IDENTITAS PASIEN
Nama : Tn. A M
Umur : 13 tahun
Pekerjaan : Pelajar
Agama : Islam
1
LAPORAN PSIKIATRIK
I. RIWAYAT PENYAKIT
A. Keluhan utama
Sakit kepala, pusing (oleng), tegang leher, sakit ulu hati dan
berdebar-debar dan sulit tidur.
B. Riwayat Gangguan Sekarang
Seorang laki-laki 13 tahun datang konsultasi ke Poli Jiwa
Bhayangkara dengan banyak keluhan fisik. Keluhan ini sudah dialami
pasien sejak kurang lebih 6 bulan yang lalu. Saat ini pasien masih
sering merasakan keluhan tersebut dan biasanya muncul secara tiba-
tiba, baik saat melakukan aktivitas sehari-hari ataupun pada saat
keadaan santai. Keluhan tersebut berupa sakit kepala, pusing (oleng),
tegang pada belakang leher, sakit ulu hati, dan jantung berdebar-debar
yang dirasakan sekitar 30 menit kemudian membaik setelahnya.
Pasien mengaku keluhan ini muncul setelah telinganya berdenging.
Sebelumnya pasien pernah membersihkan telinganya sendiri
menggunakan cutton-bad setelah itu pasien mengeluh telinganya
berdenging keesokan harinya, hilang timbul dan tidak ada perbaikan
selama seminggu. Semenjak saat itu pasien terkadang
mengkhawatirkan tentang keadaan telinganya.
Sekitar 3 hari kemudian pasien merasakan sakit kepala, pusing
(oleng), tegang pada belakang leher, sakit ulu hati, dan jantung
berdebar-debar namun pasien tidak dibawa ke dokter karena keluhan
hilang sendiri setelah beberapa menit. Keluhan berulang beberapa kali
dalam sebulan kemudian dibawa ke UGD namun keadaan membaik
setelah sampai di Rumah Sakit. Pasien juga mengeluh sulit tidur
setelah munculnya keluhan utama yang dialami.
Pasien sudah memeriksakan diri ke dokter anak dengan keluhan
nyeri kepala namun tidak ditemukan kelainan.
Hendaya Disfungsi
Hendaya Sosial (-)
Hendaya Pekerjaan (-)
Hendaya Waktu Senggang (-)
Faktor Stressor Psikososial
2
Pasien mengkhawatirkan masalah telinganya yang berdenging.
Hubungan gangguan sekarang dengan riwayat penyakit
sebelumnya.
Pasien belum pernah berobat ke poliklinik Jiwa RSU Bhayangkara
sebelumnya
3
Tidak ada riwayat keluarga dengan keluhan yang sama
F. Situasi Sekarang
Pasien tinggal bersama kedua orang tuanya dan kakak pertamanya.
B. Keadaan afektif
Mood : Sesuai
Afek : Sesuai
Empati : Dapat dirabarasakan
D. Gangguan persepsi
Halusinasi : Tidak ada
Ilusi : Tidak ada
Depersonalisasi : Tidak ada
4
Derealisasi : Tidak ada
E. Proses berpikir
Arus pikiran :
A.Produktivitas : Cukup
B. Kontinuitas : Relevan
C. Hendaya berbahasa : Tidak ada
Isi Pikiran
A. Preokupasi : Tidak ada
B. Gangguan isi pikiran : Tidak ada
F. Pengendalian impuls
Baik
G. Daya nilai
Norma sosial : Tidak terganggu
Uji daya nilai : Baik
Penilaian Realitas : Baik
H. Tilikan (insight)
Derajat VI: Pasien menyadari dirinya sakit dan butuh pengobatan dari
dokter
5
sekitar 30 menit, kemudian membaik setelahnya. Pasien mengaku keluhan
ini muncul setelah telinganya berdenging. Sebelumnya pasien pernah
membersihkan telinganya sendiri menggunakan cutton-bath setelah itu
pasien mengeluh telinganya berdenging keesokan harinya, hilang timbul
dan tidak ada perbaikan selama seminggu. Semenjak saat itu pasien
terkadang mengkhawatirkan tentang keadaan telinganya.
Sekitar 3 hari kemudian pasien merasakan sakit kepala, pusing
(oleng), tegang pada belakang leher, sakit ulu hati, dan jantung berdebar-
debar namun pasien tidak dibawa ke dokter karena keluhan hilang sendiri
setelah beberapa menit. Keluhan berulang beberapa kali dalam sebulan
kemudian dibawa ke UGD namun keadaan membaik setelah sampai di
Rumah Sakit. Pasien juga mengeluhkan susah tidur di malam hari.
Pasien juga sudah memeriksakan diri ke dokter anak dengan
keluhan nyeri kepala namun tidak ditemukan kelainan.
Kesadaran composmentis, prilaku dan aktivitas psikomotor tenang,
pembicaraan spontan, lancar, intonasi cukup. Sikap terhadap pemeriksa
kooperatif. Keadaan mood dan afek sesuai, empati dapat dirabarasakan.
Fungsi kognitif, taraf pendidikan, pengetahuan umum dan kecerdasan
sesuai dengan taraf pendidikan. Daya konsentrasi baik, orientasi waktu,
tempat dan orang baik, daya ingat jangka panjang dan pendek baik.
Gangguan persepsi tidak ada, tidak ada gangguan isi pikir, tilikan 6. Taraf
dapat dipercaya.
V. EVALUASI MULTIAKSIAL
Aksis I
Berdasarkan anamnesa didapatkan adanya gejala klinis
yang bermakna berupa sakit kepala, pusing (oleng), tegang leher,
sakit ulu hati dan jantung berdebar-debar muncul tiba-tiba pada situasi
tertentu sehingga dapat disimpulkan bahwa pasien mengalami
Gangguan Jiwa.
6
Pada pasien tidaka da hendaya berat dalam menilai realita,
tidak terdapat halusinasi ataupun waham dll, sehingga pasien
didiagnosa sebagai Gangguan Jiwa Non Psikotik.
Pada riwayat penyakit sebelumnya dan pemeriksaan status anak
tidak ditemukan adanya kelainan yang mengindikasi gangguan medis
umum yang menimbulkan gangguan fungsi otak serta dapat
mengakibatkan gangguan jiwa yang diderita pasien ini, sehingga
diagnose gangguan mental dapat disingkirkan dan didiagnosa
Gangguan Jiwa Non Psikotik Non Organik.
Dari autoanamnesis dan pemeriksaan status mental, didapatkan
adanya gejala anxietas (kecemasan, ketegangan motorik, overaktivitas
otonomik) sebagai gejala primer yang berlangsung tiba-tiba berkisar
30 menit dalam keadaan tidak menentu. Berdasarkan PPDGJ III,
pasien dapat digolongkan dalam Gangguan Panik (F41.0)
Aksis II
Pasien merupakan orang yang ramah dikeluarga dan lingukungannya,
sehingga diarahkan pada pasien dengan ciri kepribadian tidak khas.
Aksis III
H 93.1 (Tinnitus)
Aksis IV
Stressor psikososial berupa ancaman gangguan kesehatan.
Aksis V
GAF scale 60 (gejala sedang (moderate), disabilitas sedang.
7
Farmakoterapi :
SSRI : Fluoxetine 20 mg 1 x 1
Benzodiazepin: Alprazolam 1 mg 1 x 1
Psikoterapi suportif
Ventilasi
Memberikan kesempatan kepada pasien untuk mengungkapkan isi
hati dan keinginannya sehingga pasien merasa lega
Cognitive Behavioral Theraphy (CBT)
Membantu pasien untuk dapat merubah sistem keyakinan yang
negative, irasional dan mengalami penyimpangan (distorsi)
menjadi positif dan rasional sehingga secara bertahap mempunyai
reaksi somatik dan perilaku yang lebih sehat dan normal.
Menjelaskan bahwa segala masalah pasti memiliki jalan keluar,
jika pasien memendam masalah tersebut terus menerus tanpa
mencari solusinya, maka gejala yang diutarakan akan terus
berulang.
Sosioterapi
Memberikan penjelasan kepada keluarga dan orang-orang
sekitarnya sehingga tercipta dukungan sosial dengan lingkungan
yang kondusif untuk membantu proses penyembuhan pasien serta
melakukan kunjungan berkala.
VIII. PROGNOSIS
Ad Bonam
Factor yang mempengaruhi
IX. FOLLOW UP
Memantau keadaan umum pasien dan perkembangan penyakit serta
menilai efektifitas pengobatan yang diberikan dan kemungkinan
munculnya efek samping obat yang diberikan.
8
X. DISKUSI TAMBAHAN
9
Penatalaksanaan anxietas dapat dilakukan dengan
a. Farmakoterapi
1. Benzodiazepin
Merupakan pilihan obat pertama. Pemberian benzodiazepine
dimulai dengan dosis terendah dan ditingkatkan sampai mencapai
respons terapi. Pengguanaan sediaan dengan waktu paruh
menengah dan dosis terbagi dapat mencegah terjadinya efek yang
tidak diinginkan. Lama pengobatan rata-rata 2-6 minggu,
dilanjutkan dengan masa tapering off selama 1-2
minggu.1Spektrum klinis Benzodiazepin meliputi efek anti-
anxietas, antikonvulsan, anti-insomnia, dan premedikasi tindakan
operatif. Adapun obat-obat yang termasuk dalam golongan
Benzodiazepin antara lain2
10
f) Alprazolam, dosis anjuran 3 x 0,25 0,5 mg/hari, efektif untuk
anxietas tipe antisipatorik, onset of action lebih cepat dan
mempunyai komponen efek anti-depresi.
2. Selective Serotonin Reuptake Inhibitor (SSRI)
SSRI dapat efektif terutama untuk pasien-pasien degan
komorbid depresi. Kerugian SSRI yang menonjol yaitu obat ini
dapat meningkatkan anxietas sesaat (secara sementara).5
Fluoxetine (Prozaz di AS), diperkenalkan pada tahun1988
untuk penangan depresi, obat tersebut masuk kedalam golongan
selektif serotonin reuptake inhibitor ke empat. SSRI bertindak
pada otak untuk meningkatkan kadar neurotransmitter serotonin
tanpa meningkatkan norepinefrin. Hal ini dianggap sebagai
manfaat pengobatan depresi, kecemasan, panic, fobia, dan OCD.6
SSRI memiliki 'spektrum luas' keberhasilan dalam
pengobatan baik jangka pendek dan jangka panjang, dan umumnya
dapat ditoleransi dengan baik; dan untuk alasan ini banyak
dianggap sebagai lini pertama pendekatan farmakologis pada
pasien dengan gangguan kecemasan atau gangguan obsesif-
kompulsif. Namun SSRI memiliki efek samping yang berpotensi
merepotkan, termasuk peningkatan gugup awal, insomnia, mual
dan disfungsi seksual.7
Pengobatan akut pasien dengan gangguan kecemasan
menyeluruh bersama-sama memberikan bukti substansial untuk
manfaat banyak obat antidepresan - termasuk SSRI (citalopram,
escitalopram, paroxetine, sertraline), SNRIs (duloxetine,
venlafaxine), trisiklik imipramine dan opipramol, trazodone, dan
agomelatine. Fluoxetine dan paroxetine adalah inhibitor beberapa
enzim sitokrom P450 dan dapat berinteraksi dengan beberapa obat
psikotropika lainnya dan juga dapat dikombinasikan untuk
pengobatan penyakit fisik. Ketika berhenti tiba-tiba, SSRI dapat
menghasilkan sindrom putus obat ditandai dengan pusing,
insomnia dan gejala seperti flu. Ini biasa tampak pada penggunaan
paroxetine dan paling sering dengan penggunaan fluoxetine.7
11
b. Psikoterapi
1. Terapi kognitif perilaku
Penelitian telah menunjukkan bahwa bentuk psikoterapi yang
dikenal sebagai Terapi Kognitif-Perilaku (CBT) dapat sangat
efektif dalam mengobati gangguan kecemasan. Psikolog
menggunakan CBT untuk membantu pasien mengidentifikasi dan
belajar untuk mengelola faktor-faktor yang berkonstribusi pada
kecemasan mereka. Terapi perilaku melibatkan teknik untuk
mengurangi atau menghentikan perilaku yang tidak di inginkan
terkait dengan gangguan anxietas. Sebagai contoh, salah satu
pendekatan melibatkan pasien untuk berlatih relaksasi dan
mendalami teknik pernapasan untuk mengatasi gejala agitasi, dan
pernapasan dangkal yang sering menyertai gangguan kecemasan.4
2. Terapi suportif
Pasien diberikan re-assurance dan kenyamanan, digali potensi-
potensi yang ada dan belum tampak, didukung egonya, agar lebih
bisa beradaptasi optimal dalam fungsi sosial.3
12
DAFTAR PUSTAKA
13
7) American Psychological Association. Understanding Anxiety Disorders
and Ef fective Treatment. 2010. Washington DC: A Publication of the
American Psychological Association.
8) Baldwin S David, Anderson M Ian, et al. Evidence-based
pharmacological treatment of anxiety disorders, post-traumatic stress
disorder and obsessive-compulsive disorder: A revision of the 2005
guidelines from the British Association for Psychopharmacology. 2014.
Journal of Pshychopharmacology.
14