Anda di halaman 1dari 109

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Kesehatan merupakan hak dasar setiap warga, baik setiap individu, keluarga
dan masyarakat berhak memperoleh perlindungan terhadap kesehatannya, oleh
karena itu, pemerintah bertanggung jawab menyelenggarakan pelayanan kesehatan
demi terwujudnya masyarakat yang sehat. Pembangunan Kesehatan bertujuan
untuk meningkatkan kesadaran, kemauan dan kemampuan hidup sehat bagi setiap
orang agar terwujud derajat kesehatan masyarakat yang optimal. Pembangunan di
bidang kesehatan bertujuan antara lain untuk memperbaiki derajat kesehatan
masyarakat secara efektif dan efisien, agar semua lapisan masyarakat memperoleh
layanan kesehatan secara mudah dan murah.5,6
Pelayanan kesehatan dibedakan dalam dua golongan, yang pertama adalah
Pelayanan kesehatan primer (primary health care) atau pelayanan kesehatan
masyarakat dan yang kedua Pelayanan kesehatan sekunder dan tersier (secondary
and tertiary health care). Pelayanan kesehatan primer (primary health care) adalah
pelayanan kesehatan yang paling depan, yang pertama kali diperlukan masyarakat
pada saat mereka mengalami ganggunan kesehatan atau kecelakaan. Pelayanan
kesehatan sekunder dan tersier (secondary and tertiary health care) adalah rumah
sakit, tempat masyarakat memerlukan perawatan lebih lanjut (rujukan). 1,2,3,5,6
Salah satu bentuk pelayanan kesehatan primer yang diselenggarakan
pemerintah adalah Pusat Kesehatan Masyarakat (Puskesmas). Puskesmas
merupakan Unit Pelaksana Teknis Dinas (UPTD) Kesehatan Kabupaten/Kota yang
bertanggung jawab menyelenggarakan pembangunan kesehatan. Puskesmas juga
merupakan unit pelaksana tingkat pertama serta sebagai ujung tombak
pembangunan kesehatan di Indonesia sehingga mempunyai tugas dan tanggung
jawab untuk melaksanakan Standar Pelayanan Minimal (SPM) bidang kesehatan.
Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota perlu dilengkapi dengan
berbagai unit fungsional lainnya. Dalam keadaan tertentu,
masyarakat membutuhkan pula pelayanan rawat inap. Untuk ini di
puskesmas dapat dikembangkan pelayanan rawat inap tersebut,
yang dalam pelaksanaannya harus memperhatikan berbagai
persyaratan tenaga, sarana dan prasarana sesuai standar yang
telah ditetapkan.Untuk terselenggaranya berbagai upaya
kesehatan perorangan dan upaya kesehatan masyarakat yang
2

sesuai dengan azas penyelenggaraan puskesmas, perlu ditunjang


oleh manajemen puskesmas yang baik. Manajemen puskesmas
adalah rangkaian kegiatan yang bekerja secara sistematik untuk
menghasilkan luaran puskesmas yang efektif dan efisien. Terdapat
tiga fungsi manajemen puskesmas yang dikenal yakni
perencanaan, pelaksanaan dan pengendalian, serta pengawasan
dan pertanggung jawaban.
Mengelola puskesmas sebagai satu unit organisasi yang di
dalamnya terdapat sumber daya manusia, peralatan, anggaran dan
program-program kegiatan dan lingkungan internal dan eksternal
yang memerlukan ilmu manajemen. Manajemen diterjemahkan
dalam tiga rangkaian utama yaitu P1 perencanaan, P2
Penggerakan dan pelaksanaan serta P3 Pengawasan, pengendalian
dan Penilaian. Langkah pertama dalam mekanisme perencanaan
tingkat puskesmas adalah menyusun RUK yang meliputi usulan
kegiatan wajib dan usulan kegiatan pengembangan. RUK yang
telah tersusun dibahas di dinas kesehatan Kab/Kota diajukan ke
Pemda melalui Dinkes. Selanjutnya RUK yang sudah terangkum
dalam usulan Dinkes akan diajukan ke DPRD untuk memperoleh
dukungan pembiayaan dan dukungan politis.
Mengukur kinerja program atau pencapaian program maka
harus dituangkan dalam dokumen penilaian kinerja puskesmas
dengan menghitung hasil capaian dari standar pelayanan minimal
dari enam upaya kesehatan wajib dan upaya pengembangan yang
diprioritaskan sesuai kebutuhan di wilayah kerjanya. Agar dicapai
pelayanan yang bermutu dan berkinerja tinggi, untuk itu prinsip
dasar mutu dan peningkatan kinerja perlu dipahami oleh manajer
puskesmas dan staff, salah satu diantaranya juga penyusunan
standar prosedur operasional untuk tiap unit pelayanan. Di
Kabupaten Cirebon terdapat 57 puskesmas yang salah satunya
adalah Puskesmas Plered.
3

Di Indonesia DBD telah menjadi masalah kesehatan masyarakat selama 41


tahun terakhir. Sejak tahun 1968 telah terjadi peningkatan persebaran jumlah
provinsi dan kabupaten/kota yang endemis DBD, dari 2 provinsi dan 2 kota,
menjadi 32 (97%) dan 382 (77%) kabupaten/kota pada tahun 2009. Provinsi
Maluku, dari tahun 2002 sampai tahun 2009 tidak ada laporan kasus DBD. Selain
itu terjadi juga peningkatan jumlah kasus DBD, pada tahun 1968 hanya 58 kasus
menjadi 158.912 kasus pada tahun 2009.
Cara yang tepat dalam mencegah dan menanggulangi DBD saat ini
adalah dengan memberantas sarang nyamuk penularnya (PSN DBD), namun belum
optimal dan memerlukan partisipasi seluruh lapisan masyarakat. Oleh karena itu
partisipasi tersebut perlu lebih ditingkatkan melalui srtategi yang lebih bersifat
akomodatif, fasilitatif/bottom up, kemitraan dimana masyarakat termasuk lembaga
swadaya masyarakat termasuk swasta dan lain-lain mempunyai peran yang lebih
besar, terfokus (prioritas, local specific, bertahap), lebih mengoptimalkan kerjasama
lintas sektor, didukung data (evidence base) terutama data social-budaya serta
diprogramkannya PSN DBD secara luas di propinsi, kabupaten/kota, puskesmas.
Walaupun secara nasional angka kematian DBD cenderung menurun dari
tahun ketahun, dibeberapa wilayah angka kematian ini relative masih cukup tinggi,
sedangkan sasaran nasional angka kematian DBD di Indonesia kurang dari 1.0%.
Untuk itu manajemen kasus perlu lebih ditingkatkan terutama melalui
penatalaksanaan kasus di Rumah Sakit.
Angka kejadian penyakit DBD di pukesmas Plered dari tahun ketahun
masih tinggi. Dan peran masyarakat dalam mencegah kejadian-kejadian kasus DBD
seperti PSN masih kurang ditunjang dengan angka ABJ masih dibawah 95%, dan
kebersihan lingkungan masih kurang.
Dari data laporan tahunan puskesmas plered tahun 2016, didapatkan
angka bebas jentik yang paling rendah adalah desa Kaliwulu dengan persentase
ABJ 76,88% dan desa Wotgali 81,2%. Selain itu, dari data tersebut terdapat 3 orang
meninggal yang berasal dari desa Wotgali, dan dari total penderita DBD yaitu 77
orang dalam setahun.
Berdasarkan besaran masalah DBD tersebut di atas, maka diperlukan
intervensi program untuk mengatasi masalah-masalah terebut. Kegiatan intervensi
4

tersebut diharapkan dapat meningkatkan cakupan sesuai dengan target yang telah
ditetapkan minimalnya, bahkan diharapkan sekali mencapai di atas target.
Wilayah kerja Puskesmas Plered yang sebagian besar adalah perkotaan
dan masyarakatnya sebagian besar berprofesi sebagai pedagang dan buruh,
berpengaruh terhadap perilaku masyarakatnya. Banyaknya ibu-ibu yang bekerja
menyebabkan perhatian ibu-ibu terhadap kebersihan lingkungan rumahnya sangat
kurang, ditambah kepadatan penduduk dan padatanya jumlah rumah dan
lingkungan yang kumuh tersebut mempengaruhi tingginya kasus DBD.
Dilihat dari tingkat pendidikan masyarakatnya di mana jumlah kelompok
penduduk tamat SD yang cukup banyak menyebabkan tingkat kesadaran
masyarakat akan kebersihan yang mempengaruhi angka ABJ dan kurangnya
pengetahuan masyarakat tentang DBD sangat kurang. Ini semua terlihat dari Angka
Bebas Jentik yang masih di bawah 95% dan tingginya angka kejadian kasus DBD
yang masih banyak.
Maka disusunlah laporan kegiatan manajemen puskesmas ini sebagai
tindak lanjut dari masalah yang terdapat di puskesmas Plered.

1.2 Tujuan
1.2.1. Tujuan Umum
Mahasiswa mampu mengetahui, menganalisis, dan mendeskripsikan
pelaksanaan manajemen program dan pelayanan di puskesmas plered tahun
2016 serta memberikan alternatif pemecahan masalah dalam rangka upaya
perbaikan kinerja puskesmas.
1.2.2. Tujuan Khusus
a. Diketahuinya masalah dan prioritas penyebab masalah yang ada mengenai
pencapaian target yang masih kurang di puskesmas Plered.
b. Diketahuinya alternatif pemecahan masalah yang dapat dilakukan
berdasarkan prioritas masalah terpilih.
1.3 Manfaat
1.3.1. Manfaat bagi Puskesmas
Sebagai sarana untuk kerjasama yang saling menguntungkan untuk
dapat meningkatkan pelayanan kesehatan terhadap masyarakat dan
5

mendapatkan umpan balik dari hasil evaluasi koassisten dalam rangka


mengoptimalkan peran Puskesmas.
1.3.2. Manfaat bagi Mahasiswa
Manfaat untuk mahasiswa sebagai sarana untuk menimba ilmu,
keterampilan dan pengalaman dalam upaya pelayanan kesehatan dasar
dengan segala bentuk keterbatasannya sehingga mahasiswa mengetahui serta
memahami kegiatan-kegiatan puskesmas baik dalam segi pelayanan,
manajemen, administratif dan karakter perilaku masyarakat dalam
pandangannya terhadap kesehatan khususnya dalam bidang Ilmu Kedokteran
Keluarga.

1.3.3. Manfaat bagi Pembaca


Sebagai sarana ilmu pengetahuan dan pembelajaran serta informasi
tentang pelayanan kedokteran keluarga.

I.4. Profil Puskesmas dan Analisis Situasi


1.4.1 Dasar Hukum, Visi dan Misi
Dasar Hukum
Pemilihan upaya kesehatan pengembangan ini dilakukan oleh
puskesmas bersama Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota dengan
mempertimbangkan masukan dari BPP. Upaya kesehatan pengembangan
dilakukan apabila upaya kesehatan wajib puskesmas telah terlaksana
secara optimal, dalam arti target cakupan serta peningkatan mutu
pelayanan telah tercapai. Penetapan upaya kesehatan pengembangan
pilihan puskesmas ini dilakukan oleh Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota.
Dalam keadaan tertentu, upaya kesehatan pengembangan puskesmas
dapat pula ditetapkan sebagai penugasan oleh Dinas Kesehatan
Kabupaten/Kota. Apabila puskesmas belum mampu menyelenggarakan
upaya kesehatan pengembangan, padahal menjadi kebutuhan masyarakat,
maka Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota bertanggung jawab dan wajib
menyelenggarakannya. Untuk itu Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota perlu
dilengkapi dengan berbagai unit fungsional lainnya. Dalam keadaan
tertentu, masyarakat membutuhkan pula pelayanan rawat inap. Untuk ini
di puskesmas dapat dikembangkan pelayanan rawat inap tersebut, yang
6

dalam pelaksanaannya harus memperhatikan berbagai persyaratan


tenaga, sarana dan prasarana sesuai standar yang telah ditetapkan.
(Permenkes No.128 Tahun 2004).

Visi :
Terwujudnya Masyarakat Sehat Yang Mandiri Melalui Pelayanan Prima
dan Bermartabat Di Puskesmas Plered

Misi :
1. Meningkatkan kemampuan, kualitas dan profesionalisme petugas
kesehatan
2. Meningkatkan pelayanan kesehatan yang bermutu
3. Meningkatkan akses pelayanan kepada masyarakat
4. Meningkatkan dan memberdayakan guna mendorong kemandirian
masyarakat dan keluarga dalam pembangunan kesehatan dengan
mengupayakan perilaku hidup bersih dan sehat menjadi kebutuhan
masyarakat
5. Meningkatkan penerapan etika dalam memberikan pelayanan kesehatan
kepada masyarakat

1.4.2 Data Geografi


UPT Puskesmas Plered terletak diatas tanah Desa Tegalsari Kecamatan
Plered Kabupaten Cirebon, yaitu di Jalan Otto Iskandardinata Nomor 40 Plered.
Luas wilayah kerja kecamatan Plered adalah 12,42 km2. Suhu rata-rata di siang
hari 350C - 36 0C. Luas wilayahnya 12,42 km2. Memiliki 6 desa, berada di
kawasan industri meliputi rotan, makanan ringan, batik, meubeler. Dengan
kepadatan penduduk 4474 jiwa/km2.
Sedangkan batas wilayah kerja UPT Puskesmas plered adalah :
Sebelah Barat berbatasan dengan Kecamatan plumbon
Sebelah Utara berbatasan dengan Kecamatan weru.
Sebelah Timur berbatasan dengan Kecamatan kedawung
Sebelah Selatan berbatasan dengan Kecamatan tengah tani
7

Gambaran lebih detil dan riil peta wilayah kerja dan sebaran
pemukiman serta penggunaan lahan lainnya di Kecamatan Plered dapat disajikan
pada peta satelit produksi Google Earth tahun 2010 sebagai berikut:

WotgaliY
Y
Kaliwulu Y Trusmi
Kulon
Tegalsari
Y Y
Trusmi
Wetan

Panembahan
Y

Gambar 1.1 Peta Wilayah Kerja Puskesmas Plered (laporan tahunan


2016)

SITUASI DEMOGRAFI

Tabel 1.1
Data Wilayah Kerja UPT Puskesmas plered Tahun 2016

Luas Jumlah Jumlah Jumlah


No Desa Keterjangkauan
Wilayah RW Rumah KK
1 Panembahan 60 Ha 5 Roda 2,roda 4 1019 1165
Roda 2, roda 4,
2 Trusmi wetan 54,6 Ha 5 500 752
jalan kaki
8

3 Trusmi kulon 58 Ha 4 Roda 2,roda 4 593 922


123,1
4 Wotgali 5 Roda 2,roda 4 1215 1811
Ha
5 Kaliwulu 141 Ha 5 Roda 2,roda 4 2097 2324

6 Tegal sari 147 Ha 7 Roda 2,roda 4 1984 2515

Jumlah 5800 Ha 62 7408 9489


Sumber: data wilayah dan kependudukan kecamatan plered

Tabel 1.2
Data Fasilitas Pelayanaan Kesehatan di Wilayah Kerja
UPT Puskesmas plered Tahun 2016

umum Praktek dokter

Praktek Dokter gigi


Rumah sakit umum

Bidan Desa/kel

Toko obat
Polindes

BP Desa

Apotek
BPS
Puskesmas

NO Desa
Pembantu

Keliling
Umum

1 Panembahan - - 1 - - 1 1 1 1 - - 1

2 T.Wetan - - 1 1 - 1 1 1 1 - - 1

3 T.Kulon - - 1 - - 1 1 - - - - -

4 Wotgali - - 1 1 - 1 1 - 1 - - -

5 Kalliwulu - 1 1 1 - - 1 3 - - - -

6 Tegal sari 1 - 1 1 - 1 1 2 - - - -

Jumlah 1 1 6 4 - 5 6 7 3 - - 2

Sumber data : Data Inventarisasi Fasiltas Pelayanan Kesehatan Puskesmas plered 2016
9

Puskesmas Plered terdiri dari 6 desa yang seluruhnya termasuk desa swakarsa.

Luas wilayah keseluruhan 5,80 Ha. Jarak tempuh ke Puskesmas berkisar antara 0 hingga

7 km dengan waktu tempuh menggunakan kendaraan roda dua antara 15 hingga 20

menit. Semua desa mudah dijangkau baik menggunakan kendaraan roda dua, roda

empat maupun jalan kaki.

Tabel 1.3
Jumlah Penduduk di Wilayah Kerja UPT Puskesmas plered 2016
LUAS JUMLAH JUMLAH PENDUDUK
N NAMA
WILAYAH RW RT KK L P TOTAL
O DESA
( Ha)
1 Panembahan 60 Ha 5 16 1165 2187 2310 4497
2 T.Wetan 54,6 Ha 5 16 752 1302 1215 2517
3 T.Kulon 58 Ha 4 16 922 1472 1450 2992
4 Wotgali 123,1 Ha 5 15 1811 2970 2846 5816
5 Kaliwulu 141 Ha 5 28 2324 4264 4058 8322
6 Tegal sari 147 Ha 7 21 2515 4295 4118 8413
Jumlah 525,7 Ha 31 112 9489 16490 15997 32557
Sumber: Pendataan Penduduk Wilayah Kerja UPT Puskesmas plered tahun 2016

Tabel 1.4
Jumlah Penduduk Miskin
Di Wilayah Kerja Puskesmas Plered Tahun 2016

Jumlah Penduduk Gakin


No Desa Pendud Buli Bay Balit
uk KK Jiwa Bumil
n i a
1 Panembahan 4678 1144 1703 46 39 33 112
2 Trusmi Wetan 2655 739 1053 28 24 22 71
3 Trusmi Kulon 3081 888 1238 27 23 31 75
4 Wotgali 6121 1788 1895 74 59 51 121
5 Kaliwulu 8806 2306 2684 61 62 57 214
10

6 Tegalsari 8873 2462 3126 84 75 74 217


JUMLAH 34214 9.327 11739 320 289 268 810

Jumlah penduduk miskin di wilayah Puskesmas Plered adalah 11.739 jiwa,


jadi ada sekitar 35% penduduk miskin yang tinggal di wilayah Puskesmas Plered.

Tabel 1.5
Jumlah Komposisi Penduduk Menurut Tingkat Pendidikan
Di Wilayah Kerja Puskesmas Plered Tahun 2016
N Blm Tdk SLT SLT
Desa SD DI DII DIII S1 S2 S3
o Sklh Tamat P A

1 Panembahan 460 390 503 165 152 80 60 90 74 7 2


2 Trusmi Wetan 412 37 45 37 85 10 7 82 5 - -
3 Trusmi Kulon 343 23 184 107 89 16 14 11 8 6 -
4 Wotgali 706 322 195 511 331 8 12 7 22 1 -
5 Kaliwulu 425 956 229 976 570 121 75 77 29 - -
6 Tegalsari 753 40 135 97 67 13 5 11 3 1 -
5.1 1.8 1.2
Jumlah 3.099 1.768 248 173 278 141 15 2
25 93 94

Dari tabel di atas dapat dilihat bahwa sebagian besar penduduk belum sekolah
karena usianya masih belum memasuki usia sekolah. Pendidikan yang tertinggi adalah
pendidikan S3.

Tabel 1.6
Jumlah Penduduk Berdasarkan Mata Pencaharian
Di Wilayah Kerja Puskesmas Plered Tahun 2016
Buruh
Pengusaha
Pedagang

Pengrajin

Peternak
Pensiun

N
Petani

ABRI
Angkutan

PNS
Industri

Desa
Tani

1 Panembahan 10 86 3 138 11 630 385 40 3


11

2 Trusmi Wetan 136 39 4 118 36 295 44 43 3


3 Trusmi Kulon 11 24 - 634 8 342 9 45 4
4 Wotgali 127 75 - 96 91 1574 - 65 2
5 Kaliwulu 119 40 - 60 250 24 29 4 4
6 Tegalsari 336 55 9 28 205 4000 237 45 3
JUMLAH 739 329 16 1074 601 6.865 704 242 19 56 2.995

Di wilayah Puskesmas Plered terdapat berbagai macam mata pencaharian


penduduk. Dilihat dari table di atas maka dapat disimpulkan bahwa sebagian besar
penduduk yang bekerja adalah bekerja sebagai buruh industri.

1.4.3 Data Peran Serta Masyarakat


Tabel 1.7
Peran Serta Masyarakat UPT Puskesmas Plered Tahun 2016

Jumlah Kader Dukun Bayi


No Desa Posyand

hTerlati
Ukgmd
Jumlah

Jumlah
Dilatih

Aktif
Aktif

u % % % %

1 Panembahan 7 35 35 100 35 100 0 0 0 0 0

2 T.Wetan 4 20 20 100 20 100 0 0 0 0 0

3 T.Kulon 5 25 25 100 25 100 0 0 0 0 0

4 Wotgali 7 35 35 100 35 100 0 0 0 0 0

5 Kaliwulu 9 53 53 100 100 0 0 0 0 0

6 Tegal sari 9 45 45 100 100 0 0 0 0 0

Jumlah 41 213 213 100 100 0 0 0 0 0


Sumber: Laporan Tahunan Program Promkes UPT Puskesmas plered tahun 2016

Tabel 1.8
Peran Serta Masyarakat UPT Puskesmas plered Tahun 2016
POSYANDU Jumlah
NO Desa
Pratama Madya Purnama Mandiri

1 Panembahan 0 1 3 3 7
12

2 Trusmi wetan 0 1 3 0 4

3 Trusmi kulon 0 0 5 0 5

4 Wotgali 0 3 3 1 7

5 Kaliwulu 0 5 2 2 9

6 Tegal sari 0 3 4 2 9

Jumlah 0 13 20 8 41
Sumber: Laporan Tahunan Program Promkes UPT Puskesmas plered tahun 2016

1.4.4 Data Sekolah


Tabel 1.9
Data Sekolah Di Wilayah UPT Puskesmas Plered Tahun 2016

Jumlah Siswa Jumlah


Jumlah Kader Guru
No Jenis Sekolah Sekolah
Laki Laki Perempuan Sekolah UKS/Dokcil UKS
UKS
1 TK 313 283 8 8 - 3
2 SD/MI 2060 1968 14 14 14 14
3 SMP/MTs 873 958 3 3 - -
4 SMA/MA 1037 236 2 2 - -
JUMLAH TOTAL 4283 3445 27 27 14 17
Sumber: Laporan Tahunan Program UKS UPT Puskesmas plered tahun 2016

1.4.5 Data Ketenagaan


Tabel 1.10
Data Ketenagaan UPT Puskesmas Plered Tahun 2016

No Jenis Ketenagaan Yang Ada Sekarang Status Kepegawaian


I Puskesmas
1 Dokter 2 PNS
2 Dokter Gigi 1 PNS
3 Sarjana (S1/D4) 17 PNS 15, Sukwan 2
4 D3 :
5 Akper
6 Akbid
7 Akademi Gizi 1 PNS 1
13

8 Perawat SPK 1 PNS


9 Perawat Gigi 2 PNS, Sukwan
10 Sanitarian 2 PNS 2
11 Tenaga Lab 2 PNS 1,Sukwan 1
12 Pengelola Obat 3 PNS 1,sukwan 2
Sumber: Data Perencanaan UPT Puskesmas plered tahun 2016

1.4.6 Data Kunjungan Pasien


Tabel 1.11
Data Kunjungan UPT Puskesmas Plered tahun 2016
No Jenis Pelayanan Jumlah
1 Umum 40446
2 Bpjs 27690
TOTAL 68138
Sumber: R1 Loket Puskesmas plered tahun 2106

BAB II
PELAKSANAAN KEGIATAN

2.1 Program Kegiatan


Upaya kesehatan yang diselenggarakan di Puskesmas terdiri dari Upaya
Kesehatan Wajib dan Upaya Kesehatan Pengembangan. Upaya Kesehatan Wajib
14

merupakan upaya kesehatan yang dilaksanakan oleh seluruh Puskesmas di Indonesia.


Sedangkan Upaya Kesehatan Pengembangan adalah upaya kesehatan yang
ditetapkan berdasarkan permasalahan kesehatan yang ditemukan di masyarakat
setempat serta disesuaikan dengan kemampuan Puskesmas. Upaya ini memberikan
daya ungkit paling besar terhadap keberhasilan pembangunan kesehatan melalui
peningkatan Indeks Pembangunan Manusia (IPM), serta merupakan kesepakatan
global maupun nasional.
Yang termasuk dalam Upaya Kesehatan Wajib adalah :
a Promosi Kesehatan
b Kesehatan Lingkungan
c KIA dan KB
d Perbaikan Gizi Masyarakat
e Upaya P2M
f Pengobatan
Yang termasuk Upaya Kesehatan Pengembangan adalah :
a Upaya Kesehatan sekolah
b Upaya Kesehatan Olah Raga
c Perkesmas
d Upaya Kesehatan Kerja
e Upaya Kes. Gigi dan Mulut
f Upaya Kes. Jiwa
g Upaya Kes. Indra
h Upaya Kes. Usila
i Upaya Kesehatan Tradisional

2.2 Penilaian Cakupan Pelayanan Upaya Kesehatan Wajib dan Pengembangan


2.2.1 Upaya Kesehatan Wajib
Tabel 2.1 Pencapaian Upaya Promkes
JENIS PENCA- CAKUPAN KINERJA
No. SASARAN TARGET
KEGIATAN PAIAN (4/3 X 100%) (5/6 X 100%)
1 2 3 4 5 6 7.0
A. UPAYA
PROMOSI
KESEHATA
N
PROMOSI
KESEHATA
N DALAM
15

GEDUNG

1 Cakupan
Komunikasi
Interpersonal 68,138 3,156 4.63 5.00 92.64
dan Konseling
(KIP/K)
2 Cakupan
Penyuluhan
kelompok oleh
96 113 117.71 100.00 117.71
petugas di
dalam gedung
Puskesmas
3 Cakupan
Institusi
3 3 100.00 100.00 100.00
Kesehatan ber-
PHBS
PROMOSI
KESEHATAN
LUAR
GEDUNG
4 Cakupan
Pengkajian
dan
Pembinaan
1,983 504 25.42 65.00 39.10
PHBS di
Tatanan
Rumah
Tangga
5 Cakupan
Pemberdayaan
Masyarakat
melalui
492 461 93.60 100.00 93.60
Penyuluhan
Kelompok
oleh Petugas
di Masyarakat
6 Cakupan
Pembinaan
UKBM dilihat
melalui
41 28 68.29 65.00 105.07
persentase (%)
Posyandu
Purnama &
Mandiri
7 Cakupan 6 6 100.00 60.00 166.67
Pembinaan
Pemberdayaan
Masyarakat
dilihat melalui
Persentase (%)
Desa Siaga
Aktif (untuk
Kabupaten)/
RW Siaga
16

Aktif (untuk
kota)

8 Cakupan
Pemberdayaan
Individu/
Keluarga 3,156 1,082 34.28 50.00 68.57
melalui
Kunjungan
Rumah
CA
KU
PAN
VA 67.99 97.92
RIA
BEL
1.A.

Tabel 2.2 Pencapaian Upaya Kesling

CAKUPA
KINERJA
JENIS SASARA PENCAPAIA N TARGE
No.
KEGIATAN N N (4/3 X T (5/6 X
100%) 100%)
1 2 3 4 5 6 7.0
B. UPAYA
KESEHATAN
LINGKUNGA
N
1 Cakupan
Pengawasan 7,408 4,191 56.57 75.00 75.43
Rumah Sehat
2 Cakupan
Pengawasan
7,062 4,792 67.86 80.00 84.82
Sarana Air
Bersih
3 Cakupan
Pengawasan 6,355 4,792 75.41 75.00 100.54
Jamban
4 Cakupan
pengawasan 7,062 4,792 67.86 75.00 90.47
SPAL
5 Cakupan
Pengawasan
136 107 78.68 75.00 104.90
Tempat-Tempat
Umum (TTU)
6 Cakupan
Pengawasan
Tempat
48 37 77.08 75.00 102.78
Pengolahan
Makanan
(TPM)
17

7 Cakupan
Pengawasan 114 93 81.58 75.00 108.77
Industri
8 Cakupan
Kegiatan Klinik 3,122 725 23.22 25.00 92.89
Sanitasi
CAKUPA
N
66.03 95.08
VARIABE
L 1.B.

Table 2.3 Pencapaian Upaya KIA dan KB

CAKUPAN KINERJA
JENIS SASARA PENCAPAIA TARGE
No. (4/3 X (5/6 X
KEGIATAN N N T
100%) 100%)
1 2 3 4 5 6 7.0
C. UPAYA KIA
& KB
KESEHATA
N IBU
1 Cakupan
Kunjungan Ibu 777 755 97.00 95.00 102.11
Hamil K4
2 Cakupan
Pertolongan
Persalinan 741 709 95.68 90.00 106.31
oleh Tenaga
Kesehatan
3 Cakupan
Komplikasi
156 231 148.08 80.00 185.10
Kebidanan
yang ditangani
4 Cakupan
Pelayanan 741 702 94.74 90.00 105.26
Nifas
KESEHATA
-
N ANAK
5 Cakupan
Kunjungan
706 708 100.28 90.00 111.43
Neonatus 1
(KN1)
6 Cakupan
Kunjungan
Neonatus 706 705 99.86 90.00 110.95
Lengkap (KN
Lengkap)
7 Cakupan
deteksi resiko 156 266 170.51 100.00 170.51
Ibu hamil
8 Cakupan 106 129 121.70 100.00 121.70
Neonatus
18

dengan
Komplikasi
yang ditangani
9 Cakupan
Kunjungan 706 693 98.16 90.00 109.07
Bayi
10 Cakupan
Pelayanan 2,055 1,996 97.13 90.00 107.92
Anak Balita
11 KELUARGA
BERENCAN
A
12 Cakupan
Peserta KB 7,194 5,508 76.56 75.00 102.09
Aktif
CAKUPAN
VARIABE 102.92 116.19
L 1.C.

2.4 Pencapaian Upaya Perbaikan Gizi

CAKUPA
KINERJA
JENIS SASARA PENCAPAIA N TARGE
No.
KEGIATAN N N (4/3 X T (5/6 X
100%) 100%)
1 2 3 4 5 6 7.0
D. UPAYA
PERBAIKAN
GIZI
MASYARAKA
T
1 Cakupan
Keluarga Sadar 96 108 112.50 80.00 140.63
Gizi
2 Cakupan Balita
2,347 2,691 114.66 85.00 134.89
Ditimbang (D/S)
3 Cakupan
Distribusi
Kapsul Vitamin 636 680 106.92 90.00 118.80
A bagi Bayi (6-
11 bulan)
4 Cakupan
Distribusi
Kapsul Vitamin
1,850 2,194 118.59 90.00 131.77
A Bagi Anak
Balita (12-59
bulan)
5 Cakupan
Distribusi
667 743 111.39 90.00 123.77
Kapsul Vitamin
A bagi Ibu Nifas
19

6 Cakupan
Distribusi Tablet
699 755 108.01 90.00 120.01
Fe 90 tablet
pada ibu hamil
7 Cakupan
Distribusi MP-
247 71 28.74 100.00 28.74
ASI Baduta
Gakin
8 Cakupan balita
gizi buruk
4 4 100.00 100.00 100.00
mendapat
perawatan
9 Cakupan ASI
658 312 47.42 80.00 59.27
Eksklusif
CAKUPAN
VARIABE 94.25 106.43
L 1.D.

2.5 Pecapaian Upaya P2M


CAKUPA KINERJ
SASARA PENCAPAIA N TARGE A
No. JENIS KEGIATAN
N N (4/3 X T (5/6 X
100%) 100%)
1 2 3 4 5 6 7.0
E. UPAYA PENCEGAHAN &
P2M
PELAYANAN IMUNISASI
DASAR
1 Cakupan BCG
706 692 98.02 98.00 100.02
2 Cakupan DPTHB 1
706 682 96.60 98.00 98.57
3 Cakupan DPTHB 3
706 631 89.38 90.00 99.31
4 Cakupan Polio 4
706 731 103.54 90.00 115.05
5 Cakupan Campak
706 726 102.83 90.00 114.26
PELAYANAN IMUNISASI
LANJUTAN
6 Cakupan BIAS DT
631 617 97.78 95.00 102.93
7 Cakupan BIAS TT
1,393 1,378 98.92 95.00 104.13
8 Cakupan BIAS Campak
641 630 98.28 95.00 103.46
9 Cakupan Pelayanan
777 772 99.36 90.00 110.40
Imunisasi Ibu Hamil TT2+
10 Cakupan Desa/ Kelurahan
Universal Child 6 6 100.00 100.00 100.00
Immunization (UCI)
20

11 Cakupan Sistem
52 52 100.00 90.00 111.11
Kewaspadaan Dini
12 Cakupan Surveilans Terpadu
12 12 100.00 100.00 100.00
Penyakit
13 Cakupan Pengendalian KLB
3 3 100.00 100.00 100.00
PENEMUAN DAN
PENANGANAN
PENDERITA PENYAKIT
14 Cakupan Penderita
325 227 69.85 86.00 81.22
Peneumonia Balita
15 Cakupan Penemuan Pasien
40 16 40.00 80.00 50.00
baru TB BTA Positif
16 Cakupan Kesembuhan
52 24 46.15 85.00 54.30
Pasien TB BTA Positif
17 Cakupan Penderita DBD
2,875 2,368 82.37 95.00 86.70
yang ditangani
18 Cakupan Penemuan
8,901 1,192 13.39 75.00 17.86
Penderita Diare
CAKUPAN
VARIABE 85.36 91.63
L 1.E.

2.6 Pencapaian Upaya Pengobatan


CAKUPAN KINERJA
SASARA PENCAPAIA TARGE
No. JENIS KEGIATAN (4/3 X (5/6 X
N N T
100%) 100%)
1 2 3 4 5 6 7.0
F. UPAYA
PENGOBATAN
1 Kunjungan Rawat
99,238 99,238 100.00 100.00 100.00
Jalan
2 Kunjungan Rawat
1,299 5,675 436.87 100.00 436.87
Jalan Gigi
3 Cakupan jumlah
seluruh Pemeriksaan
68,138 6,436 9.45 20.00 47.23
Laboratorium
Puskesmas
4 Cakupan Jumlah
Pemeriksaan
6,436 333 5.17 10.00 51.74
Laboratorium yang
dirujuk
CAKUPAN
VARIABE 137.87 158.96
L 1.F.
CAKUPAN
VARIABE 92.40 111.03
L 1.
21

2.2.2 Upaya Kesehatan Pengembangan


Tabel 2.7 Pecapaian Upaya Kesehatan ke Sekolah
TARGE CAKUPA KINERJ
JENIS T PENCAPAI N TARGE A
No.
KEGIATAN SASARA AN (4/3 X T (5/6 X
N 100%) 100%)
1 2 3 4 5 6 7
II. UPAYA
KESEHATAN
PENGEMBANG
AN
A. UPAYA
KESEHATAN
SEKOLAH
1 Cakupan Sekolah
(SD/MI/
sederajat) yang
14 14 100.00 100.00 100.00
melaksanakan
penjaringan
Kesehatan
CAKUPA
N
100.00 100.00
VARIABE
L 2.A.

Tabel 2.8 Pecapaian Upaya Kesehatan Olah Raga

CAKUPA KINERJ
TARGET
JENIS PENCAPAIA N TARGE A
No. SASARA
KEGIATAN N (4/3 X T (5/6 X
N
100%) 100%)
1 2 3 4 5 6 7
B. UPAYA
KESEHATAN
OLAH RAGA
1 Cakupan
Pembinaan
30 30 100.00 100.00 100.00
Kelompok
Olahraga
CAKUPA
N
100.00 100.00
VARIABE
L 2.B.

Tabel 2.9 Pencapaian Upaya Perawatan Kesehatan Masyarakat


22

CAKUPA KINERJ
TARGET
JENIS PENCAPAIA N TARGE A
No. SASARA
KEGIATAN N (4/3 X T (5/6 X
N
100%) 100%)
1 2 3 4 5 6 7
C. UPAYA
PERAWATAN
KES. MASY.
1 Cakupan Keluarga
Dibina (Keluarga 3,764 104 2.76 2.60 106.27
Rawan)
2 Cakupan Keluarga
Rawan Selesai 87 84 96.55 88.00 109.72
Dibina
3 Cakupan Keluarga
87 88 101.15 88.00 114.94
Mandiri III
CAKUPA
N
66.82 110.31
VARIABE
L 2.C.

Tabel 2.10 Pencapaian Upaya Kesehatan Kerja

KINERJ
CAKUPAN
TARGET PENCAPAIA TARGE A
No. JENIS KEGIATAN
SASARAN N (4/3 X T (5/6 X
100%) 100%)
1 2 3 4 5 6 7
D. UPAYA
KESEHATAN
KERJA
1 Cakupan Pembinaan
1 1 100.00 100.00 100.00
Pos UKK
2 Cakupan Penanganan
Penyakit Akibat Kerja
(PAK) dan Panyakit 296 296 100.00 100.00 100.00
Akibat Hubungan
Kerja (AHK)
CAKUPAN
VARIABE 100.00 100.00
L 2.D.

Tabel 2.11 Pencapaian Upaya Kesehatan Gizi dan Mulut

CAKUPA
TARGET KINERJA
JENIS PENCAPAIA N TARGE
No. SASARA
KEGIATAN N (4/3 X T (5/6 X
N
100%) 100%)
1 2 3 4 5 6 7
E. UPAYA KES.
GIGI &
23

MULUT

1 Cakupan
Pembinaan
24 33 137.50 60.00 229.17
Kesehatan Gigi
di Masyaakat
2 Cakupan
Pembinaan
8 8 100.00 80.00 125.00
Kesehatan Gigi
di TK
3 Cakupan
Pembinaan
Kesehatan Gigi 11 14 127.27 80.00 159.09
dan Mulut di SD/
MI
4 Cakupan
Pemeriksaan
Kesehatan Gigi 476 490 102.94 80.00 128.68
dan Mulut Siswa
TK
5 Cakupan
Pemeriksaan
Kesehatan Gigi 1,654 1,574 95.16 80.00 118.95
dan Mulut Siswa
SD
6 Cakupan
Penanganan
Siswa TK yang
195 18.46 18.46
Membutuhkan 36 100.00
Perawatan
Kesehatan Gigi
7 Cakupan
Penanganan
Siswa SD yang
741 47.50 47.50
Membutuhkan 352 100.00
Perawatan
Kesehatan Gigi
CAKUPA
N
89.83 118.12
VARIABE
L 2.E.

Tabel 2.12 Pencapaian Upaya Kesehatan Jiwa

CAKUPAN KINERJA
JENIS TARGET
No. PENCAPAIAN (4/3 X TARGET (5/6 X
KEGIATAN SASARAN
100%) 100%)
F. UPAYA
KESEHATAN
JIWA
1 Cakupan Deteksi
Dini Gangguan 17,613 7,657 43.47 100.00 43.47
Kesehatan Jiwa
24

2 Cakupan
Penanganan
Pasien Terdeteksi 600 600 100.00 100.00 100.00
Gangguan
Kesehatan Jiwa
CAKU
PAN
VARIA 71.74 71.74
BEL
2.F.

Tabel 2.13 Pencapaian Upaya Kesehatan Indra

CAKUPAN KINERJA
JENIS TARGET
No. PENCAPAIAN (4/3 X TARGET (5/6 X
KEGIATAN SASARAN
100%) 100%)
G. UPAYA
KESEHATA
N INDRA
KESEHATA
N MATA
1 Cakupan
Skrining
Kelainan/
3,161 1,981 62.67 80.00 78.34
gangguan
refraksi pada
anak sekolah
2 Cakupan
Penanganan
kasus 22 100.00 100.00
22 100.00
kelaianan
refraksi
3 Cakupan
skrining 9,662 2,377 24.60 100.00 24.60
katarak
4 Cakupan
Penanganan
175 2 1.14 100.00 1.14
Penyakit
Katarak
5 Cakupan
rujukan
gangguan
penglihatan 17 17 100.00 100.00 100.00
pada kasus
Diabetes
Militus ke RS
6 Cakupan 643 620 96.42 80.00 120.53
Kegiatan
Penjaringan
Penemuan
Kasus
Gangguan
Pendengaran
25

di SD/MI

7 Cakupan
Kasus
Gangguan
69 69 100.00 100.00 100.00
Pendengaran
di SD/MI
yang ditangani
CAKU
PAN
VARIA 69.26 74.94
BEL
2.G.

Tabel 2.14 Pencapaian Upaya Kesehatan Usia Lanjut

CAKUPA
TARGET KINERJA
JENIS PENCAPAIA N TARGE
No. SASARA
KEGIATAN N (4/3 X T (5/6 X
N
100%) 100%)
1 2 3 4 5 6 7
H. UPAYA
KESEHATAN
USIA LANJUT
1 Cakupan
Pelayanan
8,719 1,201 13.77 70.00 19.68
Kesehatan Usia
Lanjut
2 Cakupan
Pembinaan Usia
Lanjut pada 6 8 133.33 100.00 133.33
Kelompok Usia
lanjut
CAKUPA
N
73.55 76.51
VARIABE
L 2.H.

Tabel 2.15 Pencapaian Upaya Kesehatan Tradisional

CAKUPA
TARGET KINERJA
JENIS PENCAPAIA N TARGE
No. SASARA
KEGIATAN N (4/3 X T (5/6 X
N
100%) 100%)
1 2 3 4 5 6 7
I. UPAYA
KESEHATAN
TRADISIONAL
1 Cakupan 100 100
Pembinaan 68 68 .00 100.00 .00
Upaya Kesehatan
26

Tradisional
(Kestrad)
2 Cakupan
Pengobat
0 0 0 0 0
Tradisional
Terdaftar/ berijin
3 Cakupan
Pembinaaan
100 100
Kelompok Taman
2 2 .00 100.00 .00
Obat Keluarga
(TOGA)
CAKUPAN
66. 66.
VARIABE
67 67
L 2.I.
CAKUPAN
VARIABE 81.99 90.92
L 2.

2.3 Pencapaian Program


2.3.1 Pencegahan & Pemberantasan Penyakit (P2P)
2.3.1.1 Surveilans Terpadu
Surveilans merupakan program yang paling penting untuk
mengetahui situasi derajat kesehatan dan yang kemudian dihasilkan
prediksi-prediksi kejadian penyakit maupun upaya yang harus dilakukan
untuk mengeliminir kejadian penyakit di wilayah kerja maupun digunakan
puskesmas lain melalui cross notification. Program surveilans terpadu dalam
pendataan sudah menggunakan kombinasi manual dan otomasi komputer,
sehingga data yang diperoleh dapat lebih menggambarkan keadaan
sesungguhnya, dalam proses kerja pendataan, yaitu setiap hari pasca
pelayanan seluruh data dikumpulkan dan dikelompokan oleh seorang yang
ditugasi khusus merekap data. Sumber data berasal dari pelayanan BP
Puskesmas, Pustu dan Pusling. Untuk tahun 2016 ini kasus terbanyak adalah
Gangguan kulit dan jaringan subkutan serbanyak 10.183 kasus disusul
dengan demam Myalgia sebanyak 9.183 kasus.

Tabel 2.16
Sepuluh Penyakit Tertinggi di Puskesmas Plered
Tahun 2016
27

10 Besar Penyakit Pasien Rawat Jalan UPT Puskesmas Plered Tahun 2016
Kode
No Nama Penyakit Jumlah
Penyakit
1 Myalgia M79.1 15896
2 Other dermatitis L98 14228
3 Gastritis K29 12438
4 Infeksi saluran nafas non spesifik J06 12209
5 Gigi K04 3914
6 Demam R50 3802
7 Hipertensi I10 3572
8 DM E11 2014
9 Diare A09 1493
10 Faringitis K30 592
Sumber: Laporan LB 1 UPT Puskesmas Plered Tahun 2016

Pola tersebut sering berubah setiap bulannya tergantung kondisi cuaca dan
iklim. Tetapi untuk kurun waktu satu tahun pola penyakit relatif tidak berubah yang
menunjukkan bahwa belum ada perubahan yang nyata dari perilaku hidup
masyarakat. Karena penyakit-penyakit tersebut dipengaruhi oleh faktor lingkungan
dan determinannya seperti perilaku dan kesadaran masyarakat terhadap pola hidup
bersih sehat.

1. Program Imunisasi

Indicator penting imunisasi Universal Child Imunization (UCI) Desa adalah


80% sasaran bayi dapat di imunisasi BCG,DPT 3 Polio 4 dan campak pada suatu
desa. Pada tahun 2016 ini seluruh desa mencapai target UCI. Adapun situasi
cakupan Program Imunisasi di Puskesmas Plered pada tahun 2016 adalah sebagai
berikut :

Grafik 1
Cakupan program Imunisasi Puskesmas Plered tahun 2016
28

IMUNISASI

Campak 95%

Polio 4 102%

DPT-Hb 3 98%

BCG 99%

90% 92% 94% 96% 98% 100% 102% 104%

2. Program P2 TB Paru

Penemuan kasus TB Paru BTA (+) pada tahun 2016 mencapai 24 kasus dari
perkiraan 35 kasus, sedangkan penemuan suspek TB Paru belum mencapai target
100% dengan Succes Rate (SR) sebesar 200 dan CDR sebesar 138,24.

Grafik 2
Penanganan kasus TB Paru
Puskesmas Plered tahun 2016
29

TB PARU

Pengobatan Lengkap 35

Kesembuhan 13

TB BTA (+) diobati 24

TB BTA (+) 24

TB Paru Klinis 17

Perkiraan Kasus 35

0 5 10 15 20 25 30 35

3. Program P2 Kusta

Penemuan kasus Kusta baru tahun 2016 sebanyak 3 pasien, yang seluruhnya
merupakan kasus kusta MB.

Grafik 3
Penemuan kasus kusta baru
30

KUSTA

Cacat

Tipe MB

Tipe PB

Kasus Baru

0 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10
P
uskesmas Plered tahun 2016

4. Program P2 ISPA

Cakupan program P2 ISPA dengan diagnosa Pneumonia berdasarkan pendataan


dari kunjungan kasus ke Puskesmas dalam wilayah kerja pada tahun 2016 ini diketahui
mencapai 62,5% (203 kasus) dari perkiraan 325 kasus.
Tabel 2.17
Data jumlah penderita Pneumonia di tiap desa tahun 2016
Penderita
Perkiraan Pneumonia
No Desa
penderita ditemukan &
ditangani
1 Panembahan 42 31
2 Trusmi Wetan 26 13
3 Trusmi Kulon 32 23
4 Wotgali 58 31
5 Kaliwulu 84 37
6 Tegalsari 83 68
Jumlah 325 203
31

5. Program P2 Diare

Coverage kasus Diare Tahun 2016 berdasarkan penataan dari kunjungan kasus
ke Puskesmas dalam wilayah kerja mencapai 10,1% (1357 kasus). Gambaran
coverage per desa dapat dilihat pada grafik di bawah ini:

Grafik 4
Cakupan Kasus Diare di Puskesmas Plered tahun 2016

4000
3466 3432
3500
3000
2500 2386

2000 1726
1500 1306 Perkiraan Kasus
1065
1000 Kasus Diare ditangani

304 427
500 198 136 172
123
0

6. Program P2 DBD
Angka kejadian penyakit DBD di pukesmas Plered dari tahun ketahun masih
tinggi. Dan peran masyarakat dalam mencegah kejadian-kejadian kasus DBD
seperti PSN masih kurang ditunjang dengan angka ABJ masih dibawah 95%, dan
kebersihan lingkungan masih kurang.
Berdasarkan besaran masalah DBD tersebut di atas, maka diperlukan
intervensi program untuk mengatasi masalah-masalah terebut. Kegiatan intervensi
tersebut diharapkan dapat meningkatkan cakupan sesuai dengan target yang telah
ditetapkan minimalnya, bahkan diharapkan sekali mencapai di atas target.
32

Coverage kasus DBD Tahun 2016 ditemukan 11 kasus dengan kematian 0


(CFR=0%) dari target CFR <1%. Angka bebas jentik (ABJ) pada wilayah kasus
diketahui sebesar antara 90,97%. Berikut grafik penyebaran penderita DBD dan
ABJ.
Grafik 5
Penyebaran penderita DBD
Puskesmas Plered tahun 2016

P2 DBD

Tegalsari; 3
Panembahan; 5

Kaliwulu; 1
Trusmi Kulon; 2

Grafik 6
Angka Bebas Jentik tiap desa tahun 2016
33

Tabel 2.18
Stratifikasi DBD Th, 2016
Berdasarkan Kasus DBD

N Stratifikas
Desa 2013 2014 2015 Hi
o i

Panembaha
1 3 7 2 7 Endemis
n

Trusmi
2 0 0 0 6 Bebas
Wetan

Trusmi
3 3 32 2 7 Endemis
Kulon

4 Wotgali 4 43 2 11 Endemis

5 Kaliwulu 4 47 8 4 Endemis

6 Tegalsari 1 14 9 19 Endemis

Puskesmas 15 23 23 9 Endemis
34

Dilihat dari table 2.18 tersebut menunjukan status DBD di wiliyah kerja
Puskesmas masih endemis, dilihat kejadian DBD dari tahun ketahun masih tinggi.
Berdasarkan dari 3 tahun ke belakang.

Tabel 2.19
Hasil Pemeriksaan Jentik Berkala Tahun 2016 Berdasarkan Desa

RUMAH YG JENTIK
NO DESA ABJ% HI%
DIPERIKSA POSITIF
1 PANEMBAHAN 475 56 88,21 11,78
2 TRUSMI WETAN 450 72 84 16
3 TRUSMI KULON 475 81 82,94 17,05
4 WOTGALI 500 94 81,2 18,8
5 KALI WULU 450 104 76,88 23,11
6 TEGAL SARI 525 100 80,95 19,05
PUSKESMAS 2875 507 82,36 17,63
Dilihat dari table 4.1 di atas ternyata hasil ABJ di setiap desa belum tercapai

Tabel 2.20
Penderita DBD Tahun 2016 Berdasarkan Desa

NO DESA PENDERITA MENINGGAL IR CFR


1 PANEMBAHAN 4 0 88,94 0
2 TRUSMI WETAN 3 0 158,91 0
3 TRUSMI KULON 13 0 444,900 0
4 WOTGALI 19 3 326,685 16,666
5 KALI WULU 15 0 180,45 0
6 TEGAL SARI 23 0 225,84 0
PUSKESMAS 77 3 209,31 3,89

Dilihat dari tabel 2.20 di atas ternyata ada peningkatan kasus DBD pada Th. 2015,
dan hampir semua desa ditemukan kasus DBD hanya desa Trusmi Wetan yang tidak
ditemukan kasus DBD.

7. Program P2 PMS & HIV- AIDS

Coverage kasus Penyakit Menular Seksual berdasarkan pendataan dari


kunjungan kasus ke Puskesmas, pustu dan pusling dalam wilayah kerja diketahui
sebesar 17 kasus
35

8. Program P2 Malaria

Belum ditemukan adanya kasus Malaria dari kunjungan ke Puskesmas dalam


wilayah kerja.

9. Flu Burung

Belum ditemukan adanya kasus Flu Burung dari kunjungan ke Puskesmas dalam
wilayah kerja.

2.3.2 Kesehatan Keluarga


2.3.2.1 Program Kesehatan Ibu Dan Anak
Cakupan kunjungan K1 yaitu kunjungan/kontak pertama kali ibu hamil
dengan tenaga kesehatan tanpa melihat umur kehamilan, baik di dalam maupun
di luar gedung puskesmas seperti Posyandu, Polindes, Kunjungan Rumah,
Rumah Sakit, Sarana Pelayanan Kesehatan Swasta di wilayah kerja Puskesmas,
untuk mendapatkan pelayanan antenatal. Pelayanan kesehatan ibu hamil pada
saat kunjungan pertama (K1) mendapatkan pelayanan antenatal minimal 5 T
(timbang, tensi, tinggi fundus, tablet Fe dan Imunisasi Tetanus Toxoid).Tahun
2012 cakupan K1 di Puskesmas Plered mencapai 99,7% atau sebanyak 772
kunjungan dari estimasi sasaran ibu hamil sebanyak 774.
Pelayanan K4 yaitu pelayanan pada ibu hamil minimum 4 kali
memeriksakan kehamilannya yaitu 1 kali trimester II dan 2 kali pada trimester
III dengan memenuhi criteria 5 T. Cakupan K4 di Puskesmas Plered pada tahun
2016 mencapai 94,6% atau sebanyak 732 kunjungan. Berikut ini grafik
kunjungan K1 dan K4 menurut desa di Puskesmas Plered tahun 2016.

Grafik 7
Cakupan K1 dan K4
Puskesmas Plered Tahun 2016
36

104%
104.00%
102.00% 100%
100.00% 98% 99% 99%
98%
98.00% 95.70%
94.50% 94.60% 94.70% 94.90%
96.00% K1 93.60% K4
94.00%
92.00%
90.00%
88.00%
Panembahan Trusmi Wetan Trusmi Kulon Wotgali Kaliwulu Tegalsari

Kekurangan asupan zat besi pada ibu hamil bisa berakibat buruk bagi ibu
dan janin. Penanganan defisiensi zat besi dengan pemberian suplemen tablet besi
dan efektif untuk meningkatkan kadar Fe/besi dalam jangka waktu pendek.
Cakupan pemberian tablet besi pada ibu hamil di Puskesmas Plered pada tahun
2012 adalah Fe1 mencapai 99,74% atau 772 orang. Sedangkan pemberian Fe3
mencapai 94,70% atau sebanyak 733 orang.
Berikut ini grafik cakupan pemberian Fe1 dan Fe3 pada ibu hamil di
Puskesmas Plered tahun 2016.

Grafik 8
Cakupan Pemberian Fe1 dan Fe3
Puskesmas Plered Tahun 2016

104%
104.00%
102.00% 100%
99% 99%
100.00% 98% 98%
98.00% 95.65%
94.59% 94.71% 94.71% 94.90%
96.00% 93.64% Fe1 Fe3

94.00%
92.00%
90.00%
88.00%
Panembahan Trusmi Wetan Trusmi Kulon Wotgali Kaliwulu Tegalsari
37

Cakupan persalinan ditolong tenaga kesehatan tahun 2016 mencapai


94,30% atau sebanyak 697 orang. Berikut ini grafik cakupan linakes Puskesmas
Plered tahun 2016.

Grafik 9
Cakupan Linakes
Puskesmas Plered Tahun 2016
100%

100% 97%
98% 96% 95%
96%
94% 92%
92% 89%
90%
88%
86%
84%
82%
Panembahan Trusmi Wetan Trusmi Kulon Wotgali Kaliwulu Tegalsari

Kunjungan Neonatus (KN) adalah pesentase neonatal (bayi kurang dari


satu bulan) yang memperoleh pelayanan kesehatan. Hal ini karena bayi hingga
usia kurang dari 1 bulan mempunyai resiko gangguan kesehatan yang paling
tinggi. Cakupan KN1 pada tahun 2012 di Puskesmas Plered mencapai 100%
atau sebanyak 695. Sedangkan cakupan KN lengkap sebesar 98,8% atau
sebanyak 687. Berikut ini grafik pencapaian KN di Puskesmas Plered.
Grafik 10
Cakupan KN
Puskesmas Plered Tahun 2016
38

100% 100%
100.00% 100%
100.00% 100%99.20% 100%98.90% 99.40%
95.90%
100%
90%
80%
70%
60%
50% KN1 KN3
40%
30%
20%
10%
0%
Panembahan Trusmi Wetan Trusmi Kulon Wotgali Kaliwulu 0%
Tegalsari

2.3.2.2 Keluarga Berencana

Situasi pelayanan keluarga berencana digambarkan melalui cakupan


peserta KB aktif dan peserta KB baru. Pencapaian KB aktif pada tahun 2016 di
Puskesmas Plered mencapai 78.1% atau sebanyak 4587 dari jumlah PUS
sebanyak 5502. Sedangkan cakupan KB baru pada tahun 2016 mencapai 74,17%
atau sebanyak 669 orang. Berikut ini grafik cakupan KB tahun 2016.

Grafik 12
Jenis Kontrasepsi Peserta KB Puskesmas Plered Tahun 2016

1% 3% 1% 4%
4%
26%

IUD MOP MOW Implan Suntik Pil Kondom


61%

2.3.3 Program Lansia


Kelompok Lanjut Usia di Kecamatan Plered yang dilakukan pembinaan
terdata di tahun 2012 sebanyak 8 kelompok. Adapun coverage program USILA
39

cenderung ada peningkatan dari tahun 2016, yaitu pembinaan pada kelompok
usia lanjut mencapai 49,04% ( 3265 orang ) dari sasaran sebanyak 6658 orang.
Grafik 13
Program Lansia Puskesmas Plered tahun 2016

1800
1600
1400
1200
1000
800 Jumlah Usila
600 Mendapat pelayanan
400 kesehatan
200
0

2.3.4 Program UKS


Coverage program UKS, yaitu pembinaan pada murid TK, anak sekolah
dasar (SD) dan SLTP mencapai 100%, semuanya ada peningkatan dari tahun
sebelumnya, hanya pengkaderan UKS baru mencapai 42 orang.
Grafik 13
Program UKS Puskesmas Plered tahun 2016
Tegalsari 73 68

Kaliwulu 121 93

Wotgali 19 25
Perempuan
Trusmi Kulon 1512
Laki-laki
Trusmi Wetan 74 70

Panembahan 77 83

0 50 100 150 200 250


40

2.3.5 Program Perbaikan Gizi Masyarakat


Keberadaan Posyandu di Wilayah Puskesmas Plered sebanyak 39
posyandu mulai dimanfaatkan secara optimal oleh masyarakat Untuk
mengetahui keadaan status gizi di masyarakat dengan mengetahui status gizi
pada masyarakat rentan yaitu bayi, balita dan ibu hamil. Upaya pemantauan
dilakukan dengan banyak cara. Penimbangan balita di posyandu, pengukuran
lingkar lengan ibu hamil, dan deteksi tumbuh kembang bayi dan balita. Selain
itu juga dilakukan penimbangan balita serentak pada bulan Agustus untuk
mengetahui status gizi balita suatu masyarakat pada saat tertentu.
Berdasarkan penimbangan balita di posyandu, pada tahun 2016 jumlah
balita yang ditimbang pada tahun 2016 di Puskesmas Plered adalah 2.889
(86,4%) dari estimasi sasaran balita umur 0-5 tahun yang ada yaitu 3056 orang.
Jumlah balita naik berat badannya saat penimbangan mencapai 1646 (62,3%).
Balita yang di bawah garis merah sebanyak 119 (4,5%).
Pemberian vitamin A sebanyak 2 kali pada anak balita 1-4 tahun
sebanyak 2451 (100%). Pemberian vitamin A pada bayi dan balita dilakukan dua
kali dalam setahun yaitu bulan Februari dan Agustus.
Grafik 14
Cakupan Balita ditimbang Puskesmas Plered tahun 2016
41

800
700
600
500
400
Jml.Balita
300
D/S
200 N/D
100
0

2.3.5 Promosi Kesehatan


Perkembangan pembentukan Desa Siaga pada tahun 2016 sudah seluruh
desa (6 desa) yang ada di Wilayah Puskesmas Plered. Hal ini berkaitan dengan
indikator Desa Siaga, yaitu:1. Forum masyarakat desa, 2. Sarana yankesdas &
sistim rujukan, 3. UKBM yang dikembangkan, 4. Sistim surveilans penyakit
berbasis masyarakat, 5. Sistim kegawatdaruratan berbasis masyarakat, 6. Upaya
terwujudnya lingkungan sehat, 7. Upaya terwujudnya PHBS, dan 8. Upaya
terwujudnya KADARZI., serta adanya sekretariat Desa Siaga.

Tabel 2.21
Kegiatan Penyuluhan Kesehatan Di Puskesmas Plered
Tahun 2016
Jumlah
No Desa Penyuluhan
Kelompok
1 Panembahan 84
2 Trusmi Wetan 48
3 Trusmi Kulon 60
4 Wotgali 84
42

5 Kaliwulu 85
6 Tegalksari 72
Total 433

Grafik 15
2500
2000
1500
1000
500 Jumlah Rumah Tangga Dipantau Ber-PHBS
0

Pencapaian Rumah Tangga Ber-PHBS Tahun 2016

2.3.6 Program Lingkungan Sehat


Lingkungan sehat dengan kegiatan inspeksi sanitasi dan pendataan penyediaan
sarana air bersih, jamban keluarga dan sarana pembuangan air limbah (spal), rumah
sehat dan tempat sampah hasil pelaksanaan disajikan di bawah ini:

Grafik 16
Rumah Sehat Tahun 2016

2500
2084
2000 1805

1500
989 1082
1000 854
817 906
829
579 602 668
Jumlah Rumah
449 Rumah
393 diperiksa 478
377 Rumah Sehat 484
500 307
220
0
43

Grafik 17
Kepemilikan Sarsandas Tahun 2016

Tegalsari 1554
1336
2261
1897
Kaliwulu 1780
1810
2142
1049
Wotgali 892
990
1598
554
Trusmi Kulon 548
485
874
437
Trusmi Wetan 409
346
713
905
Panembahan 937
850
1073

0 500 1000 1500 2000 2500


Jumlah Keluarga JAGA Tempat Sampah SPAL

2.3.7 Program Pengobatan


2.3.7.1 Pelayanan Rawat Jalan
Pada tahun 2016 terjadi peningkatan jumlah kunjungan karena Puskesmas
Plered sudah menempati gedung baru sehingga akses masyarakat dari sekitar
wilayah Puskesmas Plered lebih terjangkau. Adapaun grafik kunjungan rawat jalan
per bulannya disajikan berikut ini:
Grafik 18
Kunjungan Rawat Jalan tahun 2016
44

GRAFIK KUNJUNGAN RAWAT JALAN


7000
6000
5000
4000
3000
2000
1000
0

2.3.8 Pelayanan Poned


Keberadaan PONED di wilayah Puskesmas Plered diharapkan dapat menekan
angka kematian ibu dan kematian bayi. Pada tahun 2016 jumlah kasus di PONED
cenderung meningkat. Adapun cakupan kunjungan di Poned antara lain:
Grafik 19
Kunjungan Poned Tahun 2016

Rujukan

Penangan Neonatus

Persalinan Resiko

Persalinan Normal

0 100200300400500

BAB III
45

HASIL PELAKSANAAN KEGIATAN

3.1 Analisis Hasil


3.1.1 Tinjauan Pustaka
a Demam Berdarah Dengue
Demam berdarah dengue merupakan salah penyakit menular yang di
sebabkan oleh virus dengue dan ditularkan oleh nyamuk Aedes aegypti, yang
ditandai dengan demam mendadak selama 2-7 hari tanpa penyebab yang
jelas disertai dengan lemah/lesu, gelisah, nyeri ulu hati disertai tanda
perdarahan di kulit berupa bintik merah, lebam (echymosis) atau ruam
(purpura). kadang-kadang disertai dengan mimisan, berak darah, muntah
darah, kesadaran menurun atau renjatan (syok) (Depkes RI, 2010).
Menurut Depkes RI (2013), Demam berdarah dengue (DBD)
merupakan penyakit yang disebabkan oleh gigitan nyamuk Aedes yang
terinfeksi dengan salah satu dari empat virus dengue. Virus tersebut dapat
menyerang bayi, anak-anak dan orang dewasa. Sedangkan menurut Depkes
RI (2011), Demam berdarah dengue adalah penyakit akut yang disebabkan
oleh Virus DBD dan ditularkan kepada manusia melalui gigitan nyamuk
(Aedes aegypti atau Aedes albopictus) yang terinfeksi virus DBD.

Etiologi
Penyakit demam berdarah dengue disebabkan oleh virus dengue dari
genus Flavivirus, famili Flaviviridae. DBD ditularkan ke manusia melalui
gigitan nyamuk Aedes yang terinfeksi virus dengue. Virus Dengue penyebab
Demam Dengue (DD), Demam Berdarah Dengue (DBD) dan Dengue Shock
Syndrome (DSS) termasuk dalam kelompok B Arthropod virus Arbovirosis
yang sekarang dikenal sebagai genus Flavivirus, famili Flaviviride, dan
mempunyai 4 jenis serotipe, yaitu : DEN-1, DEN-2, DEN-3, DEN-4
(Depkes RI, 2010).
Di Indonesia pengamatan virus dengue yang di lakukan sejak tahun
1975 di beberapa rumah sakit menunjukkan ke empat serotipe di temukan
46

dan bersirkulasi sepanjang tahun. Serotipe DEN-3 merupakan serotipe yang


dominan dan diasumsikan banyak yang menunjukkan manifestasi klinik
yang berat (Depkes RI, 2012).

Patogenesis dan Patofisiologi


Secara umum, kelainan yang terjadi pada penyakit DBD akibat
adanya kebocoran plasma yang disebabkan oleh Virus dengue. Hal ini
disebabkan oleh Virus dengue yang dapat menyebabkan kerusakan pada
kapiler sehingga dapat menyebabkan peningkatan permeabilitas dinding
pembuluh darah dan penurunan volume plasma. Akibatnya, plasma akan
keluar ke ekstravaskular (ruang interstisial dan rongga serosa). Sedangkan
pada intravaskular akan terjadi peningkatan konsentrasi plasma
(hematrokrit/HT meningkat, trombosit menurun, dan leukosit menurun.
Selain itu, akibat virus dengue menginfeksi endotel dan menyebabkan
gangguan fungsi dari endotel maka pembuluh darah tidak berfungsi dengan
baik dan mengakibatkan kebocoran darah. Apabila kebocoran ini terjadi pada
pembuluh darah kulit akan tampak bercak-cak kemerahan pada kulit yang
disebut petekiae. Sedangkan bila terjadi kebocoran pada saluran pencernaan
akan menyebabkan perdarahan yang terus menerus (Soedarmo, 2010).
Virus dengue masuk kedalam tubuh inang kemudian mencapai sel
target yaitu makrofag. Sebelum mencapai sel target maka respon imun non-
spesifik dan spesifik tubuh akan berusaha menghalanginya. Aktivitas
komplemen pada infeksi virus dengue diketahui meningkat seperti C3a dan
C5a mediator-mediator ini menyebabkan terjadinya kenaikan permeabilitas
kapiler celah endotel melebar lagi. Akibat kejadian ini maka terjadi
ekstravasasi cairan dari intravaskuler ke extravaskuler dan menyebabkan
terjadinya tanda kebocoran plasma seperti hemokonsentrasi,
hipoproteinemia, efusi pleura, asites, penebalan dinding vesica fellea dan
syok hipovolemik. Kenaikan permeabilitas kapiler ini berimbas pada
terjadinya hemokonsentrasi, tekanan nadi menurun dan tanda syok lainnya
merupakan salah satu patofisiologi yang terjadi pada DBD (Sudoyo, 2013).
47

Gambaran Klinis
Menurut Sudjana (2010), gambaran klinis penderita dengue terdiri
atas 3 fase yaitu fase febris, fase kritis dan fase pemulihan.
a. Pada fase febris
Fase febris biasanya demam mendadak tinggi terus menerus
berlangsung selama 2-7 hari (380C-400C), naik turun (demam bifosik) dan
tidak mempan obat antipirektik. Kadang-kadang suhu tubuh sangat tinggi
sampai 400C disertai muka kemerahan, eritema kulit, nyeri seluruh tubuh,
mialgia, artralgia dan sakit kepala. Pada beberapa kasus ditemukan nyeri
tenggorok, injeksi farings dan konjungtiva, anoreksia, mual dan muntah
dapat terjadi kejang demam. Akhir fase demam merupakan fase kritis pada
demam berdarah dengue. Pada saat fase tersebut sebagai awal kejadian
syok, biasanya pada hari ke 3, 4, 5 adalah fase kritis yang harus dicermati
pada hari ke 6 dapat terjadi syok kemungkinan dapat terjadi perdarahan dan
kadar trombosit sangat rendah (<20.000/ul). Pada fase ini dapat pula
ditemukan tanda perdarahan seperti ptekie, perdarahan mukosa, walaupun
jarang dapat pula terjadi perdarahan pervaginam dan perdarahan
gastrointestinal (Sudoyo, 2013).
b. Fase kritis
Pada kasus ringan dan sedang, semua tanda dan gejala kliniks
menghilang, setelah demam turun sertai keluarnya keringat, perubahan pada
denyut nadi dan tekanan darah, akan teraba dingin di sertai dengan kongesti
kulit. Perubahan ini memperlihatkan gejala gangguan sirkulasi, sebagai
akibat dari perembasan plasma yang dapat bersifat ringan atau sementara.
Pada kasus berat, keadaan umum pada saat atau beberapa saat setelah suhu
turun antara 3-7 terdapat tanda kegagalan sirkulasi, kulit teraba dingin dan
lembab terutama pada ujung jari kaki, sianosis di sekitar mulut, pasien
menjadi gelisah, nadi cepat, lemah kecil sampai tidak teraba dan ditandai
dengan penurunan suhu tubuh disertai kenaikan permeabilitas kapiler dan
timbulnya kebocoran plasma yang biasanya berlangsung selama 2448 jam.
Kebocoran plasma sering didahului oleh lekopeni progresif disertai
48

penurunan hitung trombosit dibawah 100.000/mm3 (trombositopeni). Pada


saat akan terjadi syok pasien mengeluh nyeri perut (Sudoyo, 2013).
c. Fase pemulihan
Fase pemulihan terjadi apabila fase kritis terlewati maka terjadi
pengembalian cairan dari ekstravaskuler ke intravaskuler secara perlahan
pada 4872 jam setelahnya. Keadaan umum penderita membaik, nafsu
makan pulih kembali, hemodinamik stabil dan dieresis membaik (Sudoyo,
2013).
Diagnosis
Diagnosis DBD ditegakkan berdasarkan kriteria diagnosis menurut
WHO tahun 1997 terdiri dari kriteria klinis dan laboratorium.
1. Kriteria Klinis
a. Demam tinggi mendadak, tanpa sebab yang jelas, berlangsung terus
menerus selama 2-7 hari.
b. Terdapat manifestasi perdarahan ditandai dengan : uji tourniquet
positif, petechie, echymosis, purpura, perdarahan mukosa, epistaksis,
perdarahan gusi, hematemesis dan melena.
Uji tourniquet dilakukan dengan terlebih dahulu menetapkan tekanan
darah. Selanjutnya diberikan tekanan di antara sistolik dan diastolik
pada alat pengukur yang dipasang pada lengan di atas siku; tekanan
ini diusahakan menetap selama percobaan. Setelah dilakukan tekanan
selama 5 menit, diperhatikan timbulnya petekia pada kulit di lengan
bawah bagian medial pada sepertiga bagian proksimal. Uji
dinyatakan positif apabila pada 1 inchi persegi (2,8 x 2,8 cm) didapat
lebih dari 20 petekia.
c. Pembesaran hati (hepatomegali).
d. Syok (renjatan), ditandai nadi cepat dan lemah serta penurunan
tekanan nadi, hipotensi, kaki dan tangan dingin, kulit lembab, dan
gelisah.
2. Kriteria Laboratorium
a. Trombositopeni ( < 100.000 sel/ml)
b. Hemokonsentrasi, dapat dilihat dari peningkatan hematokrit 20% atau lebih
49

3. Derajat Penyakit DBD, menurut WHO tahun 1997

Derajat penyakit DBD

Derajat I Demam disertai dengan gejala umum nonspesifik, satu-satunya


manifestasi perdarahan ditunjukkan melalui uji tourniquet yang
positif.

Derajat II Selain manifestasi yang dialami pasien derajat I, perdarahan


spontan juga terjadi, biasanya dalam bentuk perdarahan kulit
dan atau perdarahan lainnya.

Derajat III Demam, perdarahan spontan, disertai atau tidak disertai


hepatomegali dan ditemukan gejala-gejala kegagalan sirkulasi
meliputi nadi yang cepat dan lemah, tekanan nadi menurun (< 20
mmHg) atau hipotensi disertai kulit lembab dan dingin serta
gelisah.

Derajat IV Demam, perdarahan spontan, disertai atau tidak disertai


hepatomegali dan ditemukan gejala syok (renjatan) yang
sangat berat dengan tekanan darah dan denyut nadi yang
tidak terdeteksi.

Penatalaksanaan DBD
Penatalaksanaan DBD pada dasarnya bersifat simptomatik dan suportif
yaitu pemberian cairan oral untuk mencegah dehidrasi.
1. Penatalaksanaan DBD tanpa komplikasi ( Soedoyo, 2013 ) :
a. Istirahat total di tempat tidur.
b. Diberi minum 1,5-2 liter dalam 24 jam (susu, air dengan gula atau air
ditambah garam/oralit). Bila cairan oral tidak dapat diberikan oleh karena
tidak mau minum, muntah atau nyeri perut berlebihan, maka cairan
inravena harus diberikan.
c. Berikan makanan lunak
d. Medikamentosa yang bersifat simptomatis. Untuk hiperpireksia dapat
diberikan kompres, antipiretik yang bersifat asetaminofen, eukinin,
50

atau dipiron dan jangan diberikan asetosal karena dapat menyebabkan


perdarahan.
e. Antibiotik diberikan bila terdapat kemungkinan terjadi infeksi
sekunder.
2. Penatalaksanaan pada pasien syok :
a. Pemasangan infus yang diberikan dengan diguyur, seperti NaCl, ringer
laktat dan dipertahankan selama 12-48 jam setelah syok diatasi.
b. Observasi keadaan umum, nadi, tekanan darah, suhu, dan pernapasan
tiap jam, serta Hemoglobin (Hb) dan Hematokrit (Ht) tiap 4-6 jam pada
hari pertama selanjutnya tiap 24 jam.
Nilai normal Hemoglobin :
Anak-anak : 11,5 12,5 gr/100 ml darah
Laki-laki dewasa : 13 16 gr/100 ml darah
Wanita dewasa : 12 14 gr/100 ml darah
Nilai normal Hematokrit :
Anak-anak : 33 38 vol %
Laki-laki dewasa : 40 48 vol %
Wanita dewasa : 37 43 vol %
c. Bila pada pemeriksaan darah didapatkan penurunan kadar Hb dan Ht
maka diberi transfusi darah.

Siklus Penularan Demam Berdarah


Dengue
Siklus hidup dan prilaku nyamuk Aedes aegypti ( Soedoyo, 2013 ):
Telur Jentik Kepompong Nyamuk
Perkembangan dari telur sampai menjadi nyamuk kurang lebih dari 9-10 hari :
1 Setiap kali bertelur, nyamuk betina dapat mengeluarkan telur sebanyak
100 butir.
2 Telur nyamuk Aedes aegypti berwarna hitam dengan ukuran 0,80 mm.
3 Telur ini ditempat yang kering (tanpa air) dapat bertahan sampai 6
bulan.
4 Telur itu akan menetas menjadi jentik dalam waktu lebih kurang dari 2
hari setelah terendam air.
5 Jentik kecil yang menetas dari telur itu akan tumbuh menjadi besar yang
panjangnya 0,5-1 cm.
51

6 Jentik Aedes aegyptiakan selalu bergerak aktif dalam air, geraknya


berulang-ulang dari bawah ke atas permukaan air untuk bernafas
(mengambil udara) kemudian turun, kembali kebawah seterusnya.
7 Pada waktu istirahat, posisinya hampir tegak lurus dengan permukaan
air biasanya berada di sekitar dinding tempat penampungan air.
8 Setelah 6-8 hari jentik itu akan berkembang/berubah menjadi
kepompong. Kepompong berbentuk koma, gerakannya lambat, sering
berada dipermukaan air. Setelah 1-2 hari akan menjadi nyamuk dewasa.
Nyamuk Aedes aegypti menyenangi area gelap dan benda-benda
berwarna hitam atau merah. Nyamuk ini banyak ditemukan di bawah
bangku, meja, kamar yang gelap, atau dibalik baju-baju yang di gantung.
Nyamuk ini menggigit pada siang hari (pukul 09-10) dan sore hari (pukul
16.00-17.00), demam berdarah sering menyerang anak-anak karena anak-
anak cenderung duduk didalam kelas selama pagi sampai siang hari
(Anggraeni, 2010).
Menurut Sitio (2008), Penularan DBD antara lain dapat terjadi di
semua tempat yang terdapat nyamuk penularnya, tempat yang potensial
untuk penularan penyakit DBD antara lain:
a. Wilayah yang banyak kasus DBD atau rawan endemis DBD.
b. Tempat-tempat umum yang merupakan tempat berkumpulnya orang,
orang dating dari berbagai wilayah sehingga kemungkinan terjadinya
pertukaran beberapa tipe virus dengue cukup besar seperti sekolah, pasar,
hotel, puskesmas, rumah sakit dan sebagainya.
c. Pemukiman baru di pinggir kota, karena dilokasi ini, penduduk umumnya
berasal dari berbagai wilayah, maka memungkinkan diantaranya terdapat
penderita atau karier yang membawa tipe virus dengue yang berlainan
dari masing-masing lokasi asal.

Epidemiologi Demam Berdarah Dengue (DBD)


Distribusi Penyakit DBD
1. Distribusi Penyakit DBD Berdasarkan Variabel Umur dan Jenis Kelamin
Kasus DBD pada jenis kelamin selama ini tidak terlihat kerentanan pada
52

kelompok mana, berdasarkan data distribusi kasus berdasarkan jenis


kelamin pada tahun 2008, persentase penderita laki-laki dan perempuan
hampir sama. Jumlah penderita berjenis kelamin laki-laki adalah 10.463
orang (53,78%) dan perempuan berjumlah 8.991 orang (46,23%). Hal ini
menggambarkan bahwa risiko terkena DBD untuk laki-laki dan perempuan
hampir sama, tidak tergantung jenis kelamin, dan data Kementerian
Kesehatan Republik Indonesia dalam Profil Kesehatan Indonesia tahun
2010 menyebutkan bahwa penyakit DBD termasuk kedalam sepluh
penyakit terbesar pada pasien rawat inap rumah sakit di Indonesia dengan
jumlah kasus pada laki-laki 30.232 kasus dan 28.883 kasus pada perempuan
(Anonim, 2011).
Sedangkan distribusi golongan umur pada kasus DBD di Indonesia dari
tahun 1993 sampai tahun 2009 terjadi pergeseran, dimana pada tahun 1993
sampai tahun 1998 kelompok umur terbesar kasus DBD adalah kelompok
umur dibawah 15 tahun. Akan tetapi, mulai dari tahun 1999 sampai tahun
2009 kelompok umur terbesar kasus DBD cenderung pada kelompok umur
diatas 15 tahun merupakan kelompok umur dengan kasus DBD terbanyak
di Indonesia. Sedangkan, penyebab kematian dengan jumlah yang
signifikan pada kasus DBD terdapat pada kelompok umur dibawah 15
tahun. Namun saat ini kasus DBD telah menyerang semua kelompok umur,
bahkan lebih banyak pada usia produktif (Anonim, 2013).

2. Distribusi Penyakit DBD Berdasarkan Tempat


Penyakit DBD dapat menyebar pada semua tempat kecuali tempat
dengan ketinggian 1000 meter dari permukaan laut karena pada tempat
yang tinggi dengan suhu yang rendah siklus perkembangan Aedes aegypti
tidak sempurna. Daerah yang terjangkit demam berdarah pada umumnya
adalah kota atau wilayah yang padat penduduknya. Hal ini disebabkan
dikota atau wilayah yang padat penduduk rumah-rumahnya saling
berdekatan, sehingga lebih memungkinkan penularan penyakit demam
berdarah mengingat jarak terbang Aedes aegypti 100 m. Meningkatnya
jumlah kasus serta bertambahnya wilayah yang terjangkit disebabkan
53

karena semakin baiknya sarana transportasi penduduk, adanya pemukiman


baru, dan terdapatnya vektor nyamuk hampir diseluruh pelosok tanah air
serta adanya tipe virus yang bersikulasi sepanjang tahun (Depkes RI, 2010).
3. Distribusi Penyakit DBD Berdasarkan Waktu
Musim penularan demam berdarah pada umumnya terjadi pada awal
musim hujan (permulaan tahun dan akhir tahun). Hal ini dikarenakan pada
musim hujan vektor penyakit demam berdarah populasinya meningkat
dengan bertambah banyaknya sarang nyamuk diluar rumah sebagai akibat
sanitasi lingkungan yang kurang bersih, sedang pada musim kemarau Aedes
aegypti bersarang di bejana yang selalu terisi air seperti bak mandi,
tempayan, drum, dan tampungan air (Depkes RI, 2010).

Determinan Penyakit DBD


Menurut Budiarto (2003), Pada prinsipnya kejadian penyakit yang
digambarkan sebagai segitiga epidemiologi menggambarkan hubungan tiga
komponen penyakit yaitu pejamu (host), penyebab (agent), lingkungan
(environment).
1 Agent
Agent penyebab penyakit demam berdarah dengue adalah virus Dengue
yang termasuk kelompok arthropoda borne virus (Arboviruses). Anggota
dari genus Flavivirus, famili flaviviridae yang di tularkan oleh nyamuk
Ae.aegypti dan juga nyamuk Ae.albopictus yang merupakan vektor
infeksi DBD.
2 Host (Penjamu)
Penjamu adalah manusia atau organisme yang rentan oleh pengaruh
agent dalam penelitian ini yang diteliti dari faktor penjamu adalah (umur,
pendidikan pekerjaan, motivasi, pengetahuan dan sikap) dalam peran
serta masyarakat terhadap kewaspadaan dini pencegahan penyakit DBD.
3 Environment
Lingkungan adalah kondisi atau faktor berpengaruh yang bukan bagian
agent maupun penjamu, tetapi mampu menginteraksikan agent penjamu.
Dalam penyebaran penyakit DBD faktor lingkungan seperti tempat
penampungan air sebagai perindukan nyamuk Aedes aegypti, ketinggihan
tempat suatu daerah mempengaruhi perkembangbiakan nyamuk dan
54

virus, curah hujan serta kebersihan lingkungan.

Pencegahan Penyakit DBD


Pencegahan penyakit DBD dapat dibagi menjadi 3 tingkatan yaitu
pencegahan primer, pencegahan sekunder, dan pencegahan tersier (Depkes RI,
2012).
1. Pencegahan Primer
Pencegahan tingkat pertama ini merupakan upaya untuk
mempertahankan orang sehat agar tetap sehat atau mencegah orang
sehat menjadi sakit. Secara garis besar, upaya pencegahan ini dapat
berupa pencegahan umum dan khusus. Surveilans untuk nyamuk Aedes
aegypti sangat penting untuk menentukan distribusi, kepadatan
populasi, habitat utama larva, faktor resiko berdasarkan waktu dan
tempat yang berkaitan dengan penyebaran dengue, dan tingkat
kerentanan atau kekebalan insektisida yang dipakai, untuk
memprioritaskan wilayah dan musim untuk pelaksanaan pengendalian
vektor. Data tersebut akan memudahkan pemilihan dan penggunaan
sebagian besar peralatan pengendalian vektor, dan dapat dipakai untuk
memantau keefektifannya. Salah satu kegiatan yang dilakukan adalah
survei jentik. Pengendalian vektor, surveilans kasus, dan gerakan
pemberantasan sarang nyamuk merupakan pencegahan primer.
2. Pencegahan Sekunder
Pencegahan tingkat kedua ini murupakan upaya manusia untuk
mencegah orang yang sakit agar sembuh, menghambat progresifitas
penyakit, menghindarkan komplikasi dan mengurangi
ketidakmampuan. Pencegahan skunder dapat dilakukan dengan cara
mendeteksi penyakit secara dini dan pengadaan pengobatan yang cepat
dan tepat. Penemuan, pertolongan, dan pelaporan penderita DBD
dilaksanakan oleh petugas kesehatan dan masyarakat dengan cara:
a. Bila dalam keluarga ada yang menunjukkan gejala penyakit DBD,
berikan pertolongan pertama dengan banyak minum, kompres dingin
dan berikan obat penurun panas yang tidak mengandung asam
55

salisilat serta segera bawa ke dokter atau unit pelayanan kesehatan.


b. Dokter atau unit kesehatan setelah melakukan pemeriksaan/diagnosa
dan pengobatan segaera melaporkan penemuan penderita atau
tersangka DBD tersebut kepada Puskesmas, kemudian pihak
Puskesmas yang menerima laporan segera melakukan penyelidikan
epidemiologi dan pengamatan penyakit dilokasi penderita dan rumah
disekitarnya untuk mencegah kemungkinan adanya penularan lebih
lanjut.
c. Kepala Puskesmas melaporkan hasil penyelidikan epidemiologi dan
kejadian luar biasa (KLB) kepada Camat, dan Dinas Kesehatan
Kota/Kabupaten, disertai dengan cara penanggulangan seperlunya
serta diagnosis dan diagnosis laboratorium.
3. Pencegahan Tersier
Pencegahan ini dimaksudkan untuk mengurangi
ketidakmampuan dan mengadakan rehabilitasi. Upaya pencegahan
tingkat ketiga ini dapat dilakukan dengan memaksimalkan organ yang
cacat. Pengobatan penderita DBD pada dasarnya bersifat simptomatik
dan suportifyaitu dukungan pada penderita serta mendirikan pusat-pusat
rehabilitasi medik.

Virus Dengue
Virus tersebut menyebabkan demam dengue yang bersifat
asimptomatik. Infeksi oleh salah satu jenis virus akan menghasilkan imunitas
atau kekebalan yang bersifat seumur hidup terhadap jenis virus dengue yang
sama, namun tidak memiliki perlindungan silang (cross protection) yang
bersifat jangka panjang untuk melawan ketiga jenis virus dengue lainnya.
Perlindungan silang bersifat sementara yaitu hanya bertahan selama 2
bulan. Infeksi oleh jenis serotip lainnya akan meningkatkan risiko
berkembangnya dengue yang lebih berat (World Health Organization-
Dengue and Severe Dengue Fact Sheet, 2012).
Genotip yang berbeda telah di Identifikasi dari masingmasing serotip,
menyorotin luas variabilitas genetik dari serotip virus dengue. Diantara
56

semua genotip tersebut, genotip dari virus DEN-2, DEN-3 adalah yang
paling sering berhubungan dengan dengue berat mengiringi infeksi dengue
skunder. (World Health Organization-The Virus, 2012).

Vektor Penular Demam Berdarah Dengue


Vektor demam berdarah dengue di Indonesia adalah nyamuk Aedes
aegypti sebagai vektor utama dan Aedes albopictus sebagai vektor sekunder.
Spesies tersebut merupakan nyamuk pemukiman, stadium pradewasanya
mempunyai habitat perkembangbiakan di tempat penampungan air/wadah yang
berada di permukiman dengan air yang relatif jernih. Nyamuk Aedes aegypti
lebih banyak ditemukan berkembang biak di tempat-tempat penampungan air
buatan antara lain bak mandi, ember, vas bunga, tempat minum burung, kaleng
bekas, ban bekas dan sejenisnya di dalam rumah meskipun juga ditemukan di
luar rumah di wilayah perkotaan, sedangkan Aedes albopictus lebih banyak
ditemukan di penampungan air alami di luar rumah, seperti axilla daun, lubang
pohon, potongan bambu dan sejenisnya terutama di wilayah pinggiran kota dan
pedesaan, namun juga ditemukan di tempat penampungan buatan di dalam dan
di luar rumah. Spesies nyamuk tersebut mempunyai sifat anthropofilik, artinya
lebih memilih menghisap darah manusia, di samping itu juga bersifat multiple
feeding artinya untuk memenuhi kebutuhan darah sampai kenyang dalam satu
periode siklus gonotropik biasanya menghisap darah beberapa kali (Depkes RI,
2010).

Penyebaran Nyamuk Aedes aegypti


Menurut WHO (2004), Aedes aegypti tersebar luas di wilayah tropis
dan subtropis Asia Tenggara dan terutama di sebagian besar di wilayah
perkotaan. Penyebaran Aedes aegypti di pedesaan akhir-akhir ini relatif
sering terjadi yang dikaitkan dengan pembangunan sistem persediaan air
pedesaan dan perbaikan sistem transportasi. Di wilayah yang agak kering
seperti India, Aedes aegypti merupakan vektor perkotaan dan populasinya
secara khas berfluktuasi bersama air hujan dan kebiasaan penyimpanan air.
57

Pada negara lain di Asia Tenggara yang curah hujannya melebihi 200 cm per
tahun, populasi Aedes aegypti ternyata lebih stabil dan ditemukan di daerah
perkotaan, pinggiran kota dan daerah pedesaan. Karena kebiasaan
penyimpanan air secara tradisional di Indonesia, Myanmar dan Thailand,
kepadatan nyamuk mungkin lebih tinggi di daerah pinggiran kota dari pada
di daerah perkotaan.
Ketinggian merupakam faktor yang penting untuk membatasi
penyebaran nyamuk Aedes aegypti. Di India, Aedes aegypti dapat ditemukan
pada ketinggian yang berkisar dari nol meter sampai 1000 meter di atas
permukaan laut. Ketinggian yang rendah (kurang dari 500 meter) memiliki
tingkat kepadatan populasi nyamuk sedang sampai berat. Sementara daerah
pegunungan (dia atas 500 meter) memiliki populasi nyamuk yang rendah. Di
negara-negara Asia Tenggara, ketinggian 1000-1500 meter di atas
permukaan laut tampaknya merupakan batas bagi penyebaran Aedes aegypti.
Di bagian lain dunia, nyamuk spesies ini dapat ditemukan di wilayah yang
jauh lebih tinggi, misalnya di Kolombia sampai mencapai 2200 meter.

Siklus Hidup Nyamuk Aedes aegypti


Menurut World Health Organization, South East Asia Region (2010),
Nyamuk Aedes aegypti memiliki fase kehidupan yang cukup kompleks dengan
perubahan bentuk, fungsi, dan Habitat. Fase kehidupan nyamuk terdiri dari
empat fase meliputi : fase telur, larva, pupa, dan dewasa. Fase kehidupan
nyamuk tersebut terbagi dua, yaitu fase aquatic atau didalam air yaitu saat fase
telur larva dan pupa dan fase terrestial atau di darat yaitu saat fase dewasa.
Nyamuk Aedes aegypti membutuhkan air yang jernih untuk tempat
perkembangbiakannya dan lebih suka tempat penampungan air yang jernih
untuk tempat perkembangbiakannya dan lebih suka tempat penampungan air
yang terdapat didalam rumah dan digunakan dalam aktifitas rumah tangga
sehingga dapat meningkatkan keberadaan nyamuk tersebut dirumah (Kholedi,
et al, 2012).
58

Nyamuk Aedes aegypti mengalami metamorfosis sempurna, yaitu : telur


- jentik - kepompong - nyamuk. Stadium telur, jentik dan kepompong hidup di
dalam air. Pada umumnya telur akan menetas menjadi jentik dalam waktu 2
hari setelah telur terendam air. Stadium jentik biasanya berlangsung 6-8 hari,
dan stadium kepompong berlangsung antara 24 hari. Pertumbuhan dari telur
menjadi nyamuk dewasa selama 9-10 hari. Umur nyamuk betina dapat
mencapai 2-3 bulan (Depkes RI, 2010).

Morfologi Nyamuk Aedes aegypti


a. Telur
Nyamuk Aedes aegypti betina meletakkan telurnya sebanyak 50-120
telur pada air yang mengandung materi organik didalam konteiner yang
terbuka dan permukaan konteiner gelap serta berada di tempat yang teduh
dan tidak terkena matahari (World Health Organization, South East Asia
Region, 2010; Centers for Disease Control and Prevention, 2012). Telur di
letakkan satu per satu di atas permukaan air yang jernih atau menempel
pada dinding tempat penampungan air (World Health Organization-South
East Asia Region, 2010).
Kebanyakan nyamuk Aedes aegypti betina meletakkan telur di
beberapa tempat selama fase gonotropik. Perkembangan embrio biasanya
berlangsung selama 48 jam pada lingkungan yang hangat dan lembab.
Ketika perkembangan embrio selesai, telur dapat bertahan dalam periode
pengawetan yang lama (lebih dari satu tahun). Telur akan menetas menjadi
larva pada konteiner yang menggenang, tetapi tidak semua telur menetas
pada waktu yang sama. Kapasitas telur nyamuk untuk kondisi iklim (World
Health Organization-South East Asia Region, 2010; American Mosquito
Control Association, 2011).
Setelah beristirahat dan proses pematangan telur selesai, nyamuk
betina akan meletakan telurnya di dinding tempat perkembangbiakannya,
sedikit di atas permukaan air. Pada umumnya telur akan menetas menjadi
jentik dalam waktu 2 hari setelah telur terendam air. Setiap kali bertelur
nyamuk betina dapat mengeluarkan telur sebanyak 100 butir. Telur itu di
59

tempat yang kering (tanpa air) dapat bertahan berbulan-bulan pada suhu
-2C sampai 42C, dan bila tempat-tempat tersebut kemudian tergenang air
atau kelembabannya tinggi maka telur dapat menetas lebih cepat.
b. Jentik (Larva)
Menurut Depkes RI (2010b), ada 4 tingkat (instar) jentik sesuai dengan
pertumbuhan larva tersebut, yaitu :
a Instar I : berukuran paling kecil, yaitu 1-2 mm
b Instar II : 2,5-3,8 mm
c Instar III : lebih besar sedikit dari larva instar II
d Instar IV : berukuran paling besar 5 mm
Lamanya perkembangan larva akan bergantung pada suhu,
ketersediaan makanan, kepadatan larva pada sarang. Pada kondisi optimum
waktu yang dibutuhkan mulai dari penetasan sampai kemunculan nyamuk
dewasa akan berlangsung sedikitnya selama tujuh hari termasuk dua hari
untuk masa menjadi kepompong. Akan tetapi pada suhu rendah mungkin
akan membutuhkan beberapa minggu untuk kemunculan nyamuk dewasa.
c. Survei Jentik (Pemeriksaan Jentik)
Survei Jentik dilakukan dengan cara sebagai berikut :
1. Semua tempat atau bejana yang dapat menjadi tempat
perkembangbiakan Nyamuk Aedes Aegypti (dengan mata telanjang)
untuk mengetahui adanya tidaknya jentik Jika memeriksa tempat
penampungan air yang berukuran besar seperti bak mandi,
tempayan, drum, dan bak penampungan air lainnya, jika pandangan
pertama tidak menemukan jentik maka harus ditunggu selama 1/2 -1
menit untuk memastikan bahwa benar jentik tidak ada.
2. Jika memeriksa tempat penampungan air yang berukuran kecil
seperti vas bunga, pot tanaman, dan botol yang airnya keruh, maka
airnya perlu di pindahkan ketempat lain.
3. Ketika memeriksa jentik di tempat yang agak gelap atau airnya
keruh, maka di gunakan senter (Merdawati, 2010).
d. Kepompong (Pupa)
Fase Pupa merupakan fase istirahat, dimana tidak ada pemberian
makanan, tetapi pupa sering berpindah-pindah tempat merespon perubahan
cahaya dan bergerak dengan memutar ekornya ke arah bawah atau area
yang terlindungi. Pupa bergerak dengan menggerakkan abdomen dan sirip
kaudal yang mirip dayung.
60

Kepompong berbentuk seperti koma. Bentuknya lebih besar namun


lebih ramping dibanding jentiknya. Kepompong berukuran lebih kecil jika
dibandingkan dengan rata-rata kepompong nyamuk lain. Kepompong
merupakan tahapan yang tidak memerlukan makan namun tidak seperti
sebagian besar insekta, kepompong nyamuk berenang sangat aktif dapat
berenang dengan mudah saat terganggu. Tahap kepompong pada nyamuk
Aedes aegypti umumnya berlangsung selama 2-3 hari.
Saat nyamuk akan melengkapi perkembangannya dalam cangkang
kepompong, kepompong akan naik ke permukaan dan berbaring sejajar
dengan permukaan air untuk persiapan munculnya nyamuk dewasa (Depkes
RI, 2010).
e. Nyamuk Dewasa
Nyamuk dewasa setelah muncul dari kepompong akan mencari
pasangan untuk kawin untuk mengadakan perkawinan. Setelah kawin,
nyamuk siap mencari darah untuk perkembangan telur demi keturunannya.
Nyamuk jantan setelah kawin akan istirahat, dia tidak mengisap darah,
tetapi cairan tumbuhan, sedangkan nyamuk betina menggigit dan mengisap
darah manusia. Nyamuk dewasa berukuran lebih kecil jika dibandingkan
dengan rata-rata nyamuk lain dan mempunyai warna dasar hitam dengan
bintik-bintik putih pada bagian badan dan kaki (Depkes RI, 2010).

Bionomik Nyamuk Aedes aegypti


1 Perilaku Makan
Nyamuk Aedes aegypti mayoritas bersifat antropofilik, yaitu
senang hidup di dalam rumah, meskipun nyamuk tersebut dapat
memperoleh makanan dari hewan berdarah panas (World Health
Organization, South East Asia Region, 2010). Biasanya nyamuk betina
mencari mangsanya pada siang hari. Aktivitas menggigit biasanya mulai
pagi sampai petang hari, dengan 2 puncak aktifitas antara pukul 09.00-
10.00 dan 16.00-17.00. Nyamuk Aedes aegypti tidak menggigit pada
malam hari, tetapi nyamuk tersebut dapat menggigit di malam hari pada
ruangan yang terang. Aktivitas puncak nyamuk dalam menggigit
61

bervariasi menurut lokasi dan musim. Tidak seperti nyamuk lain Aedes
aegypti mempunyai kebiasaan mengisap darah berulang kali (multiple
bites) dalam satu siklus gonotropik, untuk memenuhi lambungnya
dengan darah. Dengan demikian nyamuk ini sangat efektif sebagai
penular penyakit (Depkes RI, 2010).
2 Perilaku Istirahat
Setelah mengisap darah, nyamuk Aedes aegypti ini akan hinggap
dan (beristirahat) di dalam atau kadang-kadang di luar rumah berdekatan
dengan tempatperkembangbiakannya. Lebih dari 90% populasi nyamuk
Aedes aegypti beristirahat biasanya di tempat-tempat yang agak gelap dan
lembab, tempat yang terpencil di dalam rumah atau bangunan, termasuk
kamar, toilet, kamar mandi dan dapur. Tempat di dalam rumah yang sering
di jadikan tempat istirahat yaitu di bawah kursi, tempat-tempat yang
menggantung seperti : pakaian dan gorden, serta di dinding. Sebagaian
kecil sering pula di temukan di luar rumah seperti : pada tanaman, atau
ditempat terlindungi. Di tempat-tempat ini nyamuk menunggu proses
pematangan telurnya (World Health Organization, South East Asia Region,
2010).
Nyamuk Aedes aegypti memiliki jarak terbang rata-rata 400 meter,
dan dapat terbang lebih jauh misalnya karena angin atau terbawa
kendaraan (World Health Organization, 2012). Nyamuk Aedes aegypti
dewasa memiliki masa hidup selama 3-4 minggu. Selama musim hujan,
dimana kelangsungan hidup lebih lama, risiko transmisi virus lebih besar
(World Health Organization, South East Asia Region, 2010; Central for
Disease Control and Prevention, 2012).
3 Tempat Perkembangbiakan
Depkes RI (2010), menyatakan tempat perkembangbiakan utama
aedes aegypti ialah tempat-tempat penampungan air berupa genangan air
yang tertampung disuatu tempat atau bejana di dalam atau sekitar rumah
atau tempat-tempat umum, biasanya tidak melebihi jarak 500 meter dari
rumah.
62

Nyamuk ini biasanya tidak dapat berkembang biak di genangan air


yang langsung berhubungan dengan tanah. Jenis tempat perkembangbiakan
nyamuk Aedes aegypti dapat dikelompokkan sebagai berikut :
a Tempat penampungan air (TPA) untuk keperluan sehari-hari, seperti :
drum, tangki reservoir, tempayan, bak mandi/wc, dan ember.
b Tempat penampungan air bukan untuk keperluan sehari-hari seperti
(Non TPA) seperti : tempat minum burung, vas bunga, perangkap semut
dan barang-barang bekas (ban, kaleng, botol, plastik dan lain-lain).
c Tempat penampungan air alamiah seperti : lubang pohon, lubang batu,
pelepah daun, tempurung kelapa, pelepah pisang dan potongan bambu.
4 Jarak Terbang
Pergerakan nyamuk dari tempat perindukan ke tempat mencari
mangsa dan selanjutnya ke tempat untuk beristirahat ditentukan oleh
kemampuan terbang nyamuk. Pada waktu terbang nyamuk memerlukan
oksigen lebih banyak, dengan demikian penguapan air dari tubuh nyamuk
menjadi lebih besar. Untuk mempertahankan cadangan air di dalam tubuh
dari penguapan maka jarak terbang nyamuk menjadi terbatas.
Aktifitas dan jarak terbang nyamuk dipengaruhi oleh 2 faktor yaitu :
faktor eksternal dan faktor internal. Eksternal meliputi kondisi luar tubuh
nyamuk seperti kecepatan angin, temperatur, kelembaban dan cahaya.
Adapun faktor internal meliputi suhu tubuh nyamuk, keadaan energi dan
perkembangan otot nyamuk. Meskipun Aedes aeegypti kuat terbang tetapi
tidak pergi jauh-jauh, karena tiga macam kebutuhannya yaitu tempat
perindukan, tempat mendapatkan darah, dan tempat istirahat ada dalam
satu rumah. Keadaan tersebut yang menyebabkan Aedes aegypti bersifat
lebih menyukai aktif di dalam rumah. Apabila ditemukan nyamuk dewasa
pada jarak terbang mencapai 2 km dari tempat perindukannya, hal tersebut
disebabkan oleh pengaruh angin atau terbawa alat transportasi (Sitio,
2008).

Pengendalian Vektor Demam Berdarah Dengue


63

Menurut Kementerian Kesehatan RI (2010), beberapa metode


pengendalian vektor telah banyak diketahui dan digunakan oleh program
pengendalian DBD di tingkat pusat dan di daerah yaitu :
1. Manajemen Lingkungan
Manajemen lingkungan adalah upaya pengelolaan lingkungan untuk
mengurangi bahkan menghilangkan habitat perkembangbiakan nyamuk
vektor sehingga akan mengurangi kepadatan populasi. Manajemen
lingkungan hanya akan berhasil dengan baik kalau dilakukan oleh
masyarakat, lintas sektor, para pemegang kebijakan dan lembaga swadaya
masyarakat melalui program kemitraan. Sejarah keberhasilan manajemen
lingkungan telah ditunjukkan oleh Kuba dan Panama serta Kota Purwokerto
dalam pengendalian sumber nyamuk.
2. Pengendalian Biologis
Pengendalian secara Biologis merupakan upaya pemanfaatan agent
biologi untuk pengendalian vektor DBD. Beberapa agen biologis yang sudah
digunakan dan terbukti mampu mengendalikan populasi larva vektor
DB/DBD adalah dari kelompok bakteri, predator seperti ikan pemakan jentik
dan cyclop (Copepoda).

Predator
Predator larva di alam cukup banyak, namun yang bisa digunakan
untuk pengendalian larva vektor DBD tidak banyak jenisnya, dan yang
paling mudah didapat dan dikembangkan masyarakat serta murah adalah
ikan pemakan jentik. Di Indonesia ada beberapa ikan yang berkembang biak
secara alami dan bisa digunakan adalah ikan kepala timah dan ikan cetul.
Namun ikan pemakan jentik yang terbukti efektif dan telah digunakan di
kota Palembang untuk pengendalian larva DBD adalah ikan cupang.
Jenis predator lainnya yang dalam penelitian terbukti mampu
mengendalikan larva DBD adalah dari kelompok Copepoda atau cyclops,
Jenis ini sebenarnya jenis Crustacea dengan ukuran mikro. Namun jenis ini
mampu makan larva vektor DBD. Beberapa spesies sudah diuji coba dan
efektif, antara lain Mesocyclops aspericornis diuji coba di Vietnam, Tahiti
dan juga di Balai Besar Penelitian Vektor dan Reservoir, Salatiga.
64

Bakteri
Agen biologis yang sudah dibuat secara komersial dan digunakan
untuk larvasidasi dan efektif untuk pengendalian larva vector adalah
kelompok bakteri. Dua spesies bakteri yang sporanya mengandung
endotoksin dan mampu membunuh larva adalah Bacillus thuringiensis
serotype H-14 (Bt. H-14) dan B. spaericus (BS). Endotoksin merupakan
racun perut bagi larva, sehingga spora harus masuk ke dalam saluran
pencernaan larva. Keunggulan agent biologis ini tidak mempunyai pengaruh
negatif terhadap lingkungan dan organisme bukan sasaran. Kelemahan cara
ini harus dilakukan secara berulang dan sampai sekarang masih harus
disediakan oleh pemerintah melalui sektor kesehatan. Karena endotoksin
berada di dalam spora bakteri, bilamana spora telah berkecambah maka
agent tersebut tidak efektif lagi.

Pengendalian Kimiawi
Pengendalian secara kimiawi masih paling populer baik bagi
program pengendalian DBD dan masyarakat. Penggunaan insektisida dalam
pengendalian vektor DBD bagaikan pisau bermata dua, artinya bisa
menguntungkan sekaligus merugikan. Insektisida kalau digunakan secara
tepat sasaran, tepat dosis, tepat waktu dan cakupan akan mampu
mengendalikan vektor dan mengurangi dampak negatif terhadap lingkungan
dan organisme yang bukan sasaran. Penggunaan insektisida dalam jangka
tertentu secara akan menimbulkan resistensi vektor.

Perlindungan Individu
Untuk melindungi pribadi dari risiko penularan virus DBD dapat
dilakukan secara individu dengan menggunakan repellent, menggunakan
pakaian yang mengurangi gigitan nyamuk. Baju lengan panjang dan celana
panjang bisa mengurangi kontak dengan nyamuk meskipun sementara.
Untuk mengurangi kontak dengan nyamuk di dalam keluarga bisa memasang
kelambu pada waktu tidur dan kasa anti nyamuk. Insektisida rumah tangga
seperti semprotan aerosol dan repellent: obat nyamuk bakar, vaporize mats
(VP), dan repellent oles anti nyamuk bisa digunakan oleh individu. Pada 10
65

tahun terakhir dikembangkan kelambu berinsektisida atau dikenal sebagai


Insecticide Treated Nets (ITNs) dan tirai berinsektisida yang mampu
melindungi gigitan nyamuk.

Peraturan Perundangan
Peraturan perundangan diperlukan untk memberikan payung hukum
dan melindungi masyarakat dari risiko penulan DB/DBD. Seperi telah
penulis paparkan diatas bahwa DBD termasuk salah satu penyakit yang
berbasis lingkungan, sehingga pengendaliannya tidak mungkin hanya
dilakukan oleh sektor kesehatan. Seluruh negara mempunyai undang-
undang tentang pengawasan pe nyakit yang berpotensi wabah seperti DBD
dengan memberikan kewenangan kepada petugas kesehatan untuk
mengambil tindakan atau kebijakan untuk mengendalikannya. Dengan
adanya peraturan perundangan baik undang-undang, peraturan pemerintah
dan peraturan daerah, maka pemerintah, dunia usaha dan masyarakat wajib
memelihara dan patuh. Salah satu Negara yang mempunyai undang-undang
dan peraturan tentang vektor DBD adalah Singapura, yang mengharuskan
masyarakat untuk menjaga lingkungannya untuk bebas dari investasi larva
Aedesaegypti.

Peran Serta Masyarakat


Pengendalian vektor dilaksanakan dengan melibatkan masyarakat
untuk berperan serta meningkatkan dan melindungi kesehatannya melalui
peningkatan kesadaran kemauan dan kemampuan serta pengembangan
lingkungan sehat (Kemenkes RI, 2010). Peran serta masyarakat merupakan
proses panjang dan memerlukan ketekunan, kesabaran dan upaya dalam
memberikan pemahaman dan motivasi kepada individu, kelompok,
masyarakat, bahkan pejabat secara berkesinambungan. Program yang
melibatkan masyarakat adalah mengajak masyarakat mau dan mampu
melakukan 3M+ atau PSN dilingkungan mereka. Istilah tersebut sangat
populer dan mungkin sudah menjadi trade mark bagi program pengendalian
DBD, namun karena masyarakat kita sangat heterogen dalam tingkat
pendidikan, pemahaman dan latar belakangnya sehingga belum mampu
66

mandiri dalam pelaksanaannya.


Mengingat kenyataan tersebut, maka penyuluhan tentang vektor dan
metode pengendaliannya masih sangat dibutuhkan oleh masyarakat secara
berkesinambungan karena vektor DBD berbasis lingkungan, maka
penggerakan masyarakat tidak mungkin dapat berhasil dengan baik tanpa
peran dari Pemerintah daerah dan lintas sektor terkait seperti pendidikan,
agama, LSM, dan lain lain.
Dalam penelitian ini didukung oleh peran masyarakat yang lebih
banyak berperan antara lain PKK baik tingkat RT maupun RW yang
termasuk di dalam Kelurahan Puskesmas Desa Binjai serta kader
kesehatannya. Mereka menyampaikan informasi termasuk DBD dan cara
pencegahannya melalui pertemuan PKK yang dilaksanakan setiap bulan.
Dalam Peningkatan Peran masyarakat seperti itu adalah Ketua RT
atau RW lebih banyak dilakukan penyuluhan untuk kebersihan lingkungan
yang secara umum seperti Kebersihan Taman, pinggir jalan dan selokan, jadi
tidak fokus pada masalah kesehatan dalam pencegahan DBD dilaksanakan
kegiatan 3M+ menghindari gigitan Nyamuk di Lingkungan tempat
tinggal/rumah tangga maupun pada institusi pemerintah dan swasta misalnya
: perkantoran, sekolah, pesantren, dan tempat-tempat umum. Seharusnya
kegiatan ini dilaksanakan secara rutin dan terprogram baik secara tersendiri
atau terintegrasi dengan program penyuluhan kesehatan lainnya di
Puskesmas, maupun di Dinkes kabupaten/kota setempat.

b Manajemen
Secara klasik, manajemen adalah ilmu atau seni tentang penggunaan
sumber daya secara efisien, efektif, dan rasional untuk mencapai tujuan
organisasi yang telah ditetapkan sebelumnya. Manajemen merupakan ilmu
terapan yang penerapannya disesuaikan dengan ruang lingkup fungsi
organisasi, bentuk kerja sama manusia di dalam organisasi, dan ruang
lingkup masalah yang dihadapi. Di bidang kesehatan, manajemen diterapkan
untuk mengatur perilaku staf yang bekerja di dalam organisasi (institusi
pelayanan) kesehatan untuk menjaga dan mengatasi gangguan kesehatan
67

pada individu atau kelompok masyarakat secara efektif, efisien, dan


produktif.
Manajemen adalah ilmu terapan yang dapat dimanfaatkan di berbagai
jenis organisasi untuk membantu manajer dalam memecahkan masalah
organisasi, sehingga manajemen juga dapat digunakan dalam bidang
kesehatan untuk membantu manajer organisasi pelayanan kesehatan
memecahkan masalah kesehatan masyarakat. Manajemen kesehatan adalah
suatu kegiatan atau suatu seni untuk mengatur petugas kesehatan dan non-
petugas kesehatan masyarakat melalui program kesehatan.
Sesuai dengan tujuan sistem kesahatan, yakni peningkatan derajat
kesehatan yang setinggi-tingginya, maka manajemen kesehatan tidak dapat
disamakan dengan manajemen niaga yang lebih berorientasi pada upaya
mencari keuntungan berupa uang untuk pemilik perusahaan (profit oriented)
melainkan manajemen kesehatan berorientasi memberikan manfaat
pelayanan secara optimal pada masyarakat (benefit oriented) oleh karena
organisasi kesehatan lebih mementingkan pencapaian kesejahteraan umum.
Fungsi-fungsi dalam manajemen kesehatan sama dengan fungsi-
fungsi dalam manajemen perusahaan, yaitu:
1. Fungsi Perencanaan (Planning)

Perencanaan merupakan fungsi terpenting dalam manajemen.


Perencanaan kesehatan adalah sebuah proses untuk merumuskan masalah-
masalah kesehatan yang berkembang di masyarakat, menentukan kebutuhan
dan sumber daya yang tersedia, menetapkan tujuan program yang paling
pokok, dan menyusun langkah-langkah praktis untuk mencapai tujuan yang
telah ditetapkan tersebut.
Dengan perencanaan dapat mengetahui tujuan yang ingin dicapai,
jenis dan struktur organisasi yang dibutuhkan, jenis dan jumlah staf yang
diinginkan dan uraian tugasnya, sejauh mana efektivitas kepemimpinan dan
pengarahan yang diperlukan, bentuk dan standar pengawasan yang akan
dilakukan.
68

Terdapat lima langkah yang perlu dilakukan pada proses penyusunan


sebuah perencanaan dalam manajemen kesehatan, yaitu: (a) analisa situasi;
(b) mengidentifikasi masalah dan prioritasnya; (c) menentukan tujuan
program; (d) mengkaji hambatan dan kelemahan program; (e) menyusun
rencana kerja operasional.
2. Fungsi Pengorganisasian (Organizing)

Dengan adanya pengorganisasian, maka seluruh sumber daya yang


dimiliki oleh organisasi akan diatur penggunaannya secara efektif dan
efisien untuk mencapai tujuan organisasi yang telah ditetapkan.
Dengan pengorganisasian, seorang pemimpin akan mengetahui:
pembagian tugas secara jelas, tugas pokok dan prosedur kerja staf,
hubungan organisatoris dalam struktur organisasi, pendelegasian wewenang,
dan pemanfaatan staf dan fasilitas fisik yang dimiliki organisasi.
Ada enam langkah penting dalam membuat pengorganisasian, yaitu:
(a) tujuan organisasi harus sudah dipahami oleh staf; (b) membagi habis
pekerjaan dalam bentuk kegiatan-kegiatan pokok untuk mencapai tujuan; (c)
menggolongkan kegiatan pokok ke dalam suatu kegiatan yang praktis; (d)
menetapkan kewajiban yang harus dilakukan oleh staf dan menyediakan
fasilitas pendukung yang diperlukan untuk melaksanakan tugasnya; (e)
penugasan personal yang terampil.
3. Fungsi Pelaksanaan dan Pembimbingan (Actuating)

Pada fungsi ini lebih mengarahkan dan menggerakkan semua sumber


daya untuk mencapai tujuan yang telah disepakati. Beberapa hal yang dapat
menggerakkan dan mengarahkan sumber daya manusia dalam organisasi
yaitu : peran kepemimpinan (leadership), motivasi staf, kerja sama antar
staf, dan komunikasi yang lancer antar staf.
Adapun tujuan fungsi pelaksanaan dan pembimbingan adalah: (1)
menciptakan kerjasama yang lebih efisien; (2) mengembangkan kemampuan
dan keterampilan staf; (3) menumbuhkan rasa menyukai dan memiliki
pekerjaan; (4) mengusahakan suasana lingkungan kerja yang meningkatkan
69

motivasi prestasi kerja staf; (5) membuat organisasi berkembang secara


dinamis.
4. Fungsi Pengawasan (Controlling)

Melalui fungsi pengawasan, standar keberhasilan program yang


telah dibuat dalam bentuk target, prosedur kerja, dan sebagainya harus
selalu dibandingkan dengan hasil yang telah dicapai atau yang mampu
dikerjakan oleh staf.
Jenis standar pengawasan ada dua, yaitu : (1) standar norma,
standar yang dibuat berdasarkan pengalaman staf melaksanakan program
yang sejenis atau yang pernah dilaksanakan dalam situasi yang sama di
masa lalu; (2) standar kriteria, standar yang diterapkan untuk kegiatan-
kegiatan pelayanan oleh petugas yang sudah mendapatkan pelatihan.
Pemimpin bisa mendapatkan data pada saat melakukan pengawasan
dengan tiga cara: pengamatan langsung, laporan lisan dari staf atau
pengaduan masyarakat, dan laporan tertulis dari staf.
5. Fungsi Evaluasi (Evaluation)

Tujuannya yaitu untuk memperbaiki efisiensi dan efektivitas


pelaksanaan program dengan memperbaiki fungsi manajemen. Evaluasi ada
beberapa macam, yaitu: (a) evaluasi terhadap input, dilaksanakan sebelum
program dilaksanakan; (b) evaluasi terhadap proses, dilaksanakan pada saat
kegiatan berlangsung; (c) evaluasi terhadap output, dilaksanakan setelah
pekerjaan selesai.
Fungsi-fungsi manajemen diatas dapat dilihat pada Gambar 3.1.
Meskipun keempat fungsi manajemen tersebut terpisah satu sama lain,
teteapi sebagai sebuah proses, keempatnya merupakan suatu rangkaian
kegiatan yang berhubungan satu sama lain. Jika tujuan organisasi belum
tercapai, pimpinan organisasi harus menganalisis kelemahan pelaksanaan
salah satu atau beberapa fungsi manajemen tersebut.
70

Gambar 3.1 Siklus Fungsi Manajemen


Sumber : Muninjaya, 2004

Manajemen Puskesmas
Menurut Permenkes No.75 tahun 2014 tentang pusat kesehatan masyarakat,
disebutkan bahwa Pusat Kesehatan Masyarakat yang selanjutnya disebut Puskesmas
adalah fasilitas pelayanan kesehatan yang menyelenggarakan upaya kesehatan
masyarakat dan upaya kesehatan perseorangan tingkat pertama, dengan lebih
mengutamakan upaya promotif dan preventif, untuk mencapai derajat kesehatan
masyarakat yang setinggi-tingginya di wilayah kerjanya.

Tugas dan Fungsi Manajemen Puskesmas


Puskesmas mempunyai tugas melaksanakan kebijakan kesehatan untuk
mencapai tujuan pembangunan kesehatan di wilayah kerjanya dalam rangka mendukung
terwujudnya kecamatan sehat. Dalam melaksanakan tugas tersebut, puskesmas
menyelenggarakan fungsi:
a. penyelenggaraan UKM tingkat pertama di wilayah kerjanya; dan
b. penyelenggaraan UKP tingkat pertama di wilayah kerjanya.

Penerapan Manajemen di Puskesmas


Untuk dapat melaksanakan usaha pokok puskesmas secara efisien, efektif,
produktif, dan berkualitas, pimpinan puskesmas harus memahami dan menerapkan
prinsip-prinsip manajemen. Penerapan manajemen kesehatan di puskesmas terdiri dari :
1. Micro Planning (MP)
71

Merupakan perencanaan tingkat puskesmas. Pengembangan program


puskesmas selama 5 tahun disusun dalam MP.
2. Lokakarya Mini Puskesmas (LKMP)

Merupakan bentuk penjabaran MP kedalam paket-paket kegiatan program


yang dilaksanakan oleh staf, baik secara individu maupun berkelompok.
LKMP dilaksanakan setiap tahun.
3. Local Area Monitoring (LAM) atau PIAS-PWS (Pemantauan Ibu dan Anak
Setempat-Pemantauan Wilayah Setempat)

Merupakan sistem pencatatan dan pelaporan untuk pemantauan penyakit


pada ibu dan anak atau untuk penyakit menular yang dapat dicegah dengan
imunisasi. LAM merupakan penjabaran fungsi pengawasan dan
pengendalian program. LAM yang dijabarkan khusus untuk memantau
kegiatan program KIA disebut dengan PIAS. Sistem pencatatan dan
pelaporan terpadu puskesmas (SP2TP) adalah kompilasi pencatatan program
yang dilakukan secara terpadu setiap bulan.

Stratifikasi puskesmas merupakan kegiatan evaluasi program yang


dilakukan setiap tahun untuk mengetahui pelaksanaan manajemen program
puskesmas secara menyeluruh. Penilaian dilakukan oleh tim dari Dinas Kesehatan
Provinsi dan Kabupaten/Kota. Data SP2TP dimanfaatkan oleh puskesmas untuk
penilaian stratifikasi.
Supervisi rutin oleh pimpinan puskesmas dan rapat-rapat rutin untuk
koordinasi dan memantau kegiatan program. Supervisi oleh pimpinan, monitoring,
dan evaluasi merupakan penjabaran fungsi manajemen (pengawasan dan
pengendalian) di puskesmas (Tabel 3.1).

Tabel 3.1 Penerapan Fungsi Manajemen di Puskesmas


Planning Mikro planning, perencanaan tingkat
puskesmas
Organizing Struktur organisasi, pembagian tugas, pembagian
72

wilayah kerja, pengembangan program


puskesmas
Actuating Lokakarya mini puskesmas, kepemimpinan,
motivasi kerja, koordinasi, komunikasi melalui
rapat rutin bulanan untuk membahas aktivitas
harian dan kegiatan program
Controlling PIAS, LAM, PWS KIA, supervise, monitoring,
evaluasi, audit internal keuangan di puskesmas
Sumber : Muninjaya, 2004

3.1.2 Identifikasi Masalah


Definisi masalah:
1. Masalah adalah kesenjangan antara harapan dan kenyataan.
2. Masalah adalah perbedaan antara kondisi sekarang dan kondisi yang
diharapkan.
3. Masalah adalah hasil dari kesadaran bahwa kondisi yang sekarang terjadi
belumlah sempurna.

Dari data yang didapat dari Laporan Tahunan Puskesmas Kepuh tahun
2015 yang telah diambil, dapat dilakukan penentuan prioritas masalah dengan
metode USG sebagai berikut:

Diambil 5 masalah besar sebagai berikut yang disajikan dalam tabel di bawah :
Tabel 3.2
Daftar Program Pokok Puskesmas Plered tahun 2016 dengan pencapaian kurang
dari target
73

SASARAN PENCAPAIAN CAKUPAN TARGET

No. JENIS KEGIATAN % %

1. UPAYA PROMOSI KESEHATAN

Cakupan Komunikasi Interpersonal dan


Konseling (KIP/K) 68.138 3.156 4,63 5,00

Cakupan Pengkajian dan Pembinaan


PHBS di Tatanan Rumah Tangga 1.983 504 25,42 65,00

Cakupan Pemberdayaan Individu/


Keluarga melalui Kunjungan Rumah 3.156 1.082 34,28 50,00

UPAYA KESEHATAN
2 LINGKUNGAN

Cakupan Pengawasan Rumah Sehat 7.408 4.191 56,57 75,00

Cakupan Pengawasan Sarana Air


Bersih 7.062 4.792 67,86 80,00

Cakupan pengawasan SPAL 7.062 4.792 67,86 75,00

Cakupan Kegiatan Klinik Sanitasi 3.122 725 23,22 25,00

3 UPAYA KIA & KB

KESEHATAN IBU - - - -

KESEHATAN ANAK - - - -

- - - -
KELUARGA BERENCANA

UPAYA PERBAIKAN GIZI


4 MASYARAKAT

Cakupan Distribusi MP- ASI Baduta


247 71 28,74 100,00
Gakin

Cakupan ASI Eksklusif 658 312 47,42 80,00


74

5 UPAYA PENCEGAHAN & P2M

PELAYANAN IMUNISASI DASAR

7
682 96,60 98,00
Cakupan DPTHB 1 06

Cakupan DPTHB 3 706 631 89,38 90,00

PELAYANAN IMUNISASI
- - - -
LANJUTAN

PENEMUAN DAN PENANGANAN


6 PENDERITA PENYAKIT

Cakupan Penderita Peneumonia Balita 325 227 69,85 86,00

Cakupan Penemuan Pasien baru TB


40 16 40,00 80,00
BTA Positif

Cakupan Kesembuhan Pasien TB BTA


52 24 46,15 85,00
Positif

Cakupan Penderita DBD yang


2.368 82,37 95,00
ditangani 2.875

Cakupan Penemuan Penderita Diare 8.901 1.192 13,39 75,00

7 UPAYA PENGOBATAN

Kunjungan Rawat Jalan Gigi 1.299 5.675 436,87 100,00

Cakupan jumlah seluruh Pemeriksaan 68.13


6.436 9,45 20,00
Laboratorium Puskesmas 8

Cakupan Jumlah Pemeriksaan


6.436 333 5,17 10,00
Laboratorium yang dirujuk

Sumber : Laporan Tahunan Puskesmas Plered Tahun 2016

3.1.3 Prioritas Masalah


Berdasarkan data di atas ditemukan adanya 5 masalah kesehatan Puskesmas
Kepuh. Dari 5 masalah kesehatan tersebut dibuat prioritas masalah dapat
dilakukan dengan cara penilaian scoring dengan menggunakan metode USG
(Urgency, Seriousness, Growth)
a. Urgency (urgensi), yaitu dilihat dari tersedianya waktu, mendesak atau
tidak masalah tersebut diselesaikan.
75

b. Seriousness (keseriusan), yaitu melihat dampak masalah tersebut terhadap


produktifitas kerja, pengaruh terhadap keberhasilan, membahayakan
sistem atau tidak, dan sebagainya.
c. Growth (berkembangnya masalah), yaitu apakah masalah tersebut
berkembang sedemikian rupa sehingga sulit dicegah.

Dengan menggunakan score 1-5 skala linkert, masing-masing


anggota dapat menilai besar kecilnya kriteria tersebut.
Tabel 3.3 Penilaian Kriteria Metode USG

KRITERIA
NILAI SERIOUSNES
URGENCY GROWTH
S

5 Sangat urgen Sangat serius Sangat tumbuh

4 Cukup urgen Cukup serius Cukup

3 Urgen Serius Tumbuh

2 Kurang urgen Kurang serius Kurang tumbuh

1 Sangat kurang Sangat kurang Sangat kurang


urgen serius tumbuh

Langkah inti Pelaksanaan USG:


1 Penyusunanan Daftar Masalah
Setiap peserta pertemuan diminta mengemukakan masalah bagian yang
diwakilinya.
Pimpinan USG mengintruksikan kepada petugas pencatat untuk
mencatat setiap masalah.
2 Klarifikasi Masalah
Lakukan klarifikasi masalah yang telah diidentifikasi dalam rangka
menentukan prioritas masalah.
Setiap anggota diminta penjelasan (klarifikasi) maksud dari masalah
yang dikemukakannya.
Setelah diklarifikasi, maka tulis masalah hasil dari klarifikasi tersebut.
3 Membandingkan antar masalah
76

Bandingkan masalah yang diperoleh, sebagai contoh masalah A sampai


C menurut kriteria urgensi, keseriusan, dan kemungkinan
berkembangnya masalah.
Tulis frekuensi kemunculan tiap masalah yang diperbandingkan,
frekuensi ini dianggap sebagai nilai atau skor masalah. Kemudian
jumlah skor yang diperoleh tiap masalah berdasarkan kriteria urgency,
seriousness, dan growth.

Tabel 3.4 Daftar Priotitas Masalah Menggunakan Metode USG

NO USG
PRIORITAS MASALAH TOTAL RANKING
. U S G

Cakupan Pengkajian dan Pembinaan


1. 3 3 4 10 IV
PHBS di Tatanan Rumah Tangga

2. Cakupan Pengawasan Rumah Sehat 3 3 3 9 V

3. Cakupan ASI Eksklusif 3 3 4 10 IV

4. Cakupan DPTHB 1 4 5 4 13 II

5. Cakupan DPTHB 3 4 5 4 13 II

Cakupan Penderita Pneumonia


6. 4 5 4 13 II
Balita

Cakupan Penemuan Pasien baru TB


7. 3 4 3 10 IV
BTA Positif

Cakupan Penderita DBD yang


8. 5 5 5 15 I
ditangani

9. Cakupan Penemuan Penderita Diare 4 4 3 11 III

Dengan menjumlahkan (U+S+G), nilai tertinggi ditetapkan sebagai prioritas


masalah. Dengan demikian kami menentukan prioritas masalah yang kami dapatkan
77

adalah Cakupan penderita DBD yang ditangani di lingkungan Puskesmas Plered


berdasarkan laporan Puskesmas Plered Tahun 2016.

3.1.4 Rumusan Masalah Berdasarkan Prioritas Masalah


Setelah kami menganalisis masalah yang ada di wilayah kerja puskesmas Plered
selama dua minggu kami mengambil masalah yang berdasarkan USG berupa Cakupan
Penderita DBD yang ditangani di wilayah kerja Puskesmas Plered yang melingkupi
masyarakat, petugas kesehatan, dan para kader yang belum optimal. Sehingga kami
selaku para dokter muda yang sedang bertugas di wilayah kerja Puskesmas Plered
dengan berbekal ilmu yang telah kami dapatkan selama pendidikan di kampus fakultas
kedokteran Unswagati dan telah menempuh Program Pendidikan Profesi Dokter di
berbagai Rumah Sakit, sehingga kami dapat menerapkan berbagai disiplin ilmu yang
sesuai kompetensi sebagai dokter muda berupa Promosi, edukasi, dan menerapkan
masalah ini sebagai mini project dalam rangka meningkatkan cakupan penderita DBD
yang ditangani.

3.1.5 Analisis Penyebab Masalah dan Alternatif Pemecahan Masalah


3.1.5.1 Analisis Masalah
Tahap selanjutnya setelah penentuan prioritas masalah adalah identifikasi
penyebab dari masalah tersebut. Dalam identifikasi masalah rendahnya cakupan
penderita DBD yang ditangani tahun 2016 di Puskesmas Plered ini, digunakan
metode pendekatan sistem yang menganalisis penyebab masalah ditinjau dari segi
input, proses dan lingkungan. Proses pendekatan dijelaskan dalam bagan berikut:
78

INPUT PROSES OUTPUT OUTCOME


Man P1 Cakupan Mutu
Money P2
Method P3
Machine
Material

DAMPAK
Kesakitan
Kematian

Fisik Non fisik

LINGKUNGAN

Bagan 3.2. Bagan Pendekatan Sistem

Menggunakan pendekatan tersebut dapat dilakukan analisis hal-hal yang


menyebabkan rendahnya Cakupan Penemuan Kasus Baru TB di Puskesmas Plered
tahun 2016.

1 Penyebab Masalah Manajemen Puskesmas Dianalisis dengan Pendekatan


Sistem
Untuk menganalisis penyebab masalah manajemen secara menyeluruh
digunakan pendekatan sistem yang meliputi input, lingkungan, proses, output,
outcome, serta dampak. Dengan pola pemecahan masalah berdasarkan sistem
tersebut dapat ditelusuri ke belakang hal-hal yang dapat menyebabkan
munculnya permasalahan. Dari tahap ini didapatkan hasil asumsi penyebab
masalah sbb:
79

Tabel 3.5
Identifikasi Kemungkinan Penyebab Masalah
Tahap Analisis Pendekatan Sistem

Kompone Kekurangan Kelebihan


n
Input Kurangnya pengetahuan, deteksi Adanya dukungan dari
dini dan tatalaksana DBD pemerintah desa
Man masyarakat dan petugas
kesehatan

Tingkat sosial ekonomi


Money masyarakat rendah
Tidak ada dana alokasi
khusus untuk kegiatan ini

Method Sosialisasi petugas Komitmen petugas kesehatan


sebelum PJB kurang yang tinggi terhadap program
Belum terpenuhinya
DBD
sarana & prasarana desa
siaga
Kurangnya kerjasama
lintas sektoral &
pemberdayaan
masyarakat
Belum terlaksananya PSN
secara rutin
Partisipasi masyarakat
dalam PJB kurang

Material Sarana penyuluhan


berupa poster, brosur dan
80

lembar balik kurang


Abate terbatas
Kurangnya pemanfaatan
media sosial dalam
promosi kesehatan

Kepadatan penduduk Adanya dukungan dari


yang tinggi perangkat desa dan
Banyaknya selokan
Environme tokoh masyarakat
Tempat pembuangan
nt setempat
sampah tidak terurus
Mobilisasi penduduk yang
tinggi sehingga transmisi
penyakit menjadi lebih
mudah

Proses Adanya perpindahan


kewenangan pemegang
P1 programer sehingga
programer yang baru
belum memahami
sepenuhnya tentang
program tersebut

Kerjasama lintas program Terdapat kerjasama


dan lintas sektor belum yang baik antara
optimal Masyarakat dan
Jadwal terinci kegiatan PJB
Petugas kesehatan
belum tersedia Terdapat kerjasama
P2
Jadwal terinci kegiatan
yang baik antara Lintas
penyuluhan ke
program dan Lintas
masyarakat belum ada
sektor

Pelaporan pencapaian
program PJB
81

P3 dilaksanakan secara
reguler

2. Penyebab Mutu Pelayanan (Simple Problem)


Penilaian mutu dilakukan berdasarkan pengamatan pada petugas di BP umum, di
laboratorium, dan di bagian pendaftaran, yang disesuaikan dengan SOP. SOP Puskesmas
Plered sudah lama tidak digunakan sebagai acuan dalam pelayanan puskesmas,
sehingga penilaian simple problem tidak dapat dilakukan.

3. Penyebab Masalah Mutu Pelayanan (Complex Problem)


Penilaian mutu pelayanan Puskesmas salah satunya dilakukan melalui pendekatan
complex problem, yaitu dengan menggunakan 9 dimensi mutu. Penilaian mutu ini
dilakukan dengan menggunakan kuesioner yang ditanyakan pada dua pasien TB yang
datang ke Puskesmas untuk kontrol.

FISH BONE

MAN METHODE
Belum terlaksanya
PSN secara rutim
Sosialisasi petugas
Kepedulian masy. Terhadap
sebelum PJB
gerakan 3M masih kurang
kurang
Petugas belum Belum adanya
memahami TUPOKSI jadwal baku PJB
dbd
Kurangnya Belum terpenuhinya
jumlah petugas sarana dan prasarana
pelaksana desa siaga Partisipasi
masyarakat dalam
PJB kurang
Petugas kesehatan blm
Kurangnya pengetahuan, maksimal melakukan
deteksi dini dan tatalaksana
DBD masyarakat dan
promosi kesehatan Kurangnya kerjasama lintas
sektoral & pemberdayaan masy.
Angka Bebas Jentik
petugas kesehatan
yang rendah

Sarana penyuluhan
poster, brosur, dan lembar Tingkat sosek Kepadatan
balik kurang masy. rendah penduduk yang Tempat pembuangan
tinggi sampah tidak terurus

MONEY
82

Abate terbatas Mobilisasi penduduk


Kurangnya Banyaknya yg tinggi shg
pemanfaatan Tidak ada selokan transmisi penyakit
media sosial dana alokasi yang menjadi lebih mudah
dalam promkes khusus untuk
kegiatan ini

MATERIAL ENVIRONMENT

3.1.5.2 Alternatif Pemecahan Masalah


Prioritas Alternatif
Prioritas Pemecahan
No Penyebab Masalah Penyebab Pemecahan Ket
Masalah Masalah Terpilih
Masalah Masalah
1 Angka Bebas - Sosialisasi petugas Sosialisasi - Pembagian tugas - Pertemuan tingkat
Jentik sebelum PJB petugas kurang LP desa dan
- Partisipasi - Pembagian Pembentukan
masyarakat wilayah kerja Tim PJB tingkat
kelompok pada petugas desa
masyarakat dalam - Peningkatan - Pelaksanaan PSN
PJB kurang penyuluhan - penyediaan abate
- Belum ada jadwal Partisipasi - Petugas tingkat - Penyediaan media
baku kelompok desa (stiker)
- Peran serta masyarakat - Pembinaan RT / - Penyuluhan
masyarakat kurang kurang TOMA
- Peran kader kurang - Pelaksanaan PSN
- Pembuatan protap - Pembentukan tim
tidak ada PJB tingkat
- Abate terbatas RW/RT
- Media tentang DBD - Penyediaan
kurang Aabate
- Dana khusus tidak Peran Kader - Sosialisasi pada
ada kurang kader/TOMA
- Kepadatan rumah - Penyediaan
tinggi brosur-brosur
- Lingkungan kumuh penyuluhan
- Selokan tergenang - Pemberian
- Timbunan sampah trasnport kader
83

tidak terurus Media tentang - Penyediaan media


DBD kurang (brosur,
pamflet, stiker)
DBD kurang
Lingkungan - Peningkatan
kumuh penyuluhan
- Pembuatan jadwal
petugas
- pembentukan
kelompok
masyarakat
penanggung
3.2 Rencana Usulan Kegiatan jawab tingkat
RW/RT
No Upaya Kegiatan Tujuan Sasaran Target Kebutuha Indikator Keberhasilan
Kesehata n Sumber
n Daya
Dana Al Tenaga
at
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10
1 P2 DBD I PERENCANAAN

Sosialisasi Program Agar dapat Prog. 2 bln A Coass


bekerjasama Lain sekali T
dengan K
lintas Bides
program
dalam
kegiatan
prog. DBD
Pertemuaan tingkat Untuk
desa dan memusyawa Masyara 1 kali Mandiri A Coass
Pembentukan Tim rahkan kat desa T &
PJB tingkat desa kegiatan Wotgali, K Prog.
sekaligus blok DBD
membentuk sumursia
tim PJB t

Pelaksanaan PSN Untuk Masyara 2 kali Mandiri A Masyar


memberanta kat desa dalam T akat
s sarang Wotgali, sebulan K dan
nyamuk dan blok didamp
memutus sumursia ingi
rantai t petugas
penyebaran Puskes
DBD mas
dan
Coass
Penyediaan abate Membunuh Masyara 1 kali Mandiri Coass
jentik kat
84

nyamuk
Penyediaan stiker Agar Masyara 1 kali Mandiri Coass
DBD masyarakat kat
mengetahui
tentang
pentingnya
kegiatan 3M
dan agar
masyarakat
mengetahui
tanda &
gejala DBD
Penyuluhan Menambah Masyara 1 kali Mandiri A Coass
pengetahuan kat T
masyarakat K
tentang
DBD & agar
masyarakat
semakin
waspada
II PELAKSANAAN

Pemeriksaan jentik Memutuskan Rumah- 1 desa Transport A Coass, ABJ


berkala rantai rumah (1 petugas T Prog. Meningkat
penyebab daerah blok) 3 Org x 1ds K DBD
DBD endemis/ x 1 kl Tim
sporadis Rp30.000 PJB
= RP 90.000
Penyelidikan Mencegah Penderita A Tim Tertanggulan
Epidemiologi dan DBD T PJB ginya kasus
memutuskan K Prog. DBD
penyebaran DBD
peny. DBD

Abatesasi selektip Mencegah Rumah Semua A Coass, Tidak terjadi


penyebaran disekitar rumah T Tim. penyebaran
DBD penderita warga K PJB DBD
DBD yang Prog.
mengg DBD
unakan
bak
mandi
Menempelkan stiker Agar Rumah 1 kali Stiker: A Coass
DBD masyarakat warga Rp.1500 T
mengetahui x100 = K
tentang
pentingnya Rp. 100.00,-
kegiatan 3M
dan agar
masyarakat
mengetahui
tanda &
85

gejala DBD
Penyuluhan Peny. Memberikan Masyara Setiap A Coass masyarakat
DBD dan edukasi Pengetahuan kat melaku T mengerti dan
tentang kan K tahu ttg
peny. DBD kunjun peny. DBD
dan cara gan
penanggulan rumah
gannya untuk
PJB
Pencatatan dan Menginventa Prog. 1 kali A Tim Adanya
pelaporan risasi dari DBD T PJB catatan dan
kegiatan K laporan yang
yang telah adekuat
dilaksanakan
III EVALUASI
Coass
Penilaian terhadap Menilai hasil Prog. Akhir A
semua kegiatan yang kegiatan DBD kegiata T Prog.
telah dilakukan n K DBD

3.3 Perencanaan Kegiatan

3.3.1 Rencana Pelaksanaan Kegiatan

Upaya Volume Rincian Lokasi Tenaga


Kegiatan Sasaran Target Jadwal Biaya
Kesehatan Kegiatan Pelaksanaan Pelaksanaan Pelaksana
P2M Sosialisasi Kepala 80 80 orang x Spanduk: Balai Desa Petugas 15 Man-
Program, Desa, Ketua orang 1 hari x 1 Rp.75.000 Wotgali program Febru- diri
Penyuluhan RT, Tokoh desa DBD, ari
DBD dan Masyarakat, Snack: Kesling, 2017
Pembentuka Kader, Rp.500.000 Promkes,
n Tim PJB Tokoh Bidan
tingkat desa Agama, Desa,
Bidan Desa, aparat
desa,
Coass
Pemeriksaan Rumah 134 Masyaraka 1 sendok Desa Petugas 17 Man-
jentik di tiap Masyarakat rumah t Desa x 1 abate/rumah Wotgali, program Febru- diri
rumah, Desa kali x 1 = Rp.65.000 Blok DBD, ari
Pemberian Wotgali, hari Sumursiat Kesling, 2017
Abate dan Blok Stiker: (RT 12 & RT Promkes,
Stiker DBD, Sumursiat Rp.1.500 15) Bidan
dan x100 = Desa,
memberi- Rp.150.000 aparat
kan edukasi desa, kader
Senter: Ketua RT,
Rp. 15.000 x Coass
3=
Rp.45.000
Evaluasi Rumah 134 Masyaraka Desa Petugas 24 Man-
Jentik I Masyarakat Rumah t Desa x 1 Wotgali, program Febru- diri
Desa kali x 1 Blok DBD, ari
86

Wotgali, hari Sumursiat Kesling, 2017


Blok (RT 12 & RT Promkes,
Sumursiat 15) Bidan
Desa,
aparat
desa,
kader,
Ketua RT,
Coass
Pelaksanaan Rumah 134 134 rumah Desa Masyara- 2 Maret
PSN Masyarakat rumah x 1 hari x 2 Wotgali, kat desa 2017
Desa kali Blok Wotgali
Wotgali, Sumursiat blok
Blok (RT 12 & RT sumursiat
Sumursiat 15) didampingi
oleh
Petugas
program
DBD,
Kesling,
Promkes,
Bidan
Desa,
aparat
desa,
kader,
Ketua RT
dan
Coass
Evaluasi Rumah 134 Masyaraka Desa Petugas 3 Maret Man-
Jentik II Masyarakat rumah t Desa x 1 Wotgali, program 2017 diri
Desa kali x 1 Blok DBD,
Wotgali, hari Sumursiat Promkes,
Blok (RT 12 & RT Bidan
Sumursiat 15) Desa,
kader,
Ketua RT,
Coass
87
No Waktu Acara Penanggung
Jawab
1 19.00 - 19.30 WIB Pembukaan Pemegang program
2 19.30 20.00 WIB Pengukuhan tim PJB DBD, Kesling,
3 20.00 20.30 WIB Penyuluhan DBD
Promkes, bidan desa,
aparat desa, kader
dan ketua RT

3.3.2 Jadwal Pelaksanaan Kegiatan

Pembentukan Tim PJB (Pemberantasan Jentik Berkala)


Dilaksanakan pada hari Rabu, 15 Februari 2017 di balai desa Wotgali

Pemberantasan Jentik Berkala


Dilaksanakan pada hari Jumat, 17 Februari 2017 di RT 12 dan RT 15 desa Wotgali
88

No Waktu Acara Penanggung


Jawab
1 09.00 09.15 WIB Berkumpul di balai
desa Wotgali Pemegang program
2 09.15 11.30 WIB - Melakukan DBD, Kesling,
pemeriksaan jentik Promkes, bidan
ke tiap rumah dan desa, aparat desa,
menulis data yang kader dan ketua RT
telah didapatkan.
- memberikan abate
ke tiap rumah
- menempelkan stiker
tentang DBD ke
dinding rumah warga
- melakukan edukasi
pada masing-masing
keluarga
Evaluasi Jentik I
Dilaksanakan pada hari Jumat, 24 Februari 2017 di RT 12 dan RT 15 desa Wotgali

No Waktu Acara Penanggung


Jawab
1 09.00 09.15 Berkumpul di balai
WIB desa Wotgali
2 09.15 11.30 - Melakukan Pemegang program
WIB pemeriksaan jentik DBD, Kesling,
ke tiap rumah dan Promkes, bidan
menulis data yang desa, aparat desa,
telah didapatkan. kader dan ketua RT
- melakukan edukasi
pada masing-masing
keluarga
89

Pelaksanaan PSN
Dilaksanakan pada hari Kamis, 02 Maret 2017 di RT 12 dan RT 15 desa Wotgali

No Waktu Acara Penanggung


Jawab
1 08.00 11.30 Melakukan PSN Pemegang program
WIB (Pemberantasan DBD, Kesling,
Sarang Nyamuk) di Promkes, bidan
RT 12 dan RT 15 desa, aparat desa,
kader dan ketua RT

Evaluasi Jentik II
Dilaksanakan pada hari Jumat, 3 maret 2017 di RT 12 dan RT 15 desa Wotgali

No Waktu Acara Penanggung


Jawab
1 09.00 09.15 Berkumpul di balai
WIB desa Wotgali Pemegang program
2 09.15 11.30 - Melakukan DBD, Kesling,
WIB pemeriksaan jentik Promkes, bidan
ke tiap rumah dan desa, aparat desa,
menulis data yang kader, dan ketua RT
telah didapatkan.
- melakukan edukasi

3.4 Hasil Pelaksanaan Kegiatan


Pelaksanaan kegiatan dilaksanakan selama 5 hari di RT 12 & 15 desa Wotgali.
Dalam pelaksanaan kegiatan ini kami dibantu oleh Pemegang program DBD,
90

Kesling, Promkes, bidan desa, aparat desa, kader dan ketua RT 12 dan RT 15.
Setelah dilakukan PSN sebanyak 1 kali dan evaluasi PJB sebanyak 2 kali
didapatkan hasil angka bebas jentik yang meningkat, dengan nilai ABJ sebagai
berikut:

RT 12 RT 15
PJB 77,35 % 70,37 %
Evaluasi Jentik 92,45 % 95,06 %
1
Evaluasi Jentik 96,22 % 98,76 %
2

Kecamatan/ Puskesmas: Plered/ Plered

Desa : Wotgali

RW/RT : 05/ 12

N Nama KK PJB Evaluasi Evaluasi Jentik


o Jentik I II
Jenti Jenti Jumla Jenti Jentik Jentik Jentik
k (+) k (-) h k (+) (-) (+) (-)
abate
(1
sdm)
91

1 Tn.
Mahripah
2 Tn.
Maharto
3 Tn.
Abdullah
4 Tn.
Prayitno
5 Tn.
Maulana
6 Tn. Sodri
7 Tn.
Bisriati
8 Tn.
Karneni
9 Tn.
Sugeng
Basuki
10 Tn.
Endang
11 Tn. Akyas
12 Tn.
Roharjo
13 Tn.
Rokijal
14 Tn.
Asmuri
15 Ny. Iin
16 Tn. Ivan
17 Tn.
Muana
18 Tn.
Faozan
19 Tn.
Herifin
20 Tn. Aan
21 Tn.
Wiriah
22 Tn. Tumi
23 Tn.
Adnan
24 Ny.
Sunengsi
h
25 Tn.
92

Kando
26 Tn.
Bisriyadi
27 Tn. H.
Salih
28 Tn.
Karnedi
29 Tn.
Ahmad
30 Tn.
Sudarso
31 Tn. Cak
Mo
32 Tn.
Samin
33 Ny. Jahuri
34 Tn.
Sugiarto
35 Tn.
Sutono
36 Tn. Arifin
Amin
37 Tn.
Enang
38 Tn.
Nanang
Tarsila
39 Tn. Sama
40 Tn.
Ahmadi
41 Tn.
Tanyumi
42 Tn.
Darminto
43 Tn.Sona
Masona
44 Tn.
Iswandi
45 Ny.
Sopiah
46 Tn.
Kadori
47 Tn.
Sukarto
48 Tn.
93

Junaedi
49 Ny.
Rostini
50 Tn. Namo
51 Tn.
Sapanha
di
52 Tn.
Miskadi
53 Tn. Jayadi



Angka bebas jentik PJB = rumah jentik x 100%

41
= x 100%
53

= 77,35%


Angka bebas jentik evaluasi I = rumah jentik x 100%

49
= x 100%
53

= 92,45%


Angka bebas jentik evaluasi II = rumah jentik x 100%

51
= x 100%
53

= 96,22%

Kecamatan/ Puskesmas: Plered/ Plered

Desa : Wotgali
94

RW/RT : 05/ 15

N Nama KK PJB Evaluasi Evaluasi Jentik


o Jentik I II
Jenti Jenti Jumla Jenti Jentik Jenti Jentik
k (+) k (-) h k (+) (-) k (+) (-)
abate
(1
sdm)
1 NY. Sasi
2 Tn.
Rasimo
3 Tn.
Kartino
4 Tn. Jabidi
5 Ny. Maeri
6 Tn.
Masano
7 Tn.
Damin
8 Ny.Ernaw
ati
9 Tn.
Norima
10 Ny.
Kaesih
11 Tn.
Sujana
12 Tn.
Maskanda
13 Tn.
Sujano
14 Tn. Kenta
15 Tn.
Sukaryo
16 Tn.
Sujanah
17 Tn.
Ramito
18 Tn.
Misdari
19 Tn.
Mulyono
20 Tn.
Surnadi
95

21 Tn.
Isnami
22 Tn.
Sariman
23 Tn.
Masduki
24 Tn.
Safrudin
25 Ny. Suni
26 Tn. Dede
Sukardi
27 Tn. Dikin
28 Tn.
Suganda
29 Tn.
Sandiwar
sa
30 Tn.
Suryama
n
31 Tn. Onoh
32 Tn.
Suherlan
33 Ny.
Rohaeti
34 Tn. Mugi
35 Tn. Susilo
36 Tn. Farjari
37 Tn.
Lukman
38 Tn. Arnuji
39 Tn.
Mulyono
40 Ny.
Yuyani
41 Tn.
Mulyani
42 Tn.
Kasdun
43 Tn.
Nawija
44 Tn. Iis
Sugiarta
45 Tn.
Masaid
96

46 Tn. Kasito
47 Ny. Ikah
48 Tn.
Kharuji
49 Muhalla
Al Wasiat
50 Tn.
Sobari
51 Tn.
Junaedi
52 Tn.
Sorbadi
53 Tn. Jawiko
54 Tn.
Sarkani
55 Ny. Imya
56 Tn. Jali
57 Tn.
Suseno
58 Tn.
Janasih
59 Ny. Umi
60 Tn.
Ameni
61 Tn. Saini
62 Tn.
Ganda
63 Tn.
Awang
64 Tn. Fedri
65 Tn.
Bambang
66 Tn. Heru
67 Tn.
Sudaman
to
68 Tn.
Ridwan
69 Tn. Ali
70 Tn.
Misnan
71 Ny. Juli
72 Tn.
Sarkawi
97

73 Ny.
Surheni
74 Tn. Yahya
75 Tn.
Hakimi
76 Ny. Misni
77 Tn.
Suharton
o
78 Tn.
Sumino
79 Tn. Arki
Rahadi
80 Tn.
Muskidah
81 Tn. Toto
Rahmito



Angka bebas jentik PJB = rumah jentik x 100%

57
= x 100%
81

= 70,37%


Angka bebas jentik evaluasi I = rumah jentik x 100%

77
= x 100%
81

= 95,06%


Angka bebas jentik evaluasi II = rumah jentik x 100%

80
= x 100%
81

= 98,76 %
98

BAB IV
KESIMPULAN DAN SARAN

4.1 Kesimpulan
Prioritas masalah terpilih pada puskesmas Plered adalah
Cakupan penderita DBD yang ditangani di wilayah kerja
puskesmas Plered karena masyarakat masih kurang peduli
memeriksakan anggota keluarganya apabila ada yang terkena
demam, masih kuatnya kepercayaan masyarakat terhadap
obat-obatan tradisional, masih banyak masyarakat yang
memilih untuk berobat di luar wilayah kerja puskesmas Plered.
Penyuluhan yang dilakukan oleh petugas kesehatan juga sudah
sering dilakukan namun karena kurangnya kepedulian
masyarakat terhadap penyakit DBD dapat mempengaruhi
penemuan penderita DBD di wilayah kerja Puskesmas Plered
sehingga cakupan penemuan penderita DBD menjadi rendah,
sehingga didapatkan alternatif pemecahan masalah yang dapat
kami lakukan berdasarkan prioritas pemecahan masalah terpilih
dengan melakukan pembentukan dan pengukuhan tim
pemberantasan jentik berkala (PJB), melakukan pemberantasan
jentik berkala, penyuluhan berupa promosi dan edukasi tentang
DBD, melakukan abatesasi selektif, memasang stiker di tiap
rumah warga, melakukan PSN (pemberantasan sarang nyamuk)
dan evaluasi jentik sehingga dapat meningkatkan cakupan
penderita DBD yang ditangani, baik dilakukan di dalam dan di
luar gedung.
99

Dari hasil pelaksanaan kegiatan tersebut didapatkan hasil


angka bebas jentik yang meningkat di desa Wotgali, blok
sumursiat (RT 12 dan RT 15)

4.2 Saran
Berdasarkan tinjauan kami di wilayah kerja Puskesmas
Plered didapatkan cakupan penderita DBD yang ditangani yang
rendah di wilayah kerja puskesmas Plered khususnya di desa
Wotgali. Saran kami untuk meningkatkan cakupan penderita
DBD yang ditangani di puskesmas plered dengan cara:

Membuat rapat koordinasi dan sosialisasi dengan para kader dan petugas
kesehatan tentang cakupan penemuan penderita dengan gejala demam
berdarah secara berkala.
Melakukan edukasi secara berkala dengan menambahkan
alat peraga sebagai media untuk penyuluhan.
Mengusulkan untuk dilakukan follow-up kunjungan rumah
semua pasien yang terkena DBD dan menilai tingkat
kebersihan lingkungan dan perilaku hidup bersih dan sehat
pasien tersebut.
Pasien DBD setelah didiagnosa menderita DBD dirujuk ke
klinik sanitasi
Melakukan rapat kordinasi lintas sektor & lintas program

Semoga saran tersebut dapat membantu puskesmas Plered


dalam rangka meningkatkan cakupan penderita DBD yang
ditangani.
.
100

DAFTAR PUSTAKA

Agus. 2003. Prinsip Dan Metode Riset Efidemiologi Edisi II Jilid I. Jakarta. Bisma
Murti.
Arikunto, suharsimi. 2002. Prosedur Penelitian (Suatu Pendekatan Praktek). Jakarta.
PT. Rineka Cipta.
Azwar, Azrul. 1996. Pengantar Administrasi Kesehatan. Jakarta. Bina Rupa Aksara.
Balitbang Kemenkes RI. 2014. Riset Kesehatan Dasar; RISKESDNAS. Jakarta:
Balitbang Kemenkes RI
Departemen Kesehatan RI. 2004. Kebijakan Dasar Pusat Kesehatan Masyarakat Tahun
2004. Jakarta. Depkes RI.
Departemen Kesehatan RI. 2004. Manajemen Puskesmas. Jakarta. Depkes RI.
Departemen Kesehatan RI. 2004. Penyelenggaraan Puskesmas Unit Swadana Buku I.
Jakarta. Depkes RI.
Depkes RI.2011. Pencegahan dan Penanggulangan Penyakit Demam Dengue dan
Demam Berdarah Dengue. Jakarta.
Depkes RI.2011.Tatalaksana Demam Berdarah Dengue (DBD). Jakarta
Depkes RI.2011. Kajian Masalah Kesehatan Demam Berdarah Dengue, Badan
Penelitian Pengembangan Kesehatan Departemen Kesehatan. Jakarta
Nasir, muhamad. 2005. Manajemen Puskesmas (Berbasis Paradigma Sehat). Jakarta.
CV. Serpong Seto.
101

LAMPIRAN

Rabu, 15 Pembentukan Tim


Februari PJB
2017 (Pemberantasan
Jentik Berkala)
102

Jumat, 17 Pemberantasan
Februari Jentik Berkala
2017 sekaligus
pemasangan stiker
DBD, pemberian
bubuk abate dan
edukasi
103
104

Jumat, 24 Evaluasi Jentik I


Februari
2017
105

Kamis, 2 Pelaksanaan
Maret Pemberantasan
2017 Sarang Nyamuk
(PSN)
106
107

Jumat, 3 Evaluasi Jentik II


maret
2017
108
109

Anda mungkin juga menyukai

  • Klinis PGK Hemodialisis
    Klinis PGK Hemodialisis
    Dokumen9 halaman
    Klinis PGK Hemodialisis
    Christ Natanael Kurnadi
    Belum ada peringkat
  • 15 1990 347-Menkes-SK-VII-1990 Ok Obat
    15 1990 347-Menkes-SK-VII-1990 Ok Obat
    Dokumen11 halaman
    15 1990 347-Menkes-SK-VII-1990 Ok Obat
    Dewi Anriani Munir
    Belum ada peringkat
  • Af Perki
    Af Perki
    Dokumen99 halaman
    Af Perki
    Tri Widhiyono Pamungkas
    0% (1)
  • Patofisiologi
    Patofisiologi
    Dokumen5 halaman
    Patofisiologi
    Novita Trilianty Magdalena
    Belum ada peringkat
  • Dampak Dari Fraktur Kompresi
    Dampak Dari Fraktur Kompresi
    Dokumen1 halaman
    Dampak Dari Fraktur Kompresi
    Dudy Humaedi
    Belum ada peringkat
  • Laporan Kasus CHF
    Laporan Kasus CHF
    Dokumen5 halaman
    Laporan Kasus CHF
    568563
    100% (1)
  • Etika Kedokteran
    Etika Kedokteran
    Dokumen94 halaman
    Etika Kedokteran
    Nashwa Fathira
    Belum ada peringkat
  • FA Final Launch
    FA Final Launch
    Dokumen8 halaman
    FA Final Launch
    Novita Trilianty Magdalena
    Belum ada peringkat
  • Adrian Setiaji 22010110130154 Bab2kti
    Adrian Setiaji 22010110130154 Bab2kti
    Dokumen30 halaman
    Adrian Setiaji 22010110130154 Bab2kti
    Dinar Yudit Permadi
    Belum ada peringkat
  • Kegawatan Neonatus Gita
    Kegawatan Neonatus Gita
    Dokumen48 halaman
    Kegawatan Neonatus Gita
    Novita Trilianty Magdalena
    Belum ada peringkat
  • Pendekatan Klinis Penyakit Kulit
    Pendekatan Klinis Penyakit Kulit
    Dokumen47 halaman
    Pendekatan Klinis Penyakit Kulit
    Novita Trilianty Magdalena
    Belum ada peringkat
  • Atonia-Uteri Kbi, Kbe, Kaa
    Atonia-Uteri Kbi, Kbe, Kaa
    Dokumen25 halaman
    Atonia-Uteri Kbi, Kbe, Kaa
    Rizqi Dwi Ani Saputri
    Belum ada peringkat
  • Wajah Mongoloid
    Wajah Mongoloid
    Dokumen1 halaman
    Wajah Mongoloid
    Novita Trilianty Magdalena
    Belum ada peringkat
  • Infeksi Bakteri
    Infeksi Bakteri
    Dokumen28 halaman
    Infeksi Bakteri
    Novita Trilianty Magdalena
    Belum ada peringkat
  • Etika Profesi
    Etika Profesi
    Dokumen129 halaman
    Etika Profesi
    zhyzuhal
    75% (16)
  • Pendarahan Post Partum
    Pendarahan Post Partum
    Dokumen39 halaman
    Pendarahan Post Partum
    Lemari Kuno
    Belum ada peringkat
  • Berita Acara
    Berita Acara
    Dokumen1 halaman
    Berita Acara
    Novita Trilianty Magdalena
    Belum ada peringkat
  • Ensefalitis
    Ensefalitis
    Dokumen12 halaman
    Ensefalitis
    kiyonk
    Belum ada peringkat
  • Berita Acara
    Berita Acara
    Dokumen5 halaman
    Berita Acara
    Novita Trilianty Magdalena
    Belum ada peringkat
  • Akut Abdomen
    Akut Abdomen
    Dokumen112 halaman
    Akut Abdomen
    Novita Trilianty Magdalena
    Belum ada peringkat
  • Hep B
    Hep B
    Dokumen4 halaman
    Hep B
    Novita Trilianty Magdalena
    Belum ada peringkat
  • Berita Acara
    Berita Acara
    Dokumen1 halaman
    Berita Acara
    Novita Trilianty Magdalena
    Belum ada peringkat
  • SOL Edited
    SOL Edited
    Dokumen49 halaman
    SOL Edited
    Novita Trilianty Magdalena
    Belum ada peringkat
  • HIPERTENSI EMERGENSI
    HIPERTENSI EMERGENSI
    Dokumen48 halaman
    HIPERTENSI EMERGENSI
    Novita Trilianty Magdalena
    Belum ada peringkat
  • CASE REPORT FR
    CASE REPORT FR
    Dokumen12 halaman
    CASE REPORT FR
    Novita Trilianty Magdalena
    Belum ada peringkat
  • Bahu Dislokasi
    Bahu Dislokasi
    Dokumen21 halaman
    Bahu Dislokasi
    Novita Trilianty Magdalena
    Belum ada peringkat
  • Akut Abdomen
    Akut Abdomen
    Dokumen6 halaman
    Akut Abdomen
    Elvan Dwi Widyadi
    Belum ada peringkat
  • Atonia Uteri
    Atonia Uteri
    Dokumen22 halaman
    Atonia Uteri
    Novita Trilianty Magdalena
    Belum ada peringkat
  • Luka Tembak API Di Perut
    Luka Tembak API Di Perut
    Dokumen10 halaman
    Luka Tembak API Di Perut
    Novita Trilianty Magdalena
    Belum ada peringkat
  • Atonia Uteri
    Atonia Uteri
    Dokumen22 halaman
    Atonia Uteri
    Novita Trilianty Magdalena
    Belum ada peringkat