Anda di halaman 1dari 27

LAPORAN AKHIR PRAKTIKUM KOSMETIKA

FORMULASI DAN EVALUASI SEDIAAN SABUN PADAT TRANSPARAN


GRACIASS TRANSPARENT BODY SOAP

OLEH :
KELOMPOK I
I NYOMAN ARYA PURNATA MEGANTARA (1208505017)
KADEK MEGAYANTI (1408505009)
RAHAYU WIRAYANTI (1408505047)
IDA BAGUS DHARMA ESA (1408505055)

JURUSAN FARMASI
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
UNIVERSITAS UDAYANA
2017

I. TUJUAN
1.1 Untuk mengetahui formulasi sediaan sabun padat yang baik dan menarik.

0
1.2 Untuk mengetahui cara pengolahan ekstrak etanol manggis dalam pembuatan
produk kosmetik berupa sabun padat transparan.
1.3 Untuk mengetahui hasil evaluasi pada pengujian produk sabun padat
transparan dari ekstrak etanol manggis.

II. TINJAUAN PUSTAKA


2.1 Buah manggis (Garcinia Mangostana L)

Gambar 1. Kulit Buah Manggis (Muslimah dan Guntarti, 2014)


Kingdom : Plantae
Divisi : Spermathophyta (Tumbuhan berbiji)
Sub Divisi : Angiospermae (Berbiji tertutup)
Kelas : Dicotyledonae (Biji berkeping dua)
Ordo : Theales
Famili : Guttiferae/Clusiaceae
Genus : Garcinia
Spesies : Garcinia mangostana L.
(Juanda dan Cahyono, 2000).

Manggis (Garcinia Mangostana L) merupakan salah satu tanaman buah


asli Indonesia. Sebagian besar kepustakaan mengenai tanaman manggis menunjuk
Asia Tenggara, khususnya Kepulauan Sunda Besar sebagai tanah asal tumbuhnya
Manggis. Pertumbuhan secara alamiah ditemukan juga di semenanjung Malasya,
Myanmar, Thailand, Kamboja, Vietnam hingga kepulauan Maluku.

1
Penyebarannya kemudian meliputi juga Srilanka, Filipina dan India bagian
Selatan. Bahkan kini kebun manggis sudah bisa ditemui di Australia bagian Utara,
Amerika Tengah hingga ke Florida (Alida, 2013).
Tanaman manggis tumbuh hingga mencapai 7 sampai 25 meter dengan
buah berwarna merah keunguan ketika matang meskipun ada pula varian yang
kulitnya berwarna merah. Manggis merupakan tanaman yang hampir seluruh
bagian tanamannya dapat dimanfaatkan, mulai dari daging buah, kulit luar, daun,
batang hingga akar. Hasil penelitian menunjukkan, ekstrak kulit manggis
mempunyai aktivitas melawan sel kanker payudara, liver, dan leukemia. Selain
itu, juga biasa digunakan sebagai antihistamin, antiinflamasi, menekan sistem
saraf pusat, dan penurun tekanan darah tinggi. Kulit buah manggis mengandung
getah yang warnanya kuning dan cita rasanya pahit. Kulit manggis mengandung
senyawa yang rasanya pahit, yaitu tanin. Kulit manggis menghasilkan warna
merah keunguan, dan amat sulit dibersihkan, karena mengandung tanin, resin, dan
crystallizable mangostin (C20H22O5). Selain itu, kulit buah manggis juga
mengandung senyawa polifenol seperti santon sebagai antioksidan yang kuat
(Yunitasari, 2011).
Kandungan gizi yang terdapat dalam daging buah manggis antara lain,
sakrosa, dekstrosa, dan levulosa. Dalam setiap 100 gr buah manggis mengandung
79,2 gram air, 0,5 gr protein, 19,8 gr karbohidrat, 0,3 gram serat, 11 mg kalsium,
17 mg Fosfor, 0,9 mg besi.14 IU vitamin A. 66 mg vitamin C, 0,09 mg vitamin B1
(thiamin), 0,06 vitamin B2 (riboflavin), dan 0,1 mg vitamin B5 (niasin) (Setiawan,
2011).

2.2 Sabun
Sabun adalah garam logam alkali (Li, Na, atau K) dari asam-asam lemak.
Sabun mengandung terutama garam C16 dan C18, namun dapat juga mengandung
beberapa karboksilat dengan bobot atom lebih rendah. Berbagai jenis sabun yang
beredar di pasaran dalam bentuk yang bervariasi, mulai dari sabun cuci, sabun
mandi, sabun tangan, sabun pembersih peralatan rumah tangga dalam bentuk
krim, padatan atau batangan, bubuk dan bentuk cair (Fessenden and Fessenden,

2
1989). Sabun dihasilkan dari proses saponifikasi, yaitu hidrolisis lemak menjadi
asam lemak dan gliserol dalam NaOH (minyak dipanaskan dengan NaOH) sampai
terhidolisis sempurna. Asam lemak yang berikatan dengan natrium ini dinamakan
sabun (Ketaren, 1996).
Dewasa ini sabun dibuat dengan memanaskan lelehan lemak dengan
natrium hidroksida dan terhidrolisis menjadi gliserol dan garam natrium dari asam
lemak. Gliserol digunakan sebagai pelembap dalam tembakau, industri farmasi
dan kosmetik. Sifat melembapkan timbul dari gugus hidroksil yang dapat
berikatan-hidrogen dalam air dan mencegah penguapan air (Fessenden and
Fessenden, 1989).

2.3 Sabun Transparan


Sabun transparan merupakan sabun yang memiliki tingkat transparansi
paling tinggi sehingga memiliki penampilan lebih menarik. Ia memancarkan
cahaya yang menyebar dalam bentuk partikel-partikel yang kecil, sehingga obyek
yang berada di luar sabun akan kelihatan jelas. Obyek dapat terlihat hingga
berjarak sampai panjang 6 cm. Sabun transparan mempunyai nilai tambah yang
jadi pemikat karena memiiliki permukaan yang halus, penampilan yang bewarna
dan ketransparanannya dapat membuat kulit menjadi lembut karena didalamnya
mengandung gliserin dan sukrosa yang berfungsi sebagai humektan dan sebagai
komponen pembentuk tranparan (Wasitaatmadja, 1997).
Keuntungan dari pembuatan sabun transparan adalah selain penampilan
transparan yang menawan, mempunyai fungsi pelembab, daya bersih yang efektif
tanpa meninggalkan busa sabun dan lebih terasa lunak. Sabun transparan menjadi
bening karena dalam proses pembuatannya dilarutkan dalam alkohol. Alkohol ini
ditambahkan juga untuk mencegah pengkristalan. Sabun transparan juga sering
disebut sabun gliserin karena untuk memperoleh sifat transparan juga perlu
dilakukan penambahan gliserin pada sabun (Hambali dkk, 2005).

3
2.4 Reaksi Penyabunan
Proses pembentukan sabun dikenal sebagai reaksi penyabunan atau
saponifikasi. Reaksi penyabunan merupakan reaksi eksotermis sehingga harus
diperhatikan pada saat penambahan minyak dan alkali agar tidak terjadi panas
yang berlebihan. Pada proses penyabunan, penambahan larutan alkali (KOH atau
NaOH) dilakukan sedikit demi sedikit sambil diaduk dan dipanasi untuk
menghasilkan sabun cair. Untuk membuat proses yang lebih sempurna dan merata
maka pengadukan harus lebih baik. Sabun cair yang diperoleh kemudian
diasamkan untuk melepaskan asam lemaknya (Wasitaatmadja, 1997).

III. MONOGRAFI BAHAN


3.1 Ekstrak Etanol Kulit Buah Manggis (Garcinia Mangostana L)
Pemerian : Memiliki bentuk padat seperti caramel, berwarna coklat keunguan,
bau aromatik dan rasa pahit.
Kadar senyawa larut etanol : 87,050,43%
Kadar senyawa larut air : 62,541,09%
Bobot jenis ekstrak 5% : 1,036
Bobot jenis ekstrak 10% : 1,074
Susut pengeringan (b/b) : 6,660,11%
Kelarutan : 1:16064 (praktis tidak larut di dalam air)
Stabilitas : Tidak stabil terhadap lingkungan asam atau basa yang ekstrim.
(Juanda, 2000).

3.2 Minyak Kelapa (Coconut oil)


Pemerian : Minyak kelapa pada umumnya berwarna putih hingga bermassa
kuning muda atau tidak berwarna atau berupa minyak berning
berwarna kuning muda, sedikit berbau khas kelapa. Bentuk
minyak kelapa tergantung pada temperatur, cairan bening hingga
tidak berwarna diantara 280 C dan 300 C, semisolid 200 C dan
Kristal padat pada temperature 150 C.

4
Kelarutan : Praktis larut dalam air, sangat larut dalam diklorometana dan
petroleum (titik didih:65-700 C); larut dalam eter, karbon
disulfide dan kloroform larut dalam 2 bagian etanol (95%) pada
suhu 600 C tetapi sedikit larut dalam suhu rendah.
Stabilitas : Minyak kelapa dapat dimakan, memiliki rasa dan bau ringan,
berlaku untuk beberapa tahun penyimpanan dibawah kondisi
penyimpanan pada umumnya. Jika tercemar udara, minyak dapat
mengalami reaksi oksidasi dan menimbulkan bau tengik.
Penyimpanan : Simpan dalam wadah tertutup rapat, terlindung dari cahaya pada
suhu tidak lebih dari 250 C. Minyak kelapa mungkin mudah
terbakar pada suhu tinggi.
Inkompatabilitas: Minyak kelapa dapat bereaksi dengan agen pengoksidasi, asam
dan polietilen yang dapat diserap oleh minyak kelapa.
Fungsi : Emollient dan ointment base
Titik leleh : 23-260 C
(Rowe et al., 2009)

3.3 Minyak Jarak (Castor oil)


Pemerian : Cairan kental, transparan, kuning pucat atau hampir tidak
berwarna, bau lemah, bebas dari bau asing dan tengik; rasa khas.
Kegunaan : Laksativum / pencahar.
Kelarutan : Larut dalam etanol; dapat bercampur dengan etanol mutlak,
dengan asam asetat glasial, dengan kloroform dan dengan air.
(Rowe et al., 2009)

3.4 Natrium Hidroksida (NaOH)


Pemerian : Natrium hidroksida berwarna putih atau agak putih berbentuk
gumpalan. Tersedia dalam bentuk pellet kecil, serpihan, batang
atau dalam bentuk lainnya. Keras, rapuh dan berbentuk kristal.
Natrium hidroksida sangat tidak stabil diudara, dapat dengan
mudah menyerap karbondioksida dan air.

5
Kelarutan : Larut dalam 7,2 bagian etanol, praktis tidak larut dalam eter, larut
dalam gliserin, larut dalam 0,9 bagian air dan 0,3 bagian pada
suhu 1000 C.
Stabilitas : Jika terpapar cahaya diudara natrium hidroksida akan dengan
mudah menyerap sehingga menjadi lembab dan mencair, tapi
kemudian dapat memedat kembali apabila menyerap karbon
dioksida.
Penyimpanan : Simpan dalam wadah tertutup rapat tidak berbahan logam dalam
ruangan sejuk dan kering.
Inkompatibilitas : Natrium hidroksida merupakan basa kuat yang tidak kompatibel
dengan bahan-bahan yang mudah mengalami hidrolisis atau
oksidasi. Dapat bereaksi dengan asam, ester, eter dan terutama
dengan air.
Fungsi : Agen alkali dan buffer
Titik leleh : 3180 C
(Rowe et al., 2009).

3.5 Gliserin
Pemerian : Berupa cairan bening, kental, tidak berwarna, tidak berbau, cairan
higroskopis, dan rasa manis.
Kelarutan : Sedikit larut dalam aseton, praktis tidak larut dalam benzen dan
kloroform, mudah larut dalam ethanol 95%. Mudah larut dalam
methanol, mudah larut dalam air, praktis tidak larut dalam
minyak.
Stabilitas : Gliserin merupakan cairan yang higroskopis. Gliserin murni tidak
mudah teroksidasi pada suasana basa. Stabil jika dicampur
dengan air, etanol 95% dan propilenglikol.
Penyimpanan : Disimpan dalam wadah kedap udara, di tempat sejuk dan kering.
Inkompatibilitas : Tidak cocok dengan agen oksidasi kuat, seperti kromium
trioksida, potassium permanganat.
Fungsi : Sebagai humektan dengan konsentrasi <20%

6
Titik didih : 2900 C
Titik leleh : 17,80 C
(Rowe et al., 2009)

3.6 Etanol
Pemerian : Cairan mudah menguap, jernih, tidak berwarna. Bau khas
menyebabkan rasa terbakar pada lidah. Mudah menguap
walaupun pada suhu rendah dan mendidih pada suhu 78 oC serta
mudah terbakar.
Kelarutan : Bercampur dengan air dan praktis bercampur dengan semua
pelarut organik
Stabilitas : Etanol memungkinkan disterilisasi menggunakan autoclav atau
dengan metode filtrasi
Penyimpanan : Disimpan dalam wadah terlindung dari udara dan ditempat sejuk
Inkompatibilitas : Dalam suasana asam, dengan pengocokan yang kuat etanol
dapat berinteraksi dengan material pengoksidasi. Pencampuran
dengan alkali akan merubah warna menjadi gelap sehingga
bereaksi dengan gugus aldehid. Apabila dicampur dengan garam
organik dapat membentuk endapan. Etanol tidak kompatibel
dengan alumunium dan dapat berinteraksi dengan beberapa obat
Fungsi : Sebagai antimikroba pada konsentrasi 10% ; desinfektan pada
konsentrasi 60-90%; pelarut dalam lapisan film (variable);
pelarut dalam sediaan topical pada konsentrasi 60-90% (Rowe et
al., 2009).
Titik Didih : 78,150 C
(Rowe et al., 2009)

3.7 Gula/Sukrosa
Pemerian : Sukrosa adalah gula yang diperoleh dari tebu (Saccharum
officinarum Linne (Fam. Gramineae)), bit gula (Beta vulgaris
Linne (Fam.Chenopodiaceae)), dan sumber lain. Tidak

7
mengandung ditambahkan zat. Sukrosa berbentuk kristal tidak
berwarna, seperti kristal massa atau blok, atau sebagai bubuk
kristal putih,itu tidak berbau dan memiliki rasa manis.
Kelarutan : Praktis tidak larut dalam kloroform. Larut dalam 400 bagian
etanol. Larut dalam 0,5 bagian air.
Penggunaan : Agen lapisan; bantuan granulasi; menangguhkan agen; pemanis
agen; pengikat tablet, tablet dan kapsul pengencer; pengisi tablet;
agen terapeutik; viskositas meningkat agen.
Stabilitas : Sukrosa memiliki stabilitas yang baikpada suhu kamardan pada
kelembaban yang sedang. Menyerap kelembaban hingga 1%,
pada pemanasan pada 900C. Sukrosa akan menjadi caramel bila
dipanaskan hingga suhu di atas 1600C. Pada kenaikan suhu dari
110 sampai 1450C, menyebabkan beberapa inversi untuk
membentuk dekstrosa dan fruktosa (gula invert. Inversi
dipercepat terutama pada temperaturdi atas 1300C dan dengan
adanya asam.
Inkompatibilitas : Sukrosa bubuk mungkin terkontaminasi dengan jejak berat
logam, yang dapat menyebabkan ketidak cocokan dengan bahan
aktif, misalnya asam askorbat. Sukrosa juga dapat terkontaminasi
dengan sulfit dari proses pemurnian. Dengan tinggi sulfit konten,
perubahan warna dapat terjadi pada gula-tablet salut, karena
warna-warna tertentu digunakan dalam sugar coating batas
maksimum untuk sulfit konten, dihitung sebagai belerang adalah
1ppm. Dengan keberadaan asam encer atau pekat, sukrosa
dihidrolisis atau terbalik untuk dekstrosa dan fruktosa (gula
invert).
Titik Leleh : 160-1860 C (dengan dekomposisi)
(Rowe et al., 2009).

8
3.8 Diethanolamine (DEA)
Struktur Kimia :

Gambar 2. Struktur Kimia Diethanolamine (Rowe et al., 2009).


Pemerian : Pada sekitar suhu kamar berwarna putih, melumer padat. Di atas
suhu kamar diethanolamine adalah bening, cairan kental dengan
bau agak amonia.
Kelarutan : Larut dalam aseton, kloroform, gliserin dan methanol. Larut
dalam 24 bagian benzene, larut dalam 25 bagian ether, larut
dalam 1 bagian air.
Bobot Jenis : Berat jenis 1.0881 g/cm3 pada 300C; 1.0693 g/cm3 pada 600C
pKa : pKa 8.88
Titik Nyala : Titik nyala 1380 C (cawan terbuka)
Titik leleh : Titik leleh 280C
Kh Penggunaan : Agen alkalizing; agen pengemulsi.
Inkompatibilitas : Dietanolamina adalah amina sekunder yang terdiri dari dua
kelompok hidroksi. Hal ini mampu mengalami reaksi khas amina
sekunder dan alkohol. Gugus amina biasanya menunjukkan
aktivitas yang lebih besar setiap kali itu mungkin untuk reaksi
terjadi baik pada amina atau gugus hidroksi. Dietanolamina akan
bereaksi dengan asam, anhidrida asam, asam klorida, dan ester
untuk membentuk turunan amida, dan dengan propilena karbonat
atau karbonat siklik lainnya untuk memberikan karbonat sesuai.
Sebagai amina sekunder, diethanolamine bereaksi dengan
aldehida dan keton untuk menghasilkan aldimines dan ketimines.
Dietanolamina juga bereaksi dengan tembaga untuk membentuk

9
garam kompleks. Perubahan warna dan endapan akan
berlangsung di dengan adanya garam-garam dari logam berat.
Stabilitas : Dietanolamina bersifat higroskopis dan ringan serta sensitive
terhadap oksigen
Penyimpanan : Harus disimpan dalam wadah kedap udara, terlindung dari cahaya,
ditempat yang sejuk dan kering
(Rowe et al., 2009).

3.9 Natrium Klorida (NaCl)


Pemerian : Natrium klorida berbentuk serbuk kristal putih atau kristal tidak
berwarna. Rasa asin.
Kelarutan : Sedikit larut dalam etanol, larut dalam 250 bagian etanol (95%),
larut dalam 10 bagian gliserin, larut dalam 2,8 bagian air dan
dalam 2,6 bagian air mendidih.
Stabilitas : Stabil dalam bentuk padatnya
Penyimpanan : Simpan dalam wadah tertutup baik, dalam ruangan sejuk dan
kering.
Inkompatibilitas : Larutan natrium klorida dapat menyebabkan berkarat pada besi.
Reaksi tersebut dapat membentuk endapan. Agen pengoksidasi
kuat dapat melepaskan klorin dari asam dalam natrium klorida.
Kelarutan metil paraben menurun di dalam larutan natrium
klorida serta dapat menyebakan viskositas dan kelarutan gel
karbomer hidroksietil selulosa dan hidroksipropil selulosa
menurun dengan ditambahkan natrium klorida.
Fungsi : Sebagai pengontrol flokulasi pada suspensi dengan konsentrasi
1%
(Rowe et al., 2009).

3.10 Air/Aquadest
Pemerian : Cairan jernih, tidak berwarna; tidak berbau
Struktur Molekul : Struktur molekul H2O

10
Berat molekul : Berat molekul: 18.02 gram/mol
pH : Antara 5-7
Penyimpanan : Penyimpanan Dalam wadah tertutup rapat
Kegunaan : Sebagai zat pelarut
(Depkes RI, 1995).

IV. Formula
4.1 Formula Standar
Ekstrak Lengkuas 3 gram
Minyak Kelapa 19,4 gram
Asam Stearat 6,4 gram
Minyak Jarak 6 gram
NaOH 30% 19,7 gram
Gliserin 9,4 gram
Gula 13,4 gram
Etanol 96% 15 gram
DEA 1 gram
NaCl 0,2 gram
Aquadest ad 100
(Hernani, 2010)

4.2 Formulasi Yang Diajukan


Ekstrak Etanol Kulit Manggis 2 gram
Minyak Kelapa 19,4 gram
Asam Stearat 6,4 gram
Minyak Jarak 5 gram
NaOH 30% 19 gram
Gliserin 9,6 gram
Gula 13,6 gram
Etanol 96% 15 gram
DEA 1 gram

11
NaCl 0,2 gram
Aquadest 6,5 gram

V. Alat dan Bahan


5.1 Alat
Timbangan elektrik Cawan Porselen
Magnetic stirrer
Batang pengaduk
Kertas perkamen
Beaker glass
Gelas arloji
Termometer
Mortir
Sendok tanduk
Stamper
Pipet tetes
Cetekan Sabun
Gelas ukur
Penangas
pH meter

5.2 Bahan
Ekstrak Etanol Kulit Manggis Gula
Minyak Kelapa Gliserin
Minyak Jarak DEA
Asam Stearat Etanol 96%
NaCl Aquades
NaOH 30%

12

5.3 Penimbangan Bahan

Bahan Kegun Rent Juml Ju


N aan ang ah ml
Kons Bah ah
entra an Ba
si untu ha
(Pust k n
aka) 100 unt
mL uk
30
0
mL
Ekstrak Bahan 2 6
1 Etanol Aktif gra gra
Kulit m m
Manggi
s
Minyak Fase 19,4 58,
2 Kelapa Minya 60- gra 3
k 75% m gra
m
Minyak Emmo 5- 5 15
3 Jarak lien 12,5 gra gra
% m m
Asam Penger - 6,4 19,
4 stearate as gra 2
sabun m gra
m
NaOH Alkali - 19 57
5 30% gra gra
m m
Gliserin Hume <30 9,6 28,
6 ktan % gra 8
m gra
m
Gula Transp - 13,6 40,
7 aransi gra 8
sabun m gra
m
Etanol Transp - 15 45
8 aransi gra gra
sabun m m
DEA Pensta - 1 3
9 bil gra gra
busa m m
NaCl Pembe - 0,2 0,6
1 ntuk gra gra
busa m m
Aquade Pelarut - 6,5 19,
1 st gra 5
m gra
m

VI. CARA KERJA



Dibuat larutan NaOH 30% dengan cara 3 g NaOH dilarutkan dengan
aquadest pada labu ukur 100 mL

Dilebur asam stearat dengan menggunakan minyak kelapa dan minyak


jarak

Ditambahkan larutan NaOH 30% ke dalam hasil leburan asam stearat


pada suhu 60C-80C dan diaduk hingga terbentuk sabun

Ditambahkan dengan gliserin dan diaduk hingga homogen

Ditambahkan gula (yang telah dilarutkan dengan aquadest) sedikit


demi sedikit



Ditambahkan Cocamide DEA dan NaCl lalu diaduk hingga homogen

Kemudian ditambahkan etanol 96% pada suhu 70C-80C dan diaduk
hingga terbentuk massa yang homogen

Selanjutnya itambahkan ekstrak etanol kulit manggis dan diaduk
hingga homogen

Campuran dituangkan kedalam cetakan dan didiamkan selama 24 jam
pada suhu ruang

Setelah mengeras sediaan dikeluarkan dari cetakan kemudian
ditimbnag (jika terdapat kelebihan bobot dilakukan pemotongan)

Kemudiaan sediaan dimasukkan ke dalam kemasan dan dilakukan uji

evaluasi






VII. EVALUASI SEDIAAN
7.1 Uji Organoleptis
Uji organoleptis dilakukan terhadap perubahan-perubahan warna
dan bau pada sediaan

7.2 Uji Daya Busa Terhadap air suling
Uji daya busa terhadap air suling dilakukan dengan cara: larutan
sabun 1 % sebanyak 50 ml dimasukkan ke dalam gelas ukur 500 ml
kemudian tingginya diukur. Teteskan 200 ml larutan yang sama dengan
bantuan buret dengan ketinggian 90 cm di atas permukaan sabun, setelah 5
menit tinggi busa yang terbentuk segera diukur.

7.3 Uji Daya Busa Terhadap air sadah
Air sadah dibuat dengan melarutkan 0,3 gram CaCO3 dan 0,15
gram MgCO3 dalam air suling 500 ml kemudian dipanaskan, kemudian
pada saat dipanaskan tersebut ditambahkan HCl setetes demi setetes
hingga larut. Selanjutnya dilakukan uji yang sama dengan pengujian daya
busa terhadap air suling (Supandi, 2009).

7.4 Uji pH
Sabun terhidrolisis dengan adanya H2O sehingga membebaskan
NaOH. Digunakan indikator PP dan jika berubah menjadi merah maka
sabun bersifat basa, jika tidak berwarna maka sabun bersifat asam Sabun
batangan dipotong kecil dengan menggunakan pisau atau alat tajam
lainnya kemudian diberi lubang dibagian tengahnya. Diteteskan indikator
PP ke dalam lubang tersebut. Diamati, jika berwarna merah maka sabun
mempunyai pH basa, jika tidak berwarna maka sabun mempunyai pH
asam (Hernani et al , 2010).

7.5 Uji Kadar Air
Ditimbang 1 gram sabun padat transparan, dimasukkan ke dalam
alat uji kadar air, dijalankan alat hingga diperoleh kadar air dari sabun
padat transparan. Dicatat hasil yang diperoleh.
VIII. KEMASAN DAN LABELING
8.1 Etiket








8.2 Kemasan Sekunder

IX. HASIL
PENGAMATAN

9.1 Uji Organoleptis

Warna
Coklat
transparan

9.2 Uji Daya Busa atau Stabilitas Busa
Sabun padat transparan
Sabun dan 210 mL
Aquades
190 mL
Setelah 5 menit
40 mL
Sabun dan Air sadah
30 mL
Setelah 5 menit

9.3 Uji pH
Sediaan sabun padat transparan yang dibuat memiliki pH 10,34

9.4 Uji Kadar Air
Kadar air yang diperoleh dari sabun padat transparan yang dibuat adalah
20,5%

X. PEMBAHASAN
Sabun adalah bahan yang digunakan untuk mencuci dan
mengemulsi, terdiri dari dua komponen utama yaitu asam lemak dengan
rantai karbon dan sodium atau potasium. Sabun merupakan pembersih
yang dibuat dengan reaksi kimia antara kalium atau natrium dengan asam
lemak dari minyak nabati atau lemak hewani. Sabun yang dibuat dengan
NaOH dikenal dengan sabun keras (hard soap). Sabun dibuat dengan dua
cara yaitu proses saponifikasi dan proses netralisasi minyak. Proses
saponifikasi minyak akan memperoleh produk sampingan yaitu gliserol,
sedangkan proses netralisasi tidak akan memperoleh gliserol. Proses
saponifikasi terjadi karena reaksi antara trigliserida dengan alkali,
sedangkan proses netralisasi terjadi karena reaksi asam lemak bebas
dengan alkali (Qisti, 2009).
Pada praktikum kali ini dibuat sediaan sabun padat, sabun yang
dibuat adalah jenis sabun transparan. Sabun transparan merupakan salah
satu inovasi baru produk kecantikan, dapat berupa sediaan emulsi maupun
padat yang difungsikan sebagai pembersih dan menjaga kesehatan kulit.
Sabun jenis ini memiliki tingkat transparansi paling tinggi sehingga
memiliki penampilan lebih menarik, obyek dapat terlihat hingga berjarak
sampai panjang 6 cm. Sabun transparan mempunyai nilai tambah yang jadi
pemikat karena memiiliki permukaan yang halus, penampilan yang
bewarna dan ketransparanannya dapat membuat kulit menjadi lembut
karena didalamnya mengandung gliserin dan sukrosa yang berfungsi
sebagai humektan dan sebagai komponen pembentuk transparan
(Wasitaatmadja, 1997).
Bahan dasar dalam pembuatan sabun adalah lemak dan minyak,
dimana asam lemak yang beraksi dengan basa akan menghasilkan gliserol
dan sabun. Pada formulasi yang diajukan minyak kelapa berfungsi sebagai
fase minyak. Sedangkan basa yang berfungsi sebagai agen pereaksi
dengan fase minyak sehingga akan terjadi proses saponifikasi garam
Natrium dan Kalium adalah penggunaan NaOH 30% sebanyak 19 gram
(Barel et al., 2009).
Prosedur kerja dari pembuatan sabun padat transparan ini pertama-
tama, ditimbang semua bahan yang akan digunakan sesuai dengan
perhitungan. Selanjutnya, asam stearat dipanaskan hingga mencair lalu
ditambahkan minyak kelapa pada suhu 70o yang berfungsi sebagai fase
minyak lalu ditambahkan NaOH 30% diaduk hingga homogen. Fungsi
penambahan asam stearat, minyak kelapa dan NaOH adalah sebagai bahan
pembentuk stok sabun dimana adonan akan menjadi lebih lengket dan
keras (Hambali, 2005). Selanjutnya, ditambahkan etanol dan sukrosa yang
telah dilarutkan dengan air yang berfungsi sebagai agen transparansi,
pengadukan dilakukan dengan konstan dan suhu tetap dijaga agar stabil.
Tahap selanjutnya ditambahkan NaCl dan DEA yang berfungsi sebagai
pembentuk busa dan penstabil busa yang akan dihasilkan oleh sabun
(Rowe et al, 2009).
Bahan aktif ditambahkan paling akhir hal ini disebabkan karena
pelarut dari ekstrak manggis adalah etanol, dimana etanol bersifat mudah
menguap, dan juga ditambahkan essential oil rossa untuk memberikan bau
harum pada sabun. Setelah semua bahan tercampur, pengadukan terus
dilakukan hingga semua bahan tercampur sempurna. Tahap akhir yang
dilakukan adalah proses pencetakan sabun, sabun yang masih berbentuk
cair dimasukkan ke dalam cetakan yang telah disiapkan dan didiamkan
selama 1 hari agar dihasilkan sabun padat transparan.
Setelah proses formulasi dilakukan proses evaluasi sediian yang
bertujuan untuk menjaga kualitas sediaan yang telah diproduksi. Evaluasi
sediaan yang dilakukan adalah meliputi uji pH, uji kadar air, uji busa, dan
uji organoleptis.
Uji pertama yang dilakukan adalah uji organoleptis menggunakan
panca indra yang meliputi bau, warna, dan tekstur. Berdasarkan hasil
pengamatan organoleptis terhadap sediaan sabun padat transparan
diperoleh bau sediaan yang berbau harum seperti bunga mawar, karena
adanya penambahan corigen odoris yaitu Oleum rosae, sedangkan warna
sabun padat yang diperoleh adalah warna coklat transparan, dan
konsistensi sediaan yang dihasilkan padat. Konsistensi sediaan yang padat
dapat dipengaruhi oleh beberapa faktor, yaitu pemanasan pengadukan, dan
jumlah bahan yang digunakan sebagai bahan pengeras sabun (Nurhadi,
2012).
Uji yang kedua adalah uji pH. Persyaratan pH sabun mandi padat
menurut SNI adalah berkisar antara 8-11. Derajat keasaman atau pH
merupakan salah satu syarat mutu sabun cair. Hal tersebut karena sabun
padat kontak langsung dengan kulit dan dapat menimbulkan masalah
apabila pH-nya tidak sesuai dengan pH kulit. Sediaan sabun padat yang
telah dibuat kemudian dilakukan pengukuran pH dengan menggunakann
alat pH meter yang telah dikalibrasi dengan menggunakan larutan dengan
pH 4 dan 10 untuk memastikan alat dapat mengukur larutan uji dengan
baik. Diperoleh pH sediaan sabun cair adalah 10,43. Nilai pH yang
diperoleh sudah memenuhi syarat yang ditetapkan oleh SNI, sehingga
aman untuk digunakan topikal dan tidak memimbulkan iritasi pada kulit.
Selanjutnya dilakukan uji evaluasi stabilitas tinggi busa dilakukan
dengan mengambil 5 gram sediaan sabun cair dari formula uji dilarutkan
dalam 250 mL aquadest pada beaker glass. Dipindahkan 50 mL larutan uji
kedalam gelas ukur 1 liter kemudian diteteskan 200 mL larutan uji dengan
bantuan buret pada ketinggian 90 cm (dari batas atas larutan uji pada gelas
ukur 1 liter). Busa yang diperoleh sebanyak 210 mL setelah 5 menit
volume busa berubah menjadi 190 mL, terjadi penurunan busa yang
dihasilkan. Stabilitas busa juga diuji menggunakan air sadah diperoleh
volume busa sebanyak 40 mL lalu setelah 5 menit volume busa berubah
menjadi 30 mL, terjadi penurunan busa yang dihasilkan. Berdasarkan
pengamatan yang dilakukan busa yang dihasilkan bila didiamkan beberapa
waktu akan mengalami perubahan volume (busa yang dihasilkan tidak
stabil).
Uji terkahir yang dilakukan adalah uji kadar air. Uji kadar air
dilakukan dengan cara menimbang 1 gram sabun padat lalu dimasukkan ke
dalam alat pengukur kadar air. Kadar air yang dihasilkan sebesar 20,5 %
sedangkan kadar air sabun mandi menurut SNI ditetapkan bahwa kadar air
sabun mandi memiliki batas yaitu maksimal 15%. Diperolehnya kadar air
melebihi batas dapat disebabkan karena kandungan air dalam sabun masih
cukup tinggi. Kadar air yang lebih tinggi ini dapat berasal dari bahan-
bahan yang digunakan dalam proses pembuatan sabun transparan yang
bersifat higroskopis yaitu seperti gliserin, DEA, gula, dan NaCl.

XI. KESIMPULAN

11.1 Formulasi sabun padat


Rent
ang Jumla Jumla
Ke Kon h h

gu sentr Bahan Bahan
N Bahan
naa asi untuk untuk
n (Pus 100 300
taka mL mL
)
Ekstra Ba 2 6
1 k ha gram gram
Etanol n
Kulit Ak
Mang tif
gis
Minya Fas 19,4 58,3
2 k e gram gram
60-
Kelap Mi
75%
a ny
ak
Minya Em 5 15
5-
3 k mo gram gram
12,5
Jarak lie
%
n
Asam Pe - 6,4 19,2
4 stearat ng gram gram
e era
s
sab
un
NaOH Al - 19 57
5 30% kal gram gram
i
Gliseri Hu <30 9,6 28,8
6 n me % gram gram
kta
n
Gula Tra - 13,6 40,8
7 nsp gram gram
ara
nsi
sab
un
Etanol Tra - 15 45
8 nsp gram gram
ara
nsi
sab
un
DEA Pe - 1 3
9 nst gram gram
abi
l
bus
a
NaCl Pe - 0,2 0,6
1 mb gram gram
ent
uk
bus
a
Aquad Pel - 6,5 19,5
1 est aru gram gram
t
Essent Pe - qs qs
1 ial Oil wa
Ross ngi

XI.2 Ekstrak manggis yang masih berbentuk serbuk digerus agar bentuknya
homogen lalu dilarutkan dengan etanol dan diaduk hingga homogen.
XI.3 Sabun padat transparan yang dihasilkan berbentuk padat dan transparan.
pH yang diperoleh sebesar 10,43. Kadar air yang diperoleh 20,5% dan busa
yang dihasilkan tidak stabil setelah didiamkan 5 menit.











DAFTAR PUSTAKA

Alida. 2013. Terapi Herbal ragam Kanker pada Wanita 2013. Yogyakarta:
Fashbook.

Barel, A. O., Paye, M., and Maibach, H. I. 2009. Handbook of Cosmetic


Science and Technology. USA: Informa Healthcare, 603-609.
Depkes RI. 1995. Farmakope Indonesia. Edisi IV. Jakarta: Departemen
Kesehatan Republik Indonesia.

Fessenden, R. J. dan J. S. Fessenden. 1989. Kimia Organik. Edisi Ketiga.


Jakarta: Penerbit Erlangga.

Hambali, E. Suryani A. dan Rivai, M. 2005. Membuat Sabun Transparan


untuk Gift dan Kecantikan. Jakarta: Penebar Swadaya.

Hernani., dkk. 2010. Formula Sabun Transparan Antijamur dengan Bahan


Aktif Ekstrak Lengkuas (Alpania galangan L). Bul litro. Vol. 21(2):192-
205.

Juanda, D., dan Cahyono, B. 2000. Manggis: Budidaya dan Analisis Usaha
Tani. Yogyakarta: Kanisius

Ketaren, S. 1996. Pengantar Teknologi Minyak dan Lemak Pangan. Jakarta:


Universitas Indonesia.

Muslimah, U., dan Guntarti, A. 2014. Ekstrak Etanol Kulit Buah Manggis
(Garcinia Mangostana L.) Sebagai Antioksidan Alami Pada Minyak
Krengseng. Prosiding Seminar Nasional dan Workshop Perkembangan
Terkini Sains Farmasi dan Klinik IV tahun 2014. 21-30

Nurhadi, S.C. 2012. Pembuatan Sabun Mandi Gel Alami Dengan Bahan
Aktif Mikroalga Chlorella Pyrenoidosa Beyerinck Dan Minyak Atsiri
Lavandula Latifolia Chaix. Skripsi. Program Studi Teknik Industri Fakultas
Sains Dan Teknologi Universitas Ma Chung Malang.
Qisti, Rachmiati. 2009. Sifat Kimia Sabun Transparan dengan Penambahan
Madu
pada Konsentrasi yang Berbeda. Bogor: Fakultas Peternakan, Institut
Pertanian Bogor.
Rowe, R.C., P. J. Sheskey, M. E. Quinn. 2009. Handbook of Pharmaceutical
Excipients. Sixth Edition. USA: Pharmaceutical Press

Setiawan, B. 2011. Mengobati Kanker dengan Manggis. Yogyakarta:


Second Hope.
SNI. 1996. Standar Mutu Sabun Mandi Cair. Jakarta: Dewan Standarisasi
Nasional.
Wasitaatmadja, S. M. 1997. Penuntun Ilmu Kosmetik Medik. Jakarta:
Penerbit Universitas Indonesia. Hal. 3,58-59, 62-63, 111-112.

Yunitasari, Liska. 2011. Gempur 41 Penyakit dengan Buah Manggis.


Pustaka Baru Press.

LAMPIRAN

Gambar 1. Uji stabilitas tinggi


busa terhadap air suling
Gambar 2. Uji pH

Gambar 4. Uji stabilitas
busa terhadap air sadah












Gambar 3. Uji Kadar Air

Anda mungkin juga menyukai