Anda di halaman 1dari 11

47

III. ANALISA KASUS

A. Analisa Keluhan Pasien

Pada CKD (Chronic Kidney Disease), tanda dan gejala yang dapat

ditemukan dari anamnesis pada pasien ini adalah:

1. Sesak nafas,
2. Bengkak pada kedua kaki (Edema perifer),
3. Poliuria dan nokturia,
4. Mudah lelah dan lemas,
5. Tampak pucat,
6. Mual dan nafsu makan menurun,
7. Riwayat penyakit hipertensi BAK berkurang

Kriteria diagnosis CKD:

1. Kerusakan ginjal (renal damage) yang terjadi lebih dari 3 bulan,

berupa kelainan struktural atau fungsional, dengan atau tanpa

penurunan LFG, dengan manifestasi:


a. Kelainan patologis
b. Terdapat tanda kelainan ginjal, termasuk kelainan dalam

komposisi darah/urin, atau kelainan dalam tes pencitraan


2. LFG <60 ml/menit/1,73 m2 selama 3 bulan, dengan atau tanpa

kerusakan ginjal.

Berdasarkan kriteria tersebut, dari anamnesis pasien ini diduga telah

terjadi kerusakan ginjal >3 bulan, yaitu karena memiliki riwayat hipertensi

esensial stage II sejak 2 tahun yang lalu. Hipertensi sistemik dapat


48

mengakibatkan peningkatan tekanan kapiler glomerulus yang merusak

kapiler dan menyebabkan glomerulosklerosis fokal dan segmental atau

global. Sehingga dapat terjadi hiperfiltrasi dan hipertrofi nefron yang

tersisa dan mengakibatkan disfungsi renal secara progresif.

Gejala umum anemia (sindrom anemia) terdiri dari rasa lemah, lesu, cepat

lelah, telinga mendenging, mata berkunang-kunang, kaki terasa dingin,

sesak nafas, dan dispepsia. Pasien ini mengeluhkan rasa lemah, lesu, cepat

lelah dan sesak nafas.

B. Analisa Pemeriksaan Fisik


Hasil pemeriksaan fisik pada pasien ini adalah :
1. KU : tampak sakit sedang
2. Kesadaran : compos mentis
3. Vital sign :
TD : 160/100 mmHg
N : 70x/menit
P : 34 x/menit
T : 36,50C
4. Kulit : Pigmentasi = (+)
Lembab/kering = lembab
Edema = edema pretibial
5. Mata : konjunctiva = anemis +/+
6. Mulut : lidah = pucat
7. Ekstremitas : edema (pitting edem)
- -
+ +

Pemeriksaan fisik yang dapat ditemukan pada pasien CKD adalah:

1. Kulit : warna = pucat

Lembab/kering = Kering

Edema = edema pretibial


49

2. Mata : konjunctiva = anemis +/+


3. Mulut : bibir/lidah = pucat
4. Abdomen : Per = timpani
5. Ekstremitas inferior: edema (pitting edem) = +/+

Pemeriksaan fisik yang dapat ditemukan pada pasien dengan hipertensi

stage 2 adalah : TD = 160/100. Klasifikasi tekanan darah menurut JNC 7

sbb :

Klasifikasi TD TDS (mmHg) TDD (mmHg)


Normal <120 Dan <80
Prehipertensi 120-139 Atau 80-89
Hipertensi stage 1 140-159 Atau 90-99
Hipertensi stage 2 160 Atau 100

C. Analisa Pemeriksaan Penunjang

Kriteria diagnosis CKD (Buku Ajar IPD) : LFG <60 ml/menit/1,73 m 2

selama 3 bulan, dengan atau tanpa kerusakan ginjal.

Darah lengkap

Hb : 5,9 gr/dl

Pada CKD sering ditemukan gejala anemia.

Kimia darah

Ureum : 202 mg/dl

Creatinin: 20,4 mg/dl

GFR= x 0,85
GFR=(140-42) x 58 / 72 x 20,4 x 0,85
GFR=3,3 ml/menit/1,73m3

Klasifikasi CKD berdasarkan derajat penyakit :


50

Derajat Penjelasan GFR


1 Kerusakan ginjal dengan GFR normal/ 90
2 Kerusakan ginjal dengan GFR ringan 60-89
3 Kerusakan ginjal dengan GFR sedang 30-59
4 Kerusakan ginjal dengan GFR berat 15-29
5 Gagal ginjal <15/dialisis

Berdasarkan tabel tersebut, pasien ini diklasifikasikan ke dalam CKD

grade 5.

Hb : 5,9 gr/dl

Ht : 17 %

Pemeriksaan penunjang yang mendukung diagnosis anemia adalah Hb

pertama pasien 5,9 gr/dL (Hb <10 gr/dL) dan Ht 17% (Ht <30%).

Berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan penunjang pasien ini,

diagnosis CKD derajat 5 sudah tepat dimana terdapat hipertensi stage 2 + anemia.

D. Analisa Patofisiologi Tanda dan Gejala Pasien


Edema
Edema terjadi pada kondisi dimana terjadi peningkatan tekanan hidrostatik

kapiler, peningkatan permeabilitas kapiler, atau peningkatan tekanan

osmotik interstisial, atau penurunan tekanan onkotik plasma. Ginjal

berperan dalam mempertahankan homeostasis cairan tubuh dengan kontrol

volume cairan ekstraselular melalui pengaturan ekskresi natrium dan air.

ADH disekresikan sebagai respons terhadap perubahan volume darah,

tonisitas, dan tekanan darah untuk mempertahankan keseimbangan cairan

tubuh.
51

Konsep Volume Darah Arteri Efektif (VDAE) didefinisikan sebagai

volume darah arteri yang adekuat untuk mengisi seluruh kapasitas

pembuluh arteri. VDAE yang normal terjadi pada kondisi dimana rasio

curah jantung terhadap resistensi pembuluh darah perifer seimbang. VDAE

berkurang pada kondisi pengurangan volume darah arteri (perdarahan,

dehidrasi), penurunan curah jantung (gagal jantung), atau peningkatan

kapasitans pembuluh arteri (sepsis, sirosis hepatis) sehingga VDAE

berkurang. Jika VDAE berkurang, maka ginjal akan memicu retensi

natrium dan air melalui mekanisme:

1. Penurunan aliran darah ginjal


Penurunan VDAE mengaktivasi reseptor volume pembuluh darah

besar, sehingga terjadi peningkatan tonus simpatis yang

menurunkan aliran darah ginjal. Jika aliran darah ke ginjal

berkurang, akan dikompensasi ginjal dengan menahan natrium dan

air dengan mekanisme :

Penurunan aliran darah ke ginjal dipersepsikan ginjal sebagai

penurunan tekanan darah sehingga dikompensasi dengan

peningkatan sekresi renin oleh aparatus jukstaglomerulus. Renin

akan meningkatkan angiotensin II, yang akan menyebabkan

konstriksi arteriol eferen sehingga fraksi filtrasi meningkat dan

tekanan osmotik kapiler glomerulus meningkat. Peningkatan

tekanan osmotik ini menyebabkan peningkatan reabsorbsi air pada

tubulus proksimal.
52

Angiotensin II akan merangsang kelenjar adrenal melepas

aldosteron, yang akan meretensi natrium pada tubulus kontortus

distal.

Gangguan fungsi ginjal

Defek intrinsik ekskresi Na dan air pean LFG proteinuria

hipoalbuminemia

pean VDAE

Retensi natrium dan air oleh ginjal

Mekanisme edema pada penyakit ginjal

Mekanisme underfilling

Edema disebabkan rendahnya kadar albumin serum sehingga rendahnya

tekanan osmotik plasma yang diikuti peningkatan transudasi cairan dari

kapiler ke ruang interstisial sesuai hukum Starling, akibatnya volume

darah yang beredar berkurang sehingga merangsang sistem renin-

angiotensin-aldosteron yang meretensi natrium dan air pada tubulus distal.

Proteinuria

hipoalbuminemia

tekanan onkotik plasma

volume plasma

ADH sistem renin-angiotensin ANP N

Retensi air Retensi Na Retensi

EDEMA
53

Hipertensi

Faktor-faktor risiko yang mendorong terjadinya hipertensi esensial adalah:

1. Faktor risiko : diet dan asupan garam, stres, ras, obesitas, genetik
2. Sistem saraf simpatis
3. Keseimbangan modulator vasodilatasi dan vasokonstriksi
4. Sistem renin-angiotensin-aldosteron

Hipertensi dapat menimbulkan kerusakan organ tubuh, antara lain:

1. Jantung
a. Hipertrofi ventrikel kiri
b. Angina / infark miokard
c. Gagal jantung
2. Otak : stroke / TIA
3. Ginjal
4. Arteri perifer
5. retinopati

Penyebab kerusakan organ tersebut dapat melalui akibat langsung dari kenaikan

tekanan darah pada organ atau efek tidak langsung, yaitu adanya autoantibodi

terhadap reseptor AT1 angiotensin II, stres oksidatif, down regulation ekspresi

nitric oxide synthase, dan lain-lain. Diet tinggi garam dan sensitivitas terhadap

garam berperan pada timbulnya kerusakan organ target, misalnya kerusakan

pembuluh darah karena meningkatnya ekspresi TGF-.

Anemia

Anemia normositer normokromik adalah komplikasi CKD yang biasa ditemukan.

Penyebab utamanya adalah berkurangnya produksi eritropoietin. Kadar

eritropoietin serum menurun jelas pada pasien CKD berat. Mekanisme lain adalah

pemendekan umur eritrosit menjadi 2/3 umur normal, toksisitas aluminium karena
54

pemakaian obat pengikat fosfat yang mengandung aluminium, iatrogenik karena

kehilangan darah saat dialisis, dan defisiensi asam folat.

Penyakit ginjal kronik

Hiperfiltrasi dan hipertrofi nefron yang tersisa merupakan penyebab utama

disfungsi renal yang progresif. Hal ini diakibatkan peningkatan tekanan kapiler

glomerulus yang merusak kapiler dan menyebabkan glomerulosklerosis fokal dan

segmental atau global. Faktor yang dapat menyebabkan progresivitas kerusakan

ginjal adalah :

1. hipertensi sistemik
2. penurunan perfusi
3. proteinuria
4. peningkatan ammoniagenesis renal
5. hiperlipidemia
6. hiperfosfatemia
7. diabetes tak terkontrol
8. merokok

E. Analisa Pemeriksaan Anjuran


Urine lengkap : sebagai pemeriksaan penunjang untuk melihat

adanya kerusakan pada fungsi ginjal atau tidak dengan melihat

urine secara makroskopis atau mikroskopis


Kadar elektrolit serum : pada CKD sering terjadi

ketidakseimbangan elektrolit, seperti natrium dan kalium


Profil lipid dan asam urat serum : mencari etiologi yang dapat

memperburuk CKD selain hipertensi


EKG : mencari kelainan jantung yang lain lebih jelas
Waktu pembekuan dan waktu perdarahan : pada pasien CKD sering

terjadi gangguan perdarahan


55

HbsAg dan anti HCV : untuk menapis risiko penularan hepatitis

saat dilakukan hemodialisis

F. Analisa Penatalaksanaan Pasien


1. Diet ginjal 1700 kal/hari
Pada CKD, jumlah energi adalah 35 kal/kgBB ideal/hari
BB ideal = (TB dalam cm 100) untuk pria TB <160 cm
= (150-100)= 50 kg
Energi = 35 x 50 = 1750 kal/hari.
2. Diet rendah protein = 50 gr
Asupan protein untuk pasien non dialisis = 0,6-0,8 gr/kgBB

ideal/hari = 0,6 x 50 = 30 gr/hari


Untuk pasien hemodialisis = 1-1,2 gr/kgBB ideal/hari = 1x50 = 50

gr/hari
3. Diet rendah garam I (200-400 mg/hari)
Pada pengelolaan makanan tidak ditambahkan garam dapur,

dihindari makanan tinggi natrium dan diet ini diberikan pada

pasien dengan edema, asites dan hipertensi berat.


4. IVFD D5% X gtt/menit
Digunakan infus D5% karena nafsu makan pasien menurun

sehingga perlu tambahan energi berupa infus dekstrosa. Selain itu,

pasien memiliki hipertensi, CKD, dan CHF dengan edema yang

perlu pembatasan masukan cairan yang mengandung elektrolit,

seperti RL atau NaCl.


5. Inj.ranitidin 1 ampul/12 jam
Ranitidine adalah suatu histamin antagonis reseptor H 2 yang

menghambat kerja histamin secara kompetitif pada reseptor H2 dan

mengurangi sekresi asam lambung.


Pada pemberian i.m./i.v. kadar dalam serum yang diperlukan untuk

menghambat 50% perangsangan sekresi asam lambung adalah 36

94 mg/mL. Kadar tersebut bertahan selama 68 jam.

Ranitidine diabsorpsi 50% setelah pemberian oral. Konsentrasi

puncak plasma dicapai 23 jam setelah pemberian dosis 150 mg.


56

Absorpsi tidak dipengaruhi secara nyata oleh makanan dan

antasida. Waktu paruh 2 3 jam pada pemberian oral, Ranitidine

diekskresi melalui urin.

Sediaan ampul mengandung ranitidin 25 mg/ml. Pemberian

ranitidin pada pasien ini adalah untuk mencegah terjadi mual-

muntah yang biasa terjadi pada pasien CKD. Dosis untuk gangguan

ginjal = 50 mg IV/IM/12 jam; seharusnya diberikan 2 ampul/12

jam.

6. Inj.furosemide 3x1 ampul / 20 mg per 8 jam


Furosemid merupakan contoh diuretik kuat yang tergolong derivat

sulfonamid. Obat ini merupakan salah satu obat standar untuk

gagal jantung dengan edema, asites, edema karena penyakit gagal

ginjal, dan edem paru. Furosemid bekerja dengan menghambat

reabsorpsi elektrolit Na+/K+/2Cl- di ansa Henle asendens bagian

epitel tebal. Pada pemberian IV, obat ini meningkatkan aliran darah

ginjal tanpa disertai peningkatan filtrasi glomerulus. Pada CKD,

diperlukan dosis furosemid yang jauh lebih besar daripada dosis

biasa. Hal ini karena banyaknya protein dalam cairan tubuli yang

mengikat furosemid sehingga menghambat diuresis, dan pada

pasien dengan uremia, sekresi furosemid melalui tubuli menurun.


Furosemid juga dapat dikombinasikan dengan ACE inhibitor atau

antagonis reseptor angiotensin II untuk mengontrol tekanan darah

(hipertensi stage 2) pada CKD sekaligus gagal jantung. Dosis

furosemid adalah 20-80 mg IV, 2-3 x sehari.


1 amp=20 mg/ml; 3x1 ampul=60 mg/hari; dosis sudah sesuai.

7. Bicnat 3x1 tab


57

Bicnat atau natrium bikarbonat diperlukan untuk mengatasi

asidosis metabolik yang sering terjadai pada pasien CKD stage 5.

8. Asam folat 3x1 tab


Asam folat diperlukan untuk memperbaiki anemia pada CKD yang

dapat disebabkan oleh defisiensi asam folat.

9. Clonidine 3x0,15 mg
Klonidin (adrenolitik sentral) bekerja pada reseptor -2 di SSP

dengan efek penurunan aliran simpatis. Efek hipotensif klonidin

terjadi karena penurunan resistensi perifer dan curah jantung.

10. Captopril 2 x 12,5 mg


Penggunaan captopril lebih efektif digunakan pada pasien

hipertensi dengan gagal ginjal karena obat ini bekerja dengan

menghambat Sistem Renin Angiotensin Aldosteron (SRAA) yang

selain dapat menurunkan tekanan darah, juga memperlambat

perkembangan penyakit ginjal yang telah ada. Dosis captopril

untuk TD 150-170 mmHg yaitu 2-3 x 12,5 mg.


11. Hemodialisis
Indikasi hemodialisis pada CKD adalah: bila LFG < 5ml/menit,

atau salah satu dari kondisi:


KU buruk dan gejala klinis nyata
K serum >6 mEq/L
Ureum darah >200 mg/dL
pH darah < 7,1
anuria berkepanjangan (>5 hari)
kelebihan cairan

12. Transfusi PRC 950 cc


Untuk mengatasi anemia pada pasien, dilakukan transfusi darah.
Kebutuhan PRC = 4 x (Hb target-Hb sekarang) x BB = 4 x (10-5,9)

x 58 = 950 cc.

Anda mungkin juga menyukai