Anda di halaman 1dari 2

Refleksi Diri Awal

Hera Afidjati
Fakultas Kedokteran
1406527785

Refleksi diri merupakan sebuah proses merekonstruksi ulang suatu kejadian yang
telah kita alami dan mempelajarinya untuk diperbaiki, diambil pelajarannya, dan dimanfaatkan di
masa mendatang. Pada tugas refleksi diri awal ini saya akan menceritakan pengalaman saya yang
berkaitan dengan pelayanan kesehatan.

Kejadian ini dialami oleh adik saya yang saat itu butuh pengobatan. Waktu itu adik
saya mengeluh badannya panas dan kepalanya pusing, saya dan ibu saya pun berinisiatif untuk
membawa ke dokter klinik dekat rumah saya. Sembari menunggu ibu saya mengambil nomor
antrian di klinik, saya memanfaatkan waktu dengan mengukur suhu tubuh adik saya dan ternyata
didapatkan hasil 39oC. Dua puluh menit kemudian ibu saya kembali dan langsung mengajak saya
dan adik ke klinik tersebut. Ibu saya bercerita waktu menunggu antriannya sangat lama karena
dokter umum yang sedang berpraktik terlambat datang satu jam(seharusnya dokter tersebut
mulai berpraktik pukul 19.00) sehingga antriannya panjang karena belum ada pasien yang
tertangani. Pada saat itu saya, ibu saya, dan adik saya tiba di klinik pukul 20.30 dan antriannya
sudah sampai di nomor 23, sedangkan adik saya mendapat antrian nomor 27.

Ketika sudah mencapai nomor antrian 27 dan waktunya adik saya masuk ke ruangan
untuk diperiksa, tiba-tiba petugas administrasi berkata kepada ibu saya bahwa layanan praktik
dokter umum sudah ditutup karena waktu sudah menunjukkan pukul 21.00, padahal saat itu
masih pukul 20.55. Sontak ibu saya bingung dan mengatakan bahwa waktu itu belum jam 21.00.
Ibu saya juga mengatakan bahwa dokter tersebut terlambat sehingga seharusnya ada jam
tambahan untuk menggantikan satu jam yang terbuang tadi. Apalagi saat itu suhu tubuh adik
saya panas sehingga perlu pemeriksaan secepatnya. Namun petugas administrasi tersebut tetap
bersikukuh bahwa praktik dokter tetap tutup pukul 21.00, sekalipun dokternya terlambat datang.
Bahkan saat itu ada seorang pasien yang datang dan ingin berobat ke dokter spesialis namun
ditolak oleh petugas tersebut dengan alasan waktu praktik dokter pada hari itu sudah habis. Saya
dan ibu saya terheran dan sempat terbesit dalam pikiran saya sebenarnya yang menolak pasien
dokter umum atau petugas tersebut karena ingin segera pulang ke rumah. Saya,adik saya, dan
terutama ibu saya sangat sebal dengan jawaban yang diberikan oleh petugas administrasi tersebut
karena alasan yang diberikan tidak logis dan setahu saya dari yang saya dapatkan di mata kuliah
etika hukum, dokter atau penyedia layanan kesehatan yang memiliki kemampuan untuk
memberikan penanganan pada pasien tidak boleh menolak pasien. Ada dua prakondisi di mana
dokter dapat menolak pasien yaitu ketika pasien tidak dalam keadaan gawat atau berbahaya dan
dokter harus memberikan penjelasan mengenai alas an penolakannya serta membantu pasien
dalam mencari dokter lain yang mampu memberikan layanan kesehatan.1
Ada beberapa pelajaran yang akhirnya saya bisa ambil dari pengalaman saya di atas.
Pertama, sebisa mungkin seorang tenaga kesehatan tidak terlambat datang saat bertugas.
Keterlambatan sedikit saja bisa merugikan banyak pasien. Saya membayangkan bagaimana jika
ada pasien dalam keadaan gawat yang datang ke klinik tersebut saat dokter tersebut belum
datang, bisa jadi pasien tersebut nyawanya tidak tertolong. Apabila sudah mengetahui bahwa ia
akan datang terlambat hendaknya dokter tersebut memberitahukan kepada tenaga kesehatan lain
yang berkaitan di klinik tersebut. Kedua, seorang penyedia layanan kesehatan(tenaga kesehatan)
hendaknya ramah terhadap pasien dan memberikan informasi sejelas-jelasnya kepada pasien
sehingga pasien tidak merasa dirugikan. Dan yang terakhir, kolaborasi tenaga kesehatan
seharusnya bekerja mengutamakan keselamatan pasien.2 Walaupun kasus adik saya mungkin
bukan dalam keadaan darurat namun setidaknya petugas atau dokter tersebut memberikan saran
tempat lain untuk berobat.

Pengalaman saya di atas memacu saya untuk memperbaiki diri lebih baik lagi dan
bekerja sama dengan kooperatif bersama tenaga kesehatan yang lain. Memperbaiki diri dimulai
dari sekarang dengan hidup disiplin dan menghormati setiap orang dari berbagai kalangan karena
saat saya menjadi dokter nanti pasien saya adalah orang-orang yang membutuhkan bantuan saya
secepatnya. Bekerja sama secara kooperatif dengan profesi kesehatan lainnya juga perlu dilatih
dari sekarang agar lebih mengenal profesi mereka dengan baik dan memberikan manfaat sebesar-
besarnya bagi pasien.

Referensi :

1. Mochtar I. Dokter Juga Manusia[Internet]. Jakarta: Gramedia Pustaka Umum; 2009[cited


8 Mar 2015]. Available from: www. https://books.google.co.id/books?id
2. Canadian Medical Association. Putting Patient First: Patient-centred Collaborative Care.
2007.

Anda mungkin juga menyukai