NIM : 8156122009
Program Studi/Kelas : Teknologi Pendidikan/ B-1
Mata Kuliah : Filsafat Ilmu Pendidikan
Seorang yang berfilsafat dapat diumpamakan seorang yang berpijak di bumi sedang
tengadah ke bintang-bintang. Dia ingin mengetahui hakikat dirinya dalam kesemestaan
galaksi. Atau seoarang yang sedang berdiri di puncak gunung, memandang ke ngarai dan
lembah dibawahnya, dia ingin menyimak kehadirannya dengan kesemestaan yang ditatapnya.
Rasa heran dan meragukan ini mendorong manusia untuk berpikir lebih mendalam,
menyeluruh dan kritis untuk memperoleh kepastian dan kebenaran yang hakiki. Berpikir
secara mendalam, menyeluruh dan kritis seperti ini yang disebut berfilsafat.
Berfilsafat dapat pula dimulai dari adanya suatu kesadaran akan keterbatasan pada diri
manusia. Berfilsafat kadang-kadang dimulai apabila manusia menyadari bahwa dirinya
sangat kecil dan lemah terutama di dalam menghadapi kejadian-kejadian alam. Apabila
seorang merasa, bahwa ia sangat terbatas dan terikat terutama pada waktu mengalami
penderitaan atau kegagalan, maka dengan adanya kesadaran akan keterbatasan dirinya tadi
manusia mulai berfilsafat. Ia akan memikirkan bahwa di luar manusia yang terbatas pasti ada
sesuatu yang tidak terbatas yang dijadikan bahan kemajuan untuk menemukan kebenaran
hakiki.
Di kalangan masyarakat Yunani dikenal adanya Mitos dan logos. Mitos sebagai suatu
keyakinan lama yang berkembang dengan pesat, seperti mite kosmologi yang
melukiskan kejadian-kejadian alam. Logos adalah suatu potensi yang ada dalam diri
manusia yang selalu siap untuk berfikir yang bisa diartikan dengan akal. Di dalam
kehidupan mereka sering sekali dipertentangkan antara mitos dan logos yang
dimenangkan logos.
3. Rasa Kagum
Selain rasa ingin tahu dan pertentangan antar mitos dan logos, menurut Plato, filsafat
juga lahir karena adanya kekaguman manusia tentang dunia dan lingkungannya. Rasa
kagum mendorong manusia untuk memberikan jawaban-jawaban dalam bentuk
praduga. Praduga ini kemudian dipikirkan oleh logos dalam bentuk rasionalisasi.
Rasionalisasi ini merupakan awal lahir filsafat,
4. Perkembangan kesusastraan
c. Spekulatif, artinya hasil pemikiran yang diperoleh dijadikan dasar bagi pemikiran-
pemikiran selanjutnya dan hasil pemikirannya selalu dimaksudkan sebagai medan
garapan ( objek ) yang baru pula. Keadaan ini senantiasa bertambah dan berkembang
meskipun demikian bukan berarti hasil pemikiran kefilsafatan itu meragukan, karena
tidak pernah selesai seperti ilmu-ilmu diluar filsafat.