Anda di halaman 1dari 23

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Berbelanja merupakan kegiatanyang sangat menyenangkan bagi sebagian masyarakat


untuk dilakukan. Gaya hidup berbelanja atau shopping lifestyle merupakan kebiasaan konsumen
mebelanjakan sebagian atau seluruh uang nya untuk mendapatkan berbagai produk yang
dibutuhkan. Berbelanja pada umumnya adalah membeli bahan atau produk yang dibutuhkan saja,
akan tetapi dengan banyaknya variasi dari berbagai produksi saat ini membuat konsumen lebih
banyak menghabiskan waktu untuk memilih bahan atau produk yang tidak hanya dibutuhkan
melainkan juga diinginkan. Beberapa tanggapan dari konsumen menyimpulkan bahwa sebagian
besar dari mereka menghabiskan banyak waktu disuatu pusat perbelanjaan untuk membeli
produk fashion.

Fashion umunya selalu dikaitkan dengan mode, cara berpakaian yang lebih baru,
uptodate dan mengikuti jaman. Fashion atau mode merupakan gaya hidup seseorang yang
diaplikasikan dalam cara seseorang dalam mengenakan pakian, aksesoris, atau bahkan dalam
bentuk model rambut hingga make up. Industry fashion merupakan salah satu penyumbang
terbesar dari 14 industri kreatif di Indonesia. Saat ini perkembangan Fashion di Indonesia sudah
sangat pesat, yang diikuti dengan tren yang silih berganti. Dampak perkembangan Fashion
tersebut tentu saja membuat masyarakat modern saat ini untuk tampil trendy dan stylish.

Industry fashion di Indonesia pada saat ini berkembang dengan sangat pesat. Kondisi
tersebut sejalan dengan semakin berkembangnya kesadaran masyarakat akan fashion yang sudah
mengarah pada pemenuhan life-style dalam berbusana, sehingga dapat dikatakan bahwa
kebutuhan berbusana pada jaman sekarang tidak hanya untuk menutupi tubuh, tetapi juga
sebagai sarana berkomunikasi yang dapat memperlihatkan gaya hidup dan identitas pada
pemakainya.

Dengan perkembangan media baik cetak, elektronik hingga internet yang berperan
sebagai pemberi informasi kepada masyarakat turut mempengaruhi masyarakat dalam mengikuti
tren, selain dari factor permintaan masyarakat yang telah menjadikan fashion sebagai suatu
kebutuhan. Toko menjual ratusan bahkan ribuan produk sehari-hari dan konsumen mengonsumsi
produk tersebut dengan biaya dari pendapat mereka.
Berapa banyak dan berapa kali kunjungan untuk membeli produk tergantung atas
pendapatan mereka. Biasanya terlihat bahwa pembeli membeli produk yang tidak mereka
merencanakan dan fenomena pembelian tidak direncanakan disebut dengan impulse buying
(Tirmizi,2009).

Seiring dengan alur perkembangan jaman, kota Karawang yang dulunya terkenal khas
dengan sebutan kota Lumbung padi. Dengan area lahan persawahan yang luas kini telah habis
Karawang pun berubah menjadi kota industry. Selain itu pula terjadi perubahan mayoritas gaya
hidup masyarakat, dapat terlihat dari fashion yang digunakan sehari-hari oleh setiap individu
masyarakat dan tumbuhnya persaingan-persaingan dikarawang seperti berdirinya perusahaan-
perusahaan ritel dikarawang.

Perubahan dalam dunia usaha yang semakin cepat mengharuskan perusahaan untuk
merespon perubahan yang terjadi, masalah yang dihadapi perusahaan-perusahaan saat ini adalah
bagaimana perusahaan tersebut menarik pelanggan dan memeprtahankan agar perusahaan
tersebut dapat bertahan dan berkembang, tujuan tersebut akan tercapai jika perusahaan
melakukan proses pemasaran.

Usaha atau bisnis retail di Indonesia telah mengalmi perkembangan yang cukup pesat
pada beberapa tahun terakhir ini. Hal ini sebagai akibat dan adanya perkembangan usaha
manufaktur dan peluang pasar yang cukup terbuka, lajunya kondisi social ekonomi masyarakat,
serta adanya perubahan system nilai yang terjadi. Perkembangan ini terjadi pada didaerah
masyarakat karawang dimana masyarakat mulai tertarik untuk memenuhi kebutuhan gaya
hidupnya dengan berbelanja di Mall atau Department Store yang kini banyak dibangun. Menurut
penelitian yang dilakukan oleh kami di matahri festive walk karawang pelayanan pramuniaga
termasuk salah satu factor penting dalam mempengaruhi sikap konsumen untuk berbelanja
disuatu toko.

Matahari Department Store juga tidak henti-hentinya memberikan promosi yang


mampu untuk menarik minta pelanggannya diantaranya,diskon, potongan harga, harga
special,program buy one get one free, pemberuan kupon belanja, pemberian member card dan
undian (matahari.co.id) seiring dengan kebutuhan konsumen yang bervariasi memberikan
peluang bagi para pelaku bisnis terutama dibidang fashion. Kenyataan ini menyebabkan banyak
bermunculan toko yang menjual berbagai jenis produk fashion-fashion terbaru baik untuk prian
maupun wanita.

Data Pengunjung

Weekend = 5.500

Hari kerja = 2.500


Data ini merupakan Data Rill yang di dapat oleh salah satu pegawai di Matahari
Department Store.

Hari senin Selasa rabu kamis jumat sabtu minggu

Perkiraan 2.500 2.500 2.500 2.500 2.500 5000 6000


pengunjung

Rata-rata 5.500

Lantai Rentan waktu Data

Lantai 1 1 jam 50

Lantai 2 1 jam 40

Total 90

Data diatas merupakan hasil pengamatan kelompok kami di Matahari Departement Store
Festive Walk, dimulai dari jam 12:30 s/d 13:30.

Selain itu, kebutuhan konsumen yang bervariasi juga berpengaruh terhadap


perubahan pola gaya hidup dan fashion involvement. Dalam perubahan gaya hidup tersebut
konsumen akan berusaha untuk memenuhi kebutuhannya. Prilaku konsumen untuk memenuhu
kebutuhannya akan berkaitan dengan prilaku belanja konsumen. Prilaku berbelanja konsumen
akan memuncul akibat adanya perencanaan atau tanpa perencanaan sebelumnya (impluse
buying). Berdasarkan hasil adanya survey yang dilakukan akan Oleh Nielsen (2007), ternyata
85% pembe;anja di ritel modern.
Penelitian menyatakan bahwa Antara 27 dan 26 persen dari barang dagangan department
store dibeli adanya kara gerak hati (impulse), bagaimanapun, fenomena prilaku implusse
buying merupakan hal yang sama dalam kehidupan kita sehari-hari, dan penelitian tentang
topic ini sudah dimulai sejak tahun 1950. Pengaruh yang besar dari implus pada pembelian
konsumen membuat hal tersebut penting untuk diteliti.hal yang mempengaruhi impulse
buying dapat di dasari oleh fashion involvement implies buying berkaitan erat dengan
fashion involvement.
Hubungan Antara Fashion Involevment terhadap Impluse Buying

Fashion Impus
Involevment Buying

Fashion Involevment digunakan secara utama untuk memprediksi variable prilaku


yang berhubungan dengan produk pakaian seperti keterlibatan produk, prilaku pembelian, dan
karakteristik konsumen.

Fashion involvement mengacu pada keterlibatan seseorang terhadap suatu produk fashion
yang di dorong oleh kebutuhan dan ketertarikan terhadap produk tersebut, OCass (2004)
menentukan bahwa kerelibatan pada mode fashion (seperti pakaian) berkaitan sangat erat dengan
karakteristik pribadi (yaitu perempuan dan kaum muda) dan pengetahuan fashion, yang pada
gilirannya akan mempengaruhi kepercayaan konsumen dalam pengambilan keputusan pembelian
(park,2006).dengan berbagai factor internal yang dimiliki konsumen akan berhubungan pula
dengan suasana hati dan kebiasaan mereka berbelanja apakah didorong sifat hidionis yang biasa
di sebut dengan hedonic shopping vakue atau tidak. Sejak pengalaman berbelanja bertujuan
untuk mencukupi kebutuhan hedonis, produk yang akan dibeli Nampak seperti terpilih tanpa
perencanaan dan konsumen menghadirkan suatu peristiwa impulse buying (Rachmawati,2009).

Adanya prilaku implusif memberikan dampak positif bagi para prilaku ritel. Dampak
positifnya adalah prilaku ritel akan mendapatkan keuntungan yang tinggi pada toko pada setiap
bulannya. Oleh karena itu penting bagi pelaku ritel untuk mendapatkan informasi dalam
menentukan strategi bersaing yang lurus dilakukan terhadap prilaku impulse buying. Mengingat
impulse buying sangat memberiksn mafaat bagi prilaku ritel, penelitian ini berusaha untuk
mengkaji factor-faktor yang ada dalam diri konsumen meliputi fashion involvement terhadap
impulse buying behavior pelanggan MAtahari Departement Store.

Kedua jenis variable itilah yang menjadoi objek peneliti dalam melakukan penelitian.
Pertimbangan pemilihan Matahari Departement Store Karawang adalah karena hingga saaat ini
Matahari merupakan salah satu usaha dari ritel terkenal denganbanyak pilihan produk fashion
berkualitas dengan harga terjangkau. Berdasarkan argumentasi yang disajikan diatas maka judul
penelitian ini adalah pengaruh fashion involvement terhadap impulse buying yang pada
Matahari Depatement Store Karawang.

1.2 RUMUSAN MASALAH

bagaimana peranan fashion involvement (display) terhadap minat beli pelanggan


terhadap sebuah produk matahari dept store

bagaimana menerapkan impulse buying yang efekti agar penjualan produk matahari dept
store dapat maximal

apakah penempatan fashion involvemen (display) yang bagus dapat meningkatkan


rangsangan pembelian tidak disengaja (impulse buying)

1.3 TUJUAN MASALAH

Dalam penelitian ini tujuan yang ingin dicapai yaitu: untuk mengetahui pengaruh fashion
invelovement terhadap impulse buying konsumen fashion di matahari dept store .

1.4 MANFAAT DAN TUJUAN

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat secara teoritis maupun praktis.
Mengenai penjelasannya akan dijabarkan seperti tertera dibawah ini, Antara lain:

1. Manfaat teoritis

Memperkarya wawasan mengenai fenomena fashion-fashion terbaru yang sering


ditampilkan pada produk-produk yang dijul hingga terjadinya pembelian tanpa
direncanakan di Matahari Departement Store dan dari hasil penelitian ini dapat
dipergunakan sebagai tolak ukur mengenai pengaruh fashion involvement terhadap
implus buying pada pembelian konsumen Matahari Departement Store
2. Manfaat praktis

a. Bagi manajer/pemasar

Khususnya pihak pemasar dapat dijadikan bahan acuan sebagai pengambilan


kebijakan dalam strategi penetapan penjualan produk.

Dapat digunakan untuk meningkatkan omzet penjualan.

b. Bagi Konsumen

Sebagai wawasan mengenai fashion-fashion terbaru yang sering dijumpai ketika


sedang berbelanja di Matahari Departement Store.

Untuk menentukan kebijakan pembelian setelah mengetahui mengenai fenomena


fashion-fashion terbaru yang dihadapannya ketika berbelanja.

c. Bagi penulis/umum

Dapat memberikan informasi mengenai kelebihan dan kekurangan strategi


ini.

Bahan acuan seandainya ingin menerapkan pengaruh fashin involvement terhadap


implus buying.
BAB II

LANDASAN TEORI

Pengertian Marketing Manajement

2.1 pemasaran dan manajemen pemasaran

2.1.1 pengertian pemasaran

Pemasaran memiliki peranan penting untuk menjalankan setiap kegiatan bisnis,


karena menurut Kotler dan Keller (2012:17),aktivitas pemasaran diarahkan untuk
menciptakan pertukaran yang memungkinkan perusahaan dalam mempertahankan
kelangsungan hidup.selain itu aktivitas pemasaran dilakukan untuk pencapaian
tujuan perusahaan yang sesuai dengan harapan.

Definisi pemasaran menurut beberapa ahli, antara lain:

Kotelr dan Amsrtong (2009:6) berpendapat bahwa: Pemasaran adalah proses


dimana perusahaan menciptakan nilai bagi pelanggan dan membangun hubungan
yang kuat dengan pelanggan, dengan tujuan untuk menangkap nilai dari pelanggan
sebagai pelanggannya.

Menurut AMA (asosiasi pemasaran Amerika) yang dikutip oleh Kotler dan Keller
(2012:5) definisi pemasaran adalah sebagai berikut:
marketing is the activity,set of institutions, and processes for
creating,communicating,delivering, and exchangingofferings that have value for
customers, clients, partners,and society large.

Definisi diatas menjelaskan bahwa pemasaran adalah suatu fungsi organisasi dan
serangkaian proses untuk menciptakan, mengkomunikasikan, dan memberi nilai
kepada pelanggan dan untuk mengelola hubungan pelanggan dengan
caramenguntungkan organisasi dan memangkul keuntungan.

Berdasarkan pendapat para ahli diatas, maka dapat ditarik kesimpulan bahwa
pemasaran adalah fungsi organisasi dan suatu proses untuk menciptakan,
menentukan harga, promosi, mendistribusikan barang, menciptakan,
mengomunikasikan, membangun hubungan dengan pelanggan dan mengelola
hubungan pelanggan untuk mendapatkan nilai dari pelanggan dengan cara
menguntungkan organisasi dan pemangku keuntungan.

2.1.2 pengertian manajemen pemasaran


Manajemen pemasaran terjadi ketika setidak nya satu pihak dalam sebuah
pertukaran potensial berfikir tentang cara-cara untuk menapai respon yang
diinginkan pihak lain menurut Kotler dan Keller (2012:5).manajemen pemasaran
sebagai seni dan ilmu memilih pasar sasaran untuk menumbuhkan dan memahami
pelanggan.

Manajemen pemasaran menurut Alma (2009:130) adalah:

Manajemen pemasaran adalah proses untuk meningkatkan efisiensi dan efektivitas


dari kegiatan pemasaran yang dilakukan oleh individu atau oleh perusahaan.

Pengertian manajemen pemasaran menurut Kotler dan Keller (2012:5) adalah:


Manajemen pemasaran adalah sebagai seni dan ilmu memilih pasar sasaran dan
meraih, mempertahankan, serta menumbuhkan pelanggan dengan menciptakan,
menghantarkan, dan mengkomunikasikan nilai pelanggan yang unggul.

Dari kedua definisi diatas dapat disimpulkan bahwa manjemen pemasaran adalah
suatu seni dan ilmu yang dilakukan oleh individu atau kelompok untuk
meningkatkan efisiensi dan efektivitas dalam memilih pasar sasaran dan meraih,
mempertahankan serta menumbuhkan nilai pelanggan dengan
menciptakan,menghantarkan dan mengkomunikasikan nilai pelanggan.

2.1.3 Bauran Pemasaran

2.1.4 Pengertian Bauran Pemasaran

Bauran pemasaran memiliki peranan penting dalam kegiatan bisnis yang dijalankan
perusahaan, karena bauran pemasaran seperangkat alat pemasaran yang
didalamnya terdapat variable-variabel yang dapat membantu mensukseskan
penjualan produk seperti product, promotion, price, place, people, process, dan
physical evidence. Variable-variabel tersebut saling mendukung satu dengan yang
lainnya dan peruahaan akan menggabungkan variable tersebut untuk mendapatkan
nilai dan tanggapan dari pelanggan.

Menurut Kotler dan Keller (2009:18) adalah Bauran pemasaran (marketing mix)
adalah seperangkat alat pemasaran yang digunakan perusahaan untuk terus
menerus mencapai tujuan pemasarannya dipasar sasaran.

Kotler dan Amstrong (2012:52) menjelaskan ada empat komponen yang tercakup
dalam kegiatan bauran pemasaran (marketing mix) yang terkenal dengan sebutan
4P diantaranya sebagai berikut:

1. Product
Produk merupakan kombinasi penawaran barang dan jasa perusahaan
kepada pasar yang mencakup antara lain: kualitas, rancangan, bentuk,
merek, dan kemasan produk.
2. Harga
Harga adalah sejumlah harga yang harus dibayar untuk produk atau jasa
tertentu.
3. Distribution
Aktivitas yang dilakukan perusahaan untuk membuat produk agar dapat
diperoleh dan tersedia bagi pelanggan sasaran.
4. Promosi
Aktivitas yang dilakukan perusahaan untuk mengkomunikasikan keunggulan
produk dan membujuk pelanggan sasaran untuk membelinya.
Sedangkan menurut Tjipto (2008:145) didalam perusahaan jasa bauran
pemasaran ditambah menjadi 7P, adapun 3P itu adalah:
5. Orang
Perusahaan dapat membedakan dirinya dengan cara merekrut dan melatih
karyawan yang lebih mampu dan lebih dapat diandalkan dalam berhubungan
dengan pelanggan, dari karyawan pesaingnya.
6. Lingkungan Fisik
Perusahaan jasa dapat mengembangkan lingkungan fisik yang lebih atraktif.
7. Proses
Perusahaan jasa dapat merancang proses penyampaian jasa yang superior,
misalnya home banking yang dibentuk oleh bank tertentu.
2.3 Saluran Pemasaran

Saluran Pemasaran merupakan salah satu hal yang berperan penting bagi
perusahaan karena marketing chanel adalah penghubung dalam proses penyaluran,
pengalihan, dan penyampaian suatu produk dari produsen kepada konsumen. Tanpa
adanya saluran ini maka tidak ada penghubung antara produsen kepada konsumen
akan mengalami kesulitan untuk mendapatkan barang yang dibutuhkan.

2.3.1 Pengertian Saluran Pemasaran

Saluran Pemasaran menurut Kotler dan Keller (2012:432) sebagai berikut:


Marketing channels are sets of interdependent organizations involved in the
process of making a product service available for use or consumption.

Definisi diatas menjelaskan bahwa saluran pemasaran merupakan seperangkat


organisasi yang saling tergantung dan terlibat dalam proses pembuatan suatu
produk atau jasa yang tersedia untuk digunakan atau dikonsumsi.

Sedangkan Lamb at al. (2007:80) mengungkapkan bahwa Secara formal suatu


saluran pemasaran (channels of distribution) merupakan suatu struktur bisnis dari
organisasi yang saling bergantung yang menjangkau dari titik awal suatu produk
sampai ke pelanggan dengan tujuan memindahkan produk ke tujuan konsumsi
akhir.

Berdasarkan para pendapat ahli diatas tentang saluran pemasaran dapat


disimpulkan bahwa saluran pemasaran adalah seperangkat organisasi dan struktur
penting yang saling tergantung dan terlibat dalam proses pembuatan produk
sampai memindahkan produk tersebut kepada pelanggan.

2.3.2 Jenis-jenis Saluran Pemasaran


Setiap perusahaan selalu menggunakan cara yang paling ekonomis dalam
memasarkan barang dengan saluran distribusi dengan cara yang paling ekonomis
agar mengefesienkan biaya dan menefektivitaskan waktu dalam memasarkan
produk, oleh karena itu tidak sedikit perusahaan yang memilih saluran distribusi
yang pendek. Adapun jenis-jenis pelantara dalam saluran distribusi diklasifikasikan
sebagai berikut:

1. Pedagang Besar
Pedagang yang membeli atau ,endapatakan produk barang dagangan dari
tangan pertama atau produsen secara langsung. Pedagang besar biasanya
diberikan hak wewenang wilayah atau daerah tertentu dari produsen.

2. Pengecer
Retailer adalah usaha bisnis yang menjual barang-barang atau jasa kepada
konsumen akhir untuk keperluan pribadi, bukan untuk keperluan bisnis.

3. Agen
Agen adalah perantara yang mewakili penjual atau pembeli dalam transaksi
dan dalam hal ini hubungan kerja dengan kliennya bersifat permanen.

Marketing Mix

Marketing mix adalah strategi pemasaran yang dilaksanakan secara terpadu


atau strategi pemasaran yang dilakukan secara bersamaan dalam
menerapkan elemen-elemen strategi yang ada didalam marketing mix itu
sendiri

Marketing mix sendiri didalamnya terdapat beberapa elemen marketing kalau


jaman dahulu dikenal dengan unsur 4P, namun seiring dengan
perkembangnya jaman makin modern kini ada yang menyatakan marketing
mix ada 7P artinya ada penambahan tiga strategi lagi. bukan perkara salah
atau benar lagi dari kedua pendapat diatas tapi yan namanya strategi
menurut kita bebas menambahkan selama apa yang ditambhakan bisa
menjadikan stategi yang kita lakukan semakin hebat.

Unsur-unsur marketing mix


Product
Price
Promotion
Place
Partisipant/people
Proses
Physical evidence

1. Marketing mix Produk (Product)


Produk merupakan segala sesuatu yang dapat ditawarkan ke pasar untuk
mendapatkan perhatian, dibeli, dipergunakan, atau dikonsumsi dan yang
dapat memuaskan keinginan dan kebutuhan. Produk seringkali merupakan
titik tolak kemungkinan berhasilnya ataupun gagalnya kombinasi
kebijaksanaan pemasaran. Produk-produk yang dijual peritel dalam gerainya,
disebut merchandise. Hal yang sangat penting dalam merchandise yaitu :

(1) keanekaragaman produk, terdiri atas dua hal yaitu

wide/lebar yaitu banyaknya variasi kategori produk yang dijual dan


deep/dalam yaitu banyaknya item pilihan dalam masing-masing kategori
produk, (2) merek, peritel dapat membuat merek sendiri, yang disebut
private label, yang jika berhasil dijalankan akan mendatangkan keuntungan
bagi peritel tersebut, (3) persediaan produk, yaitu jumlah produk yang
tersedia guna mencukupi permintaan konsumen

2. Marketing mix price (harga)

harga adalah salah satu eleman bauran pemasaran yang menghasilkan


pendapatan; elemen lain menghasilkan biaya. Penetapan harga berkaitan
dengan aspek-aspek lain, yaitu: (1) berkaitan dengan pasar dan persaingan,
peritel yang ingin memperluas pangsa pasar akan menetapkan harga yang
rendah strategi ini disebut dengan harga penetrasi, (2) berkaitan dengan
citra kualitas, sebagian besar masyarakat mempunyai anggapan bahwa
terdapat korelasi erat antara harga dengan kualitas, (3) berkaitan dengan
merek yang berbeda, produk dari merek-merek yang berbeda yang berbeda
dapat dapat diberi lebel harga yang berbeda.

Bagaimana tingkat-tingkat harga akan disesuaikan yang ditinjau dari segi


reaksi-reaksi konsumen dan perilaku-perilaku persaingan. Harga merupakan
satu-satunya unsure bauran pemasaran yang menghasilkan penerimaan
penjualan, sedangkan unsure lainnya hanya merupakan unsure biaya saja.
Oleh karena itu harga menghasilkan penerimaan penjualan, maka harga
mempengaruhi tingkat penjualan dan tingkat keuntungan. Harga adalah
sejumlah uang sebagai alat tukar untuk memperoleh produk atau jasa

3. Marketing mix Promosi (Promotion)

Promosi adalah komunikasi informasi dari produsen ke pemakai dalam


mengubah tingkah laku pembeli yang tadinya tidak mengenal menjadi
mengenal sehingga menjadi pembeli dan tetap mengingat produk tersebut.
Promosi menyangkut segala usaha untuk memperkenalkan sutu produk
kepada calon pembeli potensial. Promosi merupakan suatu aspek penting
dalam program pemasaran dimana promosi dapat menimbulkan rangkaian-
rangkaian kegiatan yang berkelanjutan bagi perusahaan sebagaimana
terlihat pada tahap-tahap atau proses yang dilakukan adalah pembeli
potensial sebagai objek atau sasaran dari promosi, sebelum menerima atau
mengakui suatu barang sampai akhirnya bersedia menerima atau melakukan
pembelian.

Pengertian promotion mix menurut Basu Swastha dan Irawan adalah


kombinasi strategi yang paling baik dari variabel-variabel periklanan,
personal selling, dan alat promosi yang lain, yang kesemuanya direncanakan
untuk mencapai tujuan program penjualan jasa atau ide-ide yang dibayar
oleh sponsor yang dikenal

4. Marketing mix place (tempat)

Saluran pemasaran atau saluran distribusi terdiri dari seperangkat lembaga


yang melakukan semua kegiatan (fungsi) yang digunakan untuk menyalurkan
produk dan status kepemilikannya dari produsen ke konsumen.

5. Markting mix partisipant/people

Partisipant atau people yang dimaksud adalah mereka yang ikut


berpartisipasi dalam
strategi pemasaran produk atau jasa, dalam usaha retail maka yang
dimaksud adalah para kasir, pelayan/ SPG , dan agen distribusi baik yang
terlibat maupun tidak.

6. Marketing mix procces (proses)

Kegiatan marketing mix yang menunjukan bagaimana proses pelayanan yang


diberikan kepada konsumen pada saat melakukan pembelian produk atau
jasa yang ditawarkan pada perusahaan ritel.

7. Marketing mix physical evidence (lingkungan fisik)

Merupakan lingkungan fisik yang berkaitan dengan keadaan atau kondisi


yang didalamnya juga termasuk susasana. Karakteristik lingkungan fisik
merupakan segi paling jelasa dan nampak dalam kaitannya dengan situasi
pemasaran. Maksud dari situasi ini adalah atau situasi dan kondisi secara
geografi, lingkungan institusi, dekorasi dari ruangan, adanya suara, aroma
fisik, cahaya yang terpancar, cuaca yang baik, peletakan dan layout yang
nampak atau situasi lingkungan yang penting sebagai objek stimuli.

pengembangan retail marketing mix mencakup:


a. Lokasi;
b. Merchandise;
c. Pricing;
d. Periklanan dan promosi;
e. Atmosfer dalam gerai;
f. Retail service.

Pada suatu pusat perbelanjaan akan banyak dijumpai ritel-ritel yang menjual
produk-produkbaik yang homogen maupun heterogen. Berdasarkan hasil
penelitian yang dilakukan olehVitorino, Assistant Professor, University of
Pennsylvania dengan judul Empirical Entry Games with Complementaries:
An Application To The Shopping Center Industry, menyatakan bahwa lokasi
ritel pada pusat perbelanjaan membantu konsumen untuk melakukan
pembelian terhadap produk yang mereka cari (Vitorino, Journal of Marketing
Research, 2011).

Konsumen dapat mendapatkan produk yang mereka inginkan dari beberapa


ritel yang ada pada suatu pusat perbelanjaan sehingga akan mengurangi
biaya pencarian atas produk yang dicari oleh konsumen. Hasil dari penelitian
tersebut dapat diterima dan bisa digunakan untuk diaplikasikan di seluruh
dunia. Namun, retail marketing mix tidak hanya mencakup lokasi dari ritel
saja tetapi masih ada bauran lain yang masih perlu diuji.

Walaupun satu, dua, atau tiga dan bahkan semua retail marketing mix dapat
diaplikasikan dan hasilnya dapat mempengaruhi keputusan pembelian tidak
terencana konsumen, hal tersebut pasti memiliki perbedaan antara ritel pada
pusat perbelanjaan pada daerah yang satu dengan daerah lain karena setiap
konsumen pada
suatu daerah berbeda dengan daerah lainnya.

Retail marketing mix dapat menarik minat pembelian konsumen yang pada
awalnya tidak berniat melakukan pembelian pada suatu ritel karena adanya
retail marketing mix maka konsumen akan tertarik dan pada akhirnya
melakukan keputusan pembelian.

Pembelian seperti inilah yang disebut sebagai pembelian tidak terencana


atau impulse buying. Impulse nbuying atau biasa disebut juga unplanned
purchase, adalah perilaku orang dimana orang tersebut tidak merencanakan
sesuatu dalam berbelanja. Konsumen melakukan impulse buying tidak
berpikir untuk membeli suatu produk atau merek tertentu.

Menurut Utami (2006:4) usaha ritel atau eceran (retailing) dapat dipahami
sebagai semua kegiatan yang terlibat dalam penjualan barang atau jasa
secara langsung kepada konsumen akhir untuk penggunaan pribadi dan
bukan penggunaan bisnis. Retail marketing mix merupakan salah satu
strategi pemasaran yang biasa digunakan pada suatu retail pada pusat
perbelanjaan. Maruf (2005:113-215), mengemukakan bahwa suatu
keputusan pembelian konsumen pada sebuah ritel akan dipengaruhi oleh
lokasi, merchandise, pricing, periklanan dan promosi, atmosfer dalam gerai,
dan retail service.

Lokasi

Pada lokasi yang tepat, sebuah gerai akan lebih sukses dibanding gerai
lainnya yang
berlokasi kurang strategis, meskipun keduanya menjual produk yang sama,
oleh pramuniaga yang sama banyak dan terampilnya, dan sama-sama punya
setting atau ambience yang bagus.
Beberapa jenis gerai yang berbeda seperti supermarket, variety
store/department store, toko
asesori rumah, toko fashion, dapat berkumpul di suatu area perdagangan
ritel seperti mal atau pusat bisnis.

Merchandise

Produk-produk yang dijual peritel dalam gerainya, disebut merchandise. Hal


yang sangatpenting dalam merchandise yaitu (1) keanekaragaman produk,
terdiri atas dua hal yaitu wide/lebar yaitu banyaknya variasi kategori produk
yang dijual dan deep/dalam yaitu banyaknya item pilihan dalam masing-
masing kategori produk, (2) merek, peritel dapat membuat merek sendiri,
yang disebut private label, yang jika berhasil dijalankan akan mendatangkan
keuntungan bagi peritel tersebut, (3) persediaan produk, yaitu jumlah produk
yang tersedia guna mencukupi permintaan konsumen.

Pricing

Menurut Kotler (2009:67) harga adalah salah satu eleman bauran pemasaran
yang menghasilkan pendapatan; elemen lain menghasilkan biaya. Penetapan
harga berkaitan dengan aspek-aspek lain, yaitu: (1) berkaitan dengan pasar
dan persaingan, peritel yang ingin memperluas pangsa pasar akan
menetapkan harga yang rendah strategi ini disebut dengan harga penetrasi,
(2) berkaitan dengan citra kualitas, sebagian besar masyarakat mempunyai
anggapan bahwa terdapat korelasi erat antara harga dengan kualitas, (3)

berkaitan dengan merek yang berbeda, produk dari merek-merek yang


berbeda yang berbeda
dapat dapat diberi lebel harga yang berbeda.Periklanan dan Promosi Emosi
seorang konsumen dapat dipengaruhi oleh promosi yang dilakukan oleh
peritel. Periklanan dan promosi digunakan oleh peritel guna menarik minat
pembelian konsumen. Periklanan dan promosi dapat dilakukan dengan :

(1) penyediaan hadiah untuk pembelian tertentu,


(2) program penjualan dengan diskon, dan
(3) penyediaan kupon pembelian.

Atmosfer Gerai

Apabila iklan bertujuan memberitahu, menarik, memikat, atau mendorong


konsumen
untuk datang ke gerai dan untuk membeli barang, maka suasana atau
atmosfer dalam gerai berperan penting memikat pembeli, membuat nyaman
mereka dalam memilih barang belanjaan dan mengingatkan mereka produk
apa yang perlu dimiliki baik untuk keperluan pribadi maupun
untuk keperluan rumah tangga.
Atmosfer dalam gerai dapat berupa
(1) penyajian merchandise,berkaitan dengan keragaman produk, koordinasi
kategori produk, dan display
(2) fasilitas kenyamanan toko, seperti AC dan musik,
(3) desain toko yang meliputi desain interior daneksterior

Retail Service

Retail service memfasilitasi para pembeli saat mereka berbelanja di gerai.


Retail service bersama
unsur-unsur bauran pemasaran ritel lainnya mempunyai fungsi memenuhi
kebutuhan pembeli
dalam berbelanja. Meskipun yang dijual oleh sebuah gerai eceran berupa
barang yang tangible
(kasat mata), pada hakikatnya pembeli mencari barang untuk memenuhi
kebutuhannya. Hal-hal
yang dapat memfasilitasi para pembeli terdiri atas :

(1) jumlah pramuniaga yang memadai,


(2) pramuniaga yang senantiasa melayani,
(3) layanan transaksi berupa cara pembayaran yang mudah dan cepat.

Pembelian Impulsif

Pembelian impulsif (impulse purchase) menurut Mowen (2002:10-11)


didefinisikan sebagai tindakan membeli yang sebelumnya tidak diakui secara
sadar sebagai hasil dari suatu pertimbangan, atau niat membeli yang
terbentuk sebelum memasuki toko. Rahmasari (2012)
melakukan penelitian dengan judul Menciptakan Impulse Buying dengan
variabel independen
antara lain in store environment, emosi positif, personal selling skill, store
atmosphere sedangkan variabel dependenya yaitu impulse buying.

Penelitian Rahmasari (2012) digunakan sebagai acuan dalam melakukan


penelitian ini. Hasil dari penelitian Rahmasari (2012) menunjukkan bahwa
variabel in store environment, emosi positif, personal selling skill, dan store
atmosphere berpengaruh signifikan terhadap impulse buying

costumer behavoiur

proses dan aktivitas ketika seseorang berhubungan dengan pencarian,


pemilihan, pembelian, penggunaan, serta pengevaluasian produk dan jasa
demi memenuhi kebutuhan dan keinginan. Perilaku konsumen merupakan
hal-hal yang mendasari konsumen untuk membuat keputusan pembelian.
Untuk berharga jual rendah (low-involment) proses pengambilan keputusan
dengan mudah, sedangkan untuk harga berharga jual tinggi (gigh-involment)
proses pengambilan keputusan dilakukan dengan pertimbangan yang
matang. Dari pengertian diatas maka dapat disimpulkan pentingnya
memahami costumer behaviour dalam marketing adalah :
Membantu dalam penyusunan strategi pemasaran. Berdasarkan sikap
konsumen pemasaran dapat menyusun strategi promosi, khususnya iklan
secara tepat
Memebantu memahami dengan tepat kebutuhan dan keinginan
konsumen sesuai dengan selera sehingga terwujudnya kepuasaan pelanggan

Fashion involvement

Fashion berasal dari kata inggris yang berarti mode,gaya, model, dan kebiasaan.
Sebenarnya pengertian fashion itu sendiri pendapat dari beberapa orang. Ada yang
berpendapat fashion adalah busana yang menentukan penampilan seseorang
dalam suatu acara tertentu, sehingga terlihat berbeda dari yang sebelumnya. Lalu
ada juga yang berpendapat fashion adalah suatu bentuk dari komunikasi dan lain-
lain.

Fashion adalah proses penyebara social dimana sebuah gaya baru diadopsi oleh
stimulus tertentu atau situasi, ditampilkan melalui property.

Fashion involvement adalah keterlibatan seseorang dengan suatu produk fashion


karena kebutuhan, kepentingan, ketertarikan dan nilai terhadap produk tersebut
(japarianto dan sugiharto, 2011:34)

Pengertian fashion involvement menurut para ahli

oleh Rehman, et al., (2012, p. 598): Involvement means attachment of customer


with something like product, or service that leads to customer satisfaction. Tingkat
keterlibatan dijelaskan sebagai rasa kesukaan konsumen terhadap produk atau
layanan yang bisa mendorong terciptanya kepuasan konsumen. Peter and Olson
(1999) dalam Pattipeilohy, et al., (2013, p. 38) menyatakan: The involvement
refers to consumers' perceptions of the importance or personal relevance of an
object, event, or activity so that consumers who see the products that have
relevant consequences personally. Pendapat ini juga mengungkapkan bahwa
keterlibatan dipahami sebagai persepsi konsumen atas pentingnya atau kesesuaian
antara obyek, event, atau aktivitas di mana konsumen melihat produk tersebut
sesuai dengan karakteristik diri konsumen.

Andrews (2009, p. 5) menambahkan: Given this range of concepts, fashion can


become a central focus for a meaningful and engaging activity in an individuals
life. maksudnya bahwa seseorang dengan keterlibatan pada produk fashion
menjadikan fashion sebagai central focus, fashion menjadi hal yang berarti dalam
kehidupan pribadi seseorang.
Implus buying

Pengertian menurut para ahli :

Solomon dan Rabolt (2009) menyatakan bahwa pembelian impulsif


(impulsive buying ) adalah suatu kondisi yang terjadi ketika individu mengalami
persaan terdesak secara tiba tiba yang tidak dapat dilawan. kecenderungan untuk
membeli secara spontan ini umumnya dapata menghasilkan pembelian ketika
konsumen percaya bahwa tindakan tersebut adalah hal yang wajar. (Rock & fisher
dalam Solomon 2009)
Menurut Iyer (dalam Kharis , 2011) pembelian impulsif (impulsive buying )
adalah suatu fakta kehidupan dalam perilaku konsumen yang dibuktikan sebagai
suatu kegiatan pembelian yang berhubungan dengan lingkungan dan keterbatasan
waktu dalam berbelanja, dimana rute pembelian yang mereka lakukan semestinya
berbeda. Rute tersebut dapat dibedakan melalui hirarki impulsive yang
memperlihatkan bahwa perilaku didasarkan pada respon afektif yang dipengaruhi
oleh perasaan yang kuat (Mowen & Minor dalam , Kharis 2011).
pembelian impulsif (impulsive buying ) menurut Hoch et al terjadi ketika
terdapat perasaan positif yang kuat yang kemudian diikuti oleh sikap pembelian
(Negara dan Dharmmesta dalam Kharis , 2011).
Perilaku membeli membeli memiliki dua macam pola (Loundon & Bhitta dlam
Kharis , 2011) yaitu pola pembelian yang berulang (Brand loyality) dan pembelian
tidak direncanakan (impulsive buying ). Pada pola Brand loyality , pembelian suatu
produk oleh konsumen sering kali didasarkan pada merek tertentu. Hal tersebut
sering berulang karena kesetiaan konsumen pada merek tersebut. Sedangkan pada
pembelian impulsif , pembelian tidak direncanakan secara khusus.
pembelian impulsif (impulsive buying ) atau pembelian tidak direncanakan
merupakan pembelian yang tidak rasional dan terjadi secara spotan karena
munculnya dorongan yang kuat untuk membeli dengan segera pada saat itu juga
dan adanya perasaan positif yang kuat terhadap suatu benda , sehingga pembelian
berdasar impuls tersebut cenderung terjadi dengan adanya perhatian dan
mengabaikan konsekuensi negatif.

Aspek aspek impulsive buying :

Menurut Rook & Fisher (dalam Kharis , 2011) pembelian impulsif (impulsive
buying ) memiliki beberapa aspek , yaitu sebagai berikut
a. Spontanitas

Pembelian ini tidak diharapkan dan memotivasi konsumen membeli pada


saat itu juga , serta sering menjadi respon terhadap stimulasi visual langsung
ditempat penjualan.

b. Kekuatan , kompulsi , dan intensitas


Adanya motivasi untuk mengesampingkan semua hal dan bertindak dengan
seketika.

c. Kegairahan dan stimulasi

Adanya desakan secara mendadak untuk membeli barang dan disertai


dengan emosi yang dicirikan sebagai menggairahkan , menggetarkan atau
liar.

d. Ketidakpeduliian dan akibat

Desakan untuk membeli barang menjadi sulit untuk ditolak sehingga akibat
negative sering diabaikan.

Loundon dan Bhitta (dalam Wathani , 2009) mengemukakan lima elemen


penting yang membedakan tingkah laku konsumen yang impulsif dan yang tidak
impulsif , antara lain :
a. Konsumen merasakan adanya suatu dorongan yang tiba tiba dan spontan
untuk melakukan suatu tindakan yang berbeda dengan tingkah alku
sebelumnya.
b. Dorongan tiba tiba untuk melakuakan suatu pembelian menempatkan
konsumen dalam keadaan ketidakseimbangan secara psikologis. Diman
untuk semntara waktu ia merasa kehilangan kendali.
c. Konsumen akan mengalami konflik psikologis dan ia berusaha untuk
menimbang antara pemuasan kebutuhan langsung dan konsekuensi
jangka panjang dari pembelian.
d. Konsumen akan mengurangi evaluasi kognitif dari produk.
e. Konsumen seringkali membeli secra impulsif tnpa memperhatikan
konsekueni yang akan datang.
Berdasarkan papran diatas dapat disimpulkan bahwa aspek aspek dalam pembelian
impulsif (impulse buying) antara lain dua aspek yaitu aspek kognitif ( cognitive )
dan aspek afektif (affective).
Kognitif ( cognitive ) adalah aspek yang terfokus pada konflik yang terjadi pada
kognitif individu sedangkan Afektif (affective) adalah terfokus kepada kondisi
emosional konsumen.
Tipe tipe pembelian impulsif (impulsive buying )

Menurut Stren (dalam Utami , 2012 : 68) menyatakan bahwa ada empat tipe
pembelian impulsif, yaitu :
a. Pure impulse (pembelian impuls murni)

Pembelian dilakukan murni tanpa rencana atau terkesan mendadak.


Biasanya terjadi setelah melihat barang yang dipajang di took dan muncul
keinginan untuk memilikinya saat itu juga.

b. Reminder impulse (impuls pengingat)


Pembelian dilakukan tanpa rencana setelah diingatkan ketika melihat iklan
yang ada ditoko atau tempat pembelanjaan.

c. Suggestion impulse (impuls saran)

Pembelian dilakukan tanpa rencana pada saat berbelanja dipusat


perbelanjaan. Pembeli terpengaruh karena diyakinkan oleh penjual atau
teman yang ditemuinya pada saat berberbelanja.

d. Planned impulse (impuls terencana)

Pembeli melakukan pembelian karena sebenarnya sudah direncanakan


tetapi karena barang yang dimaksud habis atu tidak sesuai dengan apa
yang diinginkan , maka pembelian dilakukan dengan membeli jenis
barang yang sama tetapi dengan merek atau ukuran yang berbeda.

Berdasarkan paparan di atas, terdapat empat tipe pembelian impulsif (impulsive


buying) yang seluruhnya merupakan pembelian yang dilakukan secara tiba tiba dan
keputusan pembelian tersebut berada didalam toko karena berbagai faktor yang
dapat menarik konsumen untuk melakuakan pembelian.

Faktor faktor yang mempengaruhi pembelian impulsif (impulsive buying)

Menurut Buedincho (Fitriani , 2010) faktor faktor yang mempengaruhi


pembelian impulsif antara lain adalah harga , kebutuhan terhadap produk atau
merek , disribusi massal , pelayanan terhadap diri sendiri , iklan , display toko yang
mencolok , siklus hidup yang pendek , ukuran kecil dan kesenangan untuk
mengoleksi.

Loundon dan Bitta (dalam Anin , 2012) mengungkapkan faktor faktor yang
mempengaruhi pembelian impulsif (impulsive buying) , yaitu :

a. Produk dengan karakteristik yang harga murah , kebutuhan kecil atau


marginal , produk jangka pendek , ukuran yang kecil , dan toko yang
mudah dijangkau.

b. Pemasaran dan marketing yang meliputi distribusi dalam jumlah yang


banyak outlet yang self service , iklan melalui media massa yang sangat
sugestibel dan terus menerus. Iklan di titik penjualan. Posisi display dan
lokasi toko yang menonjol.

c. Karakteristik konsumen seperti kepribadian , jenis kelamin , sosial


demografi atau karakteristik sosial ekonomi.

Beberapa penelitian mengenai pembelian impulsif (impulsive buying)


menunjukkan bahwa karakteristik produk , karakteristik pemasaran serta
karakteristik konsumen memiliki pengaruh terhadap munculnya
pembelian impulsif (impulse buying). (Loundon & Bitta , 1993).
Faktor faktor yang mempengaruhi pembelian impulsif (impulsive buying) , yaitu
faktor internal yang meliputi kecenderungan pembelian impulsif , kondisi psikologis
dan evaluasi normatif (Ilmalana , 2012 : 46).

a. Faktor internal

1. Kecenderungan pembelian impulsif

Kecenderungan pembelian impulsif (impulse buying) mahasiswi terkait


dengan sifat atau kepribadian individu terhadap kurangnya control , terutama
control kognitif dalam melakukan pembelian impulsif. Seseorang dengan
kecenderungan pembelian impulsif yang tinggi juga cenderung lebih mudah
terpengaruh karena adanya stimulasi pemasaran seperti periklanan , elemen
visual , dan bentuk promosi lainnya (Youn , 2000).

2. Kondisi psikologis

Kondisi psikologis mahasiswi sebagai konsumen yaitu aspek afektif dan


kognitif. Menurut Youn (2000) , aspek afektif terdiri atas emosional , mood ,
dan self feeling. Ketika berada dalam proses pengambilan keputusan ,
konsumen akan dihadapkan dengan kedua aspek ini untuk memproses
rangsangan internal. Disisi lain aspek kognitif mencakup bagaimana
seseorang konsumen memahami sesuatu, berpikir dan menginterprestasi
informasi , yang kemudian akan mengarah pada tingkat kecenderungannya
dalam melakukan pembelian tidak terecana. Pada umumnya ketika
konsumen impulsif , aspek afektif mempunyai porsi dominan dibandingkan
dengan aspek kognitif. Pada akhirnya konsumen yang tanggap terhadap
aspek afektif dalam dirinya akan lebih cenderung melakuakan pembelian
impulsif karena adanya dorongan mendesak untuk mengkonsumsi.

3. Evaluasi normatif

Evaluasi normatif sebagai penilaian konsep terhadap kelayakan dalam


melakukan pembelian impulsif pada situasi tertentu. Evaluasi ini dilakukan
konsumen pasca pembelian impulsif (Rook & Fisher , 1995).

Berdasarkan pendapat para ahli diatas , faktor faktor yang menyebabkan


pembelian impulsif (impulsive buying ) yang paling menonjol ialah berbagai
strategi pemsaran yang dilakukan oleh para produsen untuk menarik
konsumen dengan menciptakan mood positive kepada suatu produk.

Teori penghubung
Dalam Kim (2005) mengemukakan bahwa untuk mengetahui hubungan fashion
involvement terhadap impulse buying behavior adalah dengan
menggunakan indicator:

Mempunyai satu atau lebih pakaian dengan model yang terbaru (trend)
Fashion adalah satu hal penting yang mendukung aktifitas
Lebih suka apabila model pakaian yang digunakan berbeda dengan yang lain
Pakaian menunjukkan karakteristik
Dapat mengetahui banyak tentang seseorang dengan pakaian yang
digunakan
Ketika memakai pakaian favorit, membuat orang lain tertarik melihatnya
Mencoba produk fashion terlebih dahulu sebelum membelinya
Mengetahui adanya fashion terbaru dibandingkan dengan orang lain

Amiri Et Al (2012
Penelitian tersebut didukung oleh sembiring (2013) yang mengatakan terdapat
berpengaruh antara fashion involvement terhadap implus buying (survey pada
konsumen di toko TOP MAN, TOP SHOP di paris van java Bandung).

Penelitian yang dilakukan oleh Anjani (2012) juga menyatakan bahwa fashion
involvement berpengaruh positif terhadap pembelian implusif produk fashion di
departement store.

Fairhurst, et al., (1989) dalam Pattipeilohy, et al., (2013, p. 38)


menyatakan bahwa keterlibatan konsumen terhadap produk fashion memiliki
hubungan positif dengan pembelian produk apparel Fashion involvement has a
positive relationship with apparel purchase. Maksudnya bahwa ketika seseorang
memiliki keterlibatan yang kuat dengan produk fashion maka kecenderungan untuk
melakukan pembelian terhadap produk fashion lebih besar meskipun konsumen
sebelumnya tidak memiliki perencanaan untuk melakukan pembelian terhadap
produk fashion.

Hubungan antara fashion involvement dan impulse buying juga dinyatakan


oleh Amiri, et al., (2012, p. 9414) bahwa impulse buying pada produk fashion
memiliki hubungan yang kuat dengan keterlibatan konsumen pada produk fashion
impulse buying that is related to fashionism has powerful relation to fasionism
involvement. Demikian halnya pendapat Cass (2004) dalam Rehman, et al.,
(2012, p. 600) bahwa keterlibatan konsumen pada produk fashion menciptakan
pengetahuan pada produk fashion sehingga lebih percaya diri dalam pengambilan
keputusan pembelian fashion involvement with cloths create clothing knowledge
which create confidence in purchase decision of customers. Ketika konsumen
merasa memiliki pengetahuan terhadap produk fashion dengan lebih baik, maka
konsumen memiliki kepercayaan yang lebih tinggi untuk berani melakukan
pembelian produk fashion meskipun tanpa ada perencanaan yaitu ketika
vkonsumen mengetahui fisik dari produk fashion bersangkutan.

Gambar paradigma
Fashion
Implus buying
involevment

Fashion involvement
Mempunyai satu atau Implus buying
o Pure
lebih pakaian dengan
impulse(pembel
model yang terbaru ian impuls
(trend) murni)
Fashion adalah satu hal o Reminder
penting yang impulse (impuls
mendukung aktifitas pengingat)
Lebih suka apabila o Suggestion
model pakaian yang impulse (impuls
digunakan berbeda saran)
dengan yang lain o Planned
Pakaian menunjukkan impulse (impuls
karakteristik

Kerangka pikiran
Display Fashion
Retail inolevme
marketin nt
g mix

Implus
buying
Marketing
managem
ent Consumer
behavior

Anda mungkin juga menyukai