Anda di halaman 1dari 12

BAB I

PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Perkataan konstitusi berasal dari bahasa Perancis Constituer dan Constitution,
kata pertama berarti membentuk, mendirikan atau menyusun, dan kata kedua berarti
susunan atau pranata (masyarakat). Dengan demikian konstitusi memiliki arti;
permulaan dari segala peraturan mengenai suatu Negara. Pada umumnya langkah
awal untuk mempelajari hukum tata negara dari suatu negara dimulai dari konstitusi
negara bersangkutan. Mempelajari konstitusi berarti juga mempelajari hukum tata
negara dari suatu negara, sehingga hukum tata negara disebut juga dengan
constitutional law. Istilah Constitutional Law di Inggris menunjukkan arti yang sama
dengan hukum tata negara. Penggunaan istilah Constitutional Law didasarkan atas
alasan bahwa dalam hukum tata Negara unsur konstitusi lebih menonjol.
Dengan demikian suatu konstitusi memuat aturan atau sendi-sendi pokok yang
bersifat fundamental untuk menegakkan bangunan besar yang bernama Negara.
Karena sifatnya yang fundamental ini maka aturan ini harus kuat dan tidak boleh mudah
berubah-ubah. Dengan kata lain aturan fundamental itu harus tahan uji terhadap
kemungkinan untuk diubah-ubah berdasarkan kepentingan jangka pendek yang bersifat
sesaat.
B. Rumusan Masalah
1. Apakah Pengertian Konstitusi itu?
2. Bagaimanakah sejarah konstitusi di indonesia ?
3. Apakah fungsi konstitusi ?
4. Bagaimanakah amandemen UUD 1945 ?
BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian Konstitusi
Konstitusi dalam pengertian luas adalah keseluruhan dari ketentuan-ketentuan
dasar atau hukum dasar. Konstitusi dalam pengertian sempit berarti piagam dasar atau
undang-undang dasar (Loi constitutionallle) ialah suatu dokumen lengkap mengenai
peraturan dasar negara.sedangkan menurut EC Wade Konstitusi adalah naskah yang
memaparkan rangka dan tugas pokok dari badan pemerintahan suatu negara dan
menentukan pokok-pokok cara kerja badan tersebut dan menamakan undang-undang
dasar sebagai riwayat hidup suatu hubungan kekuasaan.[1]
B. Sejarah Konstitusi
Secara umum terdapat dua macam konstitusi yaitu : 1) konstitusi tertulis dan 2)
konstitusi tak tertulis. Dalam hal yang kedua ini, hampir semua negara di dunia memiliki
konstitusi tertulis atau undang-undang dasar (UUD) yang pada umumnya mengatur
mengenai pembentukan, pembagian wewenang dan cara bekerja berbagai lembaga
kenegaraan serta perlindungan hak azasi manusia.
Negara yang dikategorikan sebagai negara yang tidak memiliki konstitusi tertulis
adalah Inggris dan Kanada. Di kedua negara ini, aturan dasar terhadap semua
lembaga-lembaga kenegaraan dan semua hak azasi manusia terdapat pada adat
kebiasaan dan juga tersebar di berbagai dokumen, baik dokumen yang relatif baru
maupun yang sudah sangat tua seperti Magna Charta yang berasal dari tahun 1215
yang memuat jaminan hak-hak azasi manusia rakyat Inggris.Karena ketentuan
mengenai kenegaraan itu tersebar dalam berbagai dokumen atau hanya hidup dalam
adat kebiasaan masyarakat itulah maka Inggris masuk dalam kategori negara yang
memiliki konstitusi tidak tertulis.
Pada hampir semua konstitusi tertulis diatur mengenai pembagian kekuasaan
berdasarkan jenis-jenis kekuasaan, dan kemudian berdasarkan jenis kekuasaan itu
dibentuklah lembaga-lembaga negara. Dengan demikian, jenis kekuasaan itu perlu
ditentukan terlebih dahulu, baru kemudian dibentuk lembaga negara yang bertanggung
jawab untuk melaksanakan jenis kekuasaan tertentu itu.
Beberapa sarjana mengemukakan pandangannya mengenai jenis tugas atau
kewenangan itu, salah satu yang paling terkemuka adalah pandangan Montesquieu
bahwa kekuasaan negara itu terbagi dalam tiga jenis kekuasaan yang harus dipisahkan
secara ketat. Ketiga jenis kekuasaan itu adalah : 1) kekuasaan membuat peraturan
perundangan (legislatif); 2) kekuasaan melaksanakan peraturan perundangan
(eksekutif) dan kekuasaan kehakiman (judikatif).
Pandangan lain mengenai jenis kekuasaan yang perlu dibagi atau dipisahkan di
dalam konstitusi dikemukakan oleh van Vollenhoven dalam buku karangannya
Staatsrecht over Zee. Ia membagi kekuasaan menjadi empat macam yaitu :1)
pemerintahan (bestuur); 2) perundang-undangan; 3) kepolisian dan 4)pengadilan. Van
Vollenhoven kemungkinan menilai kekuasaan eksekutif itu terlalu luas dan karenanya
perlu dipecah menjadi dua jenis kekuasaan lagi yaitu kekuasaan pemerintahan dan
kekuasaan kepolisian. Menurutnya kepolisian memegang jenis kekuasaan untuk
mengawasi hal berlakunya hukum dan kalau perlu memaksa untuk melaksanakan
hukum.
Wirjono Prodjodikoro dalam bukunya Azas-azas Hukum Tata Negara di Indonesia
mendukung gagasan Van Vollenhoven ini, bahkan ia mengusulkan untuk menambah
dua lagi jenis kekuasaan negara yaitu kekuasaan Kejaksaan dan Kekuasaan untuk
memeriksa keuangan negara untuk menjadi jenis kekuasaan ke-lima dan ke-enam.[2]
Berdasarkan teori hukum ketatanegaraan yang dijelaskan diatas maka dapat
disimpulkan bahwa jenis kekuasaan negara yang diatur dalam suatu konstitusi itu
umumnya terbagi atas enam dan masing-masing kekuasaan itu diurus oleh suatu
badan atau lemabaga tersendiri yaitu:

1. kekuasaan membuat undang-undang (legislatif)

2. kekuasaan melaksanakan undang-undang (eksekutif)

3. kekuasaan kehakiman (judikatif)

4. kekuasaan kepolisian

5. kekuasaan kejaksaan

6. kekuasaan memeriksa keuangan Negara

C. Fungsi Konstitusi

Berbicara mengenai konstitusi, maka kita tak akan lepas dari fungsi konstitusi itu
sendiri, Dan di antara fungsi daripada konstitusi adalah
1. menentukan pembatasan terhadap kekuasaan sebagai suatu fungsi
konstitusionalisme;

2. memberikan legitimasi terhadap kekuasaan pemerintah;

3. sebagai instrumnen untuk mengalihkan kewenangan dari pemegang kekuasaan asal


(baik rakyat dalam sistem demokrasi atau raja dalam sistem monarki) kepada organ-
organ kekuasaan negara;

Sifat Konstitusi 1. Formil dan materiil; Formil berarti tertulis. Materiil dilihat dari
segi isinya berisikan hal-hal bersifat dasar pokok bagi rakyat dan negara. (sama dengan
konstitusi dalam arti relatif). 2. Flexibel dan rigid, Kalau rigid berarti kaku suliot untuk
mengadakan perubahan sebagaimana disebutkan oleh KC Wheare Menurut James
Bryce, ciri flexibel : Elastis, Diumumkan dan diubah sama dengan undang-undang dan
Tertulis dan tidak tertulis.[3]
D. Amandemen UUD 1945
Konstitusi suatu negara pada hakekatnya merupakan hukum dasar tertinggi yang
memuat hal-hal mengenai penyelenggaraan negara, karenanya suatu konstitusi harus
memiliki sifat yang lebih stabil dari pada produk hukum lainnya. Terlebih lagi jika jiwa
dan semangat pelaksanaan penyelenggaraan negara juga diatur dalam konstitusi
sehingga perubahan suatu konstitusi dapat membawa perubahan yang besar terhadap
sistem penyelenggaraan negara. Bisa jadi suatu negara yang demokratis berubah
menjadi otoriter karena terjadi perubahan dalam konstitusinya.
Adakalanya keinginan rakyat untuk mengadakan perubahan konstitusi
merupakan suatu hal yang tidak dapat dihindari. Hal ini terjadi apabila mekanisme
penyelenggaraan negara yang diatur dalam konstitusi yang berlaku dirasakan sudah
tidak sesuai lagi dengan aspirasi rakyat. Oleh karena itu, konstitusi biasanya juga
mengandung ketentuan mengenai perubahan konstitusi itu sendiri, yang kemudian
prosedurnya dibuat sedemikian rupa sehingga perubahan yang terjadi adalah benar-
benar aspirasi rakyat dan bukan berdasarkan keinginan semena-mena dan bersifat
sementara atau pun keinginan dari sekelompok orang belaka.
Pada dasarnya ada dua macam sistem yang lazim digunakan dalam praktek
ketatanegaraan di dunia dalam hal perubahan konstitusi. Sistem yang pertama adalah
bahwa apabila suatu konstitusi diubah, maka yang akan berlaku adalah konstitusi yang
berlaku secara keseluruhan (penggantian konstitusi). Sistem ini dianut oleh hampir
semua negara di dunia. Sistem yang kedua ialah bahwa apabila suatu konstitusi
diubah, maka konstitusi yang asli tetap berlaku. Perubahan terhadap konstitusi tersebut
merupakan amandemen dari konstitusi yang asli tadi. Dengan perkataan lain,
amandemen tersebut merupakan atau menjadi bagian dari konstitusinya. Sistem ini
dianut oleh Amerika Serikat.
Menurut C.F Strong ada empat macam prosedur perubahan kosntitusi:[4]

1. Perubahan konstitusi yang dilakukan oleh pemegang kekuasaan legislatif, akan tetap
yang dilaksanakan menurut pembatasan-pembatasan tertentu. Perubahan ini
terjadi melalui tiga macam kemungkinan.

Pertama, untuk mengubah konstitusi, sidang pemegang kekuasaan legislatif


harus dihadiri oleh sekurang-kurangnya sejumlah anggota tertentu (kuorum)
yang ditentukan secara pasti

Kedua, untuk mengubah konstitusi maka lembaga perwakilan rakyat harus


dibubarkan terlebih dahulu dan kemudian diselenggarakan pemilihan umum.
Lembaga perwakilan rakyat harus diperbaharui inilah yang kemudian
melaksanakan wewenangnya untuk mengubah konstitusi.

Ketiga, adalah cara yang terjadi dan berlaku dalam sistem majelis dua kamar.
Untuk mengubah konstitusi, kedua kamar lembaga perwakilan rakyat harus
mengadakan sidang gabungan. Sidang gabungan inilah, dengan syarat-syarat
seperti dalam cara pertama, yang berwenang mengubah kosntitusi.

2. Perubahan konstitusi yang dilakukan rakyat melalui suatu referendum. Apabila ada
kehendak untuk mengubah kosntitusi maka lembaga negara yang diberi wewenang
untuk itu mengajukan usul perubahan kepada rakyat melalui suatu referendum atau
plebisit. Usul perubahan konstitusi yang dimaksud disiapkan lebih dulu oleh badan
yang diberi wewenang untuk itu. Dalam referendum atau plebisit ini rakyat
menyampaikan pendapatnya dengan jalan menerima atau menolak usul perubahan
yang telah disampaikan kepada mereka. Penentuan diterima atau ditolaknya suatu
usul perubahan diatur dalam konstitusi.

3. Perubahan konstitusi yang berlaku pada negara serikat yang dilakukan oleh sejumlah
negara bagian. Perubahan konstitusi pada negara serikat harus dilakukan dengan
persetujuan sebagian terbesar negara-negara tersebut. Hal ini dilakukan karena
konstitusi dalam negara serikat dianggap sebagai perjanjian antara negara-negara
bagian. Usul perubahan konstitusi mungkin diajukan oleh negara serikat, dalam hal
ini adalah lembaga perwakilannya, akan tetapi kata akhir berada pada negara-
negara bagian. Disamping itu, usul perubahan dapat pula berasal dari negara-
negara bagian.

4. Perubahan konstitusi yang dilakukan dalam suatu konvensi atau dilakukan oleh suatu
lemabag negara khusus yang dibentuk hanya untuk keperluan perubahan. Cara ini
dapat dijalankan baik pada Negara kesatuan ataupun negara serikat. Apabila ada
kehendak untuk mengubah konstitusi, maka sesuai dengan ketentuan yang
berlaku, dibentuklah suatu lembaga negara khusus yang tugas serta wewenangnya
hanya mengubah konstitusi. Usul perubahan dapat berasal dari pemegang
kekuasaan perundang-undangan dan dapat pula berasal dari pemegang kekuasaan
perundang-undangan dan dapat pula berasal dari lembaga negara khusus tersebut.
Apabila lembaga negara khusus dimaksud telah melaksanakan tugas serta
wewenang sampai selesai,dengan sendirinya lembaga itu bubar.

Hans Kelsen mengatakan bahwa kosntitusi asli dari suatu negara adalah karya
pendiri negara tersebut. Dan ada beberapa cara perubahan konstitusi menurut Kelsen
yaitu :[5]
1) Perubahan yang dilakukan diluar kompetensi organ legislatif biasa yang
dilembagakan oleh konstitusi tersebut, dan dilimpahkan kepada sebuah
konstituante, yaitu suatu organ khusus yang hanya kompeten untuk mengadakan
perubahan-perubahan konstitusi
2) Dalam sebuah negara federal, suatu perubahan konstitusi bisa jadi harus disetujui
oleh dewan perwakilan rakyat dari sejumlah negara anggota tertentu.
Di Indonesia, perubahan konstitusi telah terjadi beberapa kali dalam sejarah
ketatanegaraan Indonesia sejak Proklamasi Kemerdekaan 17 Agustus 1945. Sejak
Proklamasi hingga sekarang telah berlaku tiga macam Undang-undang Dasar dalam
delapan periode yaitu :

1. Periode 18 Agustus 1945 27 desember 1949

2. Periode 27 Desember 1949 17 Agustus 1950

3. Periode 17 Agustus 1950 5 Juli 1959

4. Periode 5 Juli 1959 19 Oktober

5. Periode 19 Oktober 1999 18 Agustus 2000

6. Periode 18 Agustus 2000 9 November 2001

7. Periode 9 November 2001 10 Agustus 2002

8. Periode 10 Agustus 2002 sampai sekarang

Undang-undang Dasar 1945 (UUD 1945) ditetapkan dan disahkan Panitia


Persiapan Kemerdekaan Indonesia (PPKI) pada tanggal 18 Agustus 1945. UUD 1945
terdiri dari :

1. Pembukaan (4 alinea) yang pada alinea ke-4tercantum dasar negara yaitu


Pancasila;

2. Batang Tubuh (isi) yang meliputi : 16 Bab, 37 Pasal, 4 aturan peralihan, 2 Aturan
Tambahan dan Penjelasan
UUD 1945 digantikan oleh Konstitusi Republik Indonesia Serikat (Konstitusi RIS)
pada 27 Desember 1949, pada 17 Agustus 1950 Konstitusi RIS digantikan oleh
Undang-undang Dasar Sementara 1950 (UUDS 1950).
Dengan Dekrit Presiden 5 Juli 1959, UUD 1945 dinyatakan berlaku kembali di
Indonesia hingga saat ini.
Hingga tanggal 10 Agustus 2002, UUD 1945 telah empat kali diamandemen oleh
Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR).
Perubahan UUD 1945 dilakukan pada :
1. Perubahan I diadakan pada tanggal 19 Oktober 1999;
Pada amandemen ini, pasal-pasal UUD 1945 yang diubah ialah 9 pasal yaitu:
Pasal 5 ayat (1), 7, 9 ayat (1) dan (2), 13 ayat (2) dan (3),14 ayat (1) dan (2), 15, 17
ayat (2) dan (3), 20 ayat (1), (2), (3) dan (4), 21 ayat (1).
Beberapa perubahan yang penting adalah :
a) Pasal 5 ayat (1) berbunyi : Presiden memegang kekuasaan membentuk undang-
undang dengan persetujuan DPR; Diubah menjadi : Presiden berhak
mengajukan rancangan undang-undang kepada DPR.
b) Pasal 7 berbunyi : Presiden dan wakil presiden memegang jabatannya selama
masa lima tahun, dan sesudahnya dapat dipilih kembali; Diubah menjadi :
Preseiden dan wakil presiden memegang jabatan selama lima tahun dan
sesudahnya dapat dipilih kembali dalam jabatan yang sama hanya untuk satu
kali masa jabatan.
c) Pasal 14 berbunyi : Presiden memberi grasi, amnesty, abolisi dan rehabilitasi,
Diubah menjadi :
1) Presiden memberi grasi dan rehabili dengan memperhatikan pertimbangan
Mahkamah Agung;
2) Presiden memberi Amnesti dan Abolisi dengan memperhatikan
pertimbangan DPR.
d) Pasal 20 ayat 1 : Tiap-tiap Undang-udang menhendaki persetujuan DPR; Diubah
menjadi : DPR memegang kekuasaan membentuk Undang-undang.
2. Perubahan II diadakan pada tanggal 18 Agustus 2000;
Pada amandemen II ini, pasal-pasal UUD 1945 yang diubah ialah 24 pasal
yaitu: Pasal 18 ayat (1) s/d (7), 18A ayar (1) dan (2), 18B ayat (1) dan (2), 19 ayat (1)
s/d (3), 20 ayat (5), 20A ayat (1) s/d (4), 22A, SSB, 25A, 26 ayat (2) dan (3), 27 ayat (3),
28A, 28B ayat (1) dan (2), 28D ayat (1) s/d (4), 28E ayat (1) s/d (3), 28F, 28G ayat (1)
dan (2), 28H ayat (1) s/d (4), 28I ayat (1) s/d (5), 28J ayat (1) dan (2), 30 ayat (1) s/d
(5), 36A, 36B, 36C.
Beberapa perubahan yang penting adalah :
e) Pasal 20 berbunyi : Tiap-tiap Undang-undang menghendaki persetujuan DPR;
Diubah menjadi : Pasal 20A; DPR memiliki fungsi legislasi, fungsi anggaran, dan
fungsi pengawasan.
f) Pasal 26 ayat (2) berbunyi : Syarat-syarat yang mengenai kewarganegaraan Negara
ditetapkan dengan Undang-undang, Diubah menjadi : Penduduk ialah warga Negara
Indonesia dan orang asing yang bertempat tinggal di Indonesia,
g) Pasal 28 memuat 3 hak asasi manusia diperluas menjadi 13 hak asasi manusia.
3. Perubahan III diadakan pada tanggal 9 November 2001;
Pada amandemen III ini, pasal-pasal UUD 1945 yang diubah ialah 19 pasal
yaitu: Pasal 1 ayat (2) dan (3), 3 ayat (1) s/d (3), 6 ayat (1) s/d (3), 6A ayat (1), (2), (3)
dan (5), 7A, 7B ayat (1) s/d (7), 7C, 8 ayat (1) s/d (3), 11 ayat (2) dan (3), 17 ayat (4),
22C ayat (1) s/d (4), 22D ayat (1) s/d (4), 22E ayat (1) s/d (3), 23F ayat (1) dan (2), 23G
ayat (1) dan (2), 24 ayat (1) dan (2), 24A ayat (1) s/d (5), 24B ayat (1) s/d (4), 24C ayat
(1) s/d (6).
Beberapa perubahan yang penting adalah :
h) Pasal 1 ayat (2) berbunyi : Kedaulatan adalah ditanag rakyat dan dilakukan
sepenuhnya oleh MPR, Diubah menjadi : Kedaulatan berada di tanagn rakyat dan
dilaksanakan menurut UUD. Ditambah Pasal 6A : Presiden dan wakil Presiden
dipilih dalam satu pasangan secara langsung oleh rakyat
i) Pasal 8 ayat (1) berbunyi : Presiden ialah orang Indonesai asli; Diubah menjadi :
Calon Presiden dan wakil Presiden harus warga negara Indonesia sejak
kelahirannya
j) Pasal 24 tentang kekuasaan kehakiman ditambah:
k) Pasal 24B: Komisi Yudisial bersifat mandiri yang berwenang mengusulkan
pengangkatan hakim agung
l) Pasal 24C : mahkamah Konstitusi berwenang mengadili pada tingkat pertama dan
terakhir yang putusannya bersifat final untuk menguji undang-undang terhadap
UUD (dan menurut amandemen IV) UUD 1945, Komisi dan Konstitusi ditetapkan
dengan ketentuan MPR bertugas mengkaji ulang keempat amandemen UUD 1945
pada tahun 2003
4. Perubahan IV diadakan pada tanggal 10 Agustus 2002
Pada amandemen IV ini, pasal-pasal UUD 1945 yang diubah ialah 17 pasal
yaitu: pasal-pasal : 2 ayat (1), 6A ayat (4), 8 ayat (3), 11 ayat (1), 16 23B, 23D, 24 ayat
(3), 31 ayat (1) s/d (5), 32 ayat (1) dan (2), 33 ayat (4) dan (5), 34 ayat (1) s/d (4), 37
ayat (1) s/d (5),
Beberapa perubahan yang penting adalah :
m) Pasal 2 ayat (1) berbunyi : MPR terdiri atas anggota-anggota dan golongan-
golongan menurut aturan yang ditetapkan dengan Undang-undang; Diubah menjadi
: MPR terdiri atas anggota DPR dan DPD yang dipilih melalui Pemilihan Umum dan
diatur lebih lanjut dengan undang-undang.
n) Bab IV pasal 16 tetang Dewan Pertimbangan Agung (DPA) dihapus. Diubah menjadi
: Presiden membentuk suatu dewan pertimbangan yang bertugas memberikan
nasihat dan pertimbangan kepada Presiden, yang selanjutnya diatur dalam
Undang-undang
o) Pasal 29 ayat (1) berbunyi : Negara berdasarkan atas Ketuhanan Yang Maha Esa.
Pasal ini tetap tidak berubah (walaupun pernah diusulkan penambahan 7 kata :
dengan kewajiban menjalankan syariat Islam bagi pemeluk-pemeluknya)
p) Aturan Peralihan Pasal III : Mahkamah Konstitusi dibentuk selambat-lambatnya pada
17 Agustus 2003 dan sebelum dibentuk segala kewenangannya dilakukan oleh
Mahkamah. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa amandemen I,II,III dan IV
terhadap UUD 1945, maka sejak 10 Agustus 2002 Ketatanegaraan Republik
Indonesia telah mengalami perubahan sebagai berikut :
1) Pasal 1 ayat (2):
MPR bukan lagi pemegang kedaulatan (kekuasaan tertinggi) di Indonesia,
melainkan rakyat Indonesia yang memegang kedaulatan, MPR bukan Lembaga
tertinggi Negara lagi. MPR, DPR, dan Presiden yang bertanggung jawab
kepada rakyat melalui Pemilihan Umum. Presiden dan Wakil Presiden yang
melangar hukum tidak akan terpilih dalam pemilihan umum yang akan datang.
2) Pasal 2 ayat (1):
MPR terdiri dari :
a. Dewan Perwakilan Rakyat (House of Representatives : di Amerika Serikat)
b. Dewan Perwakilan Daerah (Senate : di Amerika Serikat)
MPR merupakan lembaga yang memiliki dua badan (Bicameral) seperti di
Amerika Serikat; Anggota DPR dipilih dalam pemilihan umum oleh seluruh
rakyat, sedangkan DPD dipilih oleh rakyat di daerah (Provinsi) masing-masing.
Dengan ditetapkannya DPR dan DPD sebagai anggota MPR, maka utusan
golongan termasuk TNI/POLRI dihapuskan dari MPR. bukan lagi pemegang
kedaulatan (kekuasaan tertinggi) di Indonesia, melainkan rakat Indonesia yang
memegang kedaulatan, MPR bukan Lembaga
3) Pasal 5 ayat (1):
Presiden bukan lagi pembentuk undang-undang, tetapi berkedudukan sebagai
Kepala Negara dan Kepala Pemerintahan (Lembaga Eksekutif,
Pemerintahan/Pelaksana Undang-undang
4) Pasal 6 ayat (1) dan 6A:
Presiden Indonesia tidak harus orang Indonesia asli, tetapi calon Presiden dan
Wakil Presiden harus warga Negara Indonesia sejak kelahirannya. Presdien
dan Wakil Presiden dipilih secara langsung oleh rakyat (bukan secara tidak
langsung oleh MPR, sedangkan DPR dipilih rakyat)
5) Pasal 7:
Presiden dan Wakil Presiden hanya dapat memegang jabatan selama paling
lama 2 x 5 tahun : 10 tahun (dahulu Presiden memegang jabatan selama lebih
dari 30 tahun, bahkan seumur hidup).
6) Pasal 14:
Presiden memberi :
1) Grasi dan Rehabilitasi dengan memperhatikan pertimbangan Mahkamah
Agung

Anda mungkin juga menyukai