langsung. Perubahan terjadi dalam kemampuan seseorang untuk bertingkah laku dan
berbuat dalam situasi tertentu, perubahan dalam tingkah laku hanyalah suatu reflek
dari perubahan internal (berbeda dengan aliran behaviorisme, aliran kognitif
mempelajari aspek-aspek yang tidak dapat diamati secara langsung seperti,
pengetahuan, arti, perasaan, keinginan, kreativitas, harapan dan pikiran). Bermakna
menurut Ausubel merupakan suatu proses dikaitkannya informasi baru pada konsep-
konsep relevan yang terdapat dalam struktur kognitif seseorang faktor yang paling
penting yang mempengaruhi belajar adalah apa yang telah diketahui siswa.
Pandangan Ausubel agak berlawanan dengan Burner yang beranggapan bahwa belajar
dengan menemukan sendiri (discovery learning) adalah sesuai dengan hakikat manusia
sebagai seorang yang mencari-cari secara aktif dan menghasilkan pengetahuan serta
pemahaman yang sungguh-sungguh bermakna. Sedang menurut Ausubel kebanyakan
orang belajar terutama dengan menerima dari orang lain (reception learning). Kedua
pandangan tersebut sangat mirip yakni sebuah konstruksi pengetahuan baru yang
sesungguhnya bergantung pada sistem pembelajaran yang bermakna. Hanya saja
discovery learning Burner menonjolkan corak berpikir induktif sedangkan reception
learning Ausubel menonjolkan corak berpikir deduktif. Sebagai konsekuensinya, Ausubel
mencanangkan mengajar yang disebutkan mengajar dengan menguraikan (expository
teaching).
Psikologi pendidikan yang diterapkan oleh Ausubel adalah bekerja untuk mencari hukum
belajar yang bermakna, berikut ini konsep belajar bermakna David Ausubel.
Menurut Ausubel ada dua jenis belajar: (1) Belajar bermakna (meaningful learning) dan
(2) Belajar menghafal (rote learning). Belajar bermakna adalah suatu proses belajar
dimana informasi baru dihubungkan dengan struktur pengertian yang sudah dipunyai
seseorang yang sedang belajar.
Sedang Muhadjir mengatakan bahwa belajar bermakna yang dimaksud Ausubel adalah
dimilikinya kesiapan belajar karena telah memahami hakiki substansial dan hakiki
kebutuhan individual dari apa yang sedang dan akan dipelajari. Sedangkan belajar
menghafal adalah siswa berusaha menerima dan menguasai bahan yang diberikan oleh
guru atau yang dibaca tanpa makna.
Sebagai ahli psikologi pendidikan Ausubel menaruh perhatian besar pada siswa di
sekolah, dengan memperhatikan/memberikan tekanan-tekanan pada unsur
kebermaknaan dalam belajar melalui bahasa (meaningful verbal learning).
Kebermaknaan diartikan sebagai kombinasi dari informasi verbal, konsep, kaidah dan
prinsip, bila ditinjau bersama-sama. Oleh karena itu belajar dengan prestasi hafalan saja
tidak dianggap sebagai belajar bermakna.
Maka, menurut Ausubel supaya proses belajar siswa menghasilkan sesuatu yang
bermakna, tidak harus siswa menemukan sendiri semuanya. Malah, ada bahaya bahwa
siswa yang kurang mahir dalam hal ini akan banyak menebak dan mencoba-coba saja,
tanpa menemukan sesuatu yang sungguh berarti baginya. Seandainya siswa sudah
seorang ahli dalam mengadakan penelitian demi untuk menemukan kebenaran baru,
bahaya itu tidak ada; tetapi siswa bukan ahli, maka bahaya itu ada. Di lain pihak
Ausubel mengakui bahwa pengetahuan dan pemahaman yang baru harus
diintegrasikan ke dalam kerangka kognitif yang sudah dimiliki oleh siswa; jadi mirip
dengan Bruner tentang bangunan mental yang terstruktur. Karena itu, Ausubel tidak
memandang belajar dengan menghafal saja sebagai hasil belajar yang bermakna,
karena hasil itu tidak dikaitkan dengan isi dalam kerangka kognitif yang tersusun secara
hierarkis apalagi diintegrasikan kedalamnya.
Ia juga berpendapat bahwa pemerolehan informasi merupakan tujuan pembelajaran
yang penting dan dalam hal-hal tertentu dapat mengarahkan guru untuk
menyampaikan informasi kepada siswa. Dalam hal ini guru bertanggung jawab untuk
mengorganisasikan dan mempresentasikan apa yang perlu dipelajari oleh siswa,
sedangkan peran siswa di sini adalah menguasai yang disampaikan gurunya. Belajar
dikatakan menjadi bermakna (meaningful learning) yang dikemukakan oleh Ausubel
adalah bila informasi yang akan dipelajari peserta didik disusun sesuai dengan struktur
kognitif yang dimiliki peserta didik itu sehingga peserta didik itu mampu mengaitkan
informasi barunya dengan struktur kognitif yang dimilikinya. Belajar seharusnya
merupakan apa yang disebut asimilasi bermakna, materi yang dipelajari diasimilasikan
dan dihubungkan dengan pengetahuan yang telah dipunyai sebelumnya. Untuk itu
diperlukan dua persyaratan:
1) Materi yang secara potensial bermakna dipilih oleh guru dan harus sesuai dengan
tingkat perkembangan dan pengetahuan masa lalu peserta didik.
2) Diberikan dalam situasi belajar yang bermakna, faktor motivasional memegang
peranan penting dalam hal ini, sebab peserta didik tidak akan mengasimilasikan materi
baru tersebut apabila mereka tidak mempunyai keinginan dan pengetahuan bagaimana
melakukannya. Sehingga hal ini perlu diatur oleh guru, agar materi tidak dipelajari
secara hafalan.
Berdasarkan uraian di atas maka, belajar bermakna menurut Ausubel adalah suatu
proses belajar dimana peserta didik dapat menghubungkan informasi baru dengan
pengetahuan yang sudah dimilikinya dan agar pembelajaran bermakna diperlukan 2 hal
yakni pilihan materi yang bermakna sesuai tingkat pemahaman dan pengetahuan yang
dimiliki siswa dan situasi belajar yang bermakna yang dipengaruhi oleh motivasi.
Dengan demikian kunci keberhasilan belajar terletak pada kebermaknaan bahan ajar
yang diterima atau yang dipelajari oleh siswa. Ausubel tidak setuju dengan pendapat
bahwa kegiatan belajar penemuan (discovery learning) lebih bermakna daripada
kegiatan belajar penerimaan (reception learning). Sehingga dengan ceramah pun
asalkan informasinya bermakna bagi peserta didik, apalagi penyajiannya sistematis
akan dihasilkan belajar yang baik.
David Ausubel mengemukakan lima prinsip utama yang harus diperhatikan di dalam
proses belajar, yakni:
a. Subsumption, yaitu proses penggabungan ide atau pengalaman terhadap pola-pola
ide yang telah lalu yang telah dimiliki. Dalam hal ini terdapat 2 macam subsumption
yakni:
Subsumption Derivatife; sejenis subtansi yang berlangsung ketika materi baru dapat
diketahui, dan korelatif subsumption dimana sebuah tipe pembelajaran yang
berlangsung ketika informasi baru memerlukan penjelasan karena sebelumnya belum
diketahui.
b. Organizer, yaitu usaha mengintegrasikan pengalaman lalu dengan pengalaman baru
sehingga menjadi satu kesatuan pengalaman. Dengan prinsip ini dimaksudkan agar
pengalaman yang diperoleh bukan merupakan sederetan pengalaman yang satu
dengan yang lainnya hanya berangkai-rangkai saja yang mudah lepas dan hilang
kembali.
c. Progressive differentiation, dimaksudkan bahwa di dalam belajar, suatu keseluruhan
secara utuh harus lebih dulu muncul sebelum sampai kepada sesuatu yang lebih
spesifik.
d. Konsolidasi, dimaksudkan bahwa suatu pelajaran harus lebih dulu dikuasai sebelum
sampai kepada pelajaran berikutnya bila pelajaran tersebut menjadi dasar untuk
pelajaran selanjutnya.
e. Integrative reconciliation, yaitu bahwa ide atau pelajaran baru yang dipelajari itu
harus dihubungkan dengan ide pelajaran yang telah dipelajari lebih dulu.
f. Dari kelima prinsip-prinsip belajar bermakna David Ausubel tersebut dapat diketahui
bahwa prinsip-prinsip tersebut mengarahkan kepada pengelolahan informasi dalam
struktur kognitif siswa, agar siswa dapat merelevansikan pengetahuan (informasi) baru
dengan pengetahuan yang telah dimiliki sebelumnya sehingga dapat dihasilkan belajar
yang bermakna yang kemudian dapat diaplikasikan di dalam kehidupan si pembelajar.
Prinsip-prinsip teori belajar bermakna Ausubel di atas dapat diterapkan dalam proses
belajar mengajar melalui langkah-langkah pembelajaran sebagai berikut:
Dari berbagai definisi di atas jelaslah bahwa pengertian advance organizer secara
etimologi berbeda sesuai dengan pemahaman penulis atau penerjemahnya, akan tetapi
definisi secara terminologi mempunyai makna yang sama yakni sebuah kerangka
konseptual yang digunakan guru dalam proses pembelajaran yang menyajikan bagian-
bagian utama atau konsep-konsep pokok yang tercakup dalam urutan pengajaran dan
membawa stabilitas serta kejelasan akan pengetahuan yang dimiliki siswa sebelumnya,
sehingga berfungsi sebagai jembatan. Lebih jelasnya Ausubel mengatakan bahwa
advance organizer mengarahkan para siswa ke materi yang akan dipelajari, dan
menolong mereka untuk mengingat kembali informasi yang berhubungan yang dapat
digunakan dalam menanamkan pengetahuan baru.
Dalam advance organizer guru mengajak siswa untuk mengingat kembali pengalaman
lalu atau membantu siswa memahami Comparative Organizer adalah pengalaman
sebelumnya dengan menyajikan atau mendiskusikan konsep-konsep pokok yang telah
diterima sebelumnya. Penggunaan pemetaan konsep merupakan inovasi baru yang
penting untuk membantu anak menghasilkan pembelajaran bermakna di dalam kelas.
Model pembelajaran Advance Organizer dapat menggunakan media peta konsep dalam
aplikasinya. Joyce dan Weil menguraikan tentang unsur-unsur dalam model
pembelajaran advance organizer sebagai berikut:
1) Sintak
Pada model Advance Organizer terdapat tiga tahap kegiatan yaitu: penyajian Advance
Organizer, penyajian materi pembelajaran dan penguatan struktur kognitif siswa.
Tahap penyajian Advance Organizer terdiri atas tiga aktivitas yang meliputi (1)
menyampaikan tujuan pembelajaran; (2) menyajikan Advance Organizer; (3)
mendorong kesadaran akan pengetahuan yang relevan. Penyampaian tujuan
pembelajaran merupakan salah satu cara untuk menarik perhatian siswa dan
mengorientasikan siswa pada tujuan pembelajaran pada hari itu, kedua hal ini
diperlukan untuk mewujudkan tercapainya pembelajaran bermakna. Penyampaian
tujuan pembelajaran juga dapat membantu guru dalam merencanakan pembelajaran.
Sedangkan dalam menyajikan Advance Organizer haruslah secara eksplisit agar siswa
terarah dan dapat melihat urutan logis materi serta bagaimana kaitan materi dengan
Advance Organizer.
Sebuah Advance Organizer tidak harus panjang tetapi Advance Organizer haruslah
mudah diterima, mudah dipahami dan berhubungan dengan materi baru. Pada tahap
kedua terdapat empat aktivitas yang harus dilakukan guru yaitu (1) menyajikan teori
secara jelas; (2) menarik perhatian siswa; (3) memberikan contoh; (4) memberikan
latihan dan motivasi.
Tahap ketiga yaitu tahap memperkuat struktur kognitif siswa meliputi: (1) meningkatkan
integrative reconsiliation; (2) meningkatkan belajar aktif; (3) meningkatkan pendekatan
kritis pada materi pembelajaran; (4) merangkum materi pembelajaran.
Seperti yang telah dipaparkan bahwa Advance Organizer digunakan sebagai jembatan
yang menghubungkan struktur kognitif yang lalu dan materi yang baru, maka Joyce dan
Weil memberikan cara untuk meningkatkan integrative reconsiliation atau memadukan
materi baru dengan struktur kognitif yaitu dengan cara: (1) mengingatkan siswa pada
ide-ide (gambaran umum); (2) meminta siswa meningkatkan pemahaman pada hal-hal
penting dari materi baru; (3) mengulangi definisi-definisi utama; (4) membedakan
beberapa aspek penting materi; (5) meminta siswa menguraikan materi pembelajaran
yang mendukung konsep/pernyataan yang digunakan sebagai Advance Organizer.
Sedangkan untuk meningkatkan belajar aktif dapat ditempuh dengan cara (1) meminta
siswa untuk menjelaskan hubungan antara materi baru dengan pengetahuan awal; (2)
meminta siswa untuk memberikan contoh-contoh lain dari konsep materi yang baru; (3)
meminta siswa untuk menyampaikan hal-hal penting dalam materi yang baru dengan
menggunakan kata-kata sendiri; (4) meminta siswa untuk mengulang dan menjelaskan
kembali materi; (5) meminta siswa untuk menghubungkan materi baru dengan materi
lain, pengalaman dan pengetahuan. Pendekatan kritis pada materi pembelajaran dapat
ditingkatkan dengan cara (1) meminta siswa untuk mengenal asumsi-asumsi dan
simpulan dalam materi; (2) meminta siswa untuk menguji asumsi-asumsi tersebut; (3)
menemukan perbedaan-perbedaan dalam menggunakan asumsi-asumsi tersebut.
Pembelajaran ini akhirnya ditutup dengan merangkum materi pembelajaran. Dalam
suatu pembelajaran siswa mungkin merasa kurang jelas terhadap materi pembelajaran,
maka disinilah peran guru untuk menjawab dan memberikan informasi tambahan,
mengulang-ulang informasi atau mengaplikasikannya pada contoh-contoh baru.
2) Sistem baru
Pada model pembelajaran Advance Organizer guru memegang kontrol terhadap struktur
pembelajaran. Hal ini diperlukan dalam upaya menghubungkan materi pembelajaran
dengan Advance Organizer dan membantu siswa untuk membedakan antara materi
baru dengan materi terdahulu. Keberhasilan penguasaan materi ini bergantung pada
kekritisan dan keinginan siswa untuk memadukan atau mengintegrasikan materi serta
bagaimana guru menyajikan Advance Organizer. Sistem sosial ini terlihat sangat
mencolok dalam tahap III dengan situasi belajar yang lebih ideal karena lebih bersifat
interaktif dengan banyaknya siswa yang berinisiatif untuk bertanya.
3) Prinsip reaksi
Pada model pembelajaran Advance Organizer guru memperlihatkan responnya terhadap
reaksi siswa yang diarahkan melalui pencapaian tujuan untuk mengklasifikasikan makna
materi baru, mendiferensiasikan dan menyelaraskan dengan pengetahuan yang ada,
lalu secara pribadi dikaitkan dengan pengetahuan siswa untuk meningkatkan
pendekatan kritis terhadap pengetahuan. Idealnya siswa akan memulai pertanyaan
mereka sendiri sebagai respon terhadap informasi yang mereka peroleh.
4) Sistem pendukung
Sarana pendukung yang diperlukan Advance Organizer adalah materi yang
terorganisasi dengan baik yaitu materi yang saling berhubungan dengan materi
terdahulu. Keefektifan Advance Organizer tergantung pada suatu hubungan integral
yang tepat antara konsep-konsep yang diorganisasikan dan isi. Model ini memberikan
petunjuk untuk mereorganisasikan materi pembelajaran.
5) Dampak instruksional
Dampak instruksional dari model ini yaitu ide/gagasan yang pernah dipelajari digunakan
sebagai organizer dan dipresentasikan secara jelas seperti halnya dalam
mempresentasikan materi pelajaran. Sehingga siswa mampu menggunakan struktur
kognitif mereka untuk menunjang materi baru.
6) Dampak pengiring
Dampak model ini secara tidak langsung siswa memperoleh kemampuan untuk belajar
dari membaca, perkuliahan dan media lain yang digunakan dalam penyajian
pembelajaran. Hal ini akan membangkitkan kesadaran akan pengetahuan yang relevan
dan sikap kritis dalam belajar.
Dari uraian di atas maka teori belajar Ausubel dengan menggunakan expository
teaching (direct instruction) yakni pembelajaran langsung memberikan gambaran pada
pembelajaran yang berpusat pada guru seperti, ceramah, penjelasan, dan penugasan.
Pendekatan konstruktif yang berpusat pada siswa, hal ini dapat dilihat pada guru
mencoba memberikan kesempatan pada siswa untuk mengkonstruk makna mereka
sendiri. Untuk itu guru mempersiapkan pembelajaran terlebih dahulu secara sistematis.
Advance Organizer sebagai model pembelajaran yang digunakan Ausubel untuk
memperoleh pembelajaran yang bermakna, yaitu dikaitkannya pengetahuan awal yang
dimiliki siswa dengan pengetahuan baru yang akan dipelajari. Salah satu tujuan
pendidikan yang terpenting adalah memperkuat siswa dengan cara memberikan
pengetahuan, keterampilan, dan rasa percaya diri kepada mereka. Kadang-kadang apa
yang tidak diketahui oleh siswa atau suatu pemahaman yang keliru dari apa yang
mereka ketahui mempengaruhi proses belajar dan pemahaman mereka. Oleh karena itu
diperlukan sebuah pembelajaran yang menekankan pada pentingnya keterkaitan
pemahaman antar materi maupun intern materi, sebagaimana konsep belajar
bermakna Ausubel dan prosedur pengembangannya melalui advance organizer.
Dalam konteks belajar, efisiensi mempunyai arti, meningkatkan kualitas belajar dan
mengurangi biaya tanpa mengurangi kualitas belajar mengajar. Bagi suatu lembaga pendidikan,
pengertian efisiensi tersebut tampaknya mengarah pada efisiensi yang memberikan arti
peningkatan kemampuan guru dalam proses belajar-mengajar. Hal ini karena dalam proses
belajar mengajar yang mementingkan hubungan peserta didik dan guru, guru menjadi pihak yang
aktif.[4]
Namun bagi peserta didik, efisiensi dapat dimaknai menjadi dua macam efisiensi, yaitu
dicapai dengan usaha seminimal mungkin. Usaha dalam hal ini adalah segala sesuatu yang
digunakan untuk mendapat hasil belajar yang memuaskan, seperti: tenaga dan pikiran, waktu,
peralatan belajar, dan hal-hal lain yang relevan dengan kegiatan belajar. Efisiensi dari sudut
Gambar di atas memperlihatkan kepada kita bahwa C lebih efisien daripada A dan B,
karena dengan usaha yang minim dapat mencapai hasil belajar yang sama tingginya dengan
prestasi belajar A dan B. Padahal, A dan B telah berusaha lebih keras daripada C.
Sebuah kegiatan belajar dapat pula dikatakan efisien apabila dengan usaha belajar
tertentu memberikan prestasi belajar tinggi. Untuk lebih jelasnya, perhatikan gambar berikut ini:
Gambar tersebut di atas memperlihatkan bahwa C adalah peserta didik yang paling
efisien ditinjau dari prestasi yang dicapai, karena ia menunjukkan perbandingan yang terbaik dari
sudut hasil. Dalam hal ini, meskipun usaha belajar C sama besarnya dengan A dan B (lihat kotak
usaha belajar), ia telah memperoleh prestasi yang optimal atau lebih tinggi daripada prestasi A
dan B.[5]
Pertanyaannya sekarang adalah faktor apa yang dapat menunjang efisiensi belajar?
Mengenai faktor penunjang efisiensi belajar ini, paling tidak terdapat tiga faktor yang dapat
menjadi penunjang efisiensi dalam proses pembelajaran, yaitu faktor internal, faktor eksternal,
1. Faktor internal (faktor dari dalam), yakni keadaan/kondisi jasmani dan rohani peserta didik;
a. Faktor fisiologis, yakni yang berhubungan dengan kondisi fisik individu. Faktor ini juga dapat
b) Keadaan fungsi jasmani. Selama proses belajar berlangsung, peran fungsi fisiologi pada tubuh
b. Faktor psikologis, yakni yang berkaitan dengan keadaan psikologis seseorang yang dapat
mempengaruhi proses belajar. Beberapa faktor yang mempengaruhi proses belajar adalah
2. Faktor eksternal (faktor dari luar peserta didik), yakni kondisi lingkungan di sekitar peserta
didik;
Selain karakteristik peserta didik atau faktor-faktor internal, proses belajar juga dapat
dipengaruhi oleh faktor eksternal, yaitu faktor lingkungan sosial dan faktor lingkungan non-
sosial.
a) Lingkungan Sosial, meliputi:
1) Lingkungan sosial sekolah; seperti guru, administrasi, teman-teman sekelas. Hubungan harmonis
antara ketiganya dapat menjadi motivasi bagi peserta didik untuk belajar lebih baik di sekolah.
2) Lingkungan sosial masyarakat. Lingkungan yang kumuh, banyak pengangguran, dan anak
telantar tentunya sedikit banyak akan berpengaruh pada aktivitas belajar peserta didik.
3) Lingkungan sosial keluarga. Ketegangan keluarga, sifat-sifat orang tua, serta pengelolaan
1) Lingkungan alamiah. Kondisi udara segar, tidak panas, dan suasana yang sejuk dan tenang
2) Faktor instrumental, yaitu perangkat belajar. Termasuk dalam kategori ini adalah gedung
sekolah, fasilitas belajar, kurikulum sekolah, peraturan sekolah, buku panduan, silabi dan lain
sebagainya.[7]
3. Faktor materi pelajaran (yang diajarkan ke peserta didik). Faktor ini hendaknya disesuaikan
dengan usia perkembangan peserta didik, begitu juga dengan metode mengajar guru, disesuaikan
dengan kondisi perkembangan peserta didik. Karena itu, agar terjadi efisiensi dalam proses
belajar, maka guru harus menguasai materi pelajaran dan berbagai metode mengajar yang dapat