Anda di halaman 1dari 19

BAB III

TINJAUAN PUSATAKA

3.1 Geologi Regional


.2.1 Fisiografi

Secara umum Van Bemmen (1949) dalam bukunya The Geology of


Indonesia, telah membagi Jawa Timur berdasarkan fisiografi menjadi enam
bagian atau zona (lihat gambar 3.1), yaitu Dataran Aluvial Jawa Utara,
Antiklinorium Rembang, Zona Depresi Randublatung, Antiklinorium Kendeng,
Zona Pusat Depresi Jawa (Zona Solo, Sub Zona Ngawi), Busur Vulkanik Kuarter,
dan Pegunungan Selatan.

Gambar 3.1
Fisiografi Jawa Timur ( Van Bemmelen, 1949 )

Ditinjau dari fisiografinya, maka daerah penelitian berada di dalam Zona


Antiklinorium Kendeng. Zona Kendeng terletak di Utara deretan gunung api dan
berada di bagian Selatan Antiklinorium Rembang yang dibatasi oleh Zona Depresi
Randublatung. Umumnya perbukitan ini terlipat kuat disertai sesar sesar
sungkup dengan kemiringan ke selatan. Zona ini memiliki panjang 250 km dan
lebarnya kurang lebih 40 km. Zona Kendeng dapat dibagi menjadi tiga bagian
berdasarkan atas perbedaan stratigrafi dan perbedaan intensitas tektoniknya (Van
Bemmelen, 1949) (de Genevraye,P and L. Samuel, 1972) , yaitu :
Kendeng Barat

Kendeng Barat meliputi daerah yang terbatas antara Gunung Ungaran


dan daerah sekitar Purwodadi dengan singkapan batuan tertua berumur
Oligo Miosen bawah yang diwakili oleh Formasi Pelang. Daerah ini
memili struktur geologi yang dijumpai banyak sesar sungkup.

Kendeng Tengah

Kendeng tengah mencakup daerah Purwodadi hingga Gunung Pandan


di Jawa Timur. Batuan tertua tersingkap berumur Miosen Tengah. Daerah ini
terdiri dari sedimen turbidit laut dalam yang diwakili oleh Formasi Kerek
dan Formasi Kalibeng. Struktur Geologi cukup rumit jika diperhatikan
banyak sekali lipatan dan sesar sesar geser dan naik.

Kendeng Timur

Kendeng Timur mencakup daerah antara Gunung Pandan hingga


Surabaya Jawa Timur. Di daerah ini banyak endapan Pliosen Pleistosen.
Struktur Geologinya adalah antiklin yang sumbunya menunjam ke arah
timur.

Dari pembagian Zona Kendeng berdasarkan Stratigrafi dan intersitas


tektoniknya, serta lokasi pembagiannya, daerah penelitian masuk pada Zona
Kendeng bagian tengah.

.2.1 Stratigrafi

Menurut Pringgoprawiro (1983) dan Geologi Regional Lembar Bojonegoro


(Pringgoprawiro et al, 1992), maka secara stratigrafi regional daerah penelitian
yang termasuk kedalam Zona Kendeng dapat dibagi kedalam unit unit stratigrafi
sebagai berikut ini ( Gambar 3.2 ):
Gambar 3.2
Stratigrafi Regional Zona Kendeng ( Pringgoprawiro, 1983 ). (Kotak merah adalah unit stratigrafi daerah pe

Formasi Pelang
Terdiri dari napal abu abu yang masif sampai berlapis kaya fosil dan
batulempung abu abu dengan sisipan batugamping bioklastik. Lapisan
ini diendapkan pada lingkungan neritik dan berumur Oligosen Akhir-
Miosen Awal.
Formasi Kerek
Terdiri dari perselingan batupasir, batulempung, tuf napal, dan
batugamping. Secara keseluruhan formasi ini memperlihatkan endapan
flysch, dengan struktur turbidit berkembang sangat baik; banyak dijumpai
sebagai base cutout atau sebagai fasies D dari Walker dan Mutti (1972)
(Pringgoprawiro, 1992). Berdasarkan kumpulan fosil foraminifera,
Formasi Kerek menunjukkan uur Miosen Tengah hingga Miosen Atas
bagian bawah (N13-N16). Lingkungan pengendapannya neritik luar
hingga neritik tengah setempat batial atas; atau pada kedalaman antara
200-500m; oada keadaan laut terbuka. Tebal terukur berkisar 475 hingga
575 m (Pringgoprawiro, 1992).
Formasi Kalibeng
Terdiri atas napal abu abu kehijauan kaya fosil dengan sisipan tuf
berlapis tipis, sedimen ini diendapkan pada lingkungan batial. Formasi ini
berumur Miosen Akhir Pliosen.
Anggota Banyak, Formasi Kalibeng
Terdiri atas breksi andesit, berwarna kelabu terang, fragmen andesit
dengan sedikit tufa berwarna putih kelabu, Fragmen 0,3 12cm, keras,
kemas terbuka, pejal. Lingkungan pengendapan alur bawah laut dengan
ketebalan antara 8-25 meter.
Formasi Sonde
Bagian dari formasi ini yaitu Anggota Klitik didominasi oleh
perlapisan napal pasiran, batupasir gampingan, dan tuff. Sedangkan bagian
atasnya terdiri atas batugamping mengandung grainstone. Formasi ini
diendapkan di lingkungan laut dangkat dan berumur Pliosen.
Formasi Pucangan
Terdiri atas batupasir kasar-konglomeratan, batupasir tufaan, dan
lempung hitam yang mengandung moluska air tawar. Di Zona Kendeng
bagian barat dan tengah, Formasi Pucangan berkembang sebagai fasies
daratan. Sedangkan di bagian Timur formasi ini diendapkan pada laut
dangkal. Formasi ini berumur Pliosen Akhir-Plistosen Awal
Formasi Kabuh
Terdiri dari batupasir kasar dengan perlapisan silangsiur, fosil
vertebrata, lensa konglomerat, dan tuf. Di Zona Kendeng bagian Barat dan
tengah, Formasi Kabuh diendapkan pada lingkungan darat, sedangkan di
Zona Kendeng bagian Timur Formasi Kabuh mempunyai fasies yang
berbeda beda, fasies darat berangsur- angsur berubah menjadi fasies laut
yang makin ke atas berubah ke batuan vulkanik yang diendapkan pada
lingkungan pantai.
Formasi Notopuro
Terdiri dari endapan lahar, tuf, dan batupasir tufaan berumur plistosen
yang diendapkan pada lingkungan darat.
Undak Bengawan Solo
Tersusun atas batupasir yang berukuran sedang kasar, berstruktur
cross bedding, konglomerat dengan fragmen andesit, tufa, opal, rijang,
kalsedon, batugamping dan kepingan fosil vertebrata. Tebal diperkirakan
sampai 4 meter.

3.2 Soft-Sediment Deformation Stuctures


3.2.1 Pengertian Soft-Sediment Deformation Structures
Soft-Sediment Deformation Structures adalah struktur deformasi yang
terbentuk pada saat sedimen belum terkonsolidasi (Lowe 1975, 1976; Van Loon,
2009; Owen dan Moretti, 2011). Soft-Sediment Deformation Structures terbentuk
di beberapa lingkungan diantarannya lacustrine, fluvial, aeolian, reef, continental
shelf dan contonental slope (Haczewski, 1986 et al dalam Ribeiro 2007).

3.2.2 Klasifikasi Soft-Sediment Deformation Structures


Dalam mengklasifikasikan Soft-Sediment Deformation Structures banyak
sekali usulan, seperti (Potter & Pettijohn, 1963; Nagtegaal, 1965; Lowe, 1976;
Jones & Preston, 1987; Owen, 1987; Maltman, 1994; Collinson, 2003b, untuk
klasifikasi SSDS seismite, lihat Montenat et al., 2007). Pada umumnya klasifikasi
jarang diterima, terutama karena baik kompleksitas (yang menghambat penerapan
praktis) atau jumlah parameter yang terlalu terbatas (bentuk, skala, dll).

Apabila hanya dilihat dari bentuk atau kenampakan strukturnya, Soft-


Sediment Deformation Structures yang dilihat dari kenampakan strukturnya (Van
Loon, 2009) yaitu (1) Lipatan (gambar 3.3a), (2) Patahan (gambar 3.3b), (3)
Breksi (gambar 3.3 c), dan (4) Clastic dyke (gambar 3.3d). Namun ini terlalu
subjektif karena hanya berdasarkan parameter bentuk atau kenampakan struktur
saja. Setiap proses yang berbeda bisa menghasilkan kenampakan struktur yang
a b
sama, namun satu proses pembentukan saja bisa menghasilkan struktur yang
berbeda (Van Loon, 2009).
100

50 10 cm

0 cm

c. d 1cm

Gambar 3.3. Pembagian utama Soft


Sediment Deformation Structures
dilihat dari kenampakan strukturnya.
(a) Lipatan pada struktur slump
(Widodaren, Ngawi). (b) Patahan
pada endapan turbidit Formasi Kerek
(Sekar Bojonegoro). (c) breksi
autoklastik pada Formasi Kerek
(Widodaren Ngawi. (d) Clastic dyke
pada Formasi Kerek (Sekar,
Bojonegoro)

Sesuai pernyataan di atas, maka Van Loon (2009) mengklasifikasikan Soft-


Sediment Deformation Structures berdasarkan asal-usul pembentukannya. Van
Loon (2009) membagi kedalam tiga klasifikasi Soft-Sediment Deformation
Structures yaitu (1) apabila faktor endogen yang berpengaruh disebut sebagai
endoturbations; (2) apabila faktor gravitasi yang berpengaruh disebut sebagai
graviturbations; (3) apabila faktor eksogen yang berpengaruh disebut sebagai
exoturbations. Untuk lebih mudah lihat gambar 3.4.

Gambar 3.4
Diagram Klasifikasi Soft-Sediment Deformation Structures (Van
Loon, 2009)

Kemudian setiap divisi klasifikasi dibagi lagi kedalam beberapa sub divisi.
Endoturbations tidak memiliki pembagian. Graviturbations terbagi menjadi lima
sub divisi yaitu (2a) astroturbations (terbentuk dari proses tumbukan meteor),
(2b) praecipiturbations (terbentuk dari proses presipitasi air hujan sebagai contoh
struktur cetakan hujan), (2c) instabiloturbations (terbentuk dari berat jenis
sedimen yang tidak stabil sebagai contoh adalah struktur loadcast), (2d)
compagoturbations (terbentuk dari proses penumpukan sedimen dan kompaksi
sedimen sebgai contoh struktur patahan dan lipatan), dan (2e) inclinoturbatons
(terbentuk dari proses longsoran atau gravity mass flow pada sebuah lereng curam
sebagai contoh adalah struktur slump). Exoturbations terbagi kedalam enam
subdivisi yaitu (3a) bioturbations (terbentuk dari perilaku makhluk hidup sebagai
contoh struktur burrows), (3b) glacioturbations, (3c) thermoturbations, (3d)
hydroturbations, (3e) chemoturbations, dan (3f) eoloturbations.

3.2.3 Genesa
Mekanisme utama pembentuk Soft-Sediment Deformation Structures adalah
pergerakan antar butir (Intergranular movement). Mekanisme tersebut dapat
membentuk semua tipe struktur seperti lipatan, patahan, clastic dyke, dan breksi
(Aalto & Miller, 1999 dalam Van Loon, 2009). Intergranular movement adalah
pergerakan rotasi, sliding, dan diffusion (pergerakan ke segala arah) dalam
keadaan cair dan padat, dimana cenderung untuk memisahkan butiran ketika gaya
yang bekerja mempengaruhi batas butiran sedimen sedangkan presipitisasi kimia
dari bahan terlarut cenderung untuk mempertahankan atau menstabilkan ikatan
antar butiran sedimen (Hills, 1963).

Faktor pembentukan Soft-Sediment Deformation Structures diantaranya


adalah pembebanan karena materi yang memiliki densitas tinggi berada di atas,
kegempaan, kadar silt (lumpur) dalam sedimen, liquifaction secara spontan,
fluidisasi, dan perilaku thixotropic (perilaku fluida yang memiliki viskositas tinggi
seolah olah lama-kelamaan viskositasnya berkurang) (Van Loon, 2009).

a. Proses Deformasi dan SSDS yang Dihasilkan


Proses deformasi yang membentuk Soft Sediment Deformation Structures
terdapat tiga macam proses: (1) Gaya Endogen, (2) Gaya Eksogen, dan (3) Gaya
Gravitasi (Van Loon, 2009). Gaya endogen akan membentuk struktur deformasi
endoturbations; gaya eksogen akan membentuk struktur deformasi
exoturbations; dan gaya gravitasi akan membentuk struktur deformasi
graviturbations. Namun, mekanisme pembentukan SSDS bisa juga karena
kombinasi dari dua mekanisme atau gaya. Sebagai contoh SSDS yang
pembentukan struktur lipatan pada slump akibat gempa dan longsoran. Setiap
proses yang membentuk juga akan membentuk struktur dengan ciri-ciri
tersendiri.

.1 Gaya Endogen dan Endotubations

Gaya endogen yang dapat membentuk SSDS adalah gempa bumi.


Gempa bumi dapat menyebabkan perubahan tekanan air dalam pori batuan
atau yang disebut juga dengan deformasi hidroplastis. Hal tersebut terjadi
karena gelombang kejut yang dihasilkan gempa, melewati lapisan batuan
yang belum terkonsolidasi. Yang paling mudah mengalami deformasi
hidroplastis adalah lapisan pasir dan lumpur (Carter & Norris, 1986, dalam
Van Loon, 2009).

Menurut Alfaro (1997), terdapat dua sistem karakter lapisan sedimen


yang ditinjau dari densitas serta viskositas setelah terkena gelombang kejut
dari gempa bumi. Yang pertama adalah sistem gradien densitas terbalik dan
sistem gradien densitas normal. Lihat diagram (gambar 3.5) yang
menjelaskan efek gelombng kejut gempa bumi terhadap dua sistem lapisan
yang dijelaskan di atas.

Jenis-jenis struktur deformasi yang berkembang adalah jenis-jenis


lipatan hidroplastis (convolute, load casts, dan flame structures); kink fold,
shear zone (Van Loon, 2009); pillow structures, water escape structures
(Alfaro, 1997); Clastic dyke, autoclastic breccia, blowout faults, thixotrophic
structures, sand volcanoes, slump (Montenat, 2007). Kemudian lapisan yang
berkembang struktur-struktur deformasi yang terbentuk akibat gaya endogen
atau lebih khusus gempa bumi disebut sebagai seismite (Montenat, 2007;
Ricci-Lucchi &Amorosi, 2003; Neundorf et al, 2005 dalam Van Loon, 2009).

Gamba
Gambar mekanismepembentukan SSDS karena gempa bumi pada dua sistem lapisan (Alfaro, 1997). Dua s
Seismite ini dapat menginterpretasikan bermacam hal mengenai proses
kegempaan purba (paleoseismic) seperti, arah pusat gempa (Rodriguez-
Lopez, 2007); besarnya gempa (Allen, 1986 et al, dalam Van Loon 2009);
mengungkapkan sejarah struktur suatu daerah, mampu memberikan informasi
untuk eksplorasi hidrokarbon. Sedangkan untuk zaman prasejarah dan sejarah
dapat membantu untuk memahami mengapa suatu daerah atau kota hancur
dan mengapa suatu peradapan berpindah ke tempat lain atau punahnya
peradaban (Schurch & Becker, 2005 dalam Van Loon, 2009).

a.2 Gaya Gravitasi dan Graviturbations

Proses ini adalah proses yang dipengaruhi oleh gaya gravitasi. Proses
pembentukan SSDS dengan proses gravitasi ini dibagi lagi kedalam lima
proses: (1) Astronomical, (2) Presipitasi, (3) resereved densitiy gradients, (4)
kompaksi, (5) down-slope mass movement (pergerakan masa sedimen
menuruni lereng curam).

.2.1 Astronomical Force dan Astroturbations

Proses ini merupakan proses pembentukan Soft-Sediment Deformation


Structures yang melibatkan tumbukan meteorit pada permukaan bumi yang
mempunyai sedimen belum terkompaksi (Van Loon, 2009). Meteorit yang
jatuh kepermukaan bumi, akan menghasilkan gelombang kejut. Gelombang
kejut ini sama halnya dengan yang dihasilkan oleh gempa bumi. Apabila
gelombang kejut yang dihasilkan gempa bumi dapat menghasilkan Seismite
maka gelombang kejut yang dihasilkan oleh tumbukan meteorit juga sangat
memungkinkan akan menghasilkan Soft-Sediment Deformation Structures.
Beberapa kasus contoh adalah tumbukan meteorit di Arab Saudi yang
menghantam padang pasir yang membentuk Kawah Waber (Van Loon, 2009).

Memang SSDS hasil bentukan tumbukan meteorit tidak banyak


dijumpai di muka bumi. Hanya terdapat pada lokasi-lokasi kawah meteroit,
itu pun apabila meteorit menghantam bagian bumi yang masih memiliki
sedimen yang belum terkompaksi dan terbatukan seperti padang pasir.

a.2.2 Presipitasi dan Praecipiturbations

Hujan dan hujan es adalah proses yang termasuk dalam proses ini.
Ketika hujan turun di atas endapan terestrial berlumpur maka akan
meninggalkan jejak yang disebut sebagai raindrops imprint. Jejak hujan ini
juga termasuk ke dalam Soft-Sediment Deforrmations Structures atau yang
disebut sebagai praecipiturbations. Hujan es yang memiliki ukuran buris es
besar akan meninggalkan jejak yang besar berukuran diameter mencapai
beberapa sentimeter. (Van Loon, 2009). SSDS ini tergologong berukuran
kecil.

a.2.3 Reserved density gradients dan Instabiloturbations


Proses ini terjadi ketika pergerakan masa sedimen secara vertikal
karena gradasi densitas sedimen yang terbalik (densitas besar di atas, densitas
kecil di bawah). Secara simple ketika ada materi sedimen berbutir halus
ditumpangi oleh sedimen yang berdensitas lebih besar di atasnya dimana
kedua-duanya sama-sama belum terkonsolidasi. Materal yang memiliki
densitas lebih besar akan tenggelam ke dalam materi dengan densitas lebih
rendah yang mendasarinya. Materi yang tenggelam tersebut bisa berukuran
beberapa sentimeter hingga beberapa meter (Kuenen, 1958, 1966; Pettijohn &
Potter, 1964 et al dalam Van Loon, 2009).

SSDS yang mungkin terbentuk pada proses ini adalah load casts,
pseudonodules, gravifossums, dan flame structures (Van Loon, 2009).

a.2.4 Kompaksi dan Compagoturbations

Proses deformasi ini akibat diferensiasi pemadatan sedimen (Van Loon


& Wiggers, 1975; Denhandschutter et al, 2005, dalam Van Loon, 2009).
Proses pemadatan atau kompaksi sedimen ini memiliki dua proses utama
yang mempengaruhi yaitu hilangnya air dan atau gas, serta penataan ulang
butiran sedimen. Diferensiasi kompaksi yang dimaksud adalah adanya
perbedaan tingkat kompaksi sedimen. Tingkat kompaksi dapat bervariasi
dalam jarak pendek hal tersebut karena heterogenitas dalam sedimen. Hal
tersebut menyebabkan sistem tegangan lokal sehingga mengakibatkan
deformasi (Van Loon, 2009).

a.2.5 Slope dan Inclinoturbations

Mekanisme deformasi ini adalah proses terakhir pembentukan Soft-


Sediment Deformation Structures yang disebabkan oleh gaya gravitasi.
Mekanisme ini adalah gerakan masa sedimen (mass flow deposites) yang
disebabkan karena masa berada pada bidang yang memiliki kelerengan
(miring). Tentunya masa sedimen yang dimaksud disini adalah masa sedimen
yang belum terkonsolidasi. Selama masa bergerak menuruni lereng, terjadilah
deformasi terhadap struktur primer sedimen yang terbentuk sebelumnya
(Melvin, 1986 et al, dalam Van Loon, 2009). Mekanisme ini kemudian
disebut sebagai slump. Mekanisme deformasi ini dapat dijelaskan dengan
mudah melalui diagram pada gambar 3.6 di bawah ini. Mekanisme ini
mungkin terjadi pada lingkungan darat (Subaerial) atau lingkungan tergenang
air laut (Subaquaous). Mekanisme pada lingkungan yang tergenang dengan
air laut selalu berasosiasi dengan lingkugan lembah dasar laut (Dilk, 1964
dalam Van Loon, 2009) dan saluran kipas dasar laut (Nakajima & Satoh,
2001; Hickson & Lowe, 2002, dalam Van Loon, 2009). Sehingga sangat
memungkinkan mekanisme pembentukan SSDS ini akan berasosiasi dengan
fasies turbidit.

Gambar 3.6
Mekanisme Slump (Waldron & Ganon, 2010)

Soft-Sediment Deformation Structures yang memungkinkan untuk


terbentuk pada mekanisme sump ini adalah lipatan, convolute, shear planes,
sole marks, grove casts (Van Loon, 2009).

a.3 Gaya Eksogen dan Exoturbations

Deformasi yang disebabkan oleh gaya-gaya eksogen dapan debedakan


menjadi enam (Van Loon, 2009) yaitu, (1)bioturbations: disebabkan oleh
aktiivitas organisme; (2)glaciturbations: karena adanya masa es;
(3)thermoturbations: karena perubahan suhu; (4)hydroturbations: karena
pergerakan air; (5)chemoturbations: karena proses kimia; (6)eoloturbations:
karena aktivitas angin.
a.3.1 Aktivitas Biologi dan Bioturbations

Aktifitas kehidupan organisme dapat merupah kontak antar butir asal


pada sebuah sedimen, hal ini kemudian dapat menghasilkan Soft-Sediment
Deformation Structures yang disebut sebagai bioturbations (Van Loon, 2009).
Organisme yang dimaksud ini adalah tumbuhan, hewan, serta manusia.

Kehidupan tumbuhan banyak mempengaruhi sedimen lunak di sekitar


tumbuhan itu tumbuh. Aktivitas tumbuhan yang paling mempengaruhi adalah
pertumbuhan akar (terutama tumbuhan berakar tunggang). Hal tersebut terjadi
karena akar yang tumbuh akan membuat celah dan mendesak tanah atau
sedimen lunak di sekitarnya (Glennie and Evamy, 1968, Fereira et al, 2007
dalam Van Loon, 2009). Deformasi akan terlihat jelas jika sedimen memiliki
struktur laminasi (Van Loon, 2009). Kemudian deformasi yang disebabkan
oleh aktifitas kehidupan tumbuhan disebut sebagai phytoturbations.deformasi
yang debabkan tumbuhan ini relatif jarang terekam.

Kehidupan hewan juga menjadi penyebab dari deformasi sedimen


lunak. Apabila dibandingkan dengan tumbuhan, deformasi yang disebabkan
oleh hewan akan lebih banyak dijumpai. Aktifitas kehidupan hewan akan
meninggalkan jejak-jejak seperti tracks, trails, burrows dll. Kemudian
deformasi yang disebabkan oleh hewan ini disebut sebagai zooturbations.

Selain hewan dan tumbuhan, manusia juga berperan dalam


pembentukan Soft-Sediment Deformation Structures. Deformasi yang
dihasilkan sepeti foot print. Hal ini tentu idak terlalu banyak terekam dalam
proses geologi. Manusia, dominan mempengaruhi hanya pada zaman kuarter
hingga sekarang. Kemudian deformasi yang disebabkan oleh manusia ini
disebut sebagai Anthropoturbations.

a.3.2 Aktivitas Glasial dan Glaciturbations

Soft-Sediment Deformation Structures dapat terbentuk karena glacier


dan continental ice sheets. Kemudian proses deformasi ini disebut sebagai
glaciotectonic (Aber & Ber, 2007) tapi dalam konteks Soft-Sediment
Deformation Structures disebut sebagai Gaciturbations (Van Loon, 2009).
Glaciotectoncs adalah deformasi struktural yang disebabkan oleh es (glacial)
pada batuan yang sudah terlitifikasi atau pada sedimen yang belum
terlitifikasi (Moran 1971; Aber, Croot dan Fenton, 1989 dalam Aber & Ber,
2007). Proses ini terjadi karena sifat aktif es dan tekanannya yang tinggi (Van
Loon, 2009). Secara mudah, proses deformasi ini terjadi ketika lapisan es
berada di atas batuan terkompaksi atau sedimen yang belum terbatukan,
kemudian lapisan es ini bergerak. Struktur Deformasi yang dapat terbentuk
karena proses deformasi ini adalah lipatan, patahan, Shear plane.

a.3.3 Perubahan temperatur dan Thermoturbations

Proses deformasi ini, menyangkut air yang terkandung dalam sedimen


yang belum terkondolidasi. Air memiliki sifat yang berubah ketika terjadi
perubahan suhu. Terutama ketika suhu menurun dan air menjadi beku akan
dapat menyebabkan deformasi(Van Loon, 2009). Deformasi ini dapat
membentuk struktur deformasi antara lain convolutions (Murton, 2001 dalam
Van Loon, 2009), frost fissures, frost wedges, cryoturbations (Van Loon,
2009)

a.3.4 Pergerakan Air dan Hydroturbations

pergerakan air juga dapat berperan dalam pembentukan Soft-Sediment


Deformation Structures. Banyak variasi proses mengenai pergerakan air yang
membentuk SSDS ini. Yang paling sederhana adalah pembentukan crack pada
sedimen lumpur. Hal tersebut terjadi karena proses evaporasi air yang
terkandung dalam sedimen berlumpur tersebut. Tekanan pada pori sedimen
berpasir yang mengandung air dapat menyebabkan pergerakan air secara
vertikal maupun horizontal, selama proses ini banyak struktur terbentuk
seperti water escape structures, dish structures, sand volcanoes (Reineck dan
Singh, 1973 dalam Van Loon, 2009).
Proses selanjutnya adalah proses migrasi air dan atau gas dengan syarat
air dan gas memiliki sumber yang sangat besar (Hansen 2005 dalam Van
Loon, 2009). Gas dan air akan memiliki tekanan yang sangat besar yang akan
mendorong ke atas dan mengerosi lapisan lumpur atau pasir yng dilaluinya.
Selanjutnya lumour, air dan gas akan bercampur dan mengalir ke luar
permukaan membentuk sediment volcanoes. Terdapat dua tipe sediment
volcanoes ini yaitu mud volcanoes dan sand volcanoes (Davies et al. 2007
dalam Van Loon, 2009).

a.3.5 Proses Kimia dan Chemoturbations

Proses deformasi ini dibentuk oleh pertumbuhan kristal di dalam


sedimen dan membentuk rekahan rekahan atau meninggalkan jejak cetakan
karena kristal terlarutkan kembali.

a.3.6 Aktifitas Angin dan Eoloturbationns

Proses ini tidak begitu sugnifikan membentuk Soft-Sediment


Deformation Structures. Deformasi angin yang terjadi pada sand dune akan
dianggap hanya sebagai proses pembentukannya saja (Van Loon, 2009). Yang
paling mungkin adalah, ketika terjadi deformasi oleh angin yang dibantu oleh
adanya tumbuhan hidup di gurun pasir. Ketika tumbuhan tertiup angin
kencang akan mengangkat akar yang tertanam pada pasir, hal ini
menyebabkan deformasi sedimen pasir di sekitar akar tumbuhan (Van Loon,
2009). Namun hal tersebut juga sangat jarang terjadi.

b. Lingkunga
Soft-Sediment Deformation Structures memungkinkan untuk terbentuk
diberbagai lingkungan pengendapan sedimen. Tentu saja lingkungan itu adalah
lingkungan laut (deep marine dan shallow marine) dan lingkungan kontinen
(Van Loon, 2009).

Pada lingkungan laut, terutama laut dalam pembentukan SSDS relatif lebih
sedikit. Kebanyakan proses yang mempengaruhi pembentukan SSDS di laut
dalam adalah kegempaan (Seismics) (Long, 2004 dalam Van Loon, 2009).
Secara umum pembentukannya berada di tektonik aktif yaitu forearc basin
(Campbell, 2006 dalam Van Loon, 2009) dan backarc basin (Bryan, 2001 dalam
Van Loon, 2009). Subdivisi lingkungan laut dalam yang dapat membentuk SSDS
adalah pada saluran-saluran kipas bawah laut pada bagian bawah continental
slope (Hickson and Lowe, 2002 dalam Van Loon, 2009). Banyak juga SSDS
yang terbentuk pada bagian continental slope sendiri, dimana sangat
memungkinkan untuk terjadinya gerakan masa sedimen menuruni lereng
kontinen (Dugan and Fleming, 2002 dalam Van Loon, 2009).

Dalam lingkungan laut dangkal, banyak proses yang dapat menyebabkan


Soft-Sediment Deformation Structures. Sebagian besar deformasi terjadi di dekat
pantai, area pasang surut, muara (Plink-Bjorklund, 2005 dalam Van Loon, 2009),
delta (Van Loon, 1972 dalam Van Loon 2009), dalam sedimentasi karbonat di
bioherm (Portman, 2005 dalam Van Loon, 2009), platform karbonat, gundukan
lumpur karbonat (Elrick dan Snider, 2002 dalam Van Loon, 2009), serta pada
gumuk pasir di pesisir pantai (Mountney dan Thompson, 2002 dalam Van Loon,
2009).

Pada kontinen, lingkungan yang umum untuk pembentukan Soft-Sediment


Deformation Structures adalah lingkungan fluvial (Brodzikowski, 1984 dalam
Van Loon, 2009) termasuk braidplans, serta kususnya kipas aluvial (Marshal
2000; Zienlinski dan Van Loon, 1999 dalam Van Loon, 2009). Gurun pasir juga
menjadi lingkungan yang memungkinkan untuk terbentuknya SSDS sebagai
akibat dari fluidisation karena aktivitas seismik (Netoff, 2002 dalam Van Loon,
2009).

Terlepas dari lingkungan pengendapan sedimen yang dapat membentuk


Soft-Sediment Deformation Structures di atas, namun pada dasarnya yang dapat
membentuk SSDS adalan kondisi tertentu pada suatu daerah. Terdapat tiga
kondisi lingkungan di mana SSDS dapat berkembang yaitu glacigenic, vulkanik
serta kondisi tektonik aktif (Van Loon, 2009).
3.2.4 Prosedur Interpretasi
Untuk menginterpretasikan genesa dari Soft-Sediment Deformation
Structure harus mengkombinasikan kriteria objektif dan kriteria subjektif (Van
Loon, 2009). Yang dimaksud dari kriteria objektis adalah kriteria atau parameter
interpretasi berdasarkan objek struktur yang diamati sehingga tidak mungkin
pendapat orang akan berbeda sebagai contoh adalah parametere ukuran Soft-
Sediment Deformation Structures. Sedangkan kriteria subyektif bersifat
interpretatif terhadap suatu objek mengenai prosesnya sehingga setiap pendapat
orang yang mengamati akan berbeda-beda, sebagai contoh adalah perilaku
sedimen saat deformasi terjadi. Dari kriteria objektif dan subjektif di atas,
muncullah empat parameter (Van Loon, 2009) yaitu: (1)perilaku sedimen ketika
deformasi berlangsung, (2) ukuran struktur deformasi, (3) waktu deformasi, dan
(4) proses deformasi.

Parameter pertama adalah perilaku sedimen ketika deformasi berlangsung.


Untuk menginterpretasikan genesa pembentuk struktur deformasi, harus dilakukan
dengan mengetahui perilaku sedimen ketika deformasi terjadi (Owen, 1987 dalam
Van Loon, 2009). Perilaku sedimen yang tercermin dari struktur deformasi adalah
struktur yang terbentuk dari fluidization/liquifaction, plastic deformation, dan
britle deformation (Van Loon, 2009). Setiap struktur yang dibentuk oleh tiga
perilaku di atas akan berbeda-beda. Fluidization akan membentuk sedimen yang
terhomogenkan (seperti menunjukkan hilangnya sebagian struktur primer sedimen
karena fluidization sabagian); plastic deformation akan membentuk semua jenis
lipatan; serta brittle deformation akan membentuk struktur patahan. Jadi, setiap
kenampakan struktur deformasi akan mengindikasikan perilaku sedimen ketika
terjadi deformasi. Parameter ini bersifat subyektif yang berarti sangat interpretatif

Parameter kedua adalah ukuran dari Soft-Sediment Deformation Structures.


Hal ini menjadi parameter yang sangat penting, karena dapat untuk
menginterpretasikan seberapa besar gaya yang mempengaruhi pembentukan
struktur deformasi. Dalam parameter ini, ukuran digolongkan menjadi mega
scale: mempengaruhi suksesi yang tebal, large scale: mempengaruhi beberapa
bagian lapisan batuan secara menyeluruh, meso scale:mempengaruhi sebuah
lapisan, small scale: mempengaruhi hanya beberapa bagian lapisan, dan micro
scale: hanya bisa dilihat melalui mikroskop. Parameter ini bersifat objektif,
karena menggunakan ukuran yag jelas dari kenampakan struktur yang ada. Namun
dalam beberapa kasus bisa menjadi kriteria yang subjektif (Van Loon, 2009).
Parameter ini menjadi dasar interpretasi agen deformasi yang menyebabkan
struktur tersebut.

Parameter ketiga adalah urut-urutan waktu pembentukan Soft-Sediment


Deformation Structures. Ini merupakan parameter paling subjektif, karena dalam
penentuan urut-urutan pembentukannya setiap orang akan memiliki pendapat
yang berbeda-beda (interpretatif). Parameter ini dibedakan kembali menjadi tiga
(Nagtegaal, 1963, 1965 dalam Van Loon 2009) yaitu struktur (1) syndepositional:
struktur deformasi yang terjadi selama pengendapan sedimen; (2)
metadepositional: terbentuk setelah pengendapan namun sebelum lapisan di
atasnya belum terendapkan; (3) postdepositional: terbentuk setelah pengendapan.

Parameter terakhir adalah proses deformasi yang membentuk struktur


deformasinya. Hal ini sangat subjektif dalam penentuannya. Proses deformasi
yang dimaksud adalah agen-agen penyebab deformasi (lihat sub bab genesa Soft-
Sediment Deformation Structures).

Dari parameter di atas, yang menjadi terpenting adalah jenis strukturnya.


Dengan menggunakan parameter tersebut di atas, maka dalam
menginterpretasikan asal-usul dapat dilakukan secara konsisten dalam setiap
lapisan atau satuan batuan.

Anda mungkin juga menyukai