Jelajahi eBook
Kategori
Jelajahi Buku audio
Kategori
Jelajahi Majalah
Kategori
Jelajahi Dokumen
Kategori
TINJAUAN PUSTAKA
A. Etiologi
Famili : Flaviviridae
Kelas : Kelas IV
Genus : Pestivirus
Spesies : Classical swine fever virus
Bentuk : Bundar dengan diameter berkisar antara 40-50 nm
Materi genetik : RNA berbentuk singel stranded yang mempunyai sebuah
selubung (envelope).
C. Penularan
Penularan penyakit ini ada 2 cara yaitu kontak langsung :
Kontak langsung : dari babi yang sakit ke babi yang sehat yang
berada dalam satu kandang.
Babi yang sakit menyebarkan virus terutama melalui sekresi
oronasal dan lakrimal(RESSANG, 1973). Jumlah atau konsentrasi
virus dalam sekresi tersebut dan lamanya babi mengeluarkan
virus tergantung kepada virulensi virus. Babi yang terinfeksi oleh
virus yang virulen akan mengeluarkan virus kedalam lingkungan
sebelum timbul gejala klinis sampai babi mati atau sampai
terbentuk antibodi bagi babi yang bertahan hidup. Sedangkan babi
yang terinfeksi oleh virus yang virulensinya sedang ataupun
rendah biasanya mengeluarkan virus dalam jumlah yang lebih
rendah dan dalam kurun waktu yang lebih pendek. Oleh karena
itu, strain virus yang virulen biasanya menularnya lebih cepat dan
menimbulkan morbiditas yang jauh Iebih tinggi dibandingkan
dengan strain yang kurang virulen.
D. Gejala Klinis
Masa inkubasi penyakit ini 5-10 hari, dengan tanda-tanda luar pertama
penyakit ini adalah :
1. Ternak babi tidak aktif (lamban) dan kehilangan nafsu
makan.
2. Suhu tubuh meningkat 40,6-41,7C.
3. Peradangan pada mata disertai air mata keluar banyak.
4. Berkerumun dan menumpuk di atas satu sama lain.
5. Inkoordinasi dengan jalannya sempoyongan.
6. Sering duduk dengan posisi duduk seperti posisi anjing.
7. Mengangkat kaki dengan gerakan seperti mengayuh.
8. Sembelit yang kemudian diikuti dengan diare (menceret)
cair kuning kelabu yang parah dan kadang-kadang
menimbulkan cairan kekuning-kuningan.
9. Pendarahan dan sianosis di kulit.
10.Semakin berlanjut dengan terlihat adanya perubahan seperti
terjadinya perubahan warna seluruh kulit perut, telinga,
hidung dan bagian dalam kaki menjadi kelabu gelap.
Gambar 1. Posisi duduk seperti anjing
F. Patogenesis
Infeksi oleh virus virulensi tinggi.
Virus yang masuk kedalam tubuh babi yang secara alamiah melalui
rute oronasal, mengalami proses absorbsi dan multiplikasi awal pada sel
epitel tonsil, kemudian menyebar ke bagian jaringan limforetikuler dari
target organ primer ini. Virus dapat diisolasi dari organ ini sekitar 7 jam
setelah inokulasi peroral (RESSANG, 1973) . Setelah mengalami
replikasi pada tonsil,virus menyebar ke limfoglandula regional
(limfoglandula mandibula, retrofaringeal, parotid dan cervical) . Virus
dalam limfoglandula tersebut dapat diisolasi kembali sekitar 16 jam
setelah inokulasi peroral . Setelah mengalami replikasi di limfoglandula
ini, virus masuk kedalam peredaran darah yang mengakibatkan terjadinya
viraemia awal . Virus tertahan dan mengalami multiplikasi yang cepat
pada limpa yang merupakan target organ sekunder. Multiplikasi virus
yang cepat ini berakibat viraemia bertambah hebat . Selanjutnya virus
tertahan dan menginvasi limfoglandula visceral dan superfisial, sumsum
tulang dan jaringan-jaringan limfoid lain di mukosa usus. Virus mencapai
seluruh tubuh 5-6 hari setelah inokulasi peroral . Pada akhir stadium
viramia, virus menetap dan menginvasi seluruh organ tubuh yang sering
berakibat kematian (WOOD et ai., 1988) . Selain menginvasi sel limfold,
virus ini juga menyebabkan degenerasi dan nekrosa pada sel endotel
pembuluh darah . Kerusakan pada pembuluh darah, thrombocytopenia
dan gangguan sintesa fibrinogen mengakibatkan perdarahan berupa
petechiae dan ecchymosa yang meluas, yang merupakan salah satu
kelainan patologis yang menonjol pada penyakit ini.
Infeksi in utero
Babi bunting yang terkena HC dapat menulari embrio atau fetus
yang dikandungnya . Virus HC dapat menembus barier plasenta pada
semua umur kehamilan. Virus menyebar secara hematogenous pada
plasenta kemudian menyebar kesemua fetus (VAN OIRSCHOT, 1979) .
Selanjutnya, perkembangan virus pada fetus ini sama dengan
perkembangan virus virulen pada infeksi post natal seperti diuraikan
diatas. Akibat infeksi in utero pada fetus tergantung pada saat terjadinya
infeksi dan virulensi dari virus . Fetus yang terinfeksi pada saat 45 hari
pertama kebuntingan lebih mudah mengalami kematian prenatal
dibandingkan dengan fetus yang terinfeksi saat umur kebuntingan 65 hari
atau lebih . Disamping itu, fetus yang terinfeksi oleh virus virulensi
sedang pada kehamilan 45 hari terakhir kebuntingan berpeluang lebih
besar untuk memperlihatkan gejala klinis HC pada saat atau beberapa saat
setelah kelahiran . Sedangkan, fetus yang terinfeksi oleh virus virulensi
rendah pada saat kebuntingan yang sama biasanya tidak berakibat buruk
karena fetus dapat mengeliminasi virus tersebut (VAN OIRSCHOT,
1979) .
2. Pengobatan
Untuk kasus penyakit cholera yang parah atau telah berlanjut
biasanya ternak babi yang telah terserang tidak adalagi harapan untuk
dapat disembuhkan. Namun untuk kasus penyakit yang baru tahap awal
besar harapan untuk sembuh melalui pengobatan dengan serum anti
cholera babi diberikan 1,25 sampai 1,50 kali dosis yang biasa
dicampurkan untuk pencegahan. Selain dari serum teramycin (1 mg/10 kg
berat badan/hari selama 3-4 hari) hendaknya diberikan pada babi yang
terserang untuk mencegah inveksi sekunder.
3. Diagnosis
Penyakit Hog Cholera bisa didiagnosa laboratorium berdasarkan
gejala klinis, patologi anatomi, Uji Virus Neutralization, Uji FAT
untuk deteksi antigen, Uji ELIZA untuk deteksi antibody.
Diagnose banding penyakit ini adalah African swine fever : paling
mirip tetapi button ulcer & infark limpa jarang , Erisipelas , Infeksi
Salmonella, Infeksi Streptococcus, Pasteurellosis, Infeksi E. coli
(Colibacillossis), Pseudorabies , Teschen disease (Infectious porcine
cephalomyelitis).
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Penyakit HC merupakan salah satu penyakit yang sangat penting di
seluruh dunia . Sejak pertama kali ditemukan sekitar dua abad yang lalu
sampai sekarang penyakit ini tetap merupakan penyakit epizootik
disebagian besar dunia . Walaupun virus penyebab penyakit ini hanya
satu serotype saja dan vaksin yang efektif telah tersedia sejak lama,
banyak negara mengalami kesulitan untuk membebaskan negaranya dari
penyakit ini . Kesulitan tersebut kemungkinan berhubungan dengan
sulitnya mencegah masuknya olahan daging babi yang tercemar virus HC
dari luar negeri. Kemungkinan kedua adalah kesulitan dalam
memberantas penyakit HC pada babi liar atau babi hutan, dan mencegah
penularan dari babi liar ke babi piaraan.
B. Saran
Daftar Pustaka
http://www.fao.org/docrep/003/t0756e/T0756E05.htm, diakses pada
tanggal 08 Maret 2013.
http://cybex.deptan.go.id/lokalita/pencegahan-dan-pengobatan-penyakit-
hog- cholera-pada-ternak-babi-1, diakses pada tanggal 09 Maret 2013.
http://www.merckvetmanual.com/mvm/index.jsp?cfile=htm/bc/53400.ht
m, diakses pada tanggal 09 Maret 2013.