Bab Iii
Bab Iii
TINJAUAN PUSATAKA
Gambar 3.1
Fisiografi Jawa Timur ( Van Bemmelen, 1949 )
Kendeng Tengah
Kendeng Timur
.2.1 Stratigrafi
Formasi Pelang
Terdiri dari napal abu abu yang masif sampai berlapis kaya fosil dan
batulempung abu abu dengan sisipan batugamping bioklastik. Lapisan
ini diendapkan pada lingkungan neritik dan berumur Oligosen Akhir-
Miosen Awal.
Formasi Kerek
Terdiri dari perselingan batupasir, batulempung, tuf napal, dan
batugamping. Secara keseluruhan formasi ini memperlihatkan endapan
flysch, dengan struktur turbidit berkembang sangat baik; banyak dijumpai
sebagai base cutout atau sebagai fasies D dari Walker dan Mutti (1972)
(Pringgoprawiro, 1992). Berdasarkan kumpulan fosil foraminifera,
Formasi Kerek menunjukkan uur Miosen Tengah hingga Miosen Atas
bagian bawah (N13-N16). Lingkungan pengendapannya neritik luar
hingga neritik tengah setempat batial atas; atau pada kedalaman antara
200-500m; oada keadaan laut terbuka. Tebal terukur berkisar 475 hingga
575 m (Pringgoprawiro, 1992).
Formasi Kalibeng
Terdiri atas napal abu abu kehijauan kaya fosil dengan sisipan tuf
berlapis tipis, sedimen ini diendapkan pada lingkungan batial. Formasi ini
berumur Miosen Akhir Pliosen.
Anggota Banyak, Formasi Kalibeng
Terdiri atas breksi andesit, berwarna kelabu terang, fragmen andesit
dengan sedikit tufa berwarna putih kelabu, Fragmen 0,3 12cm, keras,
kemas terbuka, pejal. Lingkungan pengendapan alur bawah laut dengan
ketebalan antara 8-25 meter.
Formasi Sonde
Bagian dari formasi ini yaitu Anggota Klitik didominasi oleh
perlapisan napal pasiran, batupasir gampingan, dan tuff. Sedangkan bagian
atasnya terdiri atas batugamping mengandung grainstone. Formasi ini
diendapkan di lingkungan laut dangkat dan berumur Pliosen.
Formasi Pucangan
Terdiri atas batupasir kasar-konglomeratan, batupasir tufaan, dan
lempung hitam yang mengandung moluska air tawar. Di Zona Kendeng
bagian barat dan tengah, Formasi Pucangan berkembang sebagai fasies
daratan. Sedangkan di bagian Timur formasi ini diendapkan pada laut
dangkal. Formasi ini berumur Pliosen Akhir-Plistosen Awal
Formasi Kabuh
Terdiri dari batupasir kasar dengan perlapisan silangsiur, fosil
vertebrata, lensa konglomerat, dan tuf. Di Zona Kendeng bagian Barat dan
tengah, Formasi Kabuh diendapkan pada lingkungan darat, sedangkan di
Zona Kendeng bagian Timur Formasi Kabuh mempunyai fasies yang
berbeda beda, fasies darat berangsur- angsur berubah menjadi fasies laut
yang makin ke atas berubah ke batuan vulkanik yang diendapkan pada
lingkungan pantai.
Formasi Notopuro
Terdiri dari endapan lahar, tuf, dan batupasir tufaan berumur plistosen
yang diendapkan pada lingkungan darat.
Undak Bengawan Solo
Tersusun atas batupasir yang berukuran sedang kasar, berstruktur
cross bedding, konglomerat dengan fragmen andesit, tufa, opal, rijang,
kalsedon, batugamping dan kepingan fosil vertebrata. Tebal diperkirakan
sampai 4 meter.
50 10 cm
0 cm
c. d 1cm
Gambar 3.4
Diagram Klasifikasi Soft-Sediment Deformation Structures (Van
Loon, 2009)
Kemudian setiap divisi klasifikasi dibagi lagi kedalam beberapa sub divisi.
Endoturbations tidak memiliki pembagian. Graviturbations terbagi menjadi lima
sub divisi yaitu (2a) astroturbations (terbentuk dari proses tumbukan meteor),
(2b) praecipiturbations (terbentuk dari proses presipitasi air hujan sebagai contoh
struktur cetakan hujan), (2c) instabiloturbations (terbentuk dari berat jenis
sedimen yang tidak stabil sebagai contoh adalah struktur loadcast), (2d)
compagoturbations (terbentuk dari proses penumpukan sedimen dan kompaksi
sedimen sebgai contoh struktur patahan dan lipatan), dan (2e) inclinoturbatons
(terbentuk dari proses longsoran atau gravity mass flow pada sebuah lereng curam
sebagai contoh adalah struktur slump). Exoturbations terbagi kedalam enam
subdivisi yaitu (3a) bioturbations (terbentuk dari perilaku makhluk hidup sebagai
contoh struktur burrows), (3b) glacioturbations, (3c) thermoturbations, (3d)
hydroturbations, (3e) chemoturbations, dan (3f) eoloturbations.
3.2.3 Genesa
Mekanisme utama pembentuk Soft-Sediment Deformation Structures adalah
pergerakan antar butir (Intergranular movement). Mekanisme tersebut dapat
membentuk semua tipe struktur seperti lipatan, patahan, clastic dyke, dan breksi
(Aalto & Miller, 1999 dalam Van Loon, 2009). Intergranular movement adalah
pergerakan rotasi, sliding, dan diffusion (pergerakan ke segala arah) dalam
keadaan cair dan padat, dimana cenderung untuk memisahkan butiran ketika gaya
yang bekerja mempengaruhi batas butiran sedimen sedangkan presipitisasi kimia
dari bahan terlarut cenderung untuk mempertahankan atau menstabilkan ikatan
antar butiran sedimen (Hills, 1963).
Gamba
Gambar mekanismepembentukan SSDS karena gempa bumi pada dua sistem lapisan (Alfaro, 1997). Dua s
Seismite ini dapat menginterpretasikan bermacam hal mengenai proses
kegempaan purba (paleoseismic) seperti, arah pusat gempa (Rodriguez-
Lopez, 2007); besarnya gempa (Allen, 1986 et al, dalam Van Loon 2009);
mengungkapkan sejarah struktur suatu daerah, mampu memberikan informasi
untuk eksplorasi hidrokarbon. Sedangkan untuk zaman prasejarah dan sejarah
dapat membantu untuk memahami mengapa suatu daerah atau kota hancur
dan mengapa suatu peradapan berpindah ke tempat lain atau punahnya
peradaban (Schurch & Becker, 2005 dalam Van Loon, 2009).
Proses ini adalah proses yang dipengaruhi oleh gaya gravitasi. Proses
pembentukan SSDS dengan proses gravitasi ini dibagi lagi kedalam lima
proses: (1) Astronomical, (2) Presipitasi, (3) resereved densitiy gradients, (4)
kompaksi, (5) down-slope mass movement (pergerakan masa sedimen
menuruni lereng curam).
Hujan dan hujan es adalah proses yang termasuk dalam proses ini.
Ketika hujan turun di atas endapan terestrial berlumpur maka akan
meninggalkan jejak yang disebut sebagai raindrops imprint. Jejak hujan ini
juga termasuk ke dalam Soft-Sediment Deforrmations Structures atau yang
disebut sebagai praecipiturbations. Hujan es yang memiliki ukuran buris es
besar akan meninggalkan jejak yang besar berukuran diameter mencapai
beberapa sentimeter. (Van Loon, 2009). SSDS ini tergologong berukuran
kecil.
SSDS yang mungkin terbentuk pada proses ini adalah load casts,
pseudonodules, gravifossums, dan flame structures (Van Loon, 2009).
Gambar 3.6
Mekanisme Slump (Waldron & Ganon, 2010)
b. Lingkunga
Soft-Sediment Deformation Structures memungkinkan untuk terbentuk
diberbagai lingkungan pengendapan sedimen. Tentu saja lingkungan itu adalah
lingkungan laut (deep marine dan shallow marine) dan lingkungan kontinen
(Van Loon, 2009).
Pada lingkungan laut, terutama laut dalam pembentukan SSDS relatif lebih
sedikit. Kebanyakan proses yang mempengaruhi pembentukan SSDS di laut
dalam adalah kegempaan (Seismics) (Long, 2004 dalam Van Loon, 2009).
Secara umum pembentukannya berada di tektonik aktif yaitu forearc basin
(Campbell, 2006 dalam Van Loon, 2009) dan backarc basin (Bryan, 2001 dalam
Van Loon, 2009). Subdivisi lingkungan laut dalam yang dapat membentuk SSDS
adalah pada saluran-saluran kipas bawah laut pada bagian bawah continental
slope (Hickson and Lowe, 2002 dalam Van Loon, 2009). Banyak juga SSDS
yang terbentuk pada bagian continental slope sendiri, dimana sangat
memungkinkan untuk terjadinya gerakan masa sedimen menuruni lereng
kontinen (Dugan and Fleming, 2002 dalam Van Loon, 2009).