Anda di halaman 1dari 8

ASPEK KLINIK PEMERIKSAAN ENSIM TRANSAMINASE

Oleh : Purwanto AP
ILKI Semarang

Pendahuluan

Transaminase adalah sekelompok ensim yang merupakan katalisator dalam


proses pemindahan gugus amino antara suatu asam alfa amino dengan suatu asam
alfa keto.
Ensim yang berkaitan dengan kerusakan hepatoseluler adalah
aminotransferase yang mengkatalisis pemindahan reversibel satu gugus amino antara
sebuah asam amino dan sebuah asam alfa keto. Fungsi ini penting untuk
pembentukan asam-asam amino yang tepat yang dibutuhkan untuk penyusunan
protein di hati.
Transaminase serum terdiri dari :
1. Serum Glutamic Oxaloacetic Transaminase yang disingkat sebagai SGOT
atau Aspartate Aminotransferase yang disingkat sebagai AST
2. Serum Glutamic Pyruvic Transaminase yang disingkat sebagai SGPT atau
Alanine Aminotransferase yang disingkat sebagai ALT
Meskipun AST dan ALT sering dianggap sebagai ensim hati karena tingginya
konsentrasi keduanya dalam hepatosit, namun ALT yang spesifik. Baik AST maupun
ALT memerlukan piridoksal fosfat ( vitamin B6 ) sebagai kofaktor untuk berfungsi
penuh.
Untuk mendapatkan hasil laboratorium transaminase yang baik perlu diperhatikan
rangkaian tahapan pemeriksaan mulai preanalitik, analitik dan post analitik .
Sumber ensim AST adalah dalam sitoplasma dan mitokondria sel-sel tubuh yang
dalam jumlah banyak terdapat di hati, otot skelet dan jantung, dan dalam jumlah
yang sedikit ditemukan di ginjal, otak, lien, paru, pancreas, sel darah merah.
Sedang ALT terdapat dalam sitoplasma dari sel berbagai jaringan tubuh tetapi berada
dalam jumlah sedikit terutama pada sel sel hati

1
Patofisiologi
Kenaikan kadar transaminase dalam serum disebabkan oleh ensim yang
terlepas karena sel yang bersangkutan mengalami nekrosis, atau karena ensim yang
bocor dari dari dalam sel. Meskipun ALT lebih khas untuk penyakit hati
dibandingkan AST tetapi kedua ensim tersebut selalu dipakai bersama-sama dalam
evaluasi penyakit hati, dan bila nekrosis sel-sel jantung dapat disingkirkan, maka
kadar dari kedua ensim tersebut dianggap mencerminkan perubahan-perubahan
dalam sel hati.
Penyelidikan yang lebih terperinci menunjukkan bahwa ensim AST sebagian
besar terikat dalam organel dan hanya sedikit didapatkan dalam sitoplasma.
Sebaliknya sebagian besar dari ensim ALT terikat dalam sitoplasma. Sehingga bila
kerusakan sel-sel hati sebagian besar mengenai membran dari sel hati maka kenaikan
ALT lebih menonjol, sebaliknya bila kerusakan sel hati terutama mengenai organel
akan menyebabkan kenaikan AST yang lebih menonjol.
Pada penyakit hati, kadar AST dan ALT serum umumnya naik dan turun
secara bersama-sama. Apabila hepatosit mengalami cedera, ensim yang secara
normal berada intrasel ini masuk ke dalam aliran darah. Penyakit non hati terutama
kolaps miokardium juga dapat menyebabkan hati membebaskan aminotransferase.
Sensitivitas ini terjadi karena hepatosit yang terletak paling dekat dengan vena
sentral masing-masing lobulus secara normal memiliki tegangan oksigen yang
rendah dan sangat rentan terhadap hipoksia. Hepatosit sentrilobulus mengalami
cedera apabila hipotensi arteri menyebabkan berkurangnya darah yang masuk ke hati
atau apabila peningkatan tekanan balik akibat gagal jantung kanan memperlambat
keluarnya darah dari vena sentralis. Pada kerusakan hipoksia ini, kadar
aminotransferase meningkat sampai sedang. Selain itu, infark miokardium secara
langsung menyebabkan peningkatan AST bermakna ( umumnya beberapa hari
setelah kejadian ), karena ensim ini banyak terdapat pada otot jantung. Hemolisis
juga menyebabkan pembebasan langsung AST ke dalam sirkulasi.
Ensim-ensim AST, ALT akan meningkat bila terjadi kerusakan sel hati. Biasanya
peningkatan ALT lebih tinggi dari pada AST pada kerusakan hati yang akut,
mengingat ALT merupakan ensim yang hanya terdapat dalam sitoplasma sel hati

2
(unilokuler). Sebaliknya AST yang terdapat baik dalam sitoplasma maupun
mitochondria (bilokuler) akan meningkat lebih tinggi daripada ALT pada kerusakan
hati yang lebih dalam dari sitoplasma sel. Keadaan ini ditemukan pada kerusakan sel
hati yang menahun.
Adanya perbedaan peningkatan ensim AST dan ALT pada penyakit hati ini
mendorong para peneliti untuk menyelidiki ratio AST & ALT ini. De Ritis et al
mendapatkan ratio AST/ALT = 0,7 sebagaibatas penyakit hati akut dan kronis. Ratio
lni yang terkenal dengan narna ratio De Ritis memberikan hasil < 0,7 pada penyakit
hati akut dan > 0,7 pada penyakit hati kronis. Batas 0,7 ini dipakai apabila
pemeriksaan ensim-ensim tersebut dilakukan secara optimized, sedangkan apabila
pemeriksaan dilakukan dengan cara kolorimetrik batas ini adalah 1.
Istilah optimized yang dipakai oleh perkumpulan ahli kimia di Jerman ini
mengandung arti bahwa cara pemeriksaan ini telah distandardisasi secara optimum
baik substrat, koensim maupun lingkungannya.
Nilai rujukan
ALT laki-laki < 42 U/L ; wanita < 32 U/L
AST laki-laki < 37 U/L ; wanita < 32 U/L
Pada temperatur pemeriksan 37 o C

Interpretasi Klinik

Kelainan ensim pada hepatitis virus


Hepatitis virus akut bisa disebabkan oleh berbagai penyebab misalnya virus hepatitis
A, B, C, D, dan E mungkin juga F di samping juga disebabkan oleh virus-virus
lainnya seperti virus mononucleosis infeksiosa, demam kuning, cacar air, sitomegali,
cacar, harpes zoster, morbili, dan demam berdarah.
Pada keadaan hepatitis akut tanpa komplikasi, derajat kerusakan sel
parenkimnya relatif ringan akan tetapi peradangan sel yang terjadi berat. Pada
keadaan hepatitis akut, transaminase bisa meningkat sampai 2.000 unit/liter, (tabel 1)

3
Tabel 1. Hasil Pemeriksaan Ensim Pada Kasus Penyakit Hati
AST ALT n
Hepatitis akut 164 (17-1650) 281 (30-2070) 86
Sirosis hati 45 + 22,5 46 + 23 20
Kolesistitis 26 + 5 48 + 8 3
Hepatitis 482 + 680 681 + 887 13

Biasanya kadar gamma GT lebih rendah daripada kadar AST. Menurut de Ritis
perbandingan antara AST dan ALT adalah < dari 0,7
Kalau dilakukan pemeriksaan monitoring tiap 2 sampai 4 minggu, akan terlihat
bahwa gamma GT dan ALT adalah yang paling akhir kembali menjadi normal (lihat
Gambar).

Apabila penurunan tidak terjadi dalam waktu 6-12 minggu, diagnosis


hepatitis kronik akan ditegakkan apabila kelainan tersebut masih terjadi setelah 6
bulan .
Pada hepatitis viral akut tipe kolestatik gejalanya biasanya lebih berat, dengan
peningkatan biliburin, fosfatase alkali , gamma GT ,AST dan ALT . Biasanya CHE
juga akan menurun.
Apabila perjalan penyakit memburuk dan terjadi koma hepatic, biasanya akan
disertai oleh penurunan AST dan ALT yang cepat sekali disertai dengan peningkatan
LDH. Hal ini menandakan akan adanya kerusakan parenkim hati yang berat.

Kerusakan Hati Toksik

4
Berbagai obat dan bahan makanan dapat merupakan zat yang toksik serta
menyebabkan kelainan hati. Diagnosis dalam keadaan ini sulit sekali dan gejalanya
biasanya ditandai dengan peninggian gamma GT. Pada kerusakan hati yang
disebabkan oleh keracunan ataupun infeksi ,kenaikan aktivitas AST serum mencapai
20 100 kali

Kerusakan Pada Hati Yang Disebabkan Oleh Obat


Di samping alkohol, diperkirakan ada lebih dari 250 obat merupakan obat yang
hepatoksik. Gangguan hati oleh karena obat-obatan ini bisa merupakan toksik
langsung yang tergantung kepada dosis obat atau bisa juga merupakan reaksi alergi
yang tergantung pada masing-masing individu. Kelainan ensim yang terjadi
tergantung kepada macam-macam obat. tersebut dan gangguan yang diakibatkannya.
Pada gangguan hati yang disebabkan oleh halotan, kelainan yang terjadi adalah
peninggian LDH dan AST sedang Gamma GT dan ALP nya normal.

Hepatitis Kronik
Walaupun diagnosis hepatitis kronik merupakan diagnosis histopatologis pola ensim
yang terjadi dapat pula membantu untuk menegakkan diagnosis (Tabel 1 dan 2)

Tabel 2. Pola Ensimologi pada Berbagai Penyakit Hati


AST ALT AST/ALT AST/GGT
Hepatitis akut 20-50 kali N 20-50 kali N 0,7 >1
Sirosis hepatik 5-10 kali N 5-10 kali N 1 <1
CPH 5-10 kali N 5-10 kali N 0,7 >1
CAH 5-10 kali N 5-10 kali N >1 <1
Perlemakan hati 2-5 kali N 2-5 kali N <1 <1
Kolesistitis 2-5 kali N 2-5 kali N <1 >1

Hepatitis kronik terdiri atas : 1. Hepatitis kronik persisten, 2. Hepatitis kronik aktif,
3. Sirosis hati.

5
Pada kelainan hepatitis kronik persisten biasanya hanya didapatkan
peninggian AST dan ALT yang tidak terlalu hebat. Biasanya AST dan ALT
meningkat sampai 2-3 kali normal. Prognosis penyakit ini umumnya baik.
Pada hepatitis kronik aktif kerusakan hepatoselularnya lebih berat. AST dan
ALT dapat meningkat sampai 5 kali atau 10 kali di atas angka normal. Gamma GT
biasanya didapatkan lebih rendah dari AST.
Pada sirosis hati akan ditemukan peninggian AST ,ALT yang sangat
bervariasi. Pada umumnya akan didapatkan gamma GT lebih tinggi dan AST.
Perbandingan antara AST dan ALT atau rasio dan Ritis biasanya di atas 1.
Kolinesterase akan menurun terutama apabila kerusakan hati makin berat. Ensim
untuk pembekuan darah juga akan menurun.

Gangguan Saluran Empedu


Pada kelainan saluran empedu yang terlihat mencolok adalah peninggian alkali
fosfatase dan gamma GT. Peninggian AST dan ALT dapat terlihat pada penyumbatan
akut atau juga apabila terdapat bendungan yang sudah lama sehingga terjadi
kerusakan parenkim hati. Pada kelainan batu empedu biasanya tidak akan ditemukan
peninggian AST dan ALT.

Perlemakan hepar
Pada perlemakan hati dapat ditemukan peninggian transaminase 2-3 kali normal.
Biasanya kadar garam empedu ada dalam batas normal.

Tumor hepar
Pada tumor hati kelainan yang sering ditemukan adalah peninggian alkali fosfatase
dan juga gamma GT. Kadar ensim AST dan ALT pada karsinoma hepatoselular pada
waktu permulaan tidak memperlihatkan kenaikan kecuali apabila penyakit dasarnya
adalah sirosis hati. Apabila tumor makin besar dan kerusakan hati makin hebat dapat
pula ditemukan peninggian AST dan ALT
.

6
Hubungan antara kadar transaminase serum dengan prognosis penyakit hati
Tingginya kadar transaminase serum ternyata tidak berhubungan dengan
prognosis dari penderita-penderita penyakit hati. Kadar transaminase serum hanya
dipakai untuk mengikuti perjalanan penyakit pada kasus-kasus secara individual.

PENUTUP
Pemeriksaan transaminase yang terdiri dari AST dan ALT penting untuk menilai
kelainan hati atau organ lain. ALT lebih spesifik untuk kelainan di hati. Pola ensim
amat membantu dalam menegakkan diagnosis gangguan hati tetapi pemeriksaan
yang lengkap disertai pemeriksaan penunjang lain seringkali harus dilakukan.
Untuk meningkatkan mutu hasil pemeriksaan laboratorium mutlak perlu
dilaksanakan peningkatan mutu internal dan eksternal .

DAFTAR PUSTAKA

1. Gotz W. Diagnosis of Hepatic Diseases, GIT Verlag Ernst Giebeler, Darmstat,


Germany, 1980.
1. Ferri, Fred F. Practical Guide to the Medical Patient, Mosby Year Book, Toronto,
1991
3. Sacher R.A., McPherson R.A. Tinjauan Klinis Hasil Pemeriksaan Laboratorium.
Edisi 11. Jakarta : EGC; 2004 : 369-71.
4. Hardjoeno H. Interpretasi Hasil Tes Laboratorium Diagnostik. Cetakan III
Makasar, Lembaga Penerbitan Universitas Hasanuddin; 2003 : 239-41
5. Lewandrowski K. Clinical Chemistry Laboratory Management & Clinical
Correlations. 1st edition. Philadelphia : Lippincott Williams & Wilkins Company;
2002 : 509-14
6. Burtis C.A., Ashwood E.R. Tietz Fundamentals of Clinical Chemistry. 4 th edition.
USA : WB Saunders Company, 1996 : 284-313, 316-8.
7. Bauer JD. Collection and handling of specimen. In : Sonnenwirth AC, Jarett L,
eds. Gradwohl's Clinical Laboratory Methods and Diagnosis.635-9.

7
8. Akbar N. Kelainan ensim Pada Penyakit Hati .Dalam : Sudoyo AW, Setiyo hadi,
Edisi IV. Jakarta Pusat Penerbitan Departemen Penyakit Dalam Fakultas
Kedokteran Universitas Indonesia ;2006: 449 -50
9. PurwantoAP. Parameter Laboratorik untuk Diagnosis Penyakit Jantung. Dalam
Media Laboratoria. Edisi 6. ILKI; Sepetember 2006

Anda mungkin juga menyukai