Anda di halaman 1dari 2

Hakikat Hak Asasi Manusia

Hakikat Hak Asasi Manusia sendiri adalah merupakan upaya menjaga keselamatan eksistensi
manusia secara utuh melalui aksi keseimbangan antara kepentingan perseorangan dengan kepentingan
umum. Begitu juga upaya menghormati, melindungi, dan menjunjung tinggi Hak Asasi Manusia menjadi
kewajiban dan tangung jawab bersama antara individu, pemeritah (Aparatur Pemerintahan baik Sipil
maupun Militer),dan negara.
Berdasarkan beberapa rumusan hak asasi manusia di atas, dapat ditarik kesimpulan tentang beberapa sisi
pokok hakikat hak asasi manusia, yaitu :
a) HAM tidak perlu diberikan, dibeli ataupun di warisi, HAM adalah bagian dari manusia secara otomatis.
b) HAM berlaku untuk semua orang tanpa memandang jenis kelamin, ras, agama, etnis, pandangan politik
atau asal usul sosial, dan bangsa.
c) HAM tidak bisa dilanggar, tidak seorangpun mempunyai hak untuk membatasi atau melanggar hak orang
lain. Orang tetap mempunyai HAM walaupun sebuah negara membuat hukum yang tidak melindungi atau
melanggar HAM

Prinsip-Prinsip HAM
Sesuai dengan dikemukakan oleh Rhona K. M. Smith, bahwa ada tiga prinsip dalam HAM, yaitu:
1.Prinsip Kesetaraan (Equality)
Kesetaraaan dianggap sebagai prinsip hak asasi manusia yangsangat fundamental. Kesetaraan dimaknai sebagai
perlakuan yangsetara, dimana pada situasi yang sama harus diperlakukan dengansama , dan dimana pasa
situasi berbeda dengan sedikit perdebatandiperlakukan secara berbeda. Kesetaraan juga dianggap sebagaiprasyarat
mutlak dalam negara demokrasi. Kesetaraan di depanhukum, kesetaraan kesempatan, kesetaraan akses
dalam pendidikan,kesetaraan dalam mengakses peradilan yang fair dan lain-lain merupakan hal penting dalam
hak asasi manusia.
Masalah muncul ketika seseorang berasal dari posisi yangberbeda dan diperlakukan secara sama.
Jika perlakuan yang sama initerus diberikan, maka tentu saja perbedaan ini akan terjadi terus menerus
walaupun standar hak asasi manusia telah meningkat. Olehkarena itu, penting untuk mengambil langkah
selanjutnya gunamencapai kesetaraan.Perkembangan gagasan hak asasi manusia memunculkanterminologi baru,
yaitu diskriminasi positif (affirmative action).
Tindakan afirmatif mengizinkan negara untuk memerlakukan secaralebih kepada kelompok
tertentu yang tidak terwakili, seperti adanyakuota 30 persen keterwakilan perempuan di parlemen. Contoh
lain,dapat berupa mengizinkan perempuan untuk diterima dibanding laki-laki dengan kualifikasi dan
pengalaman yang sama melamar, hanyadengan alasan lebih banyak laki-laki yang melamar
dilowonganpekerjaan tersebut. Beberapa negara mengizinkan masyarakat adatuntuk mengakses
pendidikan yang lebih tinggi dengan kebijakan-kebijakan yang membuat mereka diperlakukan secara
lebih( favourable) dibandingkan dengan orang-orang non-adatlainnyadalam rangka untuk mencapai
kesetaraan. Pasal 4 CEDAWdan 2 CERD adalah contohnya. Hal yang perlu dicatat adalah bahwatindakan
afirmatif hanya dapat digunakan dalam suatu ukurantertentu hingga kesetaraan itu dicapai. Namun,
ketika kesetaraan telahtercapai. Maka tindakan ini tidak dapat dibenarkan lagi.
(Eva Brems, Human Rights: Universality and Diversity, (London: Martinus Nijhoff Publishers,2001), h.
14, dalam Eko Riyadi, dkk.,Mengurai Kompleksitas Hak Asasi Manusia, h. 14, dalamMujaid
Kumkelo,dkk.,Fiqh HAM , h. 36.)
2.Prinsip Non-Diskriminasi ( Non-Discrimination)
Pelarangan terhadap diskriminasi atau non-diskriminasi adalahsalah satu bagian dari prinsip kesetaraan.
Jika semua orang setara,maka seharusnya tidak ada perlakuan yang diskriminatif (selaintindakan afirmatif
yang dilakukan untuk mencapai kesetaraan). Padaefeknya, diskriminasi adalah kesenjangan perbedaan
perlakuan dariperlakuan yang seharusnya sama atau setara.Prinsip ini kemudian menjadi sangat penting dalam
hak asasimanusia.
Dalam hal ini, diskriminasi memiliki dua bentuk, yaitu:
a.Diskriminasi langsung,
yaitu ketika seseorang baik langsungmaupun tidak langsung diperlakukan secara berbeda daripada lainnya
(less favourable).
b.Diskriminasi tidak langsung,
yaitu ketika dampak praktisdari hukum dan atau kebijakan merupakan bentukdiskriminasi walaupun hal
itu tidak ditujukan untuk tujuandiskriminasi. Misalnya, pembatasan pada hak
kehamilan jelas mempengaruhi lebih kepada perempuan daripadakepada laki-laki.Pemahaman
diskriminasi kemudian meluas dengandimunculkannya indikator diskriminasi yaitu berbasis pada
ras,warna kulit, jenis kelamin, bahasa, agana, pendapat politik atau opinilainnya, nasionalitas atau
kebangsaan, kepemilikan atas suatu benda(property), status kelahiran atau status lainnya. Semakin banyak
pulainstrumen yang memperluas alasan diskriminasi termasuk didalamnya orientasi seksual, umur, dan
cacat tubuh.
(Rhona K. M. Smith, dkk.,Hukum Hak Asasi, h. 39-40, dalam Mujaid Kumkelo, dkk.,Fiqh HAM ,h. 37-
38. Lihat Pasal 1International Convention on the Elimination of All Forms of Racial Discrimination
(CRC).
3.Prinsip Kewajiban Positif Setiap Negara
Prinsip kewajiban positif negara digunakan untuk melindungihak-hak tertentu. Menurut hukum hak asasi
internasional, suatunegara tidak boleh secara sengaja mengabaikan hak-hak dankebebasan-kebebasan.
Sebaliknya negara diasumsikan memilikikewajiban positif untuk melindungi secara aktif dan
memastikanterpenuhinya hak-hak dan kebebasan-kebebasan. Untuk kebebasanberekspresi, sebuah negara
boleh memberikan kebebasan dan sedikitmemberikan pembatasan. Untuk hak hidup, negara tidak
bolehmenerima pendekatan yang pasif. Negara wajib membuat suatuaturan hukum dan mengambil
langkah-langkah guna melindungisecara positif hak-hak dan kebebasan-kebebasan yang dapat
diterimaoleh negara. Karena alasan inilah, negara membuat aturan hukum melawan pembunuhan untuk
mencegah aktor non negara (non stateactor ) melanggar hak untuk hidup. Sebagai persyaratan
utama,negara harus bersifat proaktif dalam menghormati hak untuk hidup,bukan bersikap pasif
(Rhona K. M. Smith, dkk.,Hukum Hak Asasi,h. 39-40, dalam Mujaid Kumkelo, dkk.,Fiqh HAM ,h. 37-38.
Lihat Pasal International Convention on the Elimination of All Forms of Racial Discrimination(CRC)

Anda mungkin juga menyukai