Jelajahi eBook
Kategori
Jelajahi Buku audio
Kategori
Jelajahi Majalah
Kategori
Jelajahi Dokumen
Kategori
DISUSUN OLEH :
Raesita Soleman
12100116278
PERSEPTOR :
FAKULTAS KEDOKTERAN
2017
BAB I
PENDAHULUAN
1.3 Tujuan
Tujuan penulisan karya ilmiah ini ntuk mengetahui dasar ilmu forensik dan
pemeriksaan forensik.
BAB II
PEMBAHASAN
1. Tatalaksana Pembuatan Surat Keterangan Medis
Surat keterangan medis adalah keterangan tertulis yang dibuat oleh dokter untuk
tujuan tertentu tentang kesehatan atau penyakit pasien atas permintaan pasien atau atas
permintaan pihak ketiga dengan persetujuan pasien atau atas perintah undang-undang.
Pembuatan surat keterangan medis harus berdasarkan hasil pemeriksaan, dan dokter
pembuatnya harus mampu membuktikan kebenaran keterangannya apabila diminta. Dalam
kode etik kedokteran Indonesia Kode etik kedokteran Indonesia (pasal 7) mengatur sebagai
berikut :
seorang dokter hanya memberi surat keterangan dan pendapat yang telah diperiksa sendiri
kebenarannya
Deskripsi Alur Pembuatan SKM (Surat Keterangan Medis) :
1. Pasien datang ke Unit Rekam dengan membawa Surat Permohonan Pembuatan SKM
beserta persyaratannya, seperti Kartu Tanda Penduduk, Kartu Keluarga, surat rujukan,
fotokopi kartu peserta asuransi (untuk keperluan klaim asuransi), dll.
2. Petugas rekam medis, menerima surat permohonan SKM yang diajukan oleh pasien.
Kemudian mencatat surat permohonan tersebut ke dalam buku ekspedisi.
3. Petugas rekam medis mencarikan berkas rekam medis milik pasien yang telah
mengajukan permohonan pembuatan SKM. Kemudian, memeriksa berkas rekam medis
pasien tersebut. Apabila data sosial dan data medis pasien yang bersangkutan sudah lengkap,
maka petugas rekam medis membuat dan mengisi draft SKM. Namun, apabila data sosial
pasien dalam berkas rekam medis belum lengkap, maka petugas rekam medis melengkapi
data sosial terlebih dahulu. Sedangkan apabila data medis pasien yang belum lengkap, maka
petugas rekam medis mencari dokter yang merawat untuk melengkapi data medis pasien
tersebut, kemudian petugas rekam medis membuat dan mengisi draft SKM.
4. Selanjutnya, petugas rekam medis mencari dokter yang merawat untuk memverifikasi
draft SKM.
5. Apabila draft SKM disetujui oleh dokter (format dan pengisiannya sudah benar dan
lengkap), maka petugas rekam medis membuat Surat Keterangan Medis (SKM). Namun,
apabila draft tidak disetujui oleh dokter, maka petugas merivisi terlebih dahulu. Kemudian,
petugas rekam medis mencari dokter yang merawat untuk memverifikasi kembali.
6. Petugas rekam medis memintakan tanda tangan Surat Keterangan Medis kepada dokter
yang merawat. Kemudian, dokter menandatangani SKM pasien.
7. Setelah itu, petugas rekam medis mencatat SKM dalam buku ekspedisi dan
menyerahkan SKM kepada pasien.
8. Pasien menerima SKM yang telah diajukan.
a. Prosedur Permintaan
Visum Et Repertum tata cara permintaan visum et repertum sesuai peraturan
perundang undang adalah diminta oleh penyidik, permintaan tertulis, dijelaskan pemeriksaan
untuk apa, diantar langsung oleh penyidik, mayat dibuat label, tidak dibenarkan visum et
repertum diminta tanggal yang lalu. (Idries, 1997).
Seperti yang telah di cantumkan dalam pasal 133 KUHP ayat 1 Dalam hal penyidik
untuk kepentingan peradilan menangani seorang korban baik luka, keracunan ataupun mati
yang diduga karena peristiwa yang merupakan tindak pidana, ia berwenang mengajukan
permintaan keterangan ahli kedokteran kehakiman atau dokter dan atau ahli lainnya. Ayat 2
Permintaan keterangan ahli sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dilakukan secara tertulis,
yang dalam surat itu disebutkan dengan tegas untuk pemeriksaan luka atau pemeriksaan
mayat dan atau pemeriksaan bedah mayat. Ayat 3 Mayat yang dikirim kepada ahli kedokteran
kehakiman atau dokter pada rumah sakit harus diperlakukan secara baik dengan penuh
penghormatan terhadap mayat tersebut dan diberi label yang memuat identitas mayat,
dilakukan dengan diberi cap jabatan yang diletakkan pada ibu jari atau bagian lain badan
mayat.
- Pemeriksaan Pakaian
Dalam hal pembuktian adanya persetubuhan, pemeriksaan dapat dilakukan pada
pakaian korban untuk menentukan adanya bercak ejakulat. Dari bercak tersebut dapat
dilakukan pemeriksaan lebih lanjut untuk memastikan bahwa bercak yang telah
ditemukan adalah air mani serta dapat menentukan adanya sperma.
- Pemeriksaan Pelaku
a. Pemeriksaan tubuh
Untuk mengetahui apakah seorang pria baru melakukan persetubuhan, dapat
dilakukan pemeriksaan ada tidaknya sel epitel vagina pada glans penis. Perlu juga
dilakukan pemeriksaan sekret uretra untuk menentukan adanya penyakit kelamin.
b. Pemeriksaan pakaian
Pada pemeriksaan pakaian, catat adanya bercak semen, darah, dan sebagainya.
Bercak semen tidak mempunyai arti dalam pembuktian sehingga tidak perlu
ditentukan. Darah mempunyai nilai karena kemungkinan berasal dari darah deflorasi.
Di sini penentuan golongan darah penting untuk dilakukan. Trace evidence pada
pakaian yang dipakai ketika terjadi persetubuhan harus diperiksa. Bila fasilitas untuk
pemeriksaan tidak ada, kirim ke laboratorium forensik di kepolisian atau bagian Ilmu
Kedokteran Forensik, dibungkus, segel, serta dibuat berita acara pembungkusan dan
penyegelan.
- Pembuktian Kekerasan
Tidak sulit untuk membuktikan adanya kekerasan pada tubuh wanita yang
menjadi korban. Dalam hal ini perlu diketahui lokasi luka-luka yang sering
ditemukan, yaitu di daerah mulut dan bibir, leher, puting susu, pergelangan tangan,
pangkal paha serta di sekitar dan pada alat genital. Luka-luka akibat kekerasan
seksual biasanya berbentuk luka lecet bekas kuku, gigitan (bite marks) serta luka-luka
memar.
Sepatutnya diingat bahwa tidak semua kekerasan meninggalkan bekas atau jejak
berbentuk luka. Dengan demikian, tidak ditemukannya luka tidak berarti bahwa pada
wanita korban tidak terjadi kekerasan itulah alasan mengapa dokter harus
menggunakan kalimat tanda-tanda kekerasan di dalam setiap Visum et Repertum yang
dibuat, oleh karena tidak ditemukannya tanda-tanda kekerasan mencakup dua
pengertian: pertama, memang tidak ada kekerasan, dan yang kedua kekerasan terjadi
namun tidak meninggalkan bekas (luka) atau bekas tersebut sudah hilang.
Tindakan pembiusan serta tindakan lainnya yang menyebabkan korban tidak
berdaya merupakan salah satu bentuk kekerasan. Dalam hal ini perlu dilakukan
pemeriksaan untuk menentukan adanya racun atau obat-obatan yang kiranya dapat
membuat wanita tersebut pingsan; hal tersebut menimbulkan konsekuensi bahwa pada
setiap kasus kejahatan seksual, pemeriksaan toksikologik menjadi prosedur yang rutin
dikerjakan.
-Perkiraan Umur
Penentuan umur bagi wanita yang menjadi korban kejahatan seksual seperti yang
dikehendaki oleh pasal 284 dan 287 KUHP adalah hal yang tidak mungkin dapat
dilakukan (kecuali didapatkan informasi dari akte keahiran). Dengan teknologi
kedokteran yang canggih pun maksimal hanya sampai pada perkiraan umur saja.
Perkiraan umur dapat diketahui dengan melakukan serangkaian pemeriksaan yang
meliputi pemeriksaan fisik, ciri-ciri seks sekunder, pertumbuhan gigi, fusi atau
penyatuan dari tulang-tulang khususnya tengkorak serta pemeriksaan radiologi
lainnya.
Dalam menilai perkiraan umur, dokter perlu menyimpulkan apakah wajah dan
bentuk badan korban sesuai dengan yang dikatakannya. Keadaan perkembangan
payudara dan pertumbuhan rambut kemaluan perlu dikemukakan. Ditentukan apakah
gigi geraham belakang ke-2 (molar ke-2) sudah tumbuh (terjadi pada umur kira-kira
12 tahun, sedangkan molar ke-3 akan muncul pada usia 17-21 tahun atau lebih). Juga
harus ditanyakan apakah korban sudah pernah menstruasi bila umur korban tidak
diketahui.
Hal-hal tersebut di atas perlu diketahui sehubungan dengan bunyi pasal 287
KUHP untuk menentukan apakah penuntutan harus dilakukan.Penentuan Pantas
Dikawin.
Apabila suatu perkawinan dimaksudkan sebagai suatu perbuatan yang suci dan
baik, dimana tujuan utamanya adalah untuk dapat menghasilkan keturunan, maka
penentuan apakah seorag wanita itu sudah waktunya untuk dikawin atau belum,
semata-mata hanya berdasarkan atas kesiapan biologis (yang dapat dibuktikan oleh
ilmu kedokteran), dalam hal ini: menstruasi. Bila wanita itu sudah mengalami
menstruasi, maka ia sudah waktunya untuk dikawin. Untuk itu, yaitu untuk
mengetahui apakah wanita tersebut sudah pernah menstruasi dokter pemeriksa tidak
jarang harus merawat dan mengisolir wanita tersebut, yang maksudnya agar ia dapat
mengetahui dan mendapatkan bukti secara pasti bahwa telah terjadi menstruasi.
Menurut Muller, untuk mengetahui ada atau tidaknya ovulasi perlu dilakukan
observasi selama 8 minggu di rumah sakit, sehingga dapat ditentukan adakah selama
itu ia mendapat menstruasi. Sekarang ini untuk menentukan apakah seorang wanita
sudah pernah mengalami ovulasi atau belum dapat dilakukan pemeriksaan vaginal
smear.
Akan tetapi bila kita mengacu pada Undang-undang perkawinan, yang
mengatakan bahwa wanita boleh kawin bila ia telah berumur 16 tahun, maka
masalahnya kembali kepada masalah perkiraan umur.
- Pemeriksaan Laboratorium
Adanya cairan mani atau bercak yang dihasilkan bisa menjadi petunjuk adanya
pemerkosaan atau upaya pemerkosaan, pembunuhan seksual pada wanita dan biasa juga
terjadi pada bestiality. Potensi dari materi cairan ini telah diketahui, dapat mengungkapkan
masalah paternitas atau nullitas, hal ini bisa membela dengan pertahanan bahwa adanya
tindakan pemerkosaan. Ini penting, sesuai dengan sirkumstansial , untuk membuktikan
bercak tersebut dihasilkan dari cairan mani, atau cairan yang dihasilkan dari vagina (labium
minora atau anus). Pada kejadian lain hal ini dapat menunjukan potensi cairan.
Bahan untuk pemeriksaan biasanya banyak ditemukan dari bercak mani pada pakaian
dan cairan dari vagian maupun anus, sejak adanya prosedur yang berbeda dalam memperoleh
spesimen dan menyiapkan pemeriksaan.
Pada kasus dugaan pemerkosaan perlu untuk melihat cairan mani berupa bercak
pada pakaian, di kulit perineum, paha, labium minor, rambut pubis, vagina dan lubang anus.
Ini tidak pasti membuktikan bahwa cairan semen masuk ke vagina, ini cukup sering
ditemukan pada labium minor atau rambut pubis sejak adanya penetrasi penis meskipun
bukan penetrasi komplit.
Cairan semen yang telah kering pada perineum atau labia minor paling baik
dikumpulkan menggunakan swab tenggorok. Sampel rambut pubis, yang mungkin juga
dibutuhkan untuk perbandingan dengan rambut yang ada pada pakaian terdakwa, harus
diambil secara hati-hati dan dipindahkan ke kemasan kecil dari gelas. Rambut yang dipotong
tidak akan disertai akarnya sehingga menjadi tidak memuaskan.
Cairan dari vagina dikumpulkan menggunakan pipet atau swab tenggorok yang
dimasukkan dengan atau tanpa bantuan spekulum. Karena sperma dapat rusak secara cepat,
maka penting untuk membuat satu atau lebih smear pada gelas slide sesegera mungkin dan
untuk mengirimnya bersama dengan spesimen yang sesuai untuk penyelidikan. Demikian
pula, smear dari anal swab juga harus dibuat dengan segera
Pemeriksaan Mikroskopis
Tujuan :
Morfologi SDM
menentukan darah berasal dari kelas
mamalia
-drum stick pada sel lekosit berinti banyak
- Sel pseudodecidua
Bahan :
Darah masih basah atau baru mengering
Cara Kerja :
Letakkan pada kaca obyek, tambahkan 1 tetes garam faal, tutup dengan kaca penutup
Buat sediaan apus, dengan pewarnaan Giemsa atau Wright
Hasil :
Mamalia SDM, cakram & tidak berinti
kelas lain oval / elips & berinti
Onta : oval / elips & tidak berinti
Pemeriksaan Kimiawi
PEMERIKSAAN PENYARING :
Benzidine : reagen : lar. Jenuh kristal benzidine dalam as.acetat glacial
(+) biru gelap
Phenolphthalin : reagen : phenophthalin 2 gr + 100 ml NaOH 20%,
dipanaskan dg butiran Zn
(+) merah muda
PEMERIKSAAN PENENTUAN :
Reaksi Takayama : Pembentukan kristal Pyridine Hemochromogen. Hasil
positif tampak Kristal Pyridine Hemochromogen yang berbentuk batang-
batang berwarna merah dadu/jingga yang kadang-kadang bersatu berbentuk
seperti bulu-bulu.
Hasil + : pasti darah
Reaksi Teichmann : Pembentukan pigmen/kristal Hematin HCl. Hasil positif
tampak adanya kristal hemin hidroklorida yang berbentuk batang-batang
warna coklat.
Hasil + : pasti darah
Reaksi Wagenaar : Pembentukan kristal Aceton-hemin. Hasil positif tampak
kristal aceton-hemin, berbentuk batang warna coklat
b. Pemeriksaan Cairan mani dan sperma
Tujuan :
Menentukan sperma dalam vagina untuk membuktikan adanya persetubuhan
Bahan :
Forniks posterior vagina
Bercak pada pakaian
Alur Pemeriksaan :
c. Pemeriksaan Gonokok
Tujuan :
Menentukan adanya bakteri Gonokok
Alat dan Bahan :
1. Larutan Methylen Blue 1%
2. Larutan Eosin/Acid Fuchin 1%
3. Alkohol 70%
Cara kerja :
Buat preparat apus pada kaca obyek
Fiksasi preparat apus dengan melewatkan di atas lidah api.
Rendam preparat dalam larutan Methylen blue 1% selama 5 10 menit.
Cuci preparat dengan air mengalir.
Bilas dengan alkohol 70% hingga preparat apus menjadi kering.
Rendam preparat dalam larutan Eosin/Acid Fuchin1% selama 1 2 menit.
Cuci kembali dengan air mengalir.
Lihat dengan mikroskop.
Hasil pemeriksaan :
Tampak bakteri gonokok, bentuk kokus berpasangan seperti biji kopi
Hasil Pemeriksaan
1. Label
Pada pemeriksaan luar harus dijelaskan label pada mayat terletak atau terikat pada
bagian tubuh yang mana, terbuat dari apa, berwarna apa, ada atau tidak materai / cap,
bertuliskan apa.
Contoh pembuatan label :
Label terikat pada : jempol kaki kanan korban, terbuat dari : kertas manila,
berwarna : merah muda, dengan / tanpa materai, bertuliskan : No.456/I/SekDg.
Telinga
Dilihat bentuk telinga, apakah ada kelainan atau tidak dan apakah telinga masih utuh
atau tidak.
Mulut
Mulut mungkin terdapat benda asing, obat obatan, gigi yang rusak, gusi dan bibir
yang luka ( terutama frenulum yang ruptur pada kekerasan terhadap anak anak), dan lidah
yang tergigit pada epilepsi atau pukulan pada rahang ataupun karena menahan sakit sesaat
sebelum kematian. Gigi palsu sebaiknya diidentifikasi dan dipindahkan sebelum otopsi. Isi
lambung dan mulut mungkin tidak mengidentifikasikan regurgitasi ante mortem, tetapi
sebaiknya dicatat. Bubuk kering pada bibir mungkin bisa didapat obat obatan atau racun;
korosi dari mulut, bibir dan dagu mungkin dapat dilihat pada racun yang mengiritasi.
Perdarahan dari mulut, lubang hidung atau telinga harus dicatat, dan kemudian diteliti sebagai
sumber dari pemeriksaan dalam.
TITIK ANATOMIS
Titik antomis yang dapat dipakai untuk menentukan koordinat pada tubuh manusia :
Garis pertengahan depan ( GPD )
1. Batas rambut
2. Sudut mata
3. Sudut bibir
4. Puncak bahu
5. Puting susu
6. Pusar
15. Fraktur
Diperiksa secara teliti apakah terdapat fraktur pada mayat akibat trauma. Fraktur
disini bisa terbuka atau tertutup, pada fraktur tertutup bagian tulang yang dicurigai fraktur
harus diraba untuk menentukan adanya krepitasi, termasuk disini juga diperiksa apakah juga
terdapat dislokasi.
Visum et Repertum
Setelah dilakukan pemeriksaan luar, maka hasil pemeriksaan dituangkan dalam
visum et repertum, dimana bagian bagiannya tetap memenuhi kaidah yang ditetapkan oleh
undang undang.
Maksud pencantuman kata "Pro justitia" adalah sesuai dengan artinya, yaitu dibuat
secara khusus hanya untuk kepentingan peradilan. Visum et repertum oleh undang-undang
telah dinyatakan sebagai surat resmi dan tidak memerlukan meterai untuk menjadikannya
berkekuatan hukum.
Di bagian atas tengah dapat dituliskan judul surat tersebut, yaitu : Visum et
Repertum. Pada umumnya, visum et repertum dibuat mengikuti struktur atau anatomi yang
seragam, yaitu :
1.Bagian Pendahuluan.
Bagian ini sebenarnya tidak diberi judul "Pendahuluan", melainkan langsung merupakan
uraian tentang identitas dokter pemeriksa beserta instansi dokter pemeriksa tersebut, instansi
pemintah visum et repertum berikut nomor dan tanggal suratnya, tempat dan waktu
pemeriksaan, serta identitas yang diperiksa sesuai dengan yang tercantum di dalam surat
permintaan visum et repertum tersebut. Waktu pemeriksaan dapat dilakukan dalam satu
titik waktu dan dapat juga dalam suatu rentang waktu tertentu yang dapat pendek dan
dapat pula panjang (lama).
2. Bagian Hasil Pemeriksaan ( Bagian Pemberitaan).
Bagian ini diberi judul "Hasil Pemeriksaan", memuat semua hasil pemeriksaan terhadap
"barang bukti" yang dituliskan secara sistematik, jelas dan dapat dimengerti oleh orang yang
tidak berlatar belakang pendidikan kedokteran. Untuk itu teknik penggambaran atau
pendeskripsian temuan harus dibuat panjang lebar, dengan memberikan uraian letak
anatomis yang lengkap, tidak melupakan kiri atau kanan bagian anatomis tersebut, serta bila
perlu menggunakan ukuran.
Pencatatan tentang perlukaan atau cedera dilakukan dengan sistematis mulai dari atas ke
bawah sehingga tidak ada yang tertinggal.
3.Bagian Kesimpulan.
Bagian ini diberi judul "Kesimpulan" dan memuat kesimpulan dokter pemeriksa atas
seluruh hasil pemeriksaan dengan berdasarkan keilmuan atau keahliannya. Pada
kesimpulan visum et repertum kejahatan seksual (perkosaan) harus dijelaskan adanya tanda
tanda persetubuhan yang didapat dari hasil pemeriksaan fisik maupun laboratorium serta
tanda tanda kekerasan pada bagian tubuh lain.
4.Bagian Penutup.
Bagian ini tidak diberi judul "Penutup", melainkan merupakan kalimat penutup yang
menyatakan bahwa visum et repertum tersebut dibuat dengan sebenar-benarnya,
berdasarkan keilmuan yang sebaik-baiknya, mengingat sumpah dan sesuai dengan
ketentuan dalam KUHAP.
Visum et repertum diakhiri dengan tandatangan dokter pemeriksa atau pembuat visum et
repertum dan nama jelasnya.