Anda di halaman 1dari 24

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Ektima adalah pioderma kutis yang ditandai dengan erosi krusta atau

ulserasi. Ektima sering menjadi kelanjutan dari kerusakan jaringan kulit seperti

impetigo, ekskoriasi dan dermatitis yang tidak mendapatkan penanganan yang

adekuat serta kondisi kebersihan yang kurang terjaga (Arta IGJ, 2014; Craft N,

Lee PK, Zipoli MT, et al, 2008).

Terjadinya ektima di seluruh dunia tepatnya tidak diketahui. Ektima paling

sering terjadi di lutut dan kaki anak-anak dan dewasa muda, terutama pada lesi

ekskoriasi karena penyakit yang gatal misalnya gigitan serangga dan lesi yang

diabaikan (Davis L, William DJ, 2016).

1.2 Definisi

Ektima adalah pioderma ulseratif kulit yang umumnya disebabkan oleh

Streptococcus hemolyticus. Penyebab lainnya bisa Staphylococcus aureus atau

kombinasi dari kedunya. Menyerang epidermis dan dermis membentuk ulkus

dangkal yang ditutupi oleh krusta berlapis, biasanya terdapat pada tungkai bawah

(Arta IGJ, 2014).

1.3 Etiologi

Ektima sering menjadi kelanjutan dari kerusakan jaringan kulit seperti

impetigo, ekskoriasi dan dermatitis yang tidak mendapatkan penanganan yang

adekuat serta kondisi kebersihan yang kurang terjaga. Kuman Gram positif akan

menginvasi jaringan yang tersebut, mengalami kolonisasi dan menyebabkan

proses peradangan supuratif. Kuman tersebut antara lain :

1
Streptococcus hemolyticus
Staphylococcus aureus
Streptococcus pyogenes
Pseudomonas aeruginosa

Kolonisasi kuman di atas diperparah oleh keadaan suhu yang hangat dan

kelembapan tinggi. Ektima sering pula ditemukan pada pasien dengan penurunan

imunitas seperti pada penderita diabetes mellitus, malnutrisi dan pengidap

HIV/AIDS (Arta IGJ, 2014; Craft N, Lee PK, Zipoli MT, et al, 2008).

1.4 Epidemiologi

Terjadinya ektima di seluruh dunia tepatnya tidak diketahui. Di Eropa,

kasus paling banyak terjadi pada anak - anak, insidennya menduduki tempat

ketiga dan berhubungan erat dengan keadaan sosial ekonomi (Davis L, William

DJ, 2016; Djuanda, 2010).

Ektima paling sering terjadi di lutut dan kaki anak-anak dan dewasa muda,

terutama pada lesi ekskoriasi karena penyakit yang gatal misalnya gigitan

serangga dan lesi yang diabaikan. Frekuensi terjadinya ektima berdasarkan umur

biasanya terdapat pada anak-anak dan orang tua, tidak ada perbedaan ras dan jenis

kelamin (pria dan wanita sama) (Davis L, William DJ, 2016).

1.5 Patofisiologi
Seperti halnya Staphylococcus aureus, Streptococcus sp. Juga terkenal

sebagai bakteri patogen untuk kulit. Streptococcus Grup A, B, C, D, dan G

merupakan bakteri patogen yang paling sering ditemukan pada manusia.

Kandungan M-protein pada bakteri ini menyebabkan bakteri ini resisten terhadap

fagositosis. Staphylococcus aureus dan Staphylococcus pyogenes menghasilkan

beberapa toksin yang dapat menyebabkan kerusakan lokal atau gejala sistemik

Craft N, Lee PK, Zipoli MT, et al, 2008).

2
Impetigo yang disebabkan oleh Streptococcus dan Staphylococcus yang

tidak diterapi bisa menyerang ke lapisan kulit lebih dalam. Melalui penetrasi ke

lapisan epidermis, sehingga menyebabkan ulkus yang dangkal dengan krusta

diatasnya. Lesi ektima bisa mengikuti lesi awal pioderma, bisa juga tanpa

didahului lesi dermatosis (Hay RJ., Adrians BM. 2010; James WD., Berger TG.,

Elston DM. 2011.).

Faktor host seperti immunosuppresi, terapi glukokortikoid, dan atopic

memainkan peranan penting dalam pathogenesis dari infeksi Staphylococcus.

Adanya trauma ataupun inflamasi dari jaringan (luka bedah, luka bakar, trauma,

dermatitis, benda asing) juga menjadi faktor yang berpengaruh pada pathogenesis

dari penyakit yang disebabkan oleh bakteri ini Craft N, Lee PK, Zipoli MT, et al,

2008).

1.6 Gejala Klinis

Ektima diawali dengan adanya vesikel atau pustule di atas kulit sekitar

yang mengalami inflamasi, membesar yang kemudian berlanjut pada pecahnya

pustule mengakibatkan kulit mengalami ulserasi dengan ditutupi oleh krusta. Bila

krusta terlepas, tertinggal ulkus superfisial dengan gambaran punched out

appearance atau berbentuk cawan dengan dasar merah dan tepi meninggi. Lesi

ini dapat bertahan ukurannya, dan sembuh sendiri tanpa pengobatan, atau dapat

pula mengalami perluasan. Biasanya dapat ditemukan limfadenopati regional.

Lesi umumnya ditemukan pada daerah ekstremitas bawah tetapi bisa juga

didapatkan pada ekstremitas atas, wajah dan ketiak. Lesi yang terjadi pada ektima

biasanya disebabkan karena trauma kulit, misalkan ekskoriasi, varicella atau

gigitan serangga. Biasanya pasien datang dengan keluhan bengkak disertai krusta

3
bewarna coklat kehitaman, yang awalnya hanya dirasakan gatal lalu digaruk

sampai timbul luka (Davis L, William DJ, 2016; Craft N, Lee PK, Zipoli MT, et

al, 2008; Arta IGJ, 2014).

1.7 Diagnosis

1.7 Diagnosis

4
Diagnosis ektima dibuat berdasarkan dari anamnesis, pemeriksaan fisik

yang ditemukan pada pasien, serta ditunjang dengan pemeriksaan laboratorium

yaitu pengecatan gram yang diambil dari dasar ulkus untuk memastikan kuman

yang menginfeksi (Arta IGJ, 2014).

Diagnosis dari penyakit ektima ini dibuat berdasarkan gejala klinis yang

terdapat pada pasien serta ditunjang dengan pemeriksaan laboratorium berupa

pengecatan gram dan histopatologi kulit. Anamnesis pada ektima, antara lain:

1. Keluhan utama. Pasien datang dengan keluhan berupa luka maupun bengkak

dan bernanah.

2. Durasi. Ektima terjadi dalam waktu yang lama akibat trauma berulang, seperti

gigitan serangga dan garukan.

3. Lokasi. Ektima terjadi pada lokasi yang relatif sering trauma berulang, seperti

tungkai bawah.

4. Perkembangan lesi. Awalnya lesi berupa pustul kemudian pecah membentuk

ulkus yang tertutupi krusta

5. Riwayat penyakit sebelumnya. Misalnya, diabetes melitus dapat menyebabkan

penyembuhan luka yang lama.

Pada pemeriksaan fisik pasien didapatkan effloresensi ektima awalnya

berupa pustul kemudian pecah membentuk ulkus yang tertutupi krusta (Davis L,

William DJ, 2016).

Pemeriksaaan penunjang yang dapat dilakukan yaitu biopsi kulit dengan

jaringan dalam untuk pewarnaan Gram dan kultur. Selain itu, juga dapat dilakukan

pemeriksaan histopatologi (Djuanda, 2010 ).

5
Gambaran histopatologi menunjukkan peradangan dalam yang diinfeksi

bakteri kokus, dengan infiltrasi PMN dan pembentukan abses mulai dari folikel

pilosebasea. Pada dermis, ujung pembuluh darah melebar dan terdapat sebukan sel

PMN. Krusta yang tebal menutupi permukaan dari ulkus pada ektima (Djuanda,

2010).

1.8 Diagnosis Banding

Diagnosis banding ektima, antara lain:

1. Impetigo krustosa adalah infeksi piogenik pada kulit yang superficial dan

menular. Etiologinya adalah Streptococcus hemoliticus. Gejala klinis tidak

disertai dengan gejala umum, hanya terdapat pada anak anak. Tempat

predileksinya di muka, yakni sekitar lubang hidung dan mulut karena dianggap

sumber infeksi dari daerah tersebut. Kelainan kulit berupa eritema dan vesikel

yang cepat memecah sehingga jika penderita datang berobat yang terlihat ialah

krusta tebal bewarna kuning seperti madu. Jika dilepaskan tampak erosi di

bawahnya. Sering krusta menyebar ke perifer dan sembuh di bagian tengah

(Djuanda, 2010; Pedoman Diagnosis dan Terapi, 2005).

6
2. Folikulitis adalah radang pada rambut. Etiologiny adalah Staphylococccus

aureus. Folikulitis dibagi menjadai dua, yaitu 1. Folikulitis superfisialis: terbatas

di dalam epidermis. Mempunyai tempat predileksi di bawah tungkai, kelainan

berupa papul dan pustul yang ertematosa dan ditengahnya terdapat rambut,

biasanya multipel. 2. Folikulitis Profunda: sampai ke subkutan. Gambaran

klinisnya seperti pada folikulitis superfisialis, hanya teraba infiltrat di subkutan.

Contohnya sikosis barbe yang berlokasi di bibir atas dan dagu, bilateral (Djuanda

A, 2010)

1.9 Penatalaksanaan

Penatalaksanaan dari peyakit ektima ini bertujuan untuk mengatasi infeksi

dan eradikasi kuman penyebab. Pengobatan yang utama adalah dengan pemberian

antibiotik secara topikal maupun sistemik. Kadang diberikan obat tambahan yang

bersifat simptomatis apabila pasien menunjukkan gejala sistemik lain seperti

demam dan gatal. Penatalaksanaan ektima sama dengan impetigo(Arta IGJ, 2014;

Craft N, Lee PK, Zipoli MT, et al, 2008). Penatalaksanaan ektima, antara lain:

1. Farmakologi

Sistemik :
Pengobatan sistemik digunakan jika infeksinya luas. Pengobatan sistemik

dibagi menjadi pengobatan lini pertama dan pengobatan lini kedua.


Pengobatan lini pertama.
a. Dikloksasilin (untuk Staphylococci yang kebal dengan Penicilline)

7
Dewasa : 250 500 mg/dosis P.O, 3 - 4 kali per hari selama 5 7 hari
Anak : 5 - 15 mg/kgBB/dosis, 3 - 4 kali/hari.
b. Amoksisilin + Asam klavulanat
Dewasa : 250 500 mg/dosis P.O 3kali/hari
Anak : 7,5 - 25 mg/kgBB P.O 3 kali/hari
Pengobatan lini kedua.
Diberikan memiliki reaksi alergi terhadap obat - obatan lini pertama.
a. Azitromisin 1 x 500 mg, kemudian 1 x 250 mg selama 4 hari
b. Klindamisin 15 mg/kgBB/hari
c. Eritomisin
Dewasa : 250 - 500 mg 4kali/hari selama 5 7 hari
Anak : 12,5 - 50 mg/kgBB/dosis 4 kali/hari
Topikal
- Lesi sedikit dan dini dengan hanya obat topikal cukup menolong, Drainage

: bula dan pustule dengan ditusuk jarum steril untuk mencegah penyebaran

lokal.
- Mencuci lesinya pelan pelan dan melepas krustanya. Bila krusta melekat

kuat, dikomopres lebih dulu dengan larutan sodium chloride 0,9%. Krusta

perlu dilepas agar obat topikalnya dapat efektif kerja.

Pengobatan topikal digunakan jika infeksi terlokalisir, tetapi jika luas

maka digunakan pengobatan sistemik. Asam fusidat 2% dan Mupirosin

merupakan antibiotik pilihan yang dapat digunakan secara topikal pada ektima.

Sebelumnya krusta dilepaskan dan dibersihkan, kemudian dioleskan antibiotik di

atas 2 kali sehari (Craft N, Lee PK, Zipoli MT, et al, 2008; Pedoman Diagnosis

dan Terapi, 2005).

2. Non Farmakologi

Memberi pengertian kepada pasien tentang pentingnya menjaga

kebersihan badan dan lingkungan untuk mencegah timbulnya dan penularan

penyakit kulit. Sebaiknya mandi secara teratur dengan sabun mandi. Pakaian,

handuk, seprei sering ganti dan dicuci air panas dan dipakai sendiri (Davis L,

8
William DJ, 2016, Craft N, Lee PK, Zipoli MT, et al, 2008; Pedoman Diagnosis

dan Terapi, 2005).

1.10 Prognosis

Ektima sembuh secara perlahan, dan biasanya meninggalkan jaringan

parut. Pada lesi yang tidak mendapatkan pengobatan yang adekuat, dapat

menyebabkan invasi kuman yang berkembang menjadi limfangitis, selulitis atau

erisipelas, bakterimia dan septikemia (Craft N, Lee PK, Zipoli MT, et al, 2008;

Hay RJ., Adrians BM. 2010).

9
BAB II

TINJAUAN KASUS

2.1 Identitas

Nama : An. M.A

Umur : 8 th

Jenis Kelamin : Laki- laki

Pendidikan : SD

Pekerjaan : Pelajar

Agama : Islam

Suku Bangsa : Jawa

Alamat : jl. Sonorejo Ds. Jatirejo Kec.Diwek Kab. Jombang

Tanggal pemeriksaan : Jumat, 30 Desember 2016

2.1 Anamnesis

2.2.1 Keluhan utama

Gatal pada kaki kanan dan kiri

2.2.2 Riwayat Penyakit Sekarang

Pasien datang ke poli kulit dan kelamin RSUD Jombang dengan keluhan

gatal pada kaki kanan dan kiri. Gatal sudah berlangsung selama 1 bulan. Awalnya

10
timbul 1 bintik air di kaki kanan yang berisi air, setelah itu di garuk dan menjadi

lebar. Dan menyebar hampir kesuluruh tungkai kaki, dan timbul luka. Dan

sekarang juga timbul pada pergelangan tangan kanan sekitar 1 minggu. Setelah

timbul luka, yang digaruk adalah pinggir pinggir luka tersebut. Badan tidak

terasa demam. Tambah terasa gatal saat malam hari tetapi tidak mengganggu tidur.

Selama ini kaki sudah di rendam dengan air garam dan di berikan salep

pikangsuang, dan juga minum CTM tetapi tidak berkurang.

2.2.3 Riwayat Penyakit Dahulu

Pernah gatal gatal sebelumnya pada kaki dan tangan tetapi sembuh

setelah diberi bedak salisil

2.2.4 Riwayat Alergi

Tidak ada riwayat alergi obat maupun makanan.

2.2.5 Riwayat Penyakit Keluarga

Tidak ada keluarga yang sakit seperti ini

2.2.6 Riwayat Sosial

- Pasien sering bermain hujan hujanan

- Pasien menggunakan handuknya sendiri

- Pasien tidur dengan ibu pasien

2.3 Pemeriksaan Fisik

2.3.1 Status Generalis

Keadaan umum : baik

Kesadaran : compos mentis

Kepala : dalam batas normal

Leher : dalam batas normal

11
Thorax : dalam batas normal

Punggung : dalam batas normal

Abdomen : dalam batas normal

Ekstremitas : dalam batas normal

2.3.2 Status Dermatologis

Regio Ekstremitas Atas :

Multiple ulkus et regio brachii

dextra.
Multiple krusta tebal warna

kemerahan et regio brachii dextra

12
Regio Ekstremitas Bawah

Ulkus (punched out appearance) et

regio kruris anterior sinistra


Multiple krusta tebal warna

kemerahan dan kekuningan et

regio kruris anterior dextra et

sinistra.
Ulkus et regio dorsum pedis dextra
Multiple krusta tebal warna

kemerahan et regio dorsum pedis

dextra et sinistra

13
2.4 Pemeriksaan Penunjang

Pewarnaan Gram, Kultur, Biopsi : tidak dilakukan

2.5 Resume

An. M.A, 8 tahun


Gatal pada kaki kanan dan kiri, keluhan sudah berlangsung selama 1

bulan. Keluhan bertambah pada pergelangan tangan tangan sekitar 1

minggu.
Awalnya hanya 1 bintik dan melebar setelah digaruk dan menjadi seperti

luka, terasa lebih gatal pada saat malam hari.


Sudah diberi salep pikangsuang, direndam air garam, minum obat CTM

tetapi tidak ada perubahan.


Jika musim hujan, pasien sering bermain hujan hujanan.
2.6 Diagnosis
Ektima
2.7 Diagnosis Banding
Impetigo Krustosa
Folikulitis
2.8 Planning
2.8.1 Planning Diagnosis
Pewarnaan gram
Kultur
Biopsi
2.8.2 Planning Terapi

14
a. Non Medikamentosa
Memberi pengertian kepada pasien tentang pentingnya menjaga

kebersihan badan dan lingkungan


Menjelaskan kepada pasien untuk mandi secara teratur dengan sabun

mandi, sehari 2 3 kali


Menjelaskan kepada pasien untuk berhenti bermain hujan hujanan.

b. Farmakologi

Sistemik
Eritromisin 250 mg 2 x 1 tab selama 7 hari
Loratadin 10 mg 2 x tab
Topikal
Sodium fusidate cream 2% digunakan pagi dan malam hari
2.8.3 Planning Monitoring
Keluhan pasien
Efloresensi
Efek samping obat
2.8.4 Planning Edukasi
Jelaskan kepada pasien dan keluarga bahwa penyakit ini disebabkan

oleh bakteri, dan dipicu oleh hygine.


Jelaskan kepada pasien dan keluarga untuk menjaga kebersihan diri.
Jelaskan kepada pasien dan keluarga jika sembuh, akan meninggalkan

bekas pada kulit. Dan prognosis baik jika pasien menaati aturan terapi.

2.9 Prognosis

Prognosis pada penderita baik bila pengobatan sesuai dengan petunjuk.

15
BAB III

PEMBAHASAN

3.1 Identitas Pasien

Pada kasus ini, pasien An. MA, 8tahun berjenis kelamin laki laki. Hal ini

sesuai dengan literature yang mengatakan bahwa iktema lebih banyak menyerang

anak - anak dan dewasa muda (Davis L, William DJ, 2016).

3.2 Anamnesis dan Pemeriksaan Fisik

Pasien datang ke poli kulit dan kelamin RSUD Jombang dengan keluhan

gatal pada kaki kanan dan kiri. Gatal sudah berlangsung selama 1 bulan. Awalnya

timbul 1 bintik air di kaki kanan yang berisi air, setelah itu di garuk dan menjadi

lebar. Dan menyebar hampir kesuluruh tungkai kaki, dan timbul luka. Dan

16
sekarang juga timbul pada pergelangan tangan kanan sekitar 1 minggu. Setelah

timbul luka, yang digaruk adalah pinggir pinggir luka tersebut. Badan tidak

terasa demam. Tambah terasa gatal saat malam hari tetapi tidak mengganggu tidur.

Selama ini kaki sudah di rendam dengan air garam dan di berikan salep

pikangsuang, dan juga minum CTM tetapi tidak berkurang. Pada riwayat

dahulunya pasien pernah gatal gatal sebelumnya pada kaki dan tangan tetapi

sembuh setelah diberi bedak salisil. Dan kebisaan pasien pada musim hujan,

pasien sering bermain hujan hujanan.

Regio Ekstremitas Atas :

Multiple ulkus et regio brachii dextra.


Multiple krusta tebal warna kemerahan et regio brachii dextra

Regio Ekstremitas Bawah

Ulkus (punched out appearance) et regio kruris anterior sinistra


Multiple krusta tebal warna kemerahan dan kekuningan et regio kruris

anterior dextra et sinistra.


Ulkus et regio dorsum pedis dextra
Multiple krusta tebal warna kemerahan et regio dorsum pedis dextra et

sinistra

Hal ini sesuai dengan literatur bahwa ektima diawali dengan adanya

vesikel atau pustule di atas kulit sekitar yang mengalami inflamasi, membesar

yang kemudian berlanjut pada pecahnya pustule mengakibatkan kulit mengalami

ulserasi dengan ditutupi oleh krusta. Bila krusta terlepas, tertinggal ulkus

superfisial dengan gambaran punched out appearance atau berbentuk cawan

dengan dasar merah dan tepi meninggi. Lesi ini dapat bertahan ukurannya, dan

sembuh sendiri tanpa pengobatan, atau dapat pula mengalami perluasan. Biasanya

dapat ditemukan limfadenopati regional. Lesi umumnya ditemukan pada daerah

17
ekstremitas bawah tetapi bisa juga didapatkan pada ekstremitas atas, wajah dan

ketiak. Lesi yang terjadi pada ektima biasanya disebabkan karena trauma kulit,

misalkan ekskoriasi, varicella atau gigitan serangga. Biasanya pasien datang

dengan keluhan bengkak disertai krusta bewarna coklat kehitaman, yang awalnya

hanya dirasakan gatal lalu digaruk sampai timbul luka. Ektima sering menjadi

kelanjutan dari kerusakan jaringan kulit seperti impetigo, ekskoriasi dan

dermatitis yang tidak mendapatkan penanganan yang adekuat serta kondisi

kebersihan yang kurang terjaga. Ektima paling sering terjadi di lutut dan kaki

anak-anak dan dewasa muda, terutama pada lesi ekskoriasi karena penyakit yang

gatal misalnya gigitan serangga dan lesi yang diabaikan (Davis L, William DJ,

2016; Craft N, Lee PK, Zipoli MT, et al, 2008; Arta IGJ, 2014).

3.3 Diagnosis

Dari anamnesis dan pemeriksaan fisik didapatkan didapatkan diagnosis

ektima.

Hal ini sejalan dengan teori bahaw diagnosis ektima dibuat berdasarkan

dari anamnesis, gejala klinis yang ditemukan pada pasien, serta ditunjang dengan

pemeriksaan laboratorium yaitu pengecatan gram yang diambil dari dasar ulkus

untuk memastikan kuman yang menginfeksi. Diagnosis dari penyakit ektima ini

dibuat berdasarkan gejala klinis yang terdapat pada pasien serta ditunjang dengan

pemeriksaan laboratorium berupa pengecatan gram dan histopatologi kulit.

Anamnesis pada ektima, antara lain:

1. Keluhan utama. Pasien datang dengan keluhan berupa luka maupun bengkak

dan bernanah.

2. Durasi. Ektima terjadi dalam waktu yang lama akibat trauma berulang, seperti

18
gigitan serangga dan garukan.

3. Lokasi. Ektima terjadi pada lokasi yang relatif sering trauma berulang, seperti

tungkai bawah.

4. Perkembangan lesi. Awalnya lesi berupa pustul kemudian pecah membentuk

ulkus yang tertutupi krusta

5. Riwayat penyakit sebelumnya. Misalnya, diabetes melitus dapat menyebabkan

penyembuhan luka yang lama.

Pada pemeriksaan fisik pasien didapatkan efloresensi ektima awalnya

berupa pustul kemudian pecah membentuk ulkus yang tertutupi krusta (Arta IGJ,

2014; Davis L, William DJ, 2016).

3.4 Penatalaksanaan

Pada kasus ini pasien mendapat terapi non medikamentosa :

Memberi pengertian kepada pasien tentang pentingnya menjaga

kebersihan badan dan lingkungan


Menjelaskan kepada pasien untuk mandi secara teratur dengan sabun

mandi, sehari 2 3 kali


Menjelaskan kepada pasien untuk berhenti bermain hujan hujanan.

Hal ini sesuai dengan teori bahwa ektima sering menjadi kelanjutan dari

kerusakan jaringan kulit seperti impetigo, ekskoriasi dan dermatitis yang tidak

mendapatkan penanganan yang adekuat serta kondisi kebersihan yang kurang

terjaga. Perlu memberi pengertian kepada pasien tentang pentingnya menjaga

kebersihan badan dan lingkungan untuk mencegah timbulnya dan penularan

penyakit kulit. Sebaiknya mandi secara teratur dengan sabun mandi. Pakaian,

19
handuk, seprei sering ganti dan dicuci air panas dan dipakai sendiri (Arta IGJ,

2014; Davis L, William DJ, 2016; Craft N, Lee PK, Zipoli MT, et al, 2008;

Pedoman Diagnosis dan Terapi, 2005).

Pada kasus ini pasien juga mendapatkan terapi medikamentosa :

Eritromisin 250 mg 2 x 1 tab selama 7 hari


Loratadin 10 mg 2 x tab
Sodium fusidate cream 2% digunakan pagi dan malam hari

Hal ini sesuai dengan literatur bahwa penatalaksanaan dari peyakit ektima

ini bertujuan untuk mengatasi infeksi dan eradikasi kuman penyebab. Pengobatan

yang utama adalah dengan pemberian antibiotik secara topikal maupun sistemik.

Kadang diberikan obat tambahan yang bersifat simptomatis apabila pasien

menunjukkan gejala sistemik lain seperti demam dan gatal. Penatalaksanaan

ektima sama dengan impetigo(Arta IGJ, 2014; Craft N, Lee PK, Zipoli MT, et al,

2008). Penatalaksanaan ektima, antara lain:

1. Farmakologi

Sistemik :
Pengobatan sistemik digunakan jika infeksinya luas. Pengobatan sistemik dibagi

menjadi pengobatan lini pertama dan pengobatan lini kedua.


Pengobatan lini pertama.
a. Dikloksasilin (untuk Staphylococci yang kebal dengan Penicilline)
Dewasa : 250 500 mg/dosis P.O, 3 - 4 kali per hari selama 5 7 hari
Anak : 5 - 15 mg/kgBB/dosis, 3 - 4 kali/hari.
b. Amoksisilin + Asam klavulanat
Dewasa : 250 500 mg/dosis P.O 3kali/hari
Anak : 7,5 - 25 mg/kgBB P.O 3 kali/hari
Pengobatan lini kedua.
Diberikan memiliki reaksi alergi terhadap obat - obatan lini pertama.
a. Azitromisin 1 x 500 mg, kemudian 1 x 250 mg selama 4 hari
b. Klindamisin 15 mg/kgBB/hari
c. Eritomisin
Dewasa : 250 - 500 mg 4kali/hari selama 5 7 hari
Anak : 12,5 - 50 mg/kgBB/dosis 4 kali/hari

20
Topikal
- Lesi sedikit dan dini dengan hanya obat topikal cukup menolong, Drainage

: bula dan pustule dengan ditusuk jarum steril untuk mencegah penyebaran

lokal.
- Mencuci lesinya pelan pelan dan melepas krustanya. Bila krusta melekat

kuat, dikomopres lebih dulu dengan larutan sodium chloride 0,9%. Krusta

perlu dilepas agar obat topikalnya dapat efektif kerja.


Pengobatan topikal digunakan jika infeksi terlokalisir, tetapi jika luas

maka digunakan pengobatan sistemik. Asam fusidat 2% dan Mupirosin

merupakan antibiotik pilihan yang dapat digunakan secara topikal pada ektima.

Sebelumnya krusta dilepaskan dan dibersihkan, kemudian dioleskan antibiotik di

atas 2 kali sehari (Craft, Noah, et al, 2008, Pedoman Diagnosis dan Terapi, 2005).

3.5 Prognosis

Prognosis pada penderita baik bila pengobatan sesuai dengan petunjuk.

Hal ini sesuai dengan literatur bahwa ektima sembuh secara perlahan, dan

biasanya meninggalkan jaringan parut. Pada lesi yang tidak mendapatkan

pengobatan yang adekuat, dapat menyebabkan invasi kuman yang berkembang

menjadi limfangitis, selulitis atau erisipelas, bakterimia dan septikemia (Craft N.,

Lee PK., Zipoli MT., et al. 2008).

BAB IV

KESIMPULAN

21
Pasien atas naman An. AM datang ke poli kulit dan kelamin RSUD

Jombang pada hari jumat, 30 Desember 2016 dengan keluhan gatal pada kaki

kanan dan kiri. Gatal sudah berlangsung selama 1 bulan. Awalnya timbul 1 bintik

air di kaki kanan yang berisi air, setelah itu di garuk dan menjadi lebar. Dan

menyebar hampir kesuluruh tungkai kaki, dan timbul luka. Dan sekarang juga

timbul pada pergelangan tangan kanan sekitar 1 minggu. Setelah timbul luka,

yang digaruk adalah pinggir pinggir luka tersebut. Badan tidak terasa demam.

Tambah terasa gatal saat malam hari tetapi tidak mengganggu tidur. Selama ini

kaki sudah di rendam dengan air garam dan di berikan salep pikangsuang, dan

juga minum CTM tetapi tidak berkurang.

Dari pemeriksaan dermatologi didapatkan multiple ulkus (punched out

appearance) et regio brachii dextra et regio kruris anterior sinistra, multiple krusta

tebal kemerahan dan kekuningan et regio brachii dextra et regio kruris anterior

dextra et sinistra et regio dorsum pedis dextra et sinistra. Dalam hal ini tidak

dilakukan pemeriksaan penunjang karena keterbatasan alat. Pada pasien ini

diberikan terapi medikamentosa dan non medikamentosa. Terapi medikamentosa

mendapatkan terapi sistemik dan topikal, terapi sistemik nya adalah Eritromisin

250 mg tablet diminum 2 x 1 tablet selama 7 hari. Loratadin 10 mg tablet

diminum 2 x , sedangkan terapi topikal nya mendapatkan terapi sodium fusidate

cream 2% digunakan pagi dan malam hari. Pasien ini di edukasi untuk menjaga

kebersihan badan dan lingkungan salah satunya dengan cara mandi 2 3 kali

sehari menggunakan sabun mandi serta untuk berhenti untuk bermain hujan

hujanan. Dan perlu dijelaskan juga bahwa jika sembuh, ektima masih akan

22
menimbulkan bekas Prognosis pada ektima ini tergantung kepatuhan pasien

dengan terapi yang diberikan.

DAFTAR PUSTAKA

Arta IGJ. 2014. Ektima. Journal Fakultas Kedokteran Universitas Udayana.


Denpasar. Hal: 1 5

23
Belazarian L., Lorenzo ME., Nicole PC., et al. 2008. Bacterial Colonizations and
Infections of Skin and Soft Tissue di dalam Fitzpatrick`s Dermatology in
General Medicine Edisi 7. Mc Graw Hill Education. New York Pp. 520
589
Craft N., Lee PK., Zipoli MT., et al. 2008. Superficial Cutaneous Infections and
Pyoderma. In: Wolff Klause, Goldsmith Lowell, Katz Stephen, eds.
Fitzpatricks Dermatology in General Medicine 7th ed. New York:
McGraw-Hill Companies; 2008. Pp. 1694 1701
Davis L, William DJ, 2016.Ecthyma. America Academi of Dermatology.
Medscape.
Djuanda Adhi.2010. Pioderma dalam: Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin Edisi .
Jakarta: FK UI. Hal: 57 63
Hay RJ., Adrians BM. 2010. Bacterial Infection. in Rooks Teksbook of
Dermatologyi.Edisi 8. Wiley-Blackwell. USA. Pp. 30.1 30.17
James WD., Berger TG., Elston DM. 2011. Bacterial Infection in: Andrews
Disease of The Skin Clinical Dermatology. Edisi 11.Saunders. USA. Pp:
248 287.

24

Anda mungkin juga menyukai