Anda di halaman 1dari 14

BAB IV

HASIL DA N PEMBAHASAN

A. HASIL PENELITIAN

1. Uji Larvasida

Pada penelitian uji efektivitas larvasida ekstrak daun pandan (Pandanus


amaryllifolius Roxb) terhadap larva Aedes albopictus terdiri dari 4 konsentrasi
perlakuan yang berbeda (0,25%; 0,5%; 0,75% dan 1%) dan 2 kontrol yaitu
kontrol positif (Abate 1%) dan kontrol negatif (aquadest). Kemudian masing-
masing perlakuan diamati setiap 1 jam, 2 jam, 3 jam, 4 jam, 5 jam, 6 jam, 7
jam dan 24 jam. Berikut ini adalah data jumlah mortalitas larva Aedes
albopictus setelah pemberian perlakuan:

Tabel 4.1 Jumlah mortalitas larva Aedes albopictus Pada Pengulangan Berbagai
Kelompok Konsentrasi

27
28

Kon- Re Waktu Pengamatan (Jam)


pli
-
sentrasi ka 1 2 3 4 5 6
si
kontrol (-) 1 0 0 0 0 0 0

2 0 0 0 0 0 0

3 0 0 0 0 0 0

4 0 0 0 0 0 0

0.25% 1 0 0 0 0 1 5

2 0 0 0 0 1 0
29

3 0 0 0 0 0 0

4 0 1 1 1 2 3

0.50% 1 0 0 1 2 6 7

2 0 1 1 1 2 2

3 0 0 0 2 2 2

4 0 0 0 0 1 4

0,75% 1 0 6 1 1 1 1
1 3 3 6
2 0 5 1 1 1 2
0 0 3 0
3 0 3 4 5 6 9

4 0 3 5 7 7 1
4
1% 1 4 1 1 1 1 2
0 1 2 8 1
2 7 1 1 1 1 2
2 2 4 7 5
3 5 7 7 7 1 1
4 9
4 2 6 6 7 7 8

kontrol (+) 1 1 2 2 2 2 2
3 5 5 5 5 5
2 2 2 2 2 2 2
3 5 5 5 5 5
3 2 2 2 2 2 2
1 5 5 5 5 5
4 1 2 2 2 2 2
30

0 5 5 5 5 5

Hasil pada tabel 4.1 menunjukkan bahwa semua konsentrasi ekstrak daun
pandan (Pandanus amaryllifolis Roxb) dapat membunuh larva Aedes albopictus
dengan persentase yang berbeda-beda. Pada konsentrasi 0,25 % rata-rata
jumlah mortalitas larva sebesar 23%. Sedangkan pada konsentrasi 0,50%;
0,75%; 1% rata-rata mortalitas larva berturut-turut sebesar 31%, 86%, 98%.
Selanjutnya pada kelompok kontrol negatif rata-rata jumlah mortalitas larva
adalah 0% dan kelompok kontrol positif rata-rata jumlah mortalitas larva
sebesar 100%.

Uji statistik yang digunakan adalah One-way Anova, namun sebelumnya


harus dilakukan uji normalitas dan uji homogenitas. Keduanya merupakan
syarat wajib sebelum menggunan One Way Anova. Kriteria sebaran data
dikatakan normal jika nilai p > 0,05. Berikut hasil uji Shapiro-Wilk:

Tabel 4.2 Uji Shapiro-Wilk

Konsentrasi Nilai
Perlakuan p=
0,25% 0,984
0,50% 0,252
0,75% 0,970
1% 0,001

Hasil pada tabel 4.2 uji ShapiroWilk menunjukkan bahwa terdapat data
tidak berdistribusi normal yaitu nilai p < 0.05. Dari data yang tidak
berdistribusi normal maka dilakukan transormasi data yang bertujuan untuk
menormalkan distribusi data. Namun hasil yang didapatkan masih terdapat
beberapa data tidak berdistribusi normal (lampiran 1), sehingga uji
homogenitas tidak dapat dilanjutkan.

Karena syarat One-way Anova tidak terpenuhi maka alternatifnya dipilih


uji Kruskal-Wallis. Uji ini digunakan untuk mengetahui apakah terdapat
31

perbedaan rata-rata kematian larva instar III pada berbagai kelompok


perlakuan. Berikut hasil uji Kruskal-Wallis:

Nilai p =
0,004

Dari hasil uji Kruskal Wallis nilai p<0,05 yang artinya paling tidak
terdapat perbedaan rata-rata kematian larva dari berbagai macam konsentrasi.
Selanjutnya untuk mengetahui kelompok mana yang mempunyai perbedaan
dilakukan uji Mann-Whitney. Jadi dilakukan uji Mann-Whitney antara
kelompok kontrol negatif dengan kelompok konsentrai 0,25%; 0,50%;
0,75%; 1% dan antara kelompok kontrol positif dengan kelompok konsentrasi
0,25%; 0,50%; 0, 75%; 1%. Berikut hasil uji Mann-Whitney:

Tabel 4.3 Uji Mann-Whitney

Asymp. Sig
Kontrol
negatif &
0,014
konsentrasi
0,25%
Kontrol
negatif &
0,013
konsentrasi
0,50%
Kontrol
negatif &
0,014
konsentrasi
0,75%
Kontrol
negatif &
0,011
konsentrasi
1%
kontrol positif
&
0,014
konsentrasi
0,25%
32

kontrol positif
&
0,013
konsentrasi
0,50%
kontrol positif
&
0,014
konsentrasi
0,75%
kontrol positif
&
0,317
konsentrasi
1%

Hasil tabel 4.3 uji Mann-Whitney antara kelompok kontrol negatif dan
kelompok konsentrasi 0,25%; 0,50%; 0,75%; 1% menujukkan nilai p< 0,05
yang artinya terdapat perbedaan rata-rata mortalitas larva antara kelompok
kontrol negatif dengan kelompok konsentrasi 0,25%; 0,50%; 0,75%; 1%..
Selanjutnya antara kelompok kontrol positif dengan kelompok konsentrasi
0,25%; 0,50%; 0,75% hasil yang didapatkan nilap p< 0,05 yang artinya
terdapat perbedaan rata-rata jumlah larva yang mati antara kelompok kontrol
positif dengan kelompok konsentrasi 0,25%; 0,50%; 0,75%, sedangkan antara
kelompok kontrol positif dengan kelompok konsentrasi 1% nilai p> 0,05 yang
artinya tidak terdapat perbedaan jumlah larva yang mati antara kelompok
kontrol positif dan kelompok konsentrasi 1%.

Selanjutnya uji analisis probit untuk mengetahui LC50 dan LT50 dari masing-
masing kelompok uji.

Analisis data selanjutnya adalah analisis regresi Probit untuk menentukan


efektivitas konsentrasi daun widuri (Calotropis gigantea) dengan cara
menentukan lethal consentration 50% (LC50). Adapun nilai LC50 yang didapatkan
adalah:
33

Tabel 4.5 Nilai analisis Probit LC50 ekstrak daun widuri (Calotropis gigantea)
Nilai Batas atas Batas bawah
LC50 (ppm) 1117,530 979,449 1326,201

Pada tabel 4.5 diperoleh konsentrasi efektif ekstrak daun widuri (Calotropis
gigantea) yang membuat mortalitas larva nyamuk Aedes albopictus sebesar 50%
adalah 1117,530 ppm.

B. PEMBAHASAN

Demam berdarah dengue merupakan salah satu penyakit menular


berbahaya yang dapat menyebabkan kematian yang disebabkan oleh virus dengue.
Virus inii ditularkan ke dalam tubuh manusia melalui perantara nyamuk Aedes
aegypti dan Aedes albopictus (Lestari, 2007). Farmaka, Vol. 5 No. 3, Desember
2007 EPIDEMIOLOGI DAN PENCEGAHAN DEMAM BERDARAH DENGUE
(DBD)DI INDONESIA

Telah dilakukan beberapa upaya dalam pemberantasan penyakit ini namun


masih belum mampu mekan peningkatan jumlah kasus DBD. Beberpa upaya yang
telah dilakukan seperti pelaporan, pencegahan, pertolongan penderita,
pengendalian vektor, dan pemberantasan sarang nyamuk (Dinas Kesehatan,2010).

Program pengendalian vektor DBD sampai saat ini masih banyak


menggunakan insektisida kimiawi yang mencakup insektisida terhadap jentik
nyamuk dan pengasapan ruangan. Penggunaan insektisida tidak baik dalam jangka
waktu yang lama karena dapat memberikan dampak negatif seperti pencemaran
air dan tanah, kematian hewan yang bukan sasaran, keracunan pada manusia serta
kemungkinan menimbulkan resistensi pada jentik dan nyamuk. Oleh karena itu
dibutuhkan alternatif lain untuk memberantas penyakit DBD seperti penggunaan
tumbuhan yang aman digunakan dalam jangka waktu yang lama.

Salah satu tumbuhan yang mengandung zat aktif dan dapat membunuh
nyamuk dan larvanya adalah daun pandan. Hal ini dibuktikan pada penelitian
Pratama et al (2009) bahwa daun pandan (Pandanus amaryllifolius Roxb)
memiliki pengaruh terhadap kematian larva nyamuk Aedes aegypti. Ini terjadi
karena terdapat senyawa saponin dan polifenol pada ekstrak daun pandan yang
berkerja sebagai racun perut dan racun pernafasan yang masuk melalui mulut dan
akhirnya meracuni larva hingga mati.Masih banyak senyawa yang terdapat pada
daun pandan yang dapat membunuh larva selain saponin dan polifenol. Senyawa
lain tersebut adalah alkaloid, flavonoid, tanin (Prasetyowati,2007).
34

Pada penelitian ini peneliti ingin membuktikan apakah daun pandan


(pandanus amaryllifolius Roxb) mempunyai efek larvasida terhadap larva nyamuk
Aedes albopictus. Aedes albopictus merupakan vektor sekunder pada penularan
virus dengue. Penelitian yang dilakukan oleh Rosa (2007) di Bandar Lampung,
menyatakan bahwa Aedes albopitus tempat perindukannya berada di luar rumah
yang terdiri dari 6 jenis perindukan seperti kolam ikan, ban bekas tempat minum
burung, pelepeh tanaman, bekas kaleng cat, dan pot tanaman air. Hal yang sama
juga didapatkan oleh Riandi et al (2011) bahwa larva dan pupa Aedes albopictus
lebih banyak ditemukan di luar rumah dari pada di dalam rumah.

Pertama-tama yang dilakukan peneliti adalah membuat ekstrak daun pandan


dengan tekhnik maserasi menggunakan etanol 96%. Pembuatan ekstrak dilakukan
1 minggu dengan melewati proses pencucian, pengeringan, maserasi, dan
penguapan sampai mendapatkan ekstrak kental dan pekat. pada penelitian ini tidak
dilakukan uji fitokimia untuk mengetahui senyawa yang terkandung dalam daun
pandan. Sehingga peneliti hanya berdasarkan pada penelitian sebelumnya yang
dilakukan oleh Prasetyowati (2007) bahwa terdapat senyawa kimia terkandung
dalam daun pandan yang dapat dimanfaatkan sebagai larvasida yaitu saponin,
alkaloid, dan flavonoid

Selanjutnya Uji larvasida dibagi menjadi 4 kelompok perlakuan dengan


konsentrasi 0,25%; 0,50%, 0,75%; 1% dan 2 kelompok kontrol yaitu kelompok
kontrol negatif (air) dan kelompok kontrol positif (abate). Temefos 1%( Abate)
telah digunakan sejak tahun 1976 di Indonesia dan telah dipakai secara massal
untuk memberantas Aedes aegypti (Gafur et al 2006, disitasi oleh Panghiyangani
et al, 2009).(jurnal ekstrak daun dewa blm buat pustakanya. Masing-masing
konsentrasi ekstrak daun pandan diencerkan dengan menggunakan air
menggunakan rumus:

M1xV1 = M2x V2

dimana M1 = konsentrasi larutan yang diencerkan

V1 = volume larutan standar yang diinginkan

M2 = konsentrasi larutan pengenceran

V2 = volume larutan pengenceran

Jika konsentrasi 0,25%, maka

1% x V1 = 0,25% x 200ml

V1 = 50ml
35

50 ml ekstrak daun pandan diencerkan dengan 150ml air

Jika konsentrasi 0,50%, maka

1% x V1 = 0,50% x 200ml

V1 = 100ml

100 ml ekstrak daun pandan diencerkan dengan 100ml air

Jika konsentrasi 0,75%, maka

1% x V1 = 0,75% x 200ml

V1 = 175ml

175 ml ekstrak daun pandan diencerkan dengan 25ml air

Jika konsentrasi 1%, maka

1% x V1 = 0,25% x 200ml

V1 = 200ml, tanpa pengenceran

Setelah itu, menyiapkan kontainer pengujian sebanyak 24. Jumlah ini


didapatkan melalui perhitungan jumlah kelompok uji dan kontrol x jumlah
replikasi= 6x4= 24 Kontainer. Selanjutnya mengisi kontainer dengan ekstrak daun
pandan yang telah diencerkan sesuai konsentrasi perlakuan. Kemudian sebanyak
25 larva Aedes albopictus instar III dimasukkan ke dalam kontainer uji
menggunakan alat penapis. Melakukan pengamatan larva yang mati pada 1 jam,
2jam, 3jam, 4jam, 5jam, 6jam, 7jam, dan 24jam.

Pengujian larvasida pada penelitian ini dilakukan dengan cara menyiapkan


konsentrasi uji yaitu 150 ppm, 300 ppm, 600 ppm dan 1200 ppm. Serta kontrol
negatif (air tanpa perlakuan) dan kontrol positif (Abate 1 ppm) untuk menentukan
rentang aktifitas materi uji (WHO, 2005).
Kemudian menyiapkan larva nyamuk Aedes albopictus sebanyak 25 larva
instar tiga yang dimasukkan ke dalam wadah pengujian menggunakan screen
loops atau alat penapis. Wadah pengujian merupakan wadah gelas transparan yang
berisi 100-200 ml air dengan kedalam air 5cm atau 10 cm, jika lebih dari 10 cm
akan menyebabkan kematian larva (WHO, 2005).
36

Waktu pengamatan efek larvasida dilakukan pada 1 jam, 2 jam, 3 jam, 4 jam,
5 jam, 6 jam, 8 jam dan 24 jam. Waktu pengamatan 24 jam merupakan standar
yang ditetapkan WHO untuk pengujian larvasida, dimana pengujian larvasida
harus melalui sebuah photoperiod yaitu 12 jam terang diikuti 12 jam gelap
(WHO,2005). Pada waktu pengamatan, larva yang mati dicatat dan setelah 24
jam dihitung persentase mortalitas. Larva dikatakan mati bila tidak bergerak dan
tidak memberikan respon ketika di stimulus dengan pipet.
Jika lebih dari 10% larva kontrol (-) menjadi pupa dalam rangkaian penelitian,
maka hasil uji harus dibuang dan penelitian harus diulang. Jika mortalitas kontrol
negatif (-) antara 5% dan 20%, mortalitas kelompok perlakuan harus dikoreksi
menggunakan Abbotts formula (WHO,2005).
Pada penelitian ini hasil pengamatan mortalitas larva Aedes albopictus dapat
dilihat pada tabel (4.1). Replikasi yang digunakan pada penelitian ini adalah
sebanyak 5 kali, sehingga total larva yang digunakan pada setiap konsentrasi
adalah 125 larva. Pada tabel (4.1) terlihat pada konsentrasi 150 ppm persentase
mortalitas larva sebanyak 7,2 %. Kematian larva dimulai pada waktu pengamatan
6 jam sebanyak 2 larva, 8 jam sebanyka 3 larva dan 24 jam sebanyak 9 larva. Pada
konsentrasi 300 ppm persentase mortalitas larva 9,6 %, kematian larva dimulai
pada waktu pengamatan 6 jam sebanyak 2 larva, 8 jam sebanyak 8 larva dan 24
jam sebanyak 12 larva. Pada konsentrasi 600 ppm, persentase mortalitas sebanyak
14,4 %. Kematian larva dimulai pada waktu pengamatan 4 jam sebanyak 2 larva,
5 jam sebanyak 4 larva, 6 jam sebanyak 6 larva, 8 jam sebanyak 10 larva dan 24
jam sebanyak 18 larva. Sedangkan pada konsentrasi 1200 ppm persentase
mortalitas sebanyak 66,4%. Kematian larva dimulai pada waktu pengamatan 1
jam sebanyak 3 larva, 2 jam sebanyak 7 larva, 3 jam sebanyak 11 larva, 4 jam
sebanyak 16 larva, 5 jam sebanyak 26 larva, 8 jam sebanyak 30 larva dan pada 24
jam sebanyak 83 larva.
Pada kontrol positif (+) persentase mortalitas larva adalah 100 %. Artinya
semua larva mati pada kontrol positif dan efek larvasida sudah mulai terlihat pada
waktu pengamatan 1 jam (tabel 4.2). Sedangkan pada kontrol (-) persentase
mortalitas larva adalah 6,4 %. Terdapat kematian larva pada 24 jam sebanyak 8
37

larva. Oleh karena persentase mortalitas >5 % dan < 20%, maka harus dilakukan
koreksi mortalitas dengan menggunakan formula abbot.
Analisis data selanjutnya adalah uji hipotesis dengan menggunakan repeated
Anova. Adapuan syarat uji yang harus dipenuhi terlebih dahulu pada uji repeated
Anova yaitu dilakukan uji distribusi data, meliputi uji normalitas dan homogenitas
data. Namun hasil analisis uji normalitas dengan menggunakan uji Shapiro-Wilk
dan trasnformasi data yang telah dilakukan menunjukkan nilai p < 0,05 pada
beberapa variabel data (lampiran 1). Sehingga dapat diambil kesimpulan bahwa
distribusi data tidak normal. Oleh karena syarat uji repeted Anova tidak terpenuhi,
maka selanjutnya digunaka uji alternatif repeted Anova yaitu Friedman test. Hasil
Friedman test yang didapatkan adalah nilai p = 0,000. Oleh karena nilai p < 0,05
maka dapat disimpulkan terdapat perbedaan nilai rata-rata kematian larva pada
setiap kelompok perlakuan.
Setelah menentukan persentase mortalitas larva dalam rentang konsentrasi
uji, selanjutnya dilakukan analisis data untuk mengetahui korelasi hubungan
peningkatan konsentrasi ekstrak daun widuri (Calotropis gigantea) terdapat
peningkatan mortalitas larva Aedes albopictus per satuan waktu dengan
menggunakan uji korelasi Spearman.
Nilai korelasi Spearman yang didapatkan pada waktu pengamatan 1 jam ialah
nilai p= 0,10. Artinya nilai p > 0,05 dan kekuatan korelasi 0,564. Nilai ini
menunjukkan arah korelasi negatif (tidak bermakna) dan kekuatan korelasi
sedang. Sedangkan pada waktu pengamatan 2 jam, 3 jam, 4 jam, 5 jam, 6 jam, 8
jam dan 24 jam semua nilai p > 0,05. Nilai ini menunjukkan arah korelasi positif
atau terdapat korelasi bermakna antara variabel yang diteliti. Kekuatan korelasi
pada waktu pengamatan 2 jam dan 3 jam adalah 0,668 artinya kekuatan korelasi
kuat. Pada waktu pengamatan 4 jam nilai kekuatan korelasi adalah 0,708 dan pada
waktu pengamatan 6 jam adalah 0,719. Kedua nilai ini menunjukkan kekuatan
korelasi kuat. Sedangkan nilai kekuatan korelasi pada waktu pengamatan 8 jam
adalah 0,675 dan pada waktu pengamatan 24 jam adalah 0,758. Kedua nilai
kekuatan korelasi ini juga menunjukkan kekuatan korelasi kuat. Sehingga dapat
disimpulkan bahwa mulai dari waktu pengamatan 2 jam hingga 24 jam terdapat
38

korelasi yang bermakna antara peningkatan konsentrasi ekstrak daun widuri


(Calotropis gigantea) terhadap peningkatan mortalitas larva Aedes albopictus,
dengan kekuatan korelasi sedang hingga kuat.
Efektivitas ekstrak daun widuri (Calotropis gigantea) sebagai larvasida dinilai
dengan menentukan LC50 dengan mengunakan analisis regresi Probit pada SPSS.
Nilai LC50 yang didapatkan untuk efek larvasida ekstrak daun widuri (Calotropis
gigantea) adalah 1117,530 ppm.
Efek larvasida dari ekstrak daun widuri (Calotropis gigantea) telah dilaporkan
dari beberapa penelitian sebelumnya. Beberapa senyawa yang terdapat dalam
daun widuri (Calotropis gigantropis) adalah tanin, steroid, alkaloids, flavonoid,
glycosides, anthraquinones, terpenoid dan resins. Senyawa-senyawa ini dapat
berpotensi sebagai larvasida alami (Seniya, 2011). Namun pada pengujian
fitokimia yang dilakukan pada penelitian ini menunjukkan bahwa kandungan
senyawa aktif pada ekstrak daun widuri (Calotropis gigantea) yang memiliki
potensi larvasida adalah alkaloid dan saponin.
Senyawa alkaloid dapat berfungsi sebagai insektisida alami karena perannya
dalam merusak sel neurosekretori otak (racun saraf) pada serangga sehingga
menghambat pembentukan pupa dan sekresi hormon pertumbuhan
(Wiryowidagdo, 2007).
Sedangkan senyawa saponin diduga mengandung hormon steroid yang
berpengaruh dalam pertumbuhan larva nyamuk. Senyawa ini akan menurunkan
tegangan permukaan selaput mukosa traktus digestivus larva sehingga dinding
traktus digestivus menjadi korosif. Kerusakan salah satu organ nyamuk dapat
menurunkan proses metabolisme dan penyimpangan dalam proses fisiologinya
(Fuadzy, et all, 2012).
Data penelitian pada kontrol (+) menunjukkan persentase mortalitas larva
100%. Kontrol positif (+) yang digunaka adalah Abate 1 ppm. Abate merupakan
salah satu larvasida golongan senyawa phosphat organik yang dapat masuk dan
termakan lewat mulut. Golongan insektisida ini mempunyai cara kerja
menghambat enzim cholinesterase baik pada vertebrata maupun invertebrata,
sehingga menimbulkan gangguan pada aktivitas syaraf karena tertimbunnya
39

acetylcholine menjadi cholin dan asam cuka sehingga bila enzim tersebut
dihambat maka hidrolisa acetylcholin tidak terjadi. Acetylcholine ini berfungsi
sebagai mediator antara syaraf dan otot sehingga memungkinkan penjalaran
impuls listrik dan menstimulus otot untuk berkontraksi dalam waktu lama
sehingga terjadi konvulsi (kejang). Abate akan mengikat enzim cholinesterase dan
dihancurkan sehingga terjadi kontraksi otot yang terus menerus, kejang dan
akhirnya larva akan mati, maka Larvasida ini juga bersifat anti cholinesterase
(Ridha, 2011).
40

Hasil pada tabel 4.1 menunjukkan bahwa semua konsentrasi ekstrak daun
pandan (Pandanus amaryllifolis Roxb) dapat membunuh larva Aedes albopictus
dengan persentase yang berbeda-beda pada setiap jam pengamatan.. Pada
konsentrasi 0,25% dan 0,50% rata-rata jumlah mortalitas larva pada setiap jam
pengamatan semakin meningkat dan peningkatan sangat mencolok pada 24jam
waktu pengamatan dengan persentase 100%. Sedangkan pada konsentrasi
0,75% dan 1% rata-rata jumlah mortalitas larva pada setiap jam pengamatan
semakin meningkat dan dapat membunuh 100% larva pada 24jam waktu
pengamatan. Sedangkan pada kelompok kontrol positif (abate) rata-rata
mortalitas larva pada jam ke-2 waktu pengamatan sudah dapat membunuh
larva sebesar 100%. Pada kelompok kontrol negatif rata-rata jumlah mortalitas
larva adalah 0%.

Anda mungkin juga menyukai