Anda di halaman 1dari 17

BAB I

PENDAHULUAN

I.1 Latar Belakang

Pemilihan umum (pemilu) di Indonesia pada awalnya ditujukan untuk


memilih anggota lembaga perwakilan, yaitu DPR, DPRD, dan DPD. Setelah
amandemen ke-IV UUD 1945 pada 2002, pemilihan Presiden dan Wakil Presiden
(Pilpres), yang semula dilakukan oleh MPR, disepakati untuk dilakukan langsung
oleh rakyat sehingga pilpres pun dimasukan ke dalam rezim pemilihan umum.
Pilpres sebagai bagian dari pemilihan umum diadakan pertama kali pada pemilu
2004. pada 2007, berdasarkan UU No.22 Tahun 2007, pemilihan Kepala Daerah
dan Wakil Kepala Daerah (Pilkada) juga dimasukan sebagai bagian dari rezim
pemilihan umum. Ditengah masyarakat, istilah pemilu lebih sering merujuk
kepada pemilu legislatif dan pemilu presiden dan wakil presiden yang diadakan
lima tahun sekali.

Pemilihan umum telah dianggap menjadi ukuran demokrasi karena rakyat


dapat berpartisipasi menentukan sikapnya terhadap pemerintahan dan negaranya.
Pemilihan umum adalah suatu hal yang penting dalam kehidupan kenegaraan.
Pemilu adalah pengejewantahan sistem demokrasi, melalui pemilihan umum
rakyat memilih wakilnya untuk duduk dalam parlemen, dan dalam struktur
pemerintahan. Ada negara yang menyelenggarakan pemilihan umum hanya
apabila memilih wakil rakyat duduk dalam parlemen, akan tetapi adapula negara
yang juga menyelenggarakan pemilihan umum untuk memilih para pejabat tinggi
negara.

Umumnya yang berperan dalam pemilu dan menjadi peserta pemilu adalah
partai-partai politik. Partai politik yang menyalurkan aspirasi rakyat dan
mengajukan calon-calon untuk dipilih oleh rakyat melalui pemilihan itu. Dalam
ilmu politik dikenal bermacam-macam sistem pemilihan umum, akan tetapi
umumnya berkisar pada dua prinsip pokok, yaitu: singel member constituency
(satu daerah pemilihan memilih satu wakil, biasanya disebut sistem distrik). Multy
member constituenty (satu daerah pemilihan memilih beberapa wakil; biasanya
dinamakan proporsional representation atau sistem perwakilan berimbang).

I.2 Rumusan Masalah

Salah satu aspek yang menentukan keberhasilan pemilihan umum presiden


dan pemilihan umum legeslatif 2014 yang bisa memberikan kontribusi bagi sistem
politik yang demokratis, dan efektif yang sedang giat-giatnya dilaksanakan adalah
sistem proses pemilihan umum yang luber, yang matang mengenai sistem pemilu
proporsional dan pemehaman yang luas dari pemerintah. Berdasarkan pernyataan
ini maka rumusan masalah yang dikemukakan dalam penelitian ini adalah sebagai
berikut :

1. Bagaimanakah sistem pemilu presiden 2014 dan pemilu legeslatif 2014


yang proporsional.?
2. Bagaimanakah strategi peningkatan partisipasi masyarkat pada pemilu
presiden dan pemilu legeslatif tahun 2014?
3. Kapan pemilu presiden dan pemilu legislatif 2014 dilaksanakan dan partai
apa sajakah yang menjadi peserta dalam pemilu 2014?
BAB II

PEMBAHASAN

II.1 Pengertian Sistem

Sebuah sistem pada dasarnya adalah suatu organisasi besar yang menjalin
berbagai subjek atau objek serta perangkat kelembagaan dalam suatu tatanan
tertentu. Subjek atau objek pembentuk sebuah sistem dapat berupa orang-orang
atau masyarakat. Kehadiran subjek atau objek semata belumlah cukup untuk
membentuk sebuah sistem, itu baru merupakan himpunan subjek atau objek.
Himpunan subjek atau objek tadi baru membentuk sebuah sistem jika lengkap
dengan perangkat kelembagaan yang mengatur dan menjalin tentang bagaimana
subjek-objek bekerja, berhubungan dan berjalan.

Sebuah sistem sederhana apapun senantiasa mengandung kadar


kompleksitas tertentu. Dari uraian diatas cukup jelas bahwa sebuah sistem bukan
sekedar himpunan suatu subjek atau himpunan suatu objek. Sebuah sistem adalah
jalinan semua itu, mencakup objek dan perangkat-perangkat kelembagaan yang
membentuknya. Selanjutnya perlu disadari bahwa, seringkali suatu sistem tidak
bisa berdiri sendiri, melainkan terkait dengan sistem yang lain.

II.2 Pemilihan Umum

II.2.1 Makna Pemilu

Makna pemilihan umum yang paling esensial bagi suatu kehidupan politik
yang demokratis adalah sebagai institusi pergantian dan perebutan kekuasaan
yang dilakukan dengan regulasi, norma, dan etika sehingga sirkulasi elite politik
dapat dilakukan secara damai dan beradab.

Lembaga itu adalah produk dari pengalaman sejarah umat manusia dalam
mengelola kekuasaan. Suatu fenomena yang mempunyai daya tarik dan pesona
luar biasa. Siapapun akan amat mudah tergoda untuk tidak hanya berkuasa, tetapi
akan mempertahankan kekuasaan yang dimilikinya. Sedemikian mempesonanya
daya tarik kekuasaan sehingga tataran apa saja kekuasaan tidak akan diserahkan
oleh pemilik kekuasaan tanpa melalui perebutan atau kompetisi.

Selain mempesona, kekuasaan mempunyai daya rusak yang dahsyat.


Kekuatan daya rusak kekuasaan melampaui nilai-nilai yang terkandung dalam
ikatan-ikatan etnis, ras, ikatan persaudaraan, agama dan lainnya. Transformasi dan
kompetisi merebutkan kekuasaan tanpa disertai norma, aturan, dan etika; nilai-
nilai dalam ikatan-ikatan itu seakan tidak berdaya menjinakan kekuasaan. Daya
rusak kekuasaan telah lama diungkap dalam suatu adagium ilmu politik, power
tends to corrupt, absolute power tends to corrupt absoluteny.

Kerangka hukum perlu didukung niat politik yang sehat sehingga regulasi
bukan sekedar hasil kompromi politik oportunistik dari partai-partai besar untuk
menjaga kepentingannya. Bila hal itu yang terjadi, dikhwatirkan hasil pemilu akan
memperkuat oligarki politik. Karena itu, partisipasi masyarakat amat diperlukan.
Bahkan, tekanan publik perlu dilakukan agar kerangka hukum yang merupakan
aturan permainan benar-benar menjadi sarana menghasilkan pemilu yang
demokratis. Untuk itu, perlu diberikan beberapa catatan mengenai perkembangan
konsensus politik dari peraturan kepentingan di parlemen serta saran mengenai
regulasi penyelenggaraan pemilu yang akan datang.

Pertama, diperlukan penyelenggaraan pemilu yang benar-benar


independen. Parsyaratan ini amat penting bagi terselenggaranya pemilu yang adil
dan jujur. Harapan itu tampaknya memperlihatkan tanda-tanda akan menjadi
kenyataan setelah pansus pemilu menyetujui bahwa kondisi pemilihan umum
(KPU) benar-benar menjadi lembaga independen dan berwewenang penuh dalam
menyelenggarakan pemilu. Sekretariat KPU yang semula mempunyai dua atasan:
untuk urusan operasional bertanggung jawab kepada KPU, telah disatukan dalam
struktur yang tidak lagi bersifat dualistik. Struktur yang sama diterapkan pula
ditingkat propinsi serta kabupaten dan kota.

Kedua, kesepakatan mengenai sistem proporsional terbuka, kesepakatan


partai-partai menerima sistem pemilu proporsional terbuka adalah suatu
kemajuan. Sejak semula, sebenarnya argumen kontra terhadap sistem proporsional
terbuka dengan menyatakan sistem ini terlalu rumit gugur dengan sendirinya.

Begitu suatu masyarakat atau bangsa sepakat memilih sistem demokrasi,


saat itu harus menyadari bahwa mewujudkan tatanan politik yang demokratis itu
selain rumit, diperlukan kesabaran melakukan pendidikan politik bagi rakyat.
Sebab, partai politik bukan saja instrumen untuk melakukan perburuan kekuasaan,
tetapi juga institusi yang mempunyai tugas melakukan pendidikan dan sosialisasi
politik kepada masyarakat.

Ketiga, pengawasan terhadap penyelenggaraan pemilu supaya kebih


efektif dari pemilu 2004. Caranya antara lain, agar pengawas pemilu selain terdiri
dari aparat penegak hukum dan KPU, juga melibatkan unsur-unsur masyarakat.
Selain itu, perlu semacam koordinasi diantara lembaga pemantau dan pengawas
pemilu sehingga tidak tumpang tindih. Pengawasan dilakukan terhadap seluruh
tahapan kegiatan pemilu. Tugas lembaga pengawas adalah menampung, menindak
lanjuti, membuat penyilidikan dan memberi saksi terhadap pelanggaran pemilu.

Keempat, Money politics mencegas habis-habisan permainan uang dalam


pemilu mendatang amat penting sekali. Upaya itu amat perlu dilakukan mengingat
money politics dewasa ini telah merebak luas dan mendalam dalam kehidupan
pilih memilih pemimpin mulai dari elite politik sampai dibeberapa organisasi
sosial dan kemahasiswaan. Karena itu, kontrol terhadap dana kampanye harus
lebih ketat. Misalnya, Batasan sumbangan berupa uang, mengonversikan utang
dan sumbangan barang dalam bentuk perhitungan rupiah, dilarang memperoleh
bantuan dari sumber asing dan APBN/APBD lebih-lebih sumber ilegal dan tentu
saja hukuman pidana yang tegas dan setimpal bagi para pelanggarannya.

Kelima, pendidikan politik perlu segera dilakukan baik oleh organisasi


masyarakat dan partai politik. Bagaimanapun, pemilihan mendatang mengandung
unsur-unsur baru serta detail-detail yang sangat perlu diketahui oleh masyarakat.
II.2.2 Pemilih dan Hak Pilih

Persyaratan mendasar dari pemerintahan perwakilan daerah adalah bahwa


rakyat mempunyai peluang untuk memilih anggota dewan yang memegang
peranan dan bertanggung jawab dalam proses pemerintahan. Masken Jie (1961)
berpendapat bahwa pemilihan bebas, walaupun bukan puncak dari segalanya,
masih merupakan suatu cara yang bernilai paling tinggi, karena belum ada pihak
yang dapat mencipatakan suatu rancangan politik yang lebih baik dari cara
tersebut untuk kepentingan berbagai kondisi yang diperlukan guna
penyelenggaraan pemerintahan dalam masyarakat manapun. Pertama, pemilihan
dapat menciptakan suatu suasana dimana masyarakat mampu menilai arti dan
manfaat sebuah pemerintahan. Kedua, pemilihan dapat memberikan suksesi yang
tertib dalam pemerintahan, melalui transfer kewenangan yang damai kepada
pemimpin yang baru ketika tiba waktunya bagi pemimpin lama untuk melepaskan
jabatannya, baik karena berhalanga tetap atau karena berakhirnya suatu periode
kepemimpinan.

Pada sistem pemerintahan nonperwakilan daerah, peranan warga daerah


terbatas pada hal-hal yang relatif tidak terorganisasi dan tidak langsung dalam
urusan pemerintahan daerahnya. Rakyat harus memainkan peranan yang aktif dan
langsung jika pemerintahan perwakilan diinginkan untuk menjadi dinamis dan
bukan merupakan proses statis. Ada banyak kepentingan dan pengaruh warga
daerah untuk melibatkan diri dalam proses pemerintahan daerah, tetapi yang
paling mendasar adalah melalui pemilihan para wakilnya dalam kepemimpinan
daerah.

II.2.3 Hak Untuk Memilih

Suatu hak pilih yang umum merupakan dasar dari pemerintahan


perwakilan dan pengembangannya diberbagai negara merupakan fenomena yang
paling penting dalam kaitannya dengan pemerintahan perwakilan daerah yang
modern. Pada abad 19, banyak negara belum mempunyai proses pemilihan untuk
posisi-posisi pada pemerintahan daerah. Di negara lainnya, hak untuk memilih
seringkali dibatasi pada sejumlah kecil penduduknya. Namun perkembangan
selama satu abad terakhir ini menunjukan adanya kemajuan yang berarti dalam
mengalihkan hak dari beberapa orang saja menjadi hak bagi semua, atau lebih
tepat lagi berupa hak bagi hampir semua, karena pada sistem hak pilih yang paling
luas pun masih ada beberapa diantaranya yang tidak memenuhi syarat untuk
memilih.

Dalam banyak hal, hak untuk memilih bagi perwakilan pada lembaga
daerah terbatas pada satu orang yang merupakan warga daerah tersebut. Namun
pengecualiannya dapat dijumpai pada persemakmuran Inggris yang hukum
kewarganegaraannya menyatakan bahwa warga negara dalam persemakmuran
manapun dapat memilih di Inggris Raya, bila ia dinayatakan memenuhi syarat
(HMSO, 1965). Dewasa ini sudah menjadi fenomena yang umum untuk
memberikan hak pilih kepada seseorang yang sudah mencapai umur yang
bertanggung jawab. Ada dua persyaratan lain yang sering diungkapkan dalam
cara yang agak negatif. Diketahui bahwa sudah menjadi hal yang biasa disetiap
negara untuk menghapus hal pilih dari mereka yang tidak waras atau catat mental
dan mereka yang sedang menjalani hukuman penjara. Demikian pula, ada
beberapa negara yang tidak membolehkan warganya yang telah menjalani masa
tahanan dalam penjara selama waktu yang cukup lama untuk ikut memilih. Di
indonesia, mereka yang dihukum diatas lima tahun tidak diperkenankan mengikuti
pemilihan umum.

II.3 Strategi Peningkatan Partisipasi Masyarkat pada Pemilu

II.3.1 Materi Penunjang

Pemilihan umum (Pemilu) merupakan program pemerintah setiap lima


tahun sekali dilaksanakan di seluruh wilayah Negara kita. Pemilu merupakan
implementasi dari salah satu ciri demokrasi dimana rakyat secara langsung
dilibatkan, diikutsertakan didalam menentukan arah dan kebijakan politik Negara
untuk lima tahun kedepan.
Pada saat ini pemilu secara nasional dilakukan dua macam yaitu pemilihan
anggota legislatif (Pileg) dimana rakyat memilih wakil-wakilnya untuk duduk
dilembaga legislatif baik anggota Dewan Perwakilan Rakyat ditingkat Pusat
ataupun ditingkat Daerah. Disamping itu diselenggarakan pula Pemilihan Presiden
dan Wakil Presiden (Pilpres) secara langsung oleh rakyat sesudah Pemilihan
anggota legislatif dilaksanakan.

Selain hal tersebut masing-masing daerah juga dilaksanakan Pemilihan


Kepala Daerah (Pilkada) baik Pemilihan Gubernur dan Wakil Gubernur serta
Pemilihan Walikota/Bupati dan Wakilnya yang langsung dipilih oleh rakyatnya
juga.Dalam Pemilu baik Pileg, Pilpres, maupun Pilkada peran serta keikutsertaan
masyarakat sangat penting, karena sukses tidaknya pelaksanaan Pemilu salah
satunya adalah ditentukan bagaimana partisipasi masyarakat dalam menggunakan
hak pilihnya pada Pemilu tersebut.

II.3.2 Partisipasi Masyarakat

Pengertian partisipasi sering diartikan sebagai keikutsertaan masyarakat


dalam suatu kegiatan. Partisipasi merupakan proses aktif dan inisiatif yang
muncul dari masyarakat dalam suatu kegiatan. Partisipasi ini akan terwujud dalam
kegiatan nyata apabila terpenuhi oleh tiga faktor pendukung, yaitu (1). Adanya
Kemampuan, (2). Adanya Kemampuan, dan (3).adanya kesempatan.

Dalam hal ini untuk kemauan dan kemampuan berpartisipasi berasal dari
dalam atau dari diri sendiri masyarakat tersebut. Artinya meskipun diberi
kesempatan oleh pemerintah atau Negara tetapi kalau kemauan ataupun
kemampuan tidak ada maka partisipasi tidak akan terwujud.

Sedangkan kesempatan berpartisipasi berasal dari luar masyarakat.


Demikian pula walaupun kemauan dan kemampuan berpartisipasi oleh
masyarakat ada tetapi kalau tidak diberi kesempatan oleh pemerintah Negara
maka partisipasi tidak akan terjadi. Oleh karena itu tiga hal ini tersebut kemauan,
kemampuan maupun kesempatan merupakan factor yang sangat penting dalam
mewujudkan partisipasi.
Selama ini kegiatan partisipasi masyarkat masih dipahami sebagai upaya
mobilitasi masyarakat untuk kepentingan Pemerintah atau Negara. Padahal
sebenarnya partisipasi idealnya masyarakat ikut serta dalam menentukan
kebijakan Pemerintah yaitu bagian dari control masyarakat terhadap kebijakan
Pemerintah.Dengan demikian implementasi partisipasi masyarakat seharusnya
anggota masyarakat merasa tidak lagi menjadi obyek dari kebijakan pemerintah
tetapi harus dapat mewakili masyarakat sendiri untuk kepentingan mereka sendiri.

II.3.3 Partisipasi VS Golput

Bentuk partisipasi masyarakat dapat diwujudkan baik secara perorangan


maupun terorganisasi dan secara berkelanjutan atau sesaat saja. Untuk ini didalam
mewujudkan partisipasi masyarakat dalam suatu kegiatan maka harus ditetapkan
strategi apa yang dilakukan.Untuk menentukan strategi dalam Partisipasi
masyarakat harus diikutsertakan dalam kegiatan apa yang akan dilakukan
sehingga pula partisipasi masyarakat. Berbicara masalah partisipasi masyarakat
dalam Pemilu tidak bias dilupakan hubungannya dengan kelompok masyarakat
yang tidak menggunakan hak-nya untuk memilih atau dalam bahasa populernya
Golput. Masalah Golongan Putih (Golput) seringmenjadi wacana yang hangat dan
krusial. Sebenarnya masalah golput merupakan fenomena yang alamiah setiap
penyelenggaraan Pemilu dimanapun. Hampir setiap Pemilu jumlah Golput selalu
ada bahkan ada kecenderungan meningkat walaupun tidak terlalu signifikan.

Berbagai kalangan menilai bahwa adanya Golput merupakan hal biasa dan
normal saja dalam penerapan system demokrasi karena mustahil untuk
meningkatkan partisifasi rakyat dalam Pemilu sampai 100%. Tetapi bilamana
Golput mencapai angka yang cukup besar bahkan sangat besar, hal inilah yang
perlu mendapat perhatian yangserius dari pemerintah. Untuk hal yang demikian
ini perlu adanya upaya dari pemerintah bagaimana meningkatkan partisipasi
masyarakat dalam Pemilu sekaligus untuk menekan besarnya angka Golput yang
telah terjadi.

Kenapa Golput terjadi pada setiap Pemilu, baik Pemilihan Legislatif


(Pileg), Pemilihan Presiden dan wakil Presiden (Pilpres) maupun Pemilihan
Kepala Daerah (Pilkada) perlu dipahami secara mendalam. Sejumlah fenomena
ini merupakan wujud apriori rakyat sebagai ketidakpercayaan masyarakat pada
parpol maupun pada figur-figur Capres, Cawapres atau kandidat para calon kepala
daerah dan wakilnya, ini perlu mendapat kajian secara tersendiri. Tetapi secara
umum orang bisa mengklasifikasikan kelompok Golput atau orang yang tidak
memilih dalam pemilu

Pertama, orang yang tidak memilih, tidak mengunakan hak pilihnya


jkarena sengaja secara sadar sebagai bentuk rasa kecewa dan tidak percaya kepada
partai politik atau figur-figur yang tampil dalam Pemilu.

Kedua, yang tidak memilih karena tidak terdaftar dan tidak mendapat surat
panggilan untuk memilih . banyak factor kenapa hal ini sampai terjadi.

Ketiga, orang yang tidak memilih karena ada unsure keterpaksaan yang
berkaitan dengan aktivitasnya. Seperti pekerjaan yang tidak bisa ditinggalkan,
sedangkan lokasi sulit terjangkau, dalam perjalanan dimana waktunya tidak
dimungkinkan untuk memilih.

II.2.4. Startegi Meningkatkan Partisipasi Masyarakat.

Seperti yang telah disebutkan bahwa ada tiga factor pendukung dalam
mewujudkan partisipasi, yaitu :

1. Adanya kemauan
2. Adanya kemampuan
3. Adanya kesempatan

tiga hal ini yang sangat penting dalam rangka mewujudkan atau meningkatkan
partisipasi masyarakat. Masyarakat dengan segala karakteristiknya akan
memberikan partisipasinya bilamana merasa dilibatkan dalam setiap kegiatan
tertentu. Untuk ini diperlukan adanya kemauan dan kemampuan masyarakat untuk
berpartisifasi dalam peilu. Sebaliknya pemerintah atau penyelenggara Pemilu juga
harus memberikan kesempatan pada masyarakat untuk berperan secara nyata dala
penelenggaraan Pemilu.
Dengan kemauan masayarakat dalam Pemilu lebih besar maka perlu
adanya motivasi bagi masyarakat. motivasi dapat diberikan dalam nbentuk
pendidikan politik seperti yang diamanatkan dalam UU No. 02 tahun 2008 dalam
pasal 3 disebutkan bahwa partai politik melakukan pendidikan politik bagi
masyarakat sesuai dengan ruang lingkup tanggung jawabnya dengan
memerhatikan keadilan dan kesetaraan gender.

Sedangkan tujuannya adalah meningkatkan kesadaran hak dan kewajiban


masyarakat dalam kehidupan bermasyarakat meningkatkan partisipasi politik dan
inisiatif masyaraka, meningkatkan kemandirian, kedewasaan dan membangun
karakter bangsa dalam rangka memelihara persatuan dan kesatuan.

Pendidikan masyarakat ini merupakan hal yang sangat penting dan


strategis untuk menimbulkan efek pemilu baik partisipasi masyarakat maupun
kualitas dari Pemilu itu sendiri. Disamping itu pendidikan politik ini juga bisa
menekan munculnya Golput yang disebabkan kurangnya sosialisasi dan
pemahaman politik yang benar. Dengan demikian disini peranan partai politik
sangat besar dalam memberikat pendidikan politik bagi anggotanya sepanjang
motivasi yang diberikan kepada para peserta pemilu tidak hanya untuk
kepentingan politik seata untuk mencari kemenangan dalam pemilu tetapi
memberikan pendidikan politik yang benar kepada masyarakat dengan kualitas
pemilu termasuk partisifasi masyarakat dapat meningkat.

II.2.5 Jadwal Pelaksanaan Pemilu 2014

Pemilu 2014 akan dilaksanakan dua kali yaitu Pemilu Legislatif pada
tanggal 9 April 2014 yang akan memilih para anggota dewan legislatif
dan Pemilu Presiden pada tanggal 9 Juli 2014 yang akan memilih Presiden dan
Wakil Presiden. Pemilu 2014 akan memakai e-voting dengan harapan menerapkan
sebuah sistem baru dalam pemilihan umum. Keutamaan dari penggunaan sistem
e-voting adalah Kartu Tanda Penduduk Elektronik (e-KTP) yang sudah mulai
dipersiapkan sejak tahun 2012 secara nasional.
Berikut adalah jadwal pemilu dan tahapannya yang sudah ditetapkan Komisi
Pemilihan Umum(KPU).

Tanggal Acara Kegiatan

Jadwal 2013

06 April - 15 April Pendaftaran Calon Anggota DPR-RI, DPD-RI, dan


DPRD Provinsi dan Kabupaten/Kota

16 April 30 Juni Verifikasi Pencalonan Anggota DPR-RI, DPD-RI,


dan DPRD Provinsi dan Kabupaten/Kota

27 Juli Pengumuman Daftar Calon Tetap (DCT) Anggota


DPD-RI

04 Agustus Pengumuman Daftar Calon Tetap (DCT) Anggota


DPR-RI, DPD-RI, DPRD Provinsi, dan
Kabupaten/Kota.

Jadwal 2014

11 Januari 05 April Pelaksanaan Kampanye

06 April - 08 April Masa Tenang

09 April Pemungutan dan Penghitungan Suara (Pemilu


Legislatif)

25 April 25 Mei Audit Dana Kampanye

26 April 06 Mei Rekapitulasi Hasil Penghitungan Suara Pemilu


Tingkat Nasional

07 Mei - 09 Mei Penetepan Hasil Pemilu Secara Nasional

07 Mei - 09 Mei Penetapan Partai Politik Memenuhi Ambang Batas


(PT 3%)
11 Mei - 18 Mei Penetapan Perolehan Kursi dan Calon Terpilih
Tingkat Nasional s/d Kabupaten/Kota

Juni - September Peresmian Keanggotaan DPR-RI, DPD-RI, DPRD


Provinsi, dan DPRD Kabupaten/Kota

09 Juli Pemungutan dan Perhitungan Suara Pilpres (Pemilu


Presiden)

Juli - Oktober Pengucapan Sumpah dan Janji Anggota Terpilih


DPR-RI, DPD-RI, DPRD Provinsi, dan DPRD
Kabupaten/Kota

Berikut adalah kandidat calon presiden 2014

Nanma Keterangan

Prabowo Subianto Ketua Dewan Pembina Partai GERINDRA

Endriartono Sutarto Mantan Panglima TNI

Megawati Sukarnoputri Mantan Presiden

Jusuf Kalla Mantan Wakil Presiden

Ani Yudhoyono Ibu Negara Indonesia

Mohammad Mahfud Mantan Ketua Mahkamah Konstitusi

Sri Mulyani Indrawati Direktur Pelaksana Bank Dunia, Mantan Menteri


Keuangan

Dahlan Iskan Menteri Badan Usaha Milik Negara

Pramono Edhie Wibowo Panglima Angkatan Darat

Djoko Suyanto Menteri Koordinator bidang Politik, Hukum, dan


Keamanan
Sutiyoso Mantan Gubernur DKI Jakarta

Joko Widodo Gubernur DKI Jakarta

Irman Gusman Senator dan Ketua Dewan Perwakilan Daerah

Rhoma Irama Musisi Dangdut dan Aktor

Surya Paloh Ketua Umum Partai NasDem

Farhat Abbas Pengacara

Emirsyah Satar Direktur Utama Garuda Indonesia

Agus Martowardojo Menteri Keuangan RI & Gubernur BI terpilih

Iwan Fals Penyanyi legendaris

Isran Noor Bupati Kutai Timur

Rizal Ramli Ahli ekonomi dan politisi Indonesia

Gita Wirjawan Menteri Perdagangan

BAB III
PENUTUP

Kesimpulan

Dalam ilmu politik dikenal bermacam-macam sistem pemilu, akan tetapi


umumnya ada dua prinsip pokok yaitu: sistem distrik dan sistem proporsional,
namun pada pemilu 2014 akan menggunakan sistem pemilu proporsional. Sebagai
catatan penutup perlu dikemukakan, perjalanan yang akan ditempuh bangsa
Indonesia dalam mengukir demokrasi masih amat panjang dan melelahkan.
Kebiasaan melakukan pergantian kekuasaan dan sirkulasi elite penguasa yang
reguler, aman dan beradab hanya dapat dilakukan melalui serangkaian pemilu
yang jujur dan adil.

Politik merupakan kualitas yang paling penting untuk membangkitkan dan


mengorganisasikan minat dan partisipasi rakyat dalam penyelenggaraan
pemerintahan ditingkat daerah. Pada unit pemerintahan yang lebih besar, politik
memegang peranan penting dalam proses pemerintahan perwakilan. Untuk
mewujudkan aspirasi masyarakat guna mewujudkan good governance. Dalam
rangka hal tersebut, diperlukan pengembangan dan penerapan sistem pertanggung
jawaban yang tepat, jelas dan nyata sehingga penyelenggaraan pemerintah dan
pembangunan dapat berlangsung secara berdaya guna, berhasil guna, bersih dan
bertanggung jawab serta bebas KKN.

DAFTAR PUSTAKA
www.pemilu presiden 2014
http//en.wikipidia.org/wiki/pemilu

NARA SUMBER
Pak zulherman sebagai ketua RT nagari simpang koto tingga kec pauh padang

Anda mungkin juga menyukai