Oleh : Purwanto AP
ILKI Semarang
Pendahuluan
1
Patofisiologi
Kenaikan kadar transaminase dalam serum disebabkan oleh ensim yang
terlepas karena sel yang bersangkutan mengalami nekrosis, atau karena ensim yang
bocor dari dari dalam sel. Meskipun ALT lebih khas untuk penyakit hati
dibandingkan AST tetapi kedua ensim tersebut selalu dipakai bersama-sama dalam
evaluasi penyakit hati, dan bila nekrosis sel-sel jantung dapat disingkirkan, maka
kadar dari kedua ensim tersebut dianggap mencerminkan perubahan-perubahan
dalam sel hati.
Penyelidikan yang lebih terperinci menunjukkan bahwa ensim AST sebagian
besar terikat dalam organel dan hanya sedikit didapatkan dalam sitoplasma.
Sebaliknya sebagian besar dari ensim ALT terikat dalam sitoplasma. Sehingga bila
kerusakan sel-sel hati sebagian besar mengenai membran dari sel hati maka kenaikan
ALT lebih menonjol, sebaliknya bila kerusakan sel hati terutama mengenai organel
akan menyebabkan kenaikan AST yang lebih menonjol.
Pada penyakit hati, kadar AST dan ALT serum umumnya naik dan turun
secara bersama-sama. Apabila hepatosit mengalami cedera, ensim yang secara
normal berada intrasel ini masuk ke dalam aliran darah. Penyakit non hati terutama
kolaps miokardium juga dapat menyebabkan hati membebaskan aminotransferase.
Sensitivitas ini terjadi karena hepatosit yang terletak paling dekat dengan vena
sentral masing-masing lobulus secara normal memiliki tegangan oksigen yang
rendah dan sangat rentan terhadap hipoksia. Hepatosit sentrilobulus mengalami
cedera apabila hipotensi arteri menyebabkan berkurangnya darah yang masuk ke hati
atau apabila peningkatan tekanan balik akibat gagal jantung kanan memperlambat
keluarnya darah dari vena sentralis. Pada kerusakan hipoksia ini, kadar
aminotransferase meningkat sampai sedang. Selain itu, infark miokardium secara
langsung menyebabkan peningkatan AST bermakna ( umumnya beberapa hari
setelah kejadian ), karena ensim ini banyak terdapat pada otot jantung. Hemolisis
juga menyebabkan pembebasan langsung AST ke dalam sirkulasi.
Ensim-ensim AST, ALT akan meningkat bila terjadi kerusakan sel hati. Biasanya
peningkatan ALT lebih tinggi dari pada AST pada kerusakan hati yang akut,
mengingat ALT merupakan ensim yang hanya terdapat dalam sitoplasma sel hati
2
(unilokuler). Sebaliknya AST yang terdapat baik dalam sitoplasma maupun
mitochondria (bilokuler) akan meningkat lebih tinggi daripada ALT pada kerusakan
hati yang lebih dalam dari sitoplasma sel. Keadaan ini ditemukan pada kerusakan sel
hati yang menahun.
Adanya perbedaan peningkatan ensim AST dan ALT pada penyakit hati ini
mendorong para peneliti untuk menyelidiki ratio AST & ALT ini. De Ritis et al
mendapatkan ratio AST/ALT = 0,7 sebagaibatas penyakit hati akut dan kronis. Ratio
lni yang terkenal dengan narna ratio De Ritis memberikan hasil < 0,7 pada penyakit
hati akut dan > 0,7 pada penyakit hati kronis. Batas 0,7 ini dipakai apabila
pemeriksaan ensim-ensim tersebut dilakukan secara optimized, sedangkan apabila
pemeriksaan dilakukan dengan cara kolorimetrik batas ini adalah 1.
Istilah optimized yang dipakai oleh perkumpulan ahli kimia di Jerman ini
mengandung arti bahwa cara pemeriksaan ini telah distandardisasi secara optimum
baik substrat, koensim maupun lingkungannya.
Nilai rujukan
ALT laki-laki < 42 U/L ; wanita < 32 U/L
AST laki-laki < 37 U/L ; wanita < 32 U/L
Pada temperatur pemeriksan 37 o C
Interpretasi Klinik
3
Tabel 1. Hasil Pemeriksaan Ensim Pada Kasus Penyakit Hati
AST ALT n
Hepatitis akut 164 (17-1650) 281 (30-2070) 86
Sirosis hati 45 + 22,5 46 + 23 20
Kolesistitis 26 + 5 48 + 8 3
Hepatitis 482 + 680 681 + 887 13
Biasanya kadar gamma GT lebih rendah daripada kadar AST. Menurut de Ritis
perbandingan antara AST dan ALT adalah < dari 0,7
Kalau dilakukan pemeriksaan monitoring tiap 2 sampai 4 minggu, akan terlihat
bahwa gamma GT dan ALT adalah yang paling akhir kembali menjadi normal (lihat
Gambar).
4
Berbagai obat dan bahan makanan dapat merupakan zat yang toksik serta
menyebabkan kelainan hati. Diagnosis dalam keadaan ini sulit sekali dan gejalanya
biasanya ditandai dengan peninggian gamma GT. Pada kerusakan hati yang
disebabkan oleh keracunan ataupun infeksi ,kenaikan aktivitas AST serum mencapai
20 100 kali
Hepatitis Kronik
Walaupun diagnosis hepatitis kronik merupakan diagnosis histopatologis pola ensim
yang terjadi dapat pula membantu untuk menegakkan diagnosis (Tabel 1 dan 2)
Hepatitis kronik terdiri atas : 1. Hepatitis kronik persisten, 2. Hepatitis kronik aktif,
3. Sirosis hati.
5
Pada kelainan hepatitis kronik persisten biasanya hanya didapatkan
peninggian AST dan ALT yang tidak terlalu hebat. Biasanya AST dan ALT
meningkat sampai 2-3 kali normal. Prognosis penyakit ini umumnya baik.
Pada hepatitis kronik aktif kerusakan hepatoselularnya lebih berat. AST dan
ALT dapat meningkat sampai 5 kali atau 10 kali di atas angka normal. Gamma GT
biasanya didapatkan lebih rendah dari AST.
Pada sirosis hati akan ditemukan peninggian AST ,ALT yang sangat
bervariasi. Pada umumnya akan didapatkan gamma GT lebih tinggi dan AST.
Perbandingan antara AST dan ALT atau rasio dan Ritis biasanya di atas 1.
Kolinesterase akan menurun terutama apabila kerusakan hati makin berat. Ensim
untuk pembekuan darah juga akan menurun.
Perlemakan hepar
Pada perlemakan hati dapat ditemukan peninggian transaminase 2-3 kali normal.
Biasanya kadar garam empedu ada dalam batas normal.
Tumor hepar
Pada tumor hati kelainan yang sering ditemukan adalah peninggian alkali fosfatase
dan juga gamma GT. Kadar ensim AST dan ALT pada karsinoma hepatoselular pada
waktu permulaan tidak memperlihatkan kenaikan kecuali apabila penyakit dasarnya
adalah sirosis hati. Apabila tumor makin besar dan kerusakan hati makin hebat dapat
pula ditemukan peninggian AST dan ALT
.
6
Hubungan antara kadar transaminase serum dengan prognosis penyakit hati
Tingginya kadar transaminase serum ternyata tidak berhubungan dengan
prognosis dari penderita-penderita penyakit hati. Kadar transaminase serum hanya
dipakai untuk mengikuti perjalanan penyakit pada kasus-kasus secara individual.
PENUTUP
Pemeriksaan transaminase yang terdiri dari AST dan ALT penting untuk menilai
kelainan hati atau organ lain. ALT lebih spesifik untuk kelainan di hati. Pola ensim
amat membantu dalam menegakkan diagnosis gangguan hati tetapi pemeriksaan
yang lengkap disertai pemeriksaan penunjang lain seringkali harus dilakukan.
Untuk meningkatkan mutu hasil pemeriksaan laboratorium mutlak perlu
dilaksanakan peningkatan mutu internal dan eksternal .
DAFTAR PUSTAKA
7
8. Akbar N. Kelainan ensim Pada Penyakit Hati .Dalam : Sudoyo AW, Setiyo hadi,
Edisi IV. Jakarta Pusat Penerbitan Departemen Penyakit Dalam Fakultas
Kedokteran Universitas Indonesia ;2006: 449 -50
9. PurwantoAP. Parameter Laboratorik untuk Diagnosis Penyakit Jantung. Dalam
Media Laboratoria. Edisi 6. ILKI; Sepetember 2006