu adalah melakukan pengajuan permohonan
maka didalam penulisan dari sebuah surat permohonan ke mahkamah
konstitusi, Terdapat masih banyak kesalahan dalam sistematis dan
mekanismenya cara penulisan dari surat permohonan baik dan benar,
didalam sebuah slide oleh bapak Insan Tajali Nur.SH.MH disebutkan bahwa
dalam alur pengajuan permohonan terdapat beberapa mekanisme yang
baik dan benar yaitu adalah sebagai berikut:

Ditulis dalam bahasa indonesia


Ditandatangani oleh pemohon/kuasanya
Diajukan dalam 12 rangkap
Jenis perkara
Sistematika:
Identitas (nama dan alamat pemohon) serta legal standing
pemohon
Posita (uraian mengenai perihal yang menjadi dasar
permohonan)
Kewenangan Mahkamah Konstitusi
Kedudukan Hukum
Pokok Permohonan
Petitum (hal-hal yang diminta untuk diputus)
Disertai bukti pendukung (terutama bukti diri pemohon dan daftar ahli
dan/atau saksi yang akan didengar)

Didalam hukum acara mahkamah konstitusi di undang-undang nomor


24 tahun 2003 tentang mahkamah konstitusi ada 12 bagian dan salah
satu bagiannya menjelaskan tentang pengajuan permohonan yaitu bagian
kedua meyebutkan tentang pengajuan permohonan pada Pasal 29 Ayat (1)
s/d, Pasal 30, Pasal 31 Ayat (1) s/d (2). Maka dari itu sebagai dasar dari
saya sebagai pembuat laporan untuk menganalisis tugas teman saya
M.Fadliyanur saya berpatok atau berdasar dari hal tersebut namun bisa
juga dalam menganalisis mendapatkan dasar-dasar baru lagi dalam
menilai dan menganalisis menjadikan sebuah laporan dari tugas surat
permohonan Khairil Hafidz.
ISI LAPORAN

Pasal 24 C ayat (1) UUD mengatur tentang 4 (empat) kewenangan konstitusional


Mahkamah Konstitusi, meliputi:

1) Menguji undang-undang terhadap UUD 1945


2) Memutus sengketa kewenangan lembaga negara yang kewenangannya
diberikan oleh UUD
3) Memutus pembubaran partai politik
4) Memutus perselisihan tentang hasil pemilihan umum dan Pilkada

Sesuai dengan yang dijelaskan diatas maka Lely Mayangsari Zebua


memilih point nomor satu yaitu tentang Permohonan Pengujian Pasal 106
ayat (1) Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintah
Daerah, serta pasal 3 dan pasal 4 huruf b Peraturan Mahkamah Konstitusi
Nomor 15 2008 tantang Pedoman Beracara dalam perselisihan Hasil
pemilihan umum kepala daerah (PMK 15/2008). terhadap Undang-Undang
Dasar Republik Indonesia Tahun 1945.

Di dalam melakukan pengajuan permohonan ada beberapa syarat yang


harus diperhatikan, hal tersebut sesuai dengan apa yang tercantum di dalam
pasal 29-31 Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2003 Tentang Mahkamah
Konstitusi.

Yang dimana di dalam pasal 29 dijelaskan bahwa Permohonan yang


diajukan secara tertulis dalam bahasa Indonesia oleh pemohon atau kuasa
hukumnya kepada Mahkamah Konstitusi. Permohonan tersebut
ditandatangani oleh pemohon atau kuasa hukumnya dalam 12 rangkap.
Pemohon sebagaimana yang tercantum di dalam pasal 51 Undang-Undang
Nomor 24 Tahun 2003 Mahkamah Konstitusi adalah pihak yang
menganggap hak dan/atau kewenangan konstitusionalnya dirugikan oleh
berlakunya undang-undang, yaitu:
a. Perorangan Warga Negara Indonesia.
b. Kesatuan masyarakat hukum adat sepanjang masih hidup dan sesuai
dengan perkembangan dan prinsip Negara Kesatuan Republik
Indonesia yang diatur dalam undang-undang.
c. Badan hukum publik atau privat.
d. Lembaga negara.

Sesuai dengan apa yang telah dijelaskan diatas maka di dalam surat
permohonan yang telah diajukan oleh Khairil Hafidz, maka hal tersebut sesuai
dengan point a selaku Perorangan Warga Negara Indonesia.

Selanjutnya menjelaskan bahwa surat Permohonan itu harus diajukan


secara tertulis dan dalam bahasa Indonesia. Maka dilihat dari surat yang
diajukan oleh Khairil Hafidz telah sesuai dengan apa yang menjadi menjadi
syarat di dalam mengajukan surat Permohonan. Maka selanjutnya harus
ditandatangani oleh pemohon atau kuasa hukumnya.
Selanjutnya bahwa dilihat dari pasal 31 Undang-Undang Nomor 24 Tahun
2003 Tentang Mahkamah Konstitusi maka di dalam surat Permohonan
tersebut sekurang-kurangnya harus memuat:
a. Identitas (nama & alamat pemohon)
b. Posita (uraian mengenai perihal yang menjadi dasar permohonan)
c. Petitum (hal-hal yang diminta untuk diputus)
Bahwa jika dilihat dari surat Permohonan yang diajukan oleh Khairil Hafidz
maka syarat pengajuan permohonan yang dijelaskan di atas pada point a
telah memenuhi syarat.
Selanjutnya bahwa pada point b yaitu posita, di dalam surat yang diajukan
Khairil Hafidz telah sesuai dengan undang-undang yang berlaku karena
telah mencantumkan uraian perihal dasar permohonan dalam surat
Permohonannya.
Dan yang terakhir point c mengenai petitum, di dalam surat Permohonan
Khairil Hafidz telah sesuai dan ada dituliskan di dalam surat
Permohonannya.
CATATAN HASIL LAPORAN

Setelah saya lihat dari penulisan dan isi petitum permohonan tugas Khairil
Hafidz yang saya baca sudah benar dan memenuhi standar pembuatan surat
permohonan pengajuan ke mahkamah konstitusi yaitu di undang-undang nomor
24 tahun 2003 tentang mahkamah konstitusi.

Surat Permohonan yang diajukan oleh Khairil Hafidz telah memenuhi syarat
formil yang mana sudah diatur dalam Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2003
Tentang Mahkamah Konstitusi. Namun walaupun sudah memenuhi syarat formil,
saya masih merasa kurang sempurna dari surat yang diajukan oleh Khairil
Hafidz, dan yang menjadi kekurangan dari surat Permohonan ini adalah:

1. Tidak ditandatangani oleh pemohon yang mana Khairil Hafidz selaku


pemohon.
2. Tidak ada nomor halaman di setiap lembaran surat Permohonan.

Sekian hasil laporan yang telah saya buat, saya yakin laporan yang saya buat
masih jauh dari kata sempurna. Yang menjadi hal terpenting adalah bahwa
dalam menulis laporan ini saya bisa mengerti dan memahami dari tujuan tugas
dan semua materi yang diberi oleh dosen Dr.Rosmini.SH.MH selaku dosen mata
kuliah Hukum Acara Mahkamah Konstitusi.

Sekian dari saya, semoga kita dapat berbagi ilmu dengan membaca
apabila ada kata-kata yang membuat pembaca merasa tidak nyaman untuk
dibaca mohon dimaafkan. Terima kasih.

Anda mungkin juga menyukai