Anda di halaman 1dari 21

Makalah Hukum Pidana Khusus

Tindak Pidana Narkotika

Disusun Oleh :
Kelompok 7

- 150911 (Ketua)

- 150911 (Wakil )

- Muhammad Sobirin Hafiz Ar Rizqi 1509117174


( Anggota )

- (Anggota )

Jurusan Ilmu Hukum

Fakultas Hukum

Universitas Riau

Tahun Ajaran 2017 / 2018

Dosen Pembimbing : Dr. Rudi Pardede S.H,M.H

1
Kelas :E
Ruang :O

2
Kata Pengantar

Rasa syukur yang dalam kami sampaikan ke hadiran Tuhan Yang Maha
Esa , karena berkat kemurahan-Nya makalah ini dapat kami selesaikan
sesuai yang diharapkan.Dalam makalah ini kami membahas Narkotika,
suatu hal yang penting bagi masyarakat dalam mendapatkan kepastian
hukum, yang mana tanah merupakan suatu aspek penting dan utama dalam
kehidupan masyarakat .

Makalah ini dibuat dalam rangka memperdalam pemahaman mengenai


pendaftaran tanah yang sangat diperlukan agar mendapatkan suatu
kepastian hukum sekaligus melakukan apa yang menjadi tugas mahasiswa
yang mengikuti mata kuliah hukum agraria Dalam proses pendalaman
materi ini, tentunya kami mendapatkan bimbingan, arahan, koreksi dan
saran, untuk itu rasa terima kasih yang dalam-dalamnya kami sampaikan :

- Dr. Rudi Pardede, selaku dosen mata kuliah Hukum Pidana Khusus
- Rekan-rekan mahasiwa yang telah banyak memberikan masukan untuk
makalah ini.

Demikian makalah ini kami buat semoga bermanfaat,

Pekanbaru,26 Februari
2017

Penyusun

1
Daftar Isi

Kata Pengantar............................................................................... i
Daftar Isi........................................................................................ ii
Bab I Pendahuluan....................................................................1
1.1 Latar Belakang....................................................................1
1.2 Rumusan Masalah...............................................................2
1.3 Tujuan.................................................................................. 2
Bab II Pembahasan....................................................................3
2.1 Sejarah Peraturan Narkotika di Indonesia.............................3
2.1 Defenisi Narkotika................................................................. 4
2.2 Pengaturan Pidana Dalam Penangulangan T.Pidana
Narkotika ................................................................................... 4
2.3 Penggolongan Narkotika.......................................................5
2.3. Tipologi Kejahatan Dalam UU No. 35 Tahun 2009 tentang
Narkotika.................................................................................... 5
2.4. Pelaku Penyalahgunaan Menurut Undang-undang No. 35
tahun 2009................................................................................. 9
2.4. Sanksi Bagi Pecandu Narkotika..........................................10
2.5. Rehabilitasi........................................................................10
2.6 Badan Narkotik Nasional.....................................................11
BAB III Penutup............................................................................ 13
3.1 Kesimpulan.........................................................................13
3.2 Saran.................................................................................. 13
Daftar Pustaka............................................................................. 13

2
3
Bab I Pendahuluan

1.1 Latar Belakang


Narkotika dan psikotropika ( narkoba ), dalam sejarahnya telah dikenal
dalam peradaban yang semula berguna untuk kesehatan. Dalam
perkembangan yang cepat ternyata tidak hanya sebagai obat, tetapi
merupakan suatu kesenangan dan pada akhirnya melumpuhkan
produksitivitas kemanusiaan yang berpotensi menurunkan derajat
kemanusiaan, karenanya peredaran secara ilegal terhadap seluruh jenis
narkotik dan psikotropika pada khirnya menjadi perhatian umat manusia
yang beradab, bahkan menjadi sebuah problem baru dalam kejahatan,
yaitu kejahatan narkoba.

Dewasa ini narkoba berkembang pesat di indonesia, apalagi pada


zaman globalisasi saat ini yang menyebabkan kota kota besar di
indonesia menjadi Pasar Peredaran Narkoba, Sasaran pasar peredaran
narkoba sekarang ini tidak terbatas pada orang-orang yang depresi,
broken home maupun orang-orang yang berkehidupan malam, namun
telah merambah kepada pelajar dan mahasiswa bahkan tidak sedikit
kalangan eksekutif maupun bisnisman yang telah menggunakan barang-
barang haram tersebut. Belakangan ini Tindak pidana Narkotika tidak lagi
dilakukan secara bersama-sama, bahkan merupakan satu sindikat yang
terorganisasi dengan jaringan yang luas yang bekerja secara rapi

Untuk mencegah dan memberantas penyalahgunaan dan peredaran


gelap Narkotika yang sangat merugikan dan membahayakan kehidupan
masyarakat, bangsa, dan Negara Maka di bentuk Undang-undang Nomor
22 Tahun 1997 tentang Narkotika dan di perbaruhi lagi oleh Undang-
undang No. 35 Tahun 2009 Tentang Narkotika. Pengaturan narkotika
berdasarkan undang-undang nomor 35 tahun 2009 (UU No.35 tahun
2009), bertujuan untuk menjamin ketersedian guna kepentingan

1
kesehatan dan ilmu pengetahuan, mencegah penyalahgunaan narkotika,
serta pemberantasan peredaran gelap narkotika. Tindak pidana narkoba
atau narkotika berdasarkan undang-undang nomor 35 tahun 2009 (UU
No.35 tahun 2009), memberikan sanksi pidana yang cukup berat, di
samping dapat dikenakan hukuman penjara dan juga dikenakan pidana
denda, tapi dalam kenyataanya para pelakunya justru semakin
meningkat. Hal ini disebabkan oleh faktor penjatuhan sangsi pidana tidak
memberikan dampak atau efek preventif terhadap para pelakunya.

1.2 Rumusan Masalah

Bertolak dari kerangka dasar sebagaimana diuraikan pada bagian latar


belakang,maka permasalahan yang akan diangkat dalam makalah ini
adalah sebagai berikut :
1. Apakah yang dimaksud dengan Narkotika?
2. Pasal berapakah dalam UU No. 35 Tahun 2009 tentang Narkotika yang
mengatur mengenai Tindak Pidana?
3. Apakah perbuatan yang tergolong sebagai Tindak Pidana di dalam UU
No. 35 Tahun 2009 tentang Narkotika?
4. Bagaimanakah sanksi yang dikenakan bagi pecandu Narkotika?
5. Apakah yang dimaksud dengan rehabilitasi medis dan rehabilitasi
sosial bagi pecandu Narkotika?
6. Lembaga apa yang mencegah dan memberantas beredarnya narkoba?

1.3 Tujuan

Adapun tujuan dari penyusunan makalah ini adalah :

1. Untuk mengetahui mengenai Narkotika

2. Untuk mengetahui pasal-pasal dalam UU No. 35 Tahun 2009 yang memuat


ketentuan mengenai tindak pidana.

2
3. Untuk mengetahui perbuatan-perbuatan yang digolongkan sebagai tindak pidana
di dalam UU No. 35 Tahun 2009.

4. Untuk mengetahui perihal sanksi yang dikenakan bagi pecandu Narkotika.

5. Untuk mengetahui mengenai rehabilitasi medis dengan rehabilitasi sosial.

Bab II Pembahasan

2.1 Sejarah Peraturan Narkotika di Indonesia


Narkotika dalam pengertian opium telah dikenal & dipergunakan
masyarakat Indo nesia khususnya wargaTionghoa & sejumlah besar
orang Jawa sejak tahun 1617. Selanjutnya diketahui bahwa mulai
tahun 1960-an terdapat sejumlah kecil kelompok penyalahguna heroin
& kokain. Pada awal 1970-an mulai muncul penyalahgunaan narkotika
dgn cara menyuntik. Orang yg menyuntik disebut morfinis. Sepanjang
tahun 1970-an sampai tahun 1990-an sebagian besar penyalahguna
kemungkinan memakai kombinasi berbagai jenis narkoba (polydrug
jser), & pada tahun 1990-an heroin sangat populer dikalangan
penyalahguna narkotika.

Peraturan perundang-undangan yg mengatur narkotika


di Indonesia sebenarnya telah ada sejak berlakunya Ordonansi Obat
Bius (Verdoovende Middelen Ordonnantie, Staatsblad Nomor 278 Jo.
536 Tahun 1927). Di indonesia sendiri penyalahgunaan narkotika sudah
lama masuk dan dikenal, hal itu dapat di lihat dari Instruksi Presiden
(INPRES) No. 6 tahun 1971 kepada Kepala Badan Koordinasi Intelejen
Nasional (BAKIN) untuk menanggulangi enam permasalahaan yang
nasional menonjol, salah satunya adalah penyalahgunaan narkotika.

Lambat laun penyalahgunaan narkotika menjadi masalah yang


serius, maka dari itu pada zaman Orde Baru Pemerintah mengeluarkan
3
regulasi berupa Undang Undang Nomor 22 Tahun 1997 sebagaimana
yang telah diubah menjadi Undang Undang Nomor 32 tahun 2009
Tentang Narkotika.

Karena permasalahaan penyalahgunaan narkotika sudah menjadi


masalah yang luar biasa, maka diperlukan upaya upaya yang luar
biasa pula, narkotika ini tidak hanya diperankan oleh para penegak
hukum saja, tetapi juga harus didukung peran serta dari seluruh
elemen masyarakat.

2.1 Defenisi Narkotika


Perkataan Narkotika berasal dari perkataan Yunani narke yang
berarti terbius sehingga tidak merasakan apa-apa. Namun ada juga
yang mengatakan bahwa Narkotika berasal dari kata Narcissus,
sejenis tumbuh-tumbuhan yang mempunyai bunga yang dapat
membuat orang menjadi tak sadar. Pengertian Narkotika secara
farmakologis medis, menurut Ensiklopedia Indonesia IV, adalah obat
yang dapat menghilangkan (terutama) rasa nyeri yang berasal dari
daerah visceral dan yang dapat menimbulkan efek stupor (bengong,
masih sadar tetapi harus digertak) serta adiksi.

Pengertian yang paling umum dari Narkotika adalah zat-zat


(obat) baik dari alam maupun sintetis atau semi sintetis yang dapat
menimbulkan ketidaksadaran atau pembiusan. Efek Narkotika
disamping membius atau menurunkan kesadaran, adalah
mengakibatan daya khayal/halusinasi , serta menimbulkan daya
rangsang/stimulant, dan ketergantungan.

Sedangkan menurut Undang-undang No. 35 Tahun 2009 tentang


Narkotika, dalam pasal (1) angka 1 menyebutkan bahwa Narkotika

4
adalah zat atau obat yang berasal dari tanaman atau bukan tanaman,
baik sintetis maupun semisintetis, yang dapat menyebabkan
penurunan atau perubahan kesadaran, hilangnya rasa, mengurangi
sampai menghilangkan rasa nyeri, dan dapat menimbulkan
ketergantungan, yang dibedakan ke dalam golongan-golongan
sebagaimana terlampir dalam Undang-undang ini.

2.2 Pengaturan Pidana Dalam Penangulangan T.Pidana


Narkotika .
Pengaturan narkotik, pertama kali dikenal dalam Ordonantie
Regie, dengan berlakunya Veerdovende Middelen ordonantie Stb. 1927
No.278 jo No. 536 yang dikenal sebagai undang undang obat bius.
Dan mengingat betapa besar bahaya penyalahgunaan Narkotika ini,
maka perlu diingat beberapa dasar hukum yang diterapkan
menghadapi pelaku tindak pidana narkotika berikut ini:

1. Undang-undang RI No. 8 Tahun 1981 tentang KUHAP


2. Undang-undang RI No. 7 tahun 1997 tentang Pengesahan United
Nation Convention Against Illicit Traffic in Naarcotic Drug and
Pshychotriphic Suybstances 19 88 ( Konvensi PBB tentang
Pemberantasan Peredaran Gelap narkotika dan Psikotrapika, 1988)
3. Undang-undang RI No. 35 tahun 2009 tentang Narkotika sebagai
pengganti UU RI No. 22 tahun 1997.

2.3 Penggolongan Narkotika


Dalam pasal 6 ayat (1) Undang-undang No. 35 Tahun 2009, Narkotika
digolongkan menjadi 3 (tiga) golongan, antara lain adalah sebagai
berikut :

5
Narkotika Golongan I adalah Narkotika yang hanya dapat
digunakan untuk tuuan pengembangan ilmu pengetahuan dan
tidak digunakan dalam terapi, serta mempunyai potensi sangat
tinggi mengakibatkan ketergantungan.

Narkotika Golongan II adalah Narkotika berkhasiat pengobatan


digunakan sebagai pilihan terakhir dan dapat digunakan dalam
terapi dan/atau untuk tujuan pengembangan ilmu pengetahuan
serta mempunyai potensi tinggi mengakibatkan ketergantungan.

Narkotika Golongan III adalah Narkotika berkhasiat pengobatan


dan banyak digunakan dalam terapi dan/atau untuk tujuan
pengembangan ilmu pengetahuan serta mempunyai potensi
ringan mengakibatkan ketergantungan.

2.3. Tipologi Kejahatan Dalam UU No. 35 Tahun 2009 tentang


Narkotika

Dari Bab-bab Undang-undang No. 35 Tahun 2009 tentang Narkotika,


terdapat perbuatan-perbuatan yang dianggap tindak pidana.
Perbuatan yang diklasifikasikan sebagai tindak pidana, antara lain :

Tindak Pidana Narkotika

a) Tindak Pidana menanam, memelihara, memiliki, menyimpan,


menguasai atau menyediakan Narkotika Golongan I, II, dan III
baik berupa tanaman maupun bukan tanaman secara tanpa hak
atau melawan hukum. (Pasal 111, 112, 113 ayat (1), 117, dan
122)

6
b) Tindak Pidana dibidang Produksi Narkotika serta ilmu
pengetahuan.

Narkotika hanya dapat diproduksi oleh industry farmasi tertentu


yang telah memperoleh ijin khusus dari Menteri Kesehatan. Pengertian
Produksi adalah kegiatan atau proses menyiapkan, mengolah,
membuat, dan menghasilkan Narkotika secara langsung atau tidak
langsung melalui ekstraksi atau nonekstraksi dari sumber alami atau
sintetis kimia atau gabungannya, termasuk mengemas dan/atau
mengubah bentuk Narkotika (Pasal 1 angka 3). Untuk memproduksi
Narkotika dimungkinkan untuk memberikan izin kepada lebih dari satu
industry farmasi, tetapi dilakukan secara selektif dengan maksud agar
pengendalian dan pengawasan Narkotika dapat lebih mudah dilakukan.
Ancaman Pidana bagi mereka yang memproduksi Narkotika secara
tanpa hak atau melawan hukum diatur dalam (Pasal 113 ayat (1) dan
(2) untuk Narkotika golongan I, Pasal 118 ayat (1) dan (2) untuk
Narkotika golongan II, Pasal 123 ayat (1) dan (2) Untuk Narkotika
golongan III).

Lembaga ilmu pengetahuan yang diselenggarakan oleh


pemerintah maupun swasta yang kegiatannya secara khusus atau
salah satu fungsinya melakukan kegiatan percobaan, penelitian, dan
pengembangan dapat memperoleh, menanam, menyimpan dan
menggunakan Narkotika dalam rangka kepentingan ilmu pengetahuan.
Akan tetapi harus mendapat ijin terlebih dahulu dari menteri
Kesehatan. Ancaman pidana dalam ketentuan Pasal 147 dikenakan
bagi :

7
- Pimpinan rumah sakit, pusat kesehatan masyarakat, sarana
penyimpanan sediaan farmasi milik pemerintah, dan apotek yang
mengedarkan Narkotika golongan II dan III bukan untuk
kepentingan pelayanan kesehatan.

- Pimpinan lembaga ilmu pengetahuan yang membeli, menyimpan,


atau menguasai tanaman Narkotika bukan untuk pengembangan
ilmu pengetahuan.

- Pimpinan industri farmasi tertentu yang memproduksi Narkotika


Golongan I bukan untuk kepentingan pengembangan ilmu
pengetahuan

- Pimpinan pedagang besar farmasi yang mengedarkan Narkotika


Golongan I yang bukan untuk kepentingan pengembangan ilmu
pengetahuan atau mengedarkan Narkotika Golongan II dan III
bukan untuk kepentingan pelayanan kesehatan dan/atau bukan
untuk kepentingan pengembangan ilmu pengetahuan.

c) Tindak Pidana dibidang Ekspor, Impor, Pengangkutan dan Transito


Narkotika.

- Ekspor adalah kegiatan mengeluarkan Narkotika dan precursor


Narkotika dari daerah pabean. (Pasal 1 angka 5, selanjutnya
diatur dalam Bab V bagian kedua)

- Impor adalah kegiatan memasukkan Narkotika dan precursor


Narkotika ke dalam daerah pabean. (Pasal 1 angka 4, selanjutnya
diatur dalam Bab V bagian kesatu)

8
- Pengangkutan adalah setiap kegiatan atau serangkaian kegiatan
memindahkan Narkotika dari satu tempat ke tempat lain dengan
cara, moda, atau sarana angkutan apapun. (Pasal 1 angka 9,
selanjutnya diatur dalam Bab V bagian ketiga) Transito Narkotika
adalah pengangkutan Narkotika dari satu Negara ke Negara lain
dengan melalui dan singgah di wilayah Negara Republik
Indonesia yang terdapat kantor pabean dengan atau tanpa
berganti sarana angkutan. (Pasal 1 angka 12, selanjutnya diatur
dalam Bab V bagian keempat)

Ketentuan pidana mengenai pelanggaran ketentuan dalam


pelaksanaan kegiatan-kegiatan tersebut diatur dalam (Pasal 113 ayat
(2), 115 ayat (1) dan (2), 118 ayat (1) dan (2), 120 ayat (1) dan (2),
123 ayat (1) dan (2), 125 ayat (1) dan (2).

d) Tindak Pidana dibidang Peredaran Narkotika.

Peredaran Narkotika meliputi setiap kegiatan atau serangkaian


kegiatan penyaluran atau penyerahan Narkotika, baik dalam rangka
perdagangan, bukan perdagangan maupun pemindahtanganan, untuk
kepentingan pelayanan kesehatan dan pengembangan ilmu
pengetahuan dan teknologi. Peredaran Narkotika tersebut meliputi
penyaluran, penyerahan. Sedangkan pengertian peredaran gelap
Narkotika dan precursor Narkotika adalah setiap kegiatan atau
serangkaian kegiatan yang dilakukan tanpa hak atau melawan hukum
yang ditetapkan sebgaia tindak pidana Narkotika dan Prekursor
Narkotika. Ketentuan pidana mengenai tindak pidana dibidang
peredaran Narkotika diatur dalam pasal 114 ayat (1) dan (2), 119 ayat
(1) dan (2), 124 ayat (1) dan (2), 147 huruf (a) dan (d).

9
e) Tindak Pidana dibidang Labeling dan Publikasi Narkotika.

Industri farmasi wajib mencantumkan label pada kemasan


Narkotika, baik dalam bentuk obat jadi maupun bahan baku Narkotika,
label pada kemasan sebagaimana dimaksud dapat berbentuk tulisan,
gambar, kombinasi tulisan dan gambar atau bentuk lain yang
disertakan pada kemasan atau dimasukkan ke dalam kemasan,
ditempelkan, atau merupakan bagian dari wadah, dan/atau
kemasannya. Setiap keterangan yang dicantumkan dalam label harus
lengkap dan tidak menyesatkan.

Narkotika hanya dapat dipublikasikan pada media cetak ilmiah


kedokteran atau media cetak ilmiah farmasi. Pelanggaran terhadap
ketentuan mengenai labeling dan publikasi, diancam dengan pidana
sebagaimana diatur dalam (Pasal 135).

f) Tindak Pidana dibidang pengobatan dan Rehabilitasi. (Pasal 134)

g) Tindak Pidana berkaitan dengan penyalahgunaan Narkotika untuk


diri sendiri maupun orang lain (116 ayat (1) dan (2), 121 ayat (1)
dan (2), 126 ayat (1) dan (2), Pasal 127 ayat (1).

h) Tindak Pidana pelaporan penyalahguna narkotika (Pasal 128 ayat


(1), (2), (3), dan (4)).

Tindak Pidana Prekursor Narkotika Setiap orang yang tanpa hak


atau melawan hukum dipidana dengan pidana penjara paling singkat 4
(empat) tahun dan paling lama 2-(dua puluh) tahun dan denda paling
banyak Rp. 5.000.000.000,00 (lima milyar rupiah). Dengan klasifikasi
tindak pidana sebagai berikut : a) Memiliki, menyimpan, menguasai,
atau mneyediakan Prekursor Narkotika untuk pembuatan Narkotika; b)
Memproduksi, mengimpor, mengekspor, atau menyalurkan Prekursor

10
untuk pembuatan Narkotika; c) Menawarkan untuk dijual, menjual,
membeli, menerima, menjadi perantara dalam jual beli, menukar, atau
menyerahkan Prekursor Narkotika untuk pembuatan Narotika. d)
Membawa, mengirim, mengangkut, atau mentransito precursor
Narkotika untuk pembuatan Narkotika.

2.4. Pelaku Penyalahgunaan Menurut Undang-undang No. 35 tahun


2009

Untuk pelaku penyalahgunaan Narkotika dapat dikenakan Undang-undang No. 35


tahun 2009 tentang Narkotika, hal ini dapat diklasifikasikan sebagai berikut :
1. Sebagai pengguna
Dikenakan ketentuan pidana berdasarkan pasal 116 Undang-undang Nomor 35 tahun
2009 tentang Narkotika, dengan ancaman hukuman paling lama 15 tahun.
2. Sebagai pengedar
Dikenakan ketentuan pidana berdasarkan pasal 81 dan 82 Undang-undang No. 35 tahun
2009 tentang narkotika, dengan ancaman hukuman paling lama 15 + denda.
3. Sebagai produsen
Dikenakan ketentuan pidana berdasarkan pasal 113 Undang-undang No. 35 tahun 2009,
dengan ancaman hukuman paling lama 15 tahun/ seumur hidup/ mati + denda.

2.4. Sanksi Bagi Pecandu Narkotika

Yang dimaksud dengan pecandu Narkotika adalah orang yang


menggunakan atau menyalahgunakan Narkotika dan dalam keadaan
ketergantungan pada Narkotika, baik secara fisik maupun psikis.
Ketergantungan Narkotika merupakan kondisi yang ditandai oleh
dorongan untuk menggunakan Narkotika secara terus menerus dengan
takaran yang meningkat agar menghasilkan efek yang sama dan

11
apabila penggunaannya dikurangi dan/atau dihentikan secara tiba-tiba,
menimbulkan gejala fisik dan psikis yang khas. Kewajiban bagi orang
tua atau wali dari pecandu Narkotika yang belum cukup umur wajib
melaporkan kepada pusat kesehatan masyarakat, rumah sakit,
dan/atau lembaga rehabilitasi medis dan rehabilitasi social yang
ditunjuk oleh pemerintah untuk mendapatkan pengobatan dan/atau
perawatan melalui rehabilitasi medis dan rehabilitasi social. Pecandu
Narkotika yang sudah cukup umur wajib melaporkan diri atau
dilaporkan oleh keluarganya kepada pusat kesehatan masyarakat,
rumah sakit, dan/atau lembaga rehabilitasi medis dan rehabilitasi
social yang ditunjuk oleh pemerintah untuk mendapatkan pengobatan
dan/atau perawatan melalui rehabilitasi medis dan rehabilitasi sosial.
Telah jelas bahwa bagi pecandu Narkotika dan korban penyalahgunaan
Narkoba wajib menjalani rehabilitasi medis dan rehabilitasi social.

2.5. Rehabilitasi

Rehabilitasi Medis

Adalah suatu proses kegiatan pengobatan secara terpadu untuk


membebaskan pecandu dari ketergantungan Narkotika. Merujuk
kepada ketentuan Pasal 56, rehabilitasi medis pecandu Narkotika
dilakukan di rumah sakit yang ditunjuk oleh Menteri. Lembaga
rehabilitasi tertentu yang diselenggarakan oleh instansi pemerintah
atau masyarakat dapat melakukan rehabilitasi medis pecandu
Narkotika setelah mendapat persetujuan Menteri.

12
Ketentuan ini menegaskan bahwa rehabilitasi bagi Pecandu
Narkotika dilakukan dengan maksud memulihakn dan/atau
mengembangkan kemampuan fisik, mental, social penderita yang
bersangkutan.

Rehabilitasi Sosial

Rehabilitasi sosial adalah suatu proses kegiatan pemulihan


secara terpadu, baik fisik, mental, maupun sosial, agar bekas pecandu
Narkotika dapat kembali melakukan fungsi sosial dalam kehidupan
masyarakat. Rehabilitasi social mantan pecandu Narkkotika
diselenggarakan baik oleh instansi pemerintah maupun oleh
masyarakat. Rehabilitasi social dalam hal ini termasuk melalui
pendekatan keagamaan, tradisional, dan pendekatan alternatif lainnya.
Dalam ketentuan ini yang dimaksud dengan mantan pecandu
Narkotika adalah orang yang telah sembuh dari ketergantungan
terhadap Narkotika secara fisik dan psikis.

2.6 Badan Narkotik Nasional

A. Pembentukan dan Fungsi BNN

Pembentukan BNN ditentukan dalam Peraturan Presiden No. 83


Tahun 2007 Tentang Badan Narkotik Nasional, Badan Narkotik Provinsi
dan Badan Narkotik Kabupaten / Kota. Peraturan Presiden tersebut
menentukan bahwa penyalahgunaan narkotik, psikotropika, prekursor
dan bahan adiktif lainnya semakin meningkat sehingga membutuhkan
penanganan yang lebih komprehensif yang menuntut pengembangan
organisasi secara proposional di pusat dan daerah. Juga dalam

13
penaganan narkotik diperlukan peningkatan koordinasi antara instansi
pemerintah.

Pengaturan Keppres, menentukan tentang kedudukan dan fungsi


yakni tugas BNN, meliputi : BNN mempunyai tugas:

a. Menyusun dan melaksanakan kebijakan nasional mengenai


pencegahan dan pemberantasan penyalahgunaan dan peredaran
gelap Narkotika dan Prekursor Narkotika;

b. Mencegah dan memberantas penyalahgunaan dan peredaran


gelap Narkotika dan Prekursor Narkotika;

c. Berkoordinasi dengan Kepala Kepolisian Negara Republik


Indonesia dalam pencegahan dan pemberantasan
penyalahgunaan dan peredaran gelap Narkotika dan Prekursor
Narkotika;

d. Meningkatkan kemampuan lembaga rehabilitasi medis dan


rehabilitasi sosial pecandu Narkotika, baik yang diselenggarakan
oleh pemerintah maupun masyarakat;

e. Memberdayakan masyarakat dalam pencegahan


penyalahgunaan dan peredaran gelap Narkotika dan Prekursor
Narkotika;

f. Memantau, mengarahkan, dan meningkatkan kegiatan


masyarakat dalam pencegahan penyalahgunaan dan peredaran
gelap Narkotika dan Prekursor Narkotika;

g. Melakukan kerja sama bilateral dan multilateral, baik regional


maupun internasional, guna mencegah dan memberantas
peredaran gelap Narkotika dan Prekursor Narkotika;

14
h.Mengembangkan laboratorium Narkotika dan Prekursor Narkotika;

i. Melaksanakan administrasi penyelidikan dan penyidikan terhadap


perkara penyalahgunaan dan peredaran gelap Narkotika dan
Prekursor Narkotika; dan

j. Membuat laporan tahunan mengenai pelaksanaan tugas dan


wewenang.

Dalam melaksanakan tugas pemberantasan penyalahgunaan dan


peredaran gelap Narkotika dan Prekursor Narkotika, BNN berwenang
melakukan penyelidikan dan penyidikan penyalahgunaan dan
peredaran gelap Narkotika dan Prekursor Narkotika.

BAB III Penutup

3.1 Kesimpulan

3.2 Saran

Daftar Pustaka

Sasangka, Hari. Narkotika dan Psikotropika Dalam Hukum Pidana, Bandung : CV Mandar Maju,
2003.

Undang-undang Republik Indonesia Nomor 35 Tahun 2009 Tentang Narkotika, Lembar Negara
Nomor 143.

15
Bakhri, Syaiful. Kejahatan narkotik dan psikotropika suatu pendekatan melalu
kebijakan hukum pidana, Jakarta, Gramata Publishing, 2012

Makarao, Taufik, dkk, Tindak Pidana Narkotika, Jakarta: Ghalia Indonesia,


2003

http://youthproactive.com/201503/speak-up/permasalahan-penyalahgunaan-
narkoba-di-indoneisa/ ,diakses pada februari 2017

16

Anda mungkin juga menyukai