Evolusi adalah proses perubahan yang berjalan dengan lambat, terjadi dalam
kurun waktu yang lama, hasil akhir dari proses (perubahan) tersebut tidak bisa kita
lihat dan rasakan setelah proses itu mulai.
Pengertian Revolusi
Revolusi adalah proses perubahan yang berjalan dengan cepat, terjadi dalam
kurun waktu yang singkat, dan hasil dari proses (perubahan) tersebut bisa kita lihat
dan rasakan segerajika tidak langsungsetelah proses itu dimulai
Garis Wallace
Garis Wallace.
Garis Wallace adalah sebuah garis hipotetis yang memisahkan wilayah geografi hewan Asia dan Australasia.
Bagian barat dari garis ini berhubungan dengan spesies Asia; di timur kebanyakan berhubungan dengan
spesies Australia. Garis ini diberi nama sesuai nama penemunya, Alfred Russel Wallace, yang menyadari
perbedaan yang jelas pada saat dia berkunjung ke Hindia Timur pada abad ke-19. Garis ini melalui Kepulauan
Melayu, antara Borneo dan Sulawesi; dan antara Bali (di barat) dan Lombok (di timur). Adanya garis ini juga
tercatat oleh Antonio Pigafetta tentang perbedaan biologis antara Filipina dan Kepulauan Maluku, tercatat
dalam perjalanan Ferdinand Magellan pada 1521. Garis ini lalu diperbaiki dan digeser ke Timur (daratan pulau
Sulawesi) oleh Weber. Batas penyebaran flora dan fauna Asia lalu ditentukan secara berbeda-beda,
berdasarkan tipe-tipe flora dan fauna. Garis ini lalu dinamakan "Wallace-Weber".
GARIS WEBER
Garis Weber adalah sebuah khayal pembatas antara dunia flora dan fauna di paparan sahul dan di
bagian lebih barat Indonesia. garis ini membujur dari utara ke selatan antara kepulauan Maluku dan Papua
serta antara Nusa Tenggara Timur dengan Australia. Garis ini dicetuskan oleh Max Carl Wilhelm Weber atau
Max Wilhelm Carl Weber (lahir di Bonn, 5 Desember 1852 meninggal di Berbeek, 7 Februari1937 pada umur
84 tahun) adalah seorang ilmuwan ahli ilmu hewan (zoologis) dan biogeografi berkebangsaanJerman-Belanda.
Weber secara khusus tertarik dengan kedalaman laut di selat Lombok, yaitu selat yang memisahkan antara
Pulau Bali dengan Pulau Lombok, dimana sebelumnya Wallace menyatakan bahwa selat antara Pulau Bali
dan Pulau Lombok menjadi tanda pemisah bagi fauna yang bercirikan Asia dan fauna yang bercirikan
Australia. Tetapi penemuan Weber mengindikasikan bahwa kedalaman laut di Selat Lombok hanya sekitar 312
m yang berarti selat Selat Lombok tidak begitu dalam. Sehingga demikian setelah ditelaah lebih dalam lagi,
terutama kondisi fauna di kepulauan Indonesia Timur khususnya di Celebes dan Maluku, menurut Weber, garis
pemisah yang kuat antara fauna Asia dan Australia tidaklah ada, akan tetapi semakin menuju ke arah timur dari
kepulauan nusantara, maka fauna bercirikan Asia semakin berkurang, dan sebaliknya, fauna yang bercirikan
Australia semakin banyak.
Hasil penelitian yang dilakukan oleh Weber ini oleh sebagian peneliti dianggap telah memindahkan garis
Wallace lebih ke arah timur yang mana kemudian garis ini dinamakan dengan Garis Weber, meski Weber
sendiri tidak begitu menyetujui garis imajiner pemisah sebagaimana garis imajiner Wallace. Garis imajiner
Weber dipopulerkan oleh Paul Pelseneer di tahun 1904.
Dalam pandangan modern secara umum dapat diterima bahwa antara garis Wallace dan garis Weber
merupakan zona transisi yang disebut Wallacea. Ilmuwan dapat memberikan gambaran bahwa garis Wallace
antara Borneo dan Celebes merupakan ujung dari lempengan benua Asia, sedangkan garis Weber antara
Celebes dan Kepulauan Maluku mencerminkan keseimbangan fauna antara fauna yang bercirikan Asia
dengan Australia. Sekembalinya Weber dari penjelajahan di Hindia Timur, ia menerbitkan hasil penelitiannya
dalam suatu publikasi ilmiah yang berjudul Zoologische Ergebnisse einer Reise in Niederlndisch Ost-Indien.
Secara umum,titik utama penelitian Weber adalah tentang biologi kelautan yang difokuskan pada jalur
migrasi invertebrate laut dan ikan-ikan pelagis (yang menghuni lapisan laut menengah dan atas). Dalam
melakukan penelitia, ia bersama teman-temannya menemukan cukup banyak ikan-ikan dan hewan laut jenis
baru, contohnya seperti kerang lentera (filum Brachiopoda), yang ditemukan di beberapa kepualauan di bagian
timur nusantara seperti di daerah Banda, Ambon, Seram, Kei, Sulawesi, Sulu dan Selayar. Sedangkan menurut
Tomascik (1997), ekspedisi Siboga di nusantara berhasil menemukan sebanyak 70 spesies dan 27 genera
karang ahermatypic, termasuk 3000 spesies sponge (rumput laut). Selain itu peta batimetri (peta konfigurasi
dasar laut) yang pertama untuk nusantara dihasilkan pula dari ekspedisi ini.