Anda di halaman 1dari 38

43

BAB IV
PEMBAHASAN

4.1 Gambaran Umum Stasiun Kota Baru


Stasiun Kota Baru berada di Jalan Trunojoyo, Kecamatan Klojen, Kota Malang dengan
luas . Stasiun ini dibangun pada tahun 1941 oleh Arsitek Belanda J. Van Der eb.
Stasiun Kota Baru termasuk dalam klasifikasi Stasiun Besar karena semua jenis kereta api
singgah di Stasiun ini. Seiiring berjalannya waktu jumlah penumpang di stasiun ini terus
meningkat sehingga dibangunlah bangunan stasiun yang lebih besar. Hingga saat ini bangunan
lama yang bersebelahan dipo dan lokomotif digunakan sebagai kantor dan gudang kereta api
sedangkan bangunan baru di sebelah barat tetap digunakan area penumpang dan kantor utama.

Gambar 4.1 Lokasi Stasiun Kota Baru Malang


Sumber: Google

Gambar 4.2 Suasana Stasiun Kota Baru Malang


44

4.1.1 Jaringan Trayek Stasiun Kota Baru


Stasiun Kota Baru dikelola secara langsung oleh DAOP 8 Surabaya dibawah
lingkungan PT. Kereta Api Indonesia. Dalam sehari Stasiun ini melayani 16 keberangkatan
dan 10 kedatangan kereta api. Stasiun Kota Baru mampu menerima 3000 penumpang
saat weekdays dan 4000 penumpang saat weekend. Berikut ini adalah jadwal
keberangkatan dan kedatangan kereta api di Stasiun Kota Baru setiap harinya :

Tabel 4.1 Tabel keberangkatan kereta api dari Stasiun Kota Baru

Setiap hari stasiun Kota Baru melayani perjalanan kereta api dari tujuan lokal
hingga tujuan jarak jauh. Di dalam jadwal tersebut ditemukan adanya kesamaan jadwal
keberangkatan kereta yaitu pada tujuan Jakarta kereta api Bima dengan Mojokerto kereta
api Penataran atau Dhoho di waktu 14.25 & 14.33 dan tujuan Jakarta kereta api Matarmaja
dengan Mojokerto kereta api Penataran atau Dhoho di waktu 17.05. Kesamaan waktu
keberangkatan tersebut membuat suasana di luar maupun di dalam stasiun cukup padat.
Setiap kereta api keberangkatan awal di Stasiun Kota Baru mempunyai waktu tunggu
sekitar 30 menit.
45

Tabel 4.2 Tabel kedatangan kereta api ke Stasiun Kota Baru.

Stasiun Kota Baru juga melayani kedatangan kereta api dari berbagai tempat baik
Jakarta, Bandung, Yogyakarta, dan Surabaya. Seperti halnya keberangkatan kereta api di
Stasiun Kota Baru, jadwal kedatangan Stasiun Kota Baru juga terdapat kesamaan jadwal
kedatangan di waktu 8.10 dari Jakarta kereta api Bima dan Surabaya kereta api Bima.
Setiap kereta api transit yang tiba di Stasiun Kota Baru memiliki jeda berhenti sekitar 3
Menit.

4.1.2 Kapasitas Stasiun Kota Baru


Stasiun Kota Baru merupakan kategori stasiun besar yang mana stasiun ini
disinggahi semua jenis kereta api. Dalam sehari stasiun Kota Baru mampu menampung
3000-4000 penumpang Setiap harin Stasiun Kota Baru melayani keberangkatan dan
kedatangan dari berbagai tujuan seperti Jakarta, Bandung, Jogjakarta, Surabaya, dan
Banyuwangi. Berdasarkan data volume penumpang DAOP 8 Surabaya, terjadi penurunan
volume penumpang Stasiun Kota Baru dalam kurun 3 tahun terakhir. Berikut diagram
tahunan.

Gambar 4.6 Grafik volume penumpang Stasiun Kota Baru 3


tahun terakhir.
46

VOLUME PENUMPANG STASIUN KOTA BARU 2011


120,000

100,000

80,000

60,000

40,000

20,000

2011 2012 2013

Gambar 4.3 Diagram volume penumpang


Berdasarkan data diagram diatas pelonjakan penumpang tertinggi pada bulan Juni
dan Juli tahun 2011 yang mencapai volume 100.000 penumpang dalam sebulan. Yang
mana pada bulan tersebut memang merupakan musim liburan panjang. Namun pada
tahun berikutnya 2012 bulan Juni Juli terjadi penurunan volume penumpang yang
signifikan yaitu 40.000 penumpang dan tahun 2013 terjadi kenaikan volume hingga
50.000 60.000 penumpang.

4.1.3 Fasilitas Stasiun Kota Baru


Stasiun Kota Baru berdiri menghadap ke arah barat dengan view ke arah gunung
Arjuna membentang dari utara ke selatan sepanjang Jalan Trunojoyo dengan panjang 190
m. Walaupun bangunan stasiun ini merupakan bangunan lama peninggalan pemerintahan
Hindia Belanda, adapun fasilitas yang ditawarkan untuk penumpang kereta api dan
pegawai masih cukup lengkap dan baik. Ruang-ruang tersebut meliputi Loket, Ruang
47

customer service, Ruang KS, Ruang telegraf, ruang wassel, ruang PDB, ruang wasltrak, r.
parker pegawai, ruang kesehatan, ruang kondektur, ruang tamtib, ruang PPKA, Hall, r.
customer service, r. tunggu vip, r. tunggu peron, r. menyusui, pertokoan, resto, km atau wc,
dan musholla. Semua ruang-ruang tersebut terletak hanya pada 1 lantai stasiun.
Area stasiun Kota Baru memiliki lahan yang cukup luas namun yang dimanfaatkan
untuk pelayanan penumpang kereta api hanya beberapa bagian saja. Dalam penelitian kali
ini batasan wilayah Stasiun Kota Baru meliputi area inti bangunan stasiun, area pendukung
pertokoan diluar stasiun, area pergudangan yang berada di dalam stasiun, dan area parkir.
Area tersebut masih dalam wilayah tanah milik DAOP 8 sehingga penelitian kali ini akan
lebih bebas mengolah fasilitas dan aksesibilitas difabel.
48

KETERANGAN
Area Parkir
Area pendukung berupa Pertokoan
Area inti bangunan stasiun
Area pendukung pergudangan

Gambar 4.4 Area Stasiun KA Kota Baru

4.2 Analisa alur sirkulasi penumpang


Untuk mengetahui lebih lanjut fasilitas apa saja yang digunakan oleh penumpang di
stasiun maka saya melakukan pengamatan dasar tentang pola aktivitas penumpang di
dalam stasiun. Saya mengamati pola aktivitas penumpang dengan pemilihan penumpang
Datang
secara acak kemana saja mereka pergi menggunakan fasilitas yang ada. Berikut alur
penumpang berangkat dan penumpang datang.

4.2.1 Analisis alur penumpang berangkat


Parkir atau diantar

Gambar 4.5 analisis alur aktivitas penumpang


berangkat dengan tiket/tanpa tiket.
49

Aktifitas penumpang Lokasi Aktivitas Zonasi Akses Stasiun


Datang Akses dari moda transportasi lain ke pintu m
Parkir atau diantar Area Parkir, drop off, parkir
angkutan umum.
Membeli & cek tiket Hall, customer sevice, loket Akses dari pintu masuk ke ruang tunggu

Menunggu Ruang tunggu khusus dan Akses dari ruang tunggu ke peron.
umum.
Makan, ibadah, buang air Kios, musholla, toilet
Melewati terowongan Terowongan bawah tanah
Naik KA Peron Akses peron ke kereta api.
Berangkat

Melewati ruang tunggu ( peron 1) Tabel 4.3 Aktifitas Keberangkatan Penumpang.

4.2.2 Analisis Alur penumpang datang atau tiba

Tiba Keluar Parkir


Turun KA
Melewati Terowongan (peron 2,3,4)
Akses kereta api ke peron.Akses ke ruang tunggu
Aksesdari
ke peron.
pintu keluar
Da dari ruang tunggu.
ri Pero
n1
KETERANGAN
AksesMakan,
dari atau ke BAK
ibadah, moda transportasi lain ke atau dari pintu m
Akses dari atau ke pintu masuk atau keluar ke atau dari ruang
Akses dari atau ke ruang tunggu ke atau dari peron.
Akses peron ke atau dari kereta api.

Akses ke moda transportasi la

Gambar 4.6 Alur Keberangkatan Penumpang


50

Gambar 4.7 analisis alur aktivitas penumpang datang

Aktifitas Lokasi Aktivitas Zonasi Akses Stasiun


penumpang
Tiba Akses kereta api ke peron.
Turun dari KA Peron
Melewati ruang Ruang tunggu umum.
tunggu
Makan, ibadah, Musholla, kios, toilet Akses ke ruang tunggu dari peron.
BAK

Melewati Terowongan bawah tanah.


terowongan
Keluar Pintu Keluar Akses ke pintu keluar dari ruang tunggu.

Parkir Parkir, drop off, pangkalan Akses ke moda transportasi lain dari pintu
angkutan umum. keluar.

Tabel 4.4 Kedatangan Penumpang


51

Dari hasil pengamatan tersebut didapatkan bahwa aktivitas penumpang berangkat


dan tiba terbagi pada zona-zona akses stasiun berdasarkan studi tinjauan aksesibilitas
stasiun di BAB 2 dan menempati lokasi-lokasi tertentu. Zona dan lokasi tersebut tersebut
meliputi:
1. Akses dari atau ke moda transportasi lain ke atau dari pintu masuk.
a. Parkir & Drop off
b. Jalur pedestrian
c. Pangkalan angkutan umum
2. Akses dari atau ke pintu masuk atau keluar ke atau dari ruang tunggu
a. Hall
b. Ruang tunggu khusus
c. Loket
d. Customer service
e. Pintu keluar
3. Akses dari atau ke ruang tunggu ke atau dari peron.
a. Ruang tunggu umum
b. Musholla
c. Toilet
d. Kios toko
e. Terowongan penghubung antar peron
4. Akses peron ke atau dari kereta api.
Peron
Kesimpulan dari analisa alur sirkulasi penumpang Stasiun4.8
Gambar KA Kota
Alur Baru bahwa
Kedatangan
KETERANGAN Penumpang
Lokasi-lokasi tersebut digunakan sebagai
Aksesbatasan
dari atauruang penyediaan
ke moda transportasifasilitas dan dari pintu m
lain ke atau
aksesibilitas difabel tuna daksa pada Stasiun KA dari
Akses Kotaatau
Baru.
ke pintu masuk atau keluar ke atau dari ruang
Akses dari atau ke ruang tunggu ke atau dari peron.
Akses peron ke atau dari kereta api.

4.3 Kondisi Fasilitas dan Aksesibilitas Difabel tuna daksa di Stasiun KA Kota Baru
Untuk mengetahui kondisi fasilitas dan aksesibilitas difabel di Stasiun kota Baru, maka
saya mengevaluasi kondisi fasilitas dan aksesibilitas berdasarkan Persyaratan teknis fasilitas dan
52

aksesibilitas dari standart Permen PU no 30 tahun 2006 dan permen PU no 468 KPTS 1998.
Sebelum mengevaluasi saya mendata hambatan apa saja yang dapat menyulitkan difabel tuna
daksa untuk bergerak dari tuna daksa tiba di depan stasiun sampai pada naik kereta api. Evaluasi
hambatan difabel tuna daksa Stasiun KA Kota Baru sudah pernah dilakukan pada studi terdahulu
yang dilakukan oleh Ningrum, 2008. Ningrum, 2008 membedakan 2 evaluasi hambatan
berdasarkan jalur sirkulasi penumpang normal dan jalur sirkulasi penumpang bisnis atau
eksekutif. Hasil simpulan hambatannya yaitu:

Tabel 4.5 Simpulan hambatan difabel studi terdahulu


Sumber : Ningrum, 2008
Jalur sirkulasi Hambatan Lokasi Hambatan
Sirkulasi penumpang Tidak tersedia area naik turun Pangkalan angkutan umum
normal penumpang angkutan umum
Tidak ada area penyebrangan Jalan raya depan stasiun
Kecuraman ramp tanpa Teras depan Hall stasiun
handrail
Perebedaan level lantai Pintu masuk Hall Stasiun
Antropometrik (ketinggian Loket dan toilet
perabot)
Sirkulasi Koridor toilet sempit Toilet
Tekstur lantai licin
Fasilitas toilet yang tidak
memadai
Terdapat sirkulasi vertical Terowongan bawah tanah
yang curam
Area sirkulasi sempit Area pintu keluar
Ramp tanpa handrail
Sirkulasi penumpang bisnis Ramp tanpa handrail Jalur sirkulasi masuk ruang
atau eksekutif tunggu khusus
Perbedaan level lantai Pintu masuk ruang tunggu
khusus
Area sirkulasi sempit (koridor) Ruang tunggu khusus
Antropometrik (ketinggian Meja boarding r. tunggu
perabot) khusus
Tekstur lantai licin Toilet r. tunggu khusus
Fasilitas toilet yang tidak
memadai
Jumlah toilet yang kurang.
Perbedaan level lantai peron Peron
dan kereta.

Dari penelitian terdahulu ditemukan 14 titik hambatan. Hambatan ditemukan dengan


pengujian sampel difabel tuna daksa secara langsung di lapangan. Pada penelitian kali ini saya
53

menemukan hambatan-hambatan dengan menggunakan persyaratan teknis fasilitas dan


aksesibilitas difabel. Penemuan hambatan dilakukan dengan mengikuti alur keberangkatan
penumpang dan kedatangan. Diharapkan penelitian kali ini dapat ditemukan hambatan-hambatan
yang belum terdeteksi sehingga segera dapat menemukan solusi dari permasalahan tersebut.

4.3.1 Keberangkatan penumpang


1. Akses dari moda transportasi lain ke pintu masuk.
A. Dari area parkir motor.
a. Titik 1a - Fasilitas parkir motor untuk difabel tidak tersedia di Stasiun
Kota Baru. Sehingga difabel akan kesulitan untuk akses naik dan turun dari
kendaraan.

Gambar 4.9 Parkir Motor.

a. Titik 1b - Kelengkapan fasilitas ramp yang tidak memenuhi standar


pada ramp parkir motor. Ramp yang terletak menuju jalur pedestrian dan
hall tidak dilengkapi dengan handrail. Kemiringan pada ramp menuju teras
hall dan ramp parkir motor 8o yang mana kemiringan tersebut tidak
memenuhi standar kemiringan 6o untuk ruang luar.

Gambar 4.10 Ramp ke teras Hall dan ramp


ke ruang tunggu khusus.
54

B. Dari area parkir mobil


Titik 2 - Fasilitas parkir mobil untuk difabel tidak tersedia di Stasiun Kota
Baru. Sehingga difabel akan kesulitan untuk akses naik dan turun dari kendaraan.

Gambar 4.11 Parkir Mobil

C. Dari area drop off


Titik 3 Area drop off yang terbatas dan batas area drop off kendaraan
tidak jelas. Area drop off banyak dimanfaatkan pengunjung sementara stasiun
untuk digunakan sebagai parkir motor. sehingga sirkulasi area drop off menjadi
terganggu.

Gambar 4.12 area drop off


D. Dari area pangkalan angkutan penumpang
umum KA.
Terdapat 3 pangkalan angkutan umum yang ada di sekitar stasiun, yaitu
angkutan mikrolet, becak dan taksi. Pangkalan mikrolet berada di seberang
Stasiun, untuk mencapai pangkalan mikrolet harus menyebrang jalan raya
Trunojoyo. Pangkalan becak terletak di
depan pintu keluar. Pangkalan taksi
berada di sebelah utara stasiun
berdekatan dengan parkir motor. Berikut
penjelasan hambatan pada eksisting
secara detil:
Titik 4 bagi difabel tuna daksa dan penumpangGambar
normal4.13
yang berada
Area
penyebrangan jalan untuk
diseberang stasiun dari area pangkalan angkutan umum kesulitan
55

menyebrang kearah stasiun begitu juga dari arah sebaliknya. Tidak adanya
zebra cross dapat membahayakan difabel tuna daksa dan penumpang normal.

E. Dari area parkir dan drop off menuju pintu masuk


a. Titik 5a Tidak ada jalur pedestrian yang jelas, Banyak masyarakat
sekitar memanfaatkan Jalur pedestrian sebelah selatan dekat parkir motor
selatan untuk berdagang, menjadi tempat parkir pribadi pedagang, dan
tempat nongkrong sehingga dimensi lebar jalur pedestrian menjadi berkurang
yang membuat sirkulasi jalur pedestrian menjadi terganggu. Maka
penumpang umum harus berjalan di pinggir jalan yang dapat membahayakan
mereka.

Gambar 4.14 Jalur pedestrian sebagai tempatGambar


nongkrong
4.15 Jalur pedestrian sebagai tempat berjualan.

b. Titik 5b Jalan masuk menuju hall


atau teras hall terhalang parkir
mobil. Jalur pedestrian yang tidak jelas
menghalangi sirkulasi masuk difabel
dan penumpang normal dari parkir
mobil.

Gambar 4.16 jalan amsuk


menuju hall
56

c. Titik 5c - Tidak ada informasi pengarah ke 2 pintu masuk, Sepanjang


jalur pedestrian tidak ditemukan informasi nama tempat yang jelas, yang
mana Stasiun Kota baru memiliki 2 pintu masuk yang berbeda tujuan
penggunannya. Sehingga banyak
penumpang yang salah masuk ke
pintu masuk lain. Seperti contohnya
banyaknya penumpang tujuan jarak
jauh atau bisnis eksekutif yang
salah masuk ke ruang Hall yang
mana seharusnya seluruh calon
Gambar 4.17 View stasiun dari Teras Hall
penumpang tujuan jarak jauh harus
menunggu di ruang tunggu khusus melalui pintu masuk kecil disebelah utara
pintu utama.

2. Akses dari pintu masuk ke ruang tunggu


A. Dari pintu masuk ke hall
Hall di stasiun Kota Baru digunakan untuk melakukan pembelian tiket,
pemesanan, mencari informasi seputar keberangkatan kereta api dan sebagai
gerbang keberangkatan kereta api lokal. Penumpang bisa membeli tiket secara
langsung melalui 4 loket yang sudah disediakan. Penumpang juga bisa
membatalkan tiket kereta api melalui customer service dan penumpang dapat
mencetak tiket sendiri melalui komputer cetak mandiri.

Meja formulir pemesanan

Komputer pencetak nomer antrian

Gambar 4.18 Alur pemesanan tiket

Gambar 4.20 Alur pembatalan tiket dan informasi keberangkatan KA.


Gambar 4.19 Alur pembelian tiket hari keberangkatan
57

Berikut penjelasan hambatan tuna daksa di Hall:


a. Titik 6a -Handrail tidak disediakan pada ramp menuju hall yang mana
padahal ramp tersebut cukup lebar dengan jarak 5.85 m walaupun ramp tersebut
pendek.

b. itik 6b - Dimensi perabot meja pemesanan di hall tidak aksesibel. Perabot


Gambaradalah
yang dimaksud 4.21 Ramp menuju
dimensi tidak tersedia
mejahallformulir handrail
pemesanan yang tidak aksesibel
untuk difabel tunadaksa. Meja yang disediakan terlalu tinggi untuk tunadaksa
kursi roda. Tinggi meja 100 cm dengan panjang 150 lebar 50 cm.

Gambar 4.22 Meja formulir pemesanan.


Gambar 4.23 Desain eksisting meja pemesanan.

c. Titik 6c - Dimensi lebar jalan menuju loket tidak aksesibel. Lebar jalan tengah
antar kursi 90 cm dan jalan depan loket hanya 100 cm sehingga cukup
menyulitkan difabel untuk mengakses dan bermanuver di depan loket.

Gambar
d. Titik 4.24 Sirkulasi
6d - Dimensi tinggi meja loket di stasiun tidak4.25
Gambar aksesibel bagi difabel
Sirkulasi
ke loket. depan loket.
tunadaksa. Loket tersebut terlalu tinggi sehingga difabel tunadaksa tidak dapat
menjangkau tinggi meja loket tersebut. Tinggi meja loket 100 cm dengan lebar
120 cm.
58

Gambar 4.26 Loket Stasiun

e. Titik 6e - Material pintu masuk ruang CS menggunakan pintu kaca 2 arah


yang tidak aksesibel bagi difabel karena pintu tersebut cukup berat untuk
didorong maupun ditarik oleh pengunjung umum dan difabel tunadaksa yang
menggunakan kruk atau kursi roda, walaupun lebar pintu memenuhi persyaratan
yaitu 90 cm. Jenis pintu seperti itu yaitu pintu terbuka 2 arah tidak dianjurkan
oleh acuan elemen fasilitas dan aksesibilitas difabel.

B. Dari Hall menuju ke ruang tunggu


a. Titik 7a - Dimensi pintu4.27
Gambar danRuang
jalan customer service
di gerbang boarding terlalu
sempit untuk difabel tunadaksa
sehingga dapat menyulitkan mereka
untuk masuk ke peron. Gerbang
boarding terdiri dari 2 jalur 1 arah.
Lebar masing-masing jalan gerbang
boarding terlalu sempit dengan Gambar 4.28 Gerbang boarding
lebar dalam 1 jalur hanya 70 cm, begitu juga dengan lebar pintu boarding yang
hanya 70 cm, namun keuntungan yang lain pintu boarding selalu terbuka yang
mana jenis pintu seperti itu cukup aman dilalui difabel. Titik permasalahan
sempitnya jalan dan pintu dikarenakan dimensi perabot meja boarding yang
cukup memakan banyak tempat sehingga dimensi sirkulasi berkurang.
59

b. Titik 7b - Dimensi perabot meja boarding di pintu boarding tidak aksesibel.


Sama halnya dengan meja formulir, meja boarding juga tidak aksesibel untuk
difabel tunadaksa. Dimensi tinggi meja 100 cm dengan panjang 170 cm. Meja
tersebut terlalu tinggi bagi difabel tunadaksa kursi roda sehingga tidak dapat
menjangkau alas meja tersebut.

C. Dari pedestrian ke ruang tunggu khusus


Gambar
a. Titik 8a - Tidak 4.29 Gerbang
ada informasi boarding
letak ruang. Informasi nama ruang seharusnya
tersedia untuk kemudahan penumpang menuju tempat yang dituju. Tidak ada
nama ruang dapat membingungkan penumpang awam atau pendatang.

b. Titik 8b - Elevasi jalur sirkulasi menuju ruang tunggu khusus berbeda-


beda. Terdapat penurunan bidang lantai 10 cm pada teras ruang tunggu khusus
kemudian kenaikan elevasi lantai lagi ke dalam ruang.

Gambar 4.30 Penuruan lantai ruang tunggu.

c. Titik 8c - Dimensi perabot tidak


aksesibel bagi difabel tunadaksa.
Perabot yang tidak aksesibel adalah
meja boarding yang terlalu tinggi.
Meja boarding berfungsi sebagai
tempat pengecekan tiket kereta api.
Meja boarding sulit dijangkau difabel Gambar 4 .31 Perabot yang tidak aksesibel
tundaksa kursi roda. Dimensi tinggi meja boarding 100 cm.
60

d. Titik 8d - Fasilitas toilet yang tidak aksesibel untuk difabel. Didalam ruang
tunggu khusus terdapat 1 toilet unisex. Toilet tersebut berada di pojok ruangan
sebelah utara. Sebelum masuk kedalam bilik toilet terdapat area transisi. Toilet
tersebut bukan merupakan toilet khusus difabel sehingga difabel yang akan
menggunakan toilet tersebut akan kesulitan mengakses kedalam toilet.
Berikut hambatan yang ada di toilet ruang tunggu kereta api jarak jauh:
Pintu bilik toilet 70 cm yang mana dengan lebar 70 cm cukup menyulitkan
difabel tunadaksa untuk masuk ke dalam bilik toilet.
Toilet tidak ada ramp walaupun tinggi lantai toilet 5 cm karena akan
membahayakan difabel saat berpindah eelevasi lantai.
Lantai di closet cukup tinggi dengan ketinggian 10 cm yang cukup
menyulitkan difabel tunadaksa untuk naik ke atas closet
Tidak menyediakan handrail

Gambar 4.32 Denah toilet ruang tunggu khusus.

Gambar 4.33 Pintu Toilet

Gambar 4.34 Kloset toilet

Gambar 4.35 Area transisi

3. Akses dari ruang tunggu ke peron.


61

A. Ruang tunggu umum


Ruang tunggu umum merupakan ruangan terbesar bagi penumpang di
seluruh area Stasiun. Panjang ruang tunggu ini 88 meter dengan lebar 4,9 meter.
Ruang tunggu umum ini juga sebagai area perantara menuju ruang-ruang yang
lain seperti ke musholla, toilet umum gratis, jalur penghubung peron, area peron
1, pertokoan, dan kantor-kantor. Ruang tunggu umum menyediakan tempat duduk
untuk penumpang yang hanya berjumlah 16 kursi deret 4 dengan total kapasitas
84 orang. Berikut penjelasan lebih detil hambatan eksisting sebagai berikut :
a. Titik 9a - Tidak ada informasi lebih jelas tentang letak pintu masuk ke
peron 1, yang mana untuk menuju peron 1 harus melalui pintu pagar besi
dengan lebar 1,8 meter yang berjumlah 8 buah dan diletakkan secara tidak
beraturan disepanjang pagar batas peron dan ruang tunggu. Sehingga banyak
penumpang yang masuk ke peron hanya melalui 2 atau 3 pintu yang
berdekatan dengan Hall atau ruang tunggu khusus.

Gambar 4.36 Pintu masuk 1 ke peron 1Gambar 4.37 Pintu masuk 5 ke peron 1

b. Titik 9b - Ruang tunggu


tidak menyediakan banyak
tempat duduk untuk
penumpang normal dan
difabel, sehingga banyak
penumpang normal yang
duduk bersila di lantai
ataupun berdiri. Area khusus
tempat duduk difabel juga
Gambar 4.38 Suasana ruang tunggu umum.
belum tersedia di ruang
tunggu ini. Area khusus tempat duduk difabel berperan penting untuk
keamanan difabel dari lalu lalang penumpang normal dan barang.
62

B. Musholla
Musholla Stasiun Kota baru terletak di paling ujung stasiun sebelah utara.
Musholla ini dapat menampung 110 jamaah. Terdapat fasilitas loker, tempat wudlu
laki-laki, dan perempuan.

Gambar 4.39 Alur wudhu pengguna umum


Berikut penjelasan hambatan elemen fasilitas dan aksesibilitas difabel berdasarkan
kondisi eksisting:
a. Titik 10a - Banyaknya elevasi di musholla sehingga dapat
Alur wudhu menyulitkan
pengguna umum
penumpang difabel tunadaksa yang akan masuk ke musholla.

11 cm
8,5 cm

b. Titik 10b - Dimensi lebar jalan ke


6 cm
area wudhu sangat sempit untuk
Gambartunadaksa.
dapat dilalui difabel 4.40 elevasiLebar
di musholla

jalan hanya 70 cm sehingga difabel


yang akan wudhu harus melalui jalan
lain yang lebih mudah. Pada jalan ini
juga terdapat hambatan elevasi berupa
Gambar 4.41 Pembatas suci
pembatas suci yang berisi air untuk
mencuci kaki sebelum masuk ke area wudhu.

C. Toilet
63

Evaluasi fasilitas dan aksesibilitas difabel pada toilet umum masih banyak
poin-poin yang tidak memenuhi persyaratan evaluasi. Berikut penjelasan hambatan
pada eksisting secara detil:
a. Titik 11a - Elevasi permukaan lantai
toilet terhadap lantai peron cukup
tinggi yaitu 20 cm. Namun dengan
ketinggian seperti itu tidak dilengkapi
dengan fasilitas ramp. Hal tersebut akan
menyulitkan difabel yang ingin
mengakses toilet umum.
b. Titik 11b - Tidak ada informasi
fasilitas khusus difabel. Walaupun
Gambar 4.42 Tampak depan toilet umum.
terdapat bilik toilet yang cukup
aksesibel untuk difabel tunadaksa namun bilik
tersebut tidak diberi informasi aksesibilitas
difabel sehingga dapat menyulitkan memilih
bilik toilet mana yang aksesibel untuk mereka.

c. Titik 11c - Dimensi jarak grabrail dengan


closet tampak cukup jauh dengan jarak 70
cm. Posisi closet yang menjauhi grabrails tidak Gambar 4.43 Toilet umum

sesuai dengan persyaratan elemen fasilitas dan aksesibilitas difabel. Dalam


persyaratan acuan elemen tersebut jarak maksimal grabrail dengan closet adalah
46 cm.

Gambar 4.44 keyplan bilik toilet.

Gambar 4.45 Ruang gerak dalam toilet


64

d. Titik 11d - Dimensi lebar pintu toilet tidak sesuai standart. Lebar pintu yang
hanya 70 cm tidak dapat dimasuki oleh pengguna difabel kursi roda.

Gambar 4.46 Pintu toilet

e. Titik 11e - Dimensi ruang bilik toilet tidak sesuai standar. Ukuran bilik toilet
125 cm x 175 cm. Ukuran tersebut tidak sesuai standar persyaratan elemen
fasilitas dan aksesibilitas difabel yang berukuran minimal 160 cm x 160 cm. Bila
ukurannya dibawah itu maka difabel akan kesulitan dalam bermanuver didalam
bilik.

Gambar 4.47 Bilik toilet


umum

D. Terowongan penghubung antar peron


65

Jalur penghubung antar peron pada stasiun Kota Baru melalui terowongan
bawah tanah. Terowongan ini mengubungkan peron jalur 1 dengan peron jalur 2 & 3
dan peron jalur 3 & 4. Terowongan ini berada di kedalaman 3,45 meter dibawah
peron. Berikut penjelasan hambatan di jalur penghubung antar peron:
Titik 12 - Perbedaan elevasi peron dan terowongan penghubung peron sangat
tinggi yang hanya dihubungkan oleh banyak anak tangga, yang mana
berdasarkan standar elemen aksesibilitas dan fasilitas difabel penggunaan fasilitas
tangga sangat menyulitkan dan membahayakan pengguna difabel tunadaksa seperti
pengguna kruk dan kursi roda. Tidak hanya pengguna difabel saja yang dapat merasa
kesulitan tetapi juga pengguna umum yang membawa banyak barang bawaan berat.

Gambar
Gambar 4.48 Terowongan bawah tanah 1 4.49 Terowongan bawah tanah 2

Gambar 4.50 Terowongan bawah tanah 3

4. Akses peron ke atau dari kereta api.


A. Peron
Terdapat 3 area peron stasiun Kota Baru yaitu peron 1 (jalur 1) yang
berdekatan dengan ruang tunggu umum, peron 2 (jalur 2 dan 3), dan peron 3 (jalur 3
dan 4). Peron jalur 1 bersebelahan ruang tunggu yang hanya dibatasi oleh pagar besi
setinggi 1 meter. Untuk menuju peron jalur 1 harus melalui 8 pintu pagar besi, pintu
tersebut hanya bisa diakses saat waktu keberangkataan kereta api sudah dekat.
Sedangkan untuk mengakses peron 2 (jalur 2 dan 3) dan peron 3 (jalur 3 dan 4) harus
melalui terowongan bawah tanah.
66

Pada peron 1 tidak ada tempat duduk untuk menunggu kereta karena tempat
duduk sudah disediakan di ruang tunggu umum yang bersebelahan dengan peron 1.
Panjang peron 1 adalah 160 meter dan lebar 2,7 meter. Peron 2 terdapat tempat
duduk yang berjumlah 60 kursi sedangkan peron 3 tidak terdapat tempat duduk
dikarenakan peron 3 yang sangat jarang digunakan untuk keberangkatan kereta api.
Panjang peron 2 adalah 153 meter dan lebar 6,3 meter, sedangkan peron 3 adalah
183 meter dan lebar 6,3 meter. Berikut penjelasan hambatan di peron:
a. Titik 13a - Tidak ada informasi letak keberadaan nomer gerbong kereta api
di setiap peron. Pentingnya informasi nomer gerbong kereta di setiap peron agar
penumpang tidak salah tempat dan dapat mencapai gerbong kereta api dengan
cepat.

Gambar 4.51 peron Jalur 1

Gambar 4.52 peron Jalur 3 dan 4 Gambar 4.53 peron Jalur 2 dan 3
b. Titik 13b - Elevasi permukaan lantai peron dengan pintu masuk gerbong
kereta cukup tinggi yaitu 70 100 cm. Untuk bisa naik ke gerbong kereta
terdapat akses penghubung yaitu tangga besi. Akan tetapi tidak semua gerbong
menyediakan tangga untuk akses naik ke kereta, sehingga jika tidak ada tangga,
penumpang normal kesulitan untuk naik. Menurut standar elemen fasilitas dan
aksesibilitas difabel penggunaan tangga untuk sebagai akses tunadaksa sangat
membahayakan dan dapat menyulitkan tunadaksa. Yang merasa kesulitan dalam
mencapai gerbong kereta tidak hanya pengguna difabel tetapi juga penumpang
normal dengan barang bawaan yang berat.

Gambar 4.54 Akses tangga ke kereta api. Gambar 4.55 Akses tangga ke kereta api.
67

4.3.2 Kedatangan penumpang.


1. Akses dari kereta api ke peron
Titik 1 - Elevasi permukaan lantai peron dengan pintu masuk gerbong kereta
cukup tinggi yaitu 70 100 cm. Sehingga untuk turun ke peron harus melalui tangga
besi. (idem dengan keberangkatan titik 13b)

2. Akses dari peron ke ruang tunggu


A. Terowongan penghubung antar peron
Titik 2 - Perbedaan elevasi peron dan terowongan penghubung peron sangat
tinggi yang hanya dihubungkan oleh tangga. (idem dengan keberangkatan titik 12)
B. Ruang tunggu umum
Pada ruang tunggu tidak ditemukan hambatan yang dapat menyulitkan tuna daksa
untuk dapat keluar dari stasiun. Karena penumpang tuna daksa dan penumpang
normal setelah sampai di stasiun langsung keluar menuju pintu keluar tanpa
melakukan aktivitas tertentu di ruang tunggu umum.
C. Musholla
a. Titik 3a - Banyaknya elevasi di musholla sehingga dapat menyulitkan
penumpang difabel tunadaksa yang akan masuk ke musholla. (idem dengan
keberangkatan titik 10a)
b. Titik 3b - Dimensi lebar jalan ke area wudhu sangat sempit untuk dapat
dilalui difabel tunadaksa. Lebar jalan hanya 70 cm sehingga difabel yang
akan wudhu harus melalui jalan lain yang lebih mudah. Pada jalan ini juga
terdapat hambatan elevasi berupa pembatas suci yang berisi air untuk mencuci
kaki sebelum masuk ke area wudhu. (idem dengan keberangkatan titik 10b)

D. Toilet
a. Titik 4a - Elevasi permukaan lantai toilet terhadap lantai peron cukup
tinggi yaitu 20 cm. Namun dengan ketinggian seperti itu tidak dilengkapi
dengan fasilitas ramp. Hal tersebut akan menyulitkan difabel yang ingin
mengakses toilet umum. (idem dengan keberangkatan penumpang titik 11a)
b. Titik 4b - Tidak ada informasi fasilitas khusus difabel. Walaupun terdapat
bilik toilet yang cukup aksesibel untuk difabel tunadaksa namun bilik tersebut
tidak diberi informasi aksesibilitas difabel sehingga dapat menyulitkan
memilih bilik toilet mana yang aksesibel untuk mereka. (idem dengan
keberangkatan penumpang titik 11b)
68

c. Titik 4c - Dimensi jarak grabrail dengan closet tampak cukup jauh


dengan jarak 70 cm. Posisi closet yang menjauhi grabrails tidak sesuai
dengan persyaratan elemen fasilitas dan aksesibilitas difabel. Dalam
persyaratan acuan elemen tersebut jarak maksimal grabrail dengan closet
adalah 46 cm. (idem dengan keberangkatan penumpang titik 11c)
d. Titik 4d - Dimensi lebar pintu toilet tidak sesuai standart. Lebar pintu
yang hanya 70 cm tidak dapat dimasuki oleh pengguna difabel kursi roda.
(idem dengan keberangkatan penumpang titik 11d)
e. Titik 4e - Dimensi ruang bilik toilet tidak sesuai standar. Ukuran bilik
toilet 125 cm x 175 cm. Ukuran tersebut tidak sesuai standar persyaratan
elemen fasilitas dan aksesibilitas difabel yang berukuran minimal 160 cm x
160 cm. Bila ukurannya dibawah itu maka difabel akan kesulitan dalam
bermanuver didalam bilik. (idem dengan keberangkatan penumpang titik 11e)

3. Akses dari ruang tunggu ke pintu keluar


Pintu keluar
Titik 5 - Ramp pintu keluar cukup curam
dengan kemiringan 10o , tidak disertai
dengan handrail, tidak ada muka datar
setelah turunan ramp, dan ramp berhadapan
langsung dengan pintu keluar. Kondisi ramp
seperti itu dapat menyulitkan dan
membahayakan difabel.
Gambar 4.56 Ramp pintu keluar

4. Akses dari pintu keluar ke transportasi.


A. Area Pick up
69

a. Titik 6a - Tidak ada informasi


letak fasilitas umum dan
difabel. Pada area pick up tidak
tersedia informasi berupa rambu
menuju fasum lain seperti letak
pintu masuk bangunan dan
pangkalan angkutan umum.
Gambar 4.57 Area pick up
Setelah pintu keluar tidak
ditemukan informasi letak pangkalan angkutan umum. yang mana hal
tersebut sangat penting untuk disediakan agar penumpang awam yang
baru menginjakkan kaki di Kota Malang dapat dengan mudah mencapai
dan mendapatkan angkutan yang dikehendaki.

b. Titik 6b Area pick up yang terbatas menyebabkan kemacetan dan


kekacuan lalu lintas jalan. Area pick up juga tidak menyediakan area
tunggu khusus difabel yang akan dijemput. Jika tidak ada area tunggu
difabel tuna daksa maka dapat membahayakan difabel dari keramaian di
area pick up.

B. Parkir motor dan mobil


Titik 7 - Fasilitas parkir motor dan mobil untuk difabel tidak tersedia di
Stasiun Kota Baru. Sehingga difabel akan kesulitan untuk akses naik dan turun
dari kendaraan.

Gambar 4.58 Parkir Motor.


Gambar 4.58 Parkir Mobil
C. Pangkalan angkutan umum
a. Titik 8a - Tidak ada informasi nama fasilitas angkutan umum.
Pentingnya informasi nama fasilitas umum agar angkutan tersebut dapat
diketahui dengan mudah oleh penumpang awam yang baru menginjakkan
kaki di Kota Malang.
70

b. Titik 8b - Pangkalan taksi dan mikrolet tidak menyediakan fasilitas


ruang bebas difabel untuk naik dan turun serta tidak ada batas pangkalan
umum dengan jalan raya yang juga dapat membahayakan pengguna umum.

4.4 Simpulan titik Gambar


hambatan
4.59 Pangkalan taksi Gambar 4.60 Pangkalan mikrolet
4.4.1 Titik Hambatan pada keberangkatan penumpang
1. Simpulan titik hambatan Akses dari moda transportasi lain ke pintu masuk.

Gambar 4.61 Titik hambatan pada zona 1

Tabel 4.6 Simpulan Titik hambatan pada zona 1


71

Titik Lokasi Hambatan Hambatan


Hambatan
Titik 1a Parkir motor Tidak tersedia fasilitas khusus parkir
difabel
Titik 1b Parkir motor Kelengkapan fasilitas ramp yang tidak
memenuhi standar pada ramp parkir
motor.
Titik 2 Parkir mobil Tidak tersedia fasilitas khusus parkir
difabel
Titik 3 Drop off Area drop off yang terbatas dan batas area
drop off kendaraan tidak jelas.
Titik 4 Jalan raya depan Tidak ada jalur penyebrangan jalan.
Stasiun
Titik 5a Jalur pedestrian Tidak ada jalur pedestrian yang jelas
Titik 5b Jalur pedestrian Jalan masuk menuju hall atau teras hall
terhalang parkir mobil
Titik 5c Jalur pedestrian Tidak ada informasi pengarah ke 2 pintu
masuk

2. Simpulan titik hambatan Akses dari pintu masuk ke ruang tunggu.


72

Gambar 4.62 Titik hambatan pada zona 2


Tabel 4. Simpulan Titik hambatan pada zona 1

73
Titik Lokasi Hambatan
Tabel 4.7 Simpulan Titik hambatan pada zona 2
Hambatan Hambatan
Titik 6a Pintu masuk hall Handrail tidak disediakan pada ramp
menuju hall
Titik 6b Hall Dimensi perabot meja pemesanan di hall
tidak aksesibel.
Titik 6c Hall Dimensi lebar jalan menuju loket tidak
aksesibel
Titik 6d Hall Dimensi tinggi loket di stasiun tidak
aksesibel
Titik 6e Hall Material pintu masuk ruang CS
menggunakan pintu kaca 2 arah yang
tidak aksesibel

Titik 7a Pintu boarding Dimensi pintu dan jalan di gerbang


boarding terlalu sempit untuk difabel
tunadaksa
Titik 7b Pintu boarding Dimensi perabot meja boarding tidak
aksesibel bagi difabel tunadaksa

Titik 8a Ruang tunggu Tidak ada informasi letak ruang.


khusus
Titik 8b Ruang tunggu Elevasi jalur sirkulasi menuju ruang
khusus tunggu khusus berbeda-beda.
Titik 8c Ruang tunggu Dimensi perabot boarding tidak aksesibel
khusus bagi difabel tunadaksa.
Titik 8d Toilet r. khusus Fasilitas toilet yang tidak aksesibel untuk
difabel.

3. Simpulan titik hambatan Akses ruang tunggu ke peron.


74

Gambar 4.63 Titik hambatan pada zona 2


Tabel 4.8 Simpulan Titik hambatan pada zona 3
75
Titik Lokasi Hambatan
Hambatan Hambatan
Titik 9a Ruang tunggu Tidak ada informasi lebih jelas tentang
umum letak pintu masuk ke peron .

Titik 9b Ruang tunggu Ruang tunggu tidak menyediakan


umum banyak tempat duduk untuk penumpang
normal dan difabel.
Titik 10a Musholla Banyaknya elevasi di musholla.
Titik 10b Musholla Dimensi lebar jalan ke area wudhu sangat
sempit untuk dapat dilalui difabel
tunadaksa.
Titik 11a Toilet umum Elevasi permukaan lantai toilet terhadap
lantai peron cukup tinggi yaitu 20 cm.
Titik 11b Toilet umum Tidak ada informasi fasilitas khusus
difabel.
Titik 11c Toilet umum Dimensi jarak grabrail dengan closet
tampak cukup jauh dengan jarak 70 cm.
Titik 11d Toilet umum Dimensi lebar pintu toilet tidak sesuai
standart.
Titik 11e Toilet umum Dimensi ruang bilik toilet tidak sesuai
standar.
Titik 12 Terowongan Perbedaan elevasi peron dan terowongan
penghubung penghubung peron sangat tinggi yang
peron. hanya dihubungkan oleh banyak anak
tangga.

4. Simpulan titik hambatan peron ke kereta api.


76
Titik Lokasi Hambatan
Hambatan Hambatan
Titik 13a Peron Tidak ada informasi letak keberadaan
nomer gerbong kereta api di setiap
peron.
Titik 13b Peron Elevasi permukaan lantai peron
dengan pintu masuk gerbong kereta
cukup tinggi yaitu 70 100 cm.

Gambar 4.63 Simpulan Titik hambatan pada zona 4


Tabel 4.9 Simpulan Titik hambatan pada zona 4

Dari hasil pemetaan titik hambatan pada tapak ditemukan cukup banyak
hambatan pada sirkulasi keberangkatan penumpang. Terdapat 31 hambatan diseluruh
area stasiun. Zona Akses dari moda transportasi lain ke pintu masuk terdapat 8 titik
hambatan, zona pintu masuk ke ruang tunggu 11 titik hambatan, zona akses ruang
tunggu umum ke peron ditemukan 10 titik hambatan, dan zona peron ke kereta api 2
titik hambatan.
77

4.65 Titik Hambatan pada kedatangan penumpang

Tabel 4.10 Simpulan Titik hambatan pada kedatangan penumpang


Titik Lokasi Hambatan Kesamaan
Hambatan Hambatan hambatan
dengan
78

sirkulasi
keberangkatan.
Titik 1 Peron Elevasi permukaan lantai peron dengan Titik 13b
pintu masuk gerbong kereta cukup
tinggi yaitu 70 100 cm.
Titik 2 Terowongan Perbedaan elevasi peron dan Titik 12
penghubung terowongan penghubung peron sangat
peron tinggi yang hanya dihubungkan oleh
tangga.
Titik 3a Musholla Banyaknya elevasi di musholla Titik 10a
Titik 3b Musholla Dimensi lebar jalan ke area wudhu Titik 10b
sangat sempit untuk dapat dilalui difabel
tunadaksa.
Titik 4a Toilet Elevasi permukaan lantai toilet terhadap Titik 11a
lantai peron cukup tinggi yaitu 20 cm.
Titik 4b Toilet Tidak ada informasi fasilitas khusus Titik 11b
difabel.
Titik 4c Toilet Dimensi jarak hand rail dengan closet Titik 11c
tampak cukup jauh dengan jarak 70 cm.
Titik 4d Toilet Dimensi lebar pintu toilet tidak sesuai Titik 11d
standart.
titik 4e Toilet Dimensi ruang bilik toilet tidak sesuai Titik 11e
standar.
Titik 5 Pintu keluar Ramp pintu keluar yang tidak sesuai _
standar.
Titik 6a Area pick up Tidak ada informasi letak fasilitas _
umum dan difabel.
Titik 6b Area pick up Area pick up yang terbatas _
menyebabkan kemacetan dan kekacuan
lalu lintas jalan.
Titik 7 Parkir motor Fasilitas parkir motor dan mobil untuk Titik 1a dan 2
dan mobil difabel tidak tersedia di Stasiun Kota
Baru.
Titik 8a Pangkalan Tidak ada informasi nama fasilitas _
angkutan angkutan umum.
umum
Titik 8b Pangkalan Pangkalan taksi dan mikrolet tidak _
angkutan menyediakan fasilitas ruang bebas
umum difabel.
79

Pada sirkulasi kedatangan penumpang ditemukan 15 titik hambatan. Beberapa


diantarnya memiliki kesamaan hambatan pada sirkulasi keberangkatan. Hanya ada 5
titik hambatan baru yang ditemukan pada sirkulasi kedatangan.
106

BAB V
KESIMPULAN

Dalam mencapai kemudahan, kemandirian dan kesejahteraan aksesibilitas bagi


difabel maka diperlukan sarana aksesibilitas dan fasilitas yang memadai, terpadu, dan
berkesinambungan. Sudah seharusnya kemudahan dan kemandirian didapatkan bagi
kaum difabel agar kaum difabel dapat mencapai suatu tempat baik didalam bangunan
dan diluar bangunan tanpa hambatan dan tidak membuat mereka menjadi tersisihkan.
Salah satu bangunan transportasi yang banyak tidak memenuhi aksesibilitas bagi
difabel adalah stasiun kereta api. Stasiun kereta api merupakan prasarana moda
transportasi yang banyak dikunjungi masyarakat yang akan berpergian ke suatu tempat
karena kereta api merupakan moda transportasi yang cepat, aman, dan murah. Namun
masih banyak stasiun kereta api di Indonesia yang saat ini tidak menerapkan
aksesibilitas bagi difabel.
Mengetahui permasalahan tersebut saya merencanakan konsep desain fasilitas
dan aksesibilitas difabel Stasiun Kota Baru dengan menganalisis fasilitas dan
aksesibilitas difabel di Stasiun Kota Baru yang berdasarkan standar Peraturan Menteri
Pekerjaan Umum Nomor : 486/KPTS/1998 Tentang Pedoman Teknis Fasilitas Dan
Aksesibilitas Pada Bangunan Gedung Dan Lingkungan dengan parameter asas
aksesibilitas. Kedua standar tersebut dipadukan menjadi standar yang akan saling
melengkapi. Dari hasil analisis hambatan fasilitas dan aksesibilitas difabel
menghasilkan solusi-solusi untuk menanggapi permasalahan
Dari hambatan-hambatan tersebut akan diarahkan ke penyelesaian titik hambatan
berdasarkan kriteria desain dari Persyaratan Teknis fasilitas dan aksesibilitas.. Setelah
saya melakukan perencanaan desain dari titik hambatan tersebut, ditemukan bahwa
elemen ramp merupakan elemen terpenting di Stasiun karena eksisting elevasi stasiun
yang berbeda-beda dan banyak permasalahan ramp di stasiun sehingga perlu adanya
fasilitas yang dapat menunjang kemudahan, keselamatan, dan kemandirian difabel.

Anda mungkin juga menyukai