BAB IV
PEMBAHASAN
Tabel 4.1 Tabel keberangkatan kereta api dari Stasiun Kota Baru
Setiap hari stasiun Kota Baru melayani perjalanan kereta api dari tujuan lokal
hingga tujuan jarak jauh. Di dalam jadwal tersebut ditemukan adanya kesamaan jadwal
keberangkatan kereta yaitu pada tujuan Jakarta kereta api Bima dengan Mojokerto kereta
api Penataran atau Dhoho di waktu 14.25 & 14.33 dan tujuan Jakarta kereta api Matarmaja
dengan Mojokerto kereta api Penataran atau Dhoho di waktu 17.05. Kesamaan waktu
keberangkatan tersebut membuat suasana di luar maupun di dalam stasiun cukup padat.
Setiap kereta api keberangkatan awal di Stasiun Kota Baru mempunyai waktu tunggu
sekitar 30 menit.
45
Stasiun Kota Baru juga melayani kedatangan kereta api dari berbagai tempat baik
Jakarta, Bandung, Yogyakarta, dan Surabaya. Seperti halnya keberangkatan kereta api di
Stasiun Kota Baru, jadwal kedatangan Stasiun Kota Baru juga terdapat kesamaan jadwal
kedatangan di waktu 8.10 dari Jakarta kereta api Bima dan Surabaya kereta api Bima.
Setiap kereta api transit yang tiba di Stasiun Kota Baru memiliki jeda berhenti sekitar 3
Menit.
100,000
80,000
60,000
40,000
20,000
customer service, Ruang KS, Ruang telegraf, ruang wassel, ruang PDB, ruang wasltrak, r.
parker pegawai, ruang kesehatan, ruang kondektur, ruang tamtib, ruang PPKA, Hall, r.
customer service, r. tunggu vip, r. tunggu peron, r. menyusui, pertokoan, resto, km atau wc,
dan musholla. Semua ruang-ruang tersebut terletak hanya pada 1 lantai stasiun.
Area stasiun Kota Baru memiliki lahan yang cukup luas namun yang dimanfaatkan
untuk pelayanan penumpang kereta api hanya beberapa bagian saja. Dalam penelitian kali
ini batasan wilayah Stasiun Kota Baru meliputi area inti bangunan stasiun, area pendukung
pertokoan diluar stasiun, area pergudangan yang berada di dalam stasiun, dan area parkir.
Area tersebut masih dalam wilayah tanah milik DAOP 8 sehingga penelitian kali ini akan
lebih bebas mengolah fasilitas dan aksesibilitas difabel.
48
KETERANGAN
Area Parkir
Area pendukung berupa Pertokoan
Area inti bangunan stasiun
Area pendukung pergudangan
Menunggu Ruang tunggu khusus dan Akses dari ruang tunggu ke peron.
umum.
Makan, ibadah, buang air Kios, musholla, toilet
Melewati terowongan Terowongan bawah tanah
Naik KA Peron Akses peron ke kereta api.
Berangkat
Parkir Parkir, drop off, pangkalan Akses ke moda transportasi lain dari pintu
angkutan umum. keluar.
4.3 Kondisi Fasilitas dan Aksesibilitas Difabel tuna daksa di Stasiun KA Kota Baru
Untuk mengetahui kondisi fasilitas dan aksesibilitas difabel di Stasiun kota Baru, maka
saya mengevaluasi kondisi fasilitas dan aksesibilitas berdasarkan Persyaratan teknis fasilitas dan
52
aksesibilitas dari standart Permen PU no 30 tahun 2006 dan permen PU no 468 KPTS 1998.
Sebelum mengevaluasi saya mendata hambatan apa saja yang dapat menyulitkan difabel tuna
daksa untuk bergerak dari tuna daksa tiba di depan stasiun sampai pada naik kereta api. Evaluasi
hambatan difabel tuna daksa Stasiun KA Kota Baru sudah pernah dilakukan pada studi terdahulu
yang dilakukan oleh Ningrum, 2008. Ningrum, 2008 membedakan 2 evaluasi hambatan
berdasarkan jalur sirkulasi penumpang normal dan jalur sirkulasi penumpang bisnis atau
eksekutif. Hasil simpulan hambatannya yaitu:
menyebrang kearah stasiun begitu juga dari arah sebaliknya. Tidak adanya
zebra cross dapat membahayakan difabel tuna daksa dan penumpang normal.
c. Titik 6c - Dimensi lebar jalan menuju loket tidak aksesibel. Lebar jalan tengah
antar kursi 90 cm dan jalan depan loket hanya 100 cm sehingga cukup
menyulitkan difabel untuk mengakses dan bermanuver di depan loket.
Gambar
d. Titik 4.24 Sirkulasi
6d - Dimensi tinggi meja loket di stasiun tidak4.25
Gambar aksesibel bagi difabel
Sirkulasi
ke loket. depan loket.
tunadaksa. Loket tersebut terlalu tinggi sehingga difabel tunadaksa tidak dapat
menjangkau tinggi meja loket tersebut. Tinggi meja loket 100 cm dengan lebar
120 cm.
58
d. Titik 8d - Fasilitas toilet yang tidak aksesibel untuk difabel. Didalam ruang
tunggu khusus terdapat 1 toilet unisex. Toilet tersebut berada di pojok ruangan
sebelah utara. Sebelum masuk kedalam bilik toilet terdapat area transisi. Toilet
tersebut bukan merupakan toilet khusus difabel sehingga difabel yang akan
menggunakan toilet tersebut akan kesulitan mengakses kedalam toilet.
Berikut hambatan yang ada di toilet ruang tunggu kereta api jarak jauh:
Pintu bilik toilet 70 cm yang mana dengan lebar 70 cm cukup menyulitkan
difabel tunadaksa untuk masuk ke dalam bilik toilet.
Toilet tidak ada ramp walaupun tinggi lantai toilet 5 cm karena akan
membahayakan difabel saat berpindah eelevasi lantai.
Lantai di closet cukup tinggi dengan ketinggian 10 cm yang cukup
menyulitkan difabel tunadaksa untuk naik ke atas closet
Tidak menyediakan handrail
Gambar 4.36 Pintu masuk 1 ke peron 1Gambar 4.37 Pintu masuk 5 ke peron 1
B. Musholla
Musholla Stasiun Kota baru terletak di paling ujung stasiun sebelah utara.
Musholla ini dapat menampung 110 jamaah. Terdapat fasilitas loker, tempat wudlu
laki-laki, dan perempuan.
11 cm
8,5 cm
C. Toilet
63
Evaluasi fasilitas dan aksesibilitas difabel pada toilet umum masih banyak
poin-poin yang tidak memenuhi persyaratan evaluasi. Berikut penjelasan hambatan
pada eksisting secara detil:
a. Titik 11a - Elevasi permukaan lantai
toilet terhadap lantai peron cukup
tinggi yaitu 20 cm. Namun dengan
ketinggian seperti itu tidak dilengkapi
dengan fasilitas ramp. Hal tersebut akan
menyulitkan difabel yang ingin
mengakses toilet umum.
b. Titik 11b - Tidak ada informasi
fasilitas khusus difabel. Walaupun
Gambar 4.42 Tampak depan toilet umum.
terdapat bilik toilet yang cukup
aksesibel untuk difabel tunadaksa namun bilik
tersebut tidak diberi informasi aksesibilitas
difabel sehingga dapat menyulitkan memilih
bilik toilet mana yang aksesibel untuk mereka.
d. Titik 11d - Dimensi lebar pintu toilet tidak sesuai standart. Lebar pintu yang
hanya 70 cm tidak dapat dimasuki oleh pengguna difabel kursi roda.
e. Titik 11e - Dimensi ruang bilik toilet tidak sesuai standar. Ukuran bilik toilet
125 cm x 175 cm. Ukuran tersebut tidak sesuai standar persyaratan elemen
fasilitas dan aksesibilitas difabel yang berukuran minimal 160 cm x 160 cm. Bila
ukurannya dibawah itu maka difabel akan kesulitan dalam bermanuver didalam
bilik.
Jalur penghubung antar peron pada stasiun Kota Baru melalui terowongan
bawah tanah. Terowongan ini mengubungkan peron jalur 1 dengan peron jalur 2 & 3
dan peron jalur 3 & 4. Terowongan ini berada di kedalaman 3,45 meter dibawah
peron. Berikut penjelasan hambatan di jalur penghubung antar peron:
Titik 12 - Perbedaan elevasi peron dan terowongan penghubung peron sangat
tinggi yang hanya dihubungkan oleh banyak anak tangga, yang mana
berdasarkan standar elemen aksesibilitas dan fasilitas difabel penggunaan fasilitas
tangga sangat menyulitkan dan membahayakan pengguna difabel tunadaksa seperti
pengguna kruk dan kursi roda. Tidak hanya pengguna difabel saja yang dapat merasa
kesulitan tetapi juga pengguna umum yang membawa banyak barang bawaan berat.
Gambar
Gambar 4.48 Terowongan bawah tanah 1 4.49 Terowongan bawah tanah 2
Pada peron 1 tidak ada tempat duduk untuk menunggu kereta karena tempat
duduk sudah disediakan di ruang tunggu umum yang bersebelahan dengan peron 1.
Panjang peron 1 adalah 160 meter dan lebar 2,7 meter. Peron 2 terdapat tempat
duduk yang berjumlah 60 kursi sedangkan peron 3 tidak terdapat tempat duduk
dikarenakan peron 3 yang sangat jarang digunakan untuk keberangkatan kereta api.
Panjang peron 2 adalah 153 meter dan lebar 6,3 meter, sedangkan peron 3 adalah
183 meter dan lebar 6,3 meter. Berikut penjelasan hambatan di peron:
a. Titik 13a - Tidak ada informasi letak keberadaan nomer gerbong kereta api
di setiap peron. Pentingnya informasi nomer gerbong kereta di setiap peron agar
penumpang tidak salah tempat dan dapat mencapai gerbong kereta api dengan
cepat.
Gambar 4.52 peron Jalur 3 dan 4 Gambar 4.53 peron Jalur 2 dan 3
b. Titik 13b - Elevasi permukaan lantai peron dengan pintu masuk gerbong
kereta cukup tinggi yaitu 70 100 cm. Untuk bisa naik ke gerbong kereta
terdapat akses penghubung yaitu tangga besi. Akan tetapi tidak semua gerbong
menyediakan tangga untuk akses naik ke kereta, sehingga jika tidak ada tangga,
penumpang normal kesulitan untuk naik. Menurut standar elemen fasilitas dan
aksesibilitas difabel penggunaan tangga untuk sebagai akses tunadaksa sangat
membahayakan dan dapat menyulitkan tunadaksa. Yang merasa kesulitan dalam
mencapai gerbong kereta tidak hanya pengguna difabel tetapi juga penumpang
normal dengan barang bawaan yang berat.
Gambar 4.54 Akses tangga ke kereta api. Gambar 4.55 Akses tangga ke kereta api.
67
D. Toilet
a. Titik 4a - Elevasi permukaan lantai toilet terhadap lantai peron cukup
tinggi yaitu 20 cm. Namun dengan ketinggian seperti itu tidak dilengkapi
dengan fasilitas ramp. Hal tersebut akan menyulitkan difabel yang ingin
mengakses toilet umum. (idem dengan keberangkatan penumpang titik 11a)
b. Titik 4b - Tidak ada informasi fasilitas khusus difabel. Walaupun terdapat
bilik toilet yang cukup aksesibel untuk difabel tunadaksa namun bilik tersebut
tidak diberi informasi aksesibilitas difabel sehingga dapat menyulitkan
memilih bilik toilet mana yang aksesibel untuk mereka. (idem dengan
keberangkatan penumpang titik 11b)
68
73
Titik Lokasi Hambatan
Tabel 4.7 Simpulan Titik hambatan pada zona 2
Hambatan Hambatan
Titik 6a Pintu masuk hall Handrail tidak disediakan pada ramp
menuju hall
Titik 6b Hall Dimensi perabot meja pemesanan di hall
tidak aksesibel.
Titik 6c Hall Dimensi lebar jalan menuju loket tidak
aksesibel
Titik 6d Hall Dimensi tinggi loket di stasiun tidak
aksesibel
Titik 6e Hall Material pintu masuk ruang CS
menggunakan pintu kaca 2 arah yang
tidak aksesibel
Dari hasil pemetaan titik hambatan pada tapak ditemukan cukup banyak
hambatan pada sirkulasi keberangkatan penumpang. Terdapat 31 hambatan diseluruh
area stasiun. Zona Akses dari moda transportasi lain ke pintu masuk terdapat 8 titik
hambatan, zona pintu masuk ke ruang tunggu 11 titik hambatan, zona akses ruang
tunggu umum ke peron ditemukan 10 titik hambatan, dan zona peron ke kereta api 2
titik hambatan.
77
sirkulasi
keberangkatan.
Titik 1 Peron Elevasi permukaan lantai peron dengan Titik 13b
pintu masuk gerbong kereta cukup
tinggi yaitu 70 100 cm.
Titik 2 Terowongan Perbedaan elevasi peron dan Titik 12
penghubung terowongan penghubung peron sangat
peron tinggi yang hanya dihubungkan oleh
tangga.
Titik 3a Musholla Banyaknya elevasi di musholla Titik 10a
Titik 3b Musholla Dimensi lebar jalan ke area wudhu Titik 10b
sangat sempit untuk dapat dilalui difabel
tunadaksa.
Titik 4a Toilet Elevasi permukaan lantai toilet terhadap Titik 11a
lantai peron cukup tinggi yaitu 20 cm.
Titik 4b Toilet Tidak ada informasi fasilitas khusus Titik 11b
difabel.
Titik 4c Toilet Dimensi jarak hand rail dengan closet Titik 11c
tampak cukup jauh dengan jarak 70 cm.
Titik 4d Toilet Dimensi lebar pintu toilet tidak sesuai Titik 11d
standart.
titik 4e Toilet Dimensi ruang bilik toilet tidak sesuai Titik 11e
standar.
Titik 5 Pintu keluar Ramp pintu keluar yang tidak sesuai _
standar.
Titik 6a Area pick up Tidak ada informasi letak fasilitas _
umum dan difabel.
Titik 6b Area pick up Area pick up yang terbatas _
menyebabkan kemacetan dan kekacuan
lalu lintas jalan.
Titik 7 Parkir motor Fasilitas parkir motor dan mobil untuk Titik 1a dan 2
dan mobil difabel tidak tersedia di Stasiun Kota
Baru.
Titik 8a Pangkalan Tidak ada informasi nama fasilitas _
angkutan angkutan umum.
umum
Titik 8b Pangkalan Pangkalan taksi dan mikrolet tidak _
angkutan menyediakan fasilitas ruang bebas
umum difabel.
79
BAB V
KESIMPULAN