PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Menurut WHO (World Health Organization), masalah gangguan jiwa di dunia ini
sudah menjadi maslah yang semakin serius. Paling tidak, ada satu dari empat orang di
dunia ini mengalami gangguan jiwa. WHO memperkirakan ada sekitar 450 juta orang
didunia ini ditemukan mengalami gangguan jiwa. Berdasarkan data statistik, angka
Menurut UU Kesehatan Jiwa No.3 Tahun 1966, Kesehatan Jiwa adalah suatu
dari seseorang dan perkembangan ini selaras dengan orang lain. Sedangkan menurut
khusus dalam praktek keperawatan yang menggunakan ilmu perilaku manusia sebagai
ilmu dan penggunaan diri sendiri secara terapeutik sebagai caranya untuk meningkatkan,
Di Rumah Sakit Jiwa di Indonesia, sekitar 70% halusinasi yang dialami oleh pasien
gangguan jiwa adalah halusinasi pendengaran, 20% halusinasi penglihatan, dan 10%
adalah halusinasi penghidup, pengecap dan perabaan. Angka terjadinya halusinasi cukup
tinggi. Berdasarkan hasil 2 pengkajian di Rumah Sakit Jiwa Medan ditemukan 85%
pasien dengan kasus halusinasi. Menurut perawat di Rumah Sakit Grhasia Propinsi
Daerah Istimewa Yogyakarta khususnya diruang kelas III rata-rata angka halusinasi
mencapai 46,7% setiap bulannya (Mamnuah, 2010). Gangguan orientasi realita adalah
ketidakmampuan individu untuk menilai dan berespon pada realita. Klien tidak dapat
membedakan rangsangan internal dan eksternal tidak dapat membedakan lamunan dan
kenyataan. Klien juga tidak mampu untuk memberikan respon yang akurat, sehingga
tampak perilaku yang sulit dimengerti. Halusinasi adalah penyerapan (persepsi) panca
indera tanpa adanya rangsangan dari luar yang dapat meliputi semua panca indera dan
terjadi disaat individu sadar penuh (Depkes dalam Dermawan dan Rusdi, 2013).
dengan stimulasi nyata yang orang lain tidak mendengarnya (Dermawan dan Rusdi,
mendengar suara-suara yang jelas maupun tidak jelas, dimana suara tersebut bisa
mengajak klien berbicara atau melakukan sesuatu. Berdasarkan hasil laporan Rekam
Medik (RM) Rumah Sakit Jiwa Daerah Surakarta, didapatkan data dari bulan januari
sampai Februari 2014 tercatat jumlah pasien rawat inap 403 orang sedangkan jumlah
kasus yang ada pada semua pasien baik rawat inap maupun rawat jalan kasus halusinasi
mencapai 5077 kasus, perilaku kekerasan 4074 kasus, isolasi sosial : menarik diri 1617
kasus, harga diri rendah 1087 kasus dan deficit perawatan diri 1634 kasus. Berdasarkan
latar belakang diatas, penulis tertarik untuk melakukan tinakan keperawatan pada klien
B. Rumusan Masalah
gangguan persepsi sensori : halusinasi pendengaran di ruang Kutilang Rumah Sakit Jiwa
1. Tujuan Umum :
Mendapatkan pengalaman dalam Asuhan Keperawatan pada klien
Tujuan penulisan karya Tulis ilmiah ini adalah agar perawat mampu :
halusinasi pendengaran.
c. Merumuskan diagnosa keperawatan pada klien dengan gangguan
BAB II
A. Pengertian
Halusinasi adalah salah satu gejala gangguan jiwa dimana klien mengalami
rangsangan interna (pikiran) dan rangsangan eksterna (dunia luar). Klien memberi
persepsi atau pendapat tentang lingkungan tanpa ada objek atau rangsangan yang
nyata. Sebagai contoh klien mengatakan mendengar suara padahal padahal tidak ada
indera seorang pasien, yang terjadi dalam keadaan sadar/bangun, dasarnya mungkin
B. Penyebab
Faktor-faktor penyebab halusinasi dibagi dua (Yosep, 2010 )yaitu :
1. Faktor predisposisi
a. Faktor Perkembangan
Tugas perkembangan klien yang terganggu mislanya rendahnya
mandiri sejak kecil, mudah frustasi, hilangnya kepercayaan diri dan lebih
b. Faktor Susiokultur
Seseorang yang tidak diterima oleh lingkungannya sejak bayi akan
c. Faktor Biokimia
Stress yang berlebihan dialami seseorang maka di dalam tubuh akan
d. Faktor Psikologis
Tipe kepribadian lemah dan tidak bertanggung jawab mudah
masa depannya. Klien lebih memilih kesenangan sesaat dan lari dari
masa lalu yang tidak mengenakan yaitu klien pernah kehilangan pacar
saat SMA ,respon klien sangat sedih klien tidak mau keluar rumah.
2. Faktor presipitasi
a. Dimensi Fisik
Halusinasi dapat timbul oleh beberapa kondisi fisik seperti kelelahan
b. Dimensi Emosional
Perasaaan cemas yang berlebihan atas dasar problem yang tidak
c. Dimensi Intelektual
Dalam dimensi intelektual ini menerangkan bahwa individu dengan
pada awalnya halusinasi merupakan usaha dari ego itu sendiri untuk
d. Dimensi Sosial
Dalam dimensi sosial ini klien mengalami gangguan interaksi sosial
membahayakan.
e. Dimensi Spriritual
Secara spriritual klien dengan halusinasi dimulai dengan kehampaan
Heerjan diatar oleh ibu karena dirumah klien sering bicara sendiri ,klien
2. Tahap 2 (Condeming)
a. Cemas
b. Kosentrasi menurun
c. Ketidakmampuan membedakan realita
3. Tahap 3
a. Pasien cenderung mengikuti halusinasi
b. Kesulitan berhubungan dengan orang lain
c. Perhatian dan konsentrasi menurun
d. Efek labil
e. Kecemasan berat (berkeringat, gemetar, tidak mampu mengikuti petunjuk)
4. Tahap 4 (Controlling)
a. Pasien mengikuti halusinasi
b. Pasien tidak mampu mengendalikan diri
c. Berisiko mencederai diri sendiri, orang lain dan lingkungan
D. Rentang Respon
E. Mekanisme Koping
Kaji mekanisme koping yang sering digunakan klien, meliputi :
1. Regresi : Menjadi malas beraktifitas sehari-hari
2. Proyeksi : Mengalihkantanggung jawab kepada orang lain atau sesuatu benda.
3. Menarik diri : Sulit mempercayai orang lain dan dengan stimulus internal
4. Keluarga mengingkari masalah yang dialami oleh klien.
F. Akibat
Akibat dari perubahan sensori persepsi halusinasi adalah resiko mencederai diri
sendiri, orang lain dan lingkungan adalah suatu perilaku mal adaktive dalam dalam
berupa mencederai diri sendiri, orang lain dan lingkungan. Marah sendiri merupakan
perasaan jengkel yang timbul sebagai respon terhadap kecemasan atau kebutuhan
yang tidak terpenuhi yang dirasakan sebagai ancaman. Perasaan marah sendiri
merupakan hal yang wajar sepanjang perilaku yang dimanifestasikan berada pada
rentang adaptif.
G. Pohon Masalah
(pendengaran, sesuatu.
2. Klien mengatakan melihat
Penglihatan, Perabaan,
bayangan putih.
penciuman, pengecapan ) 3. Klien mengatakan dirinya seperti
disengat listrik.
4. Klien mencium bau-bauan yang
melayang di udara.
6. Klien mengatakan dirinya
Objektif:
sesuatu.
3. Berhenti bicara di tengah- tengah
sesuatu.
4. Disorientasi.
5. Kosentrasi rendah.
6. Pikiran cepat berubah-ubah.
7. Kekacauan alur pikiran.
perabaan.
penciuman, pengecapan).
TINJAUAN KASUS
Identitas klien
Klien masuk di IGD diantar oleh ibu, klien mengatakan dirumah klien sering
dan pasien kambuh lagi setelah satu tahun lebih pengobatan, anggota keluarga
tidak ada yang mengalami gangguan jiwa. Pengalaman masa lalu klien pernah
kehilangan pacar saat SMA pacar klien meninggal, klien sangat sedih tidak mau
keluar rumah hanya berbicara dengan orang tua dan saudara saja.
TTV : TD 110/70mmHg, N: 80x/menit, S: 36C, RR: 20x/menit
TB: 153 cm, BB : 56 Kg, keluhan fisik tidak ada
Psikososial
Genogram
Keterangan :
: laki-laki
: perempuan
: pasien
: sudah meninggal
: tinggal serumah
Penjelasan :
Pola asuh dalam keluarga, antara ibu dan ayah klien berbeda, misalnya ayah kurang
dekat dengan anak-anaknya, sedangkan ibu lebih dekat dan perhatian dengan anak-
anaknya, pola komunikasi dalam keluarga tidak terlalu sering, klien sering menyendiri
dikamar dan berdiam diri karena sering mendengar suara bisikan. Klien sering diatur
oleh keluarga setiap keputusan tergantung oleh orang tua. Dalam keluarga tidak ada
penyakit keturunan.
Konsep diri
Klien merasa dirinya tampan dan tertarik pada perempuan, klien adalah anak ke 3 dari
4 bersaudara, klien mengatakan klien kadang membantu orang tua cuci piring, klien
ingin sembuh dan pulang ke rumah, klien mempunyai hubungan yang baik dengan
orang lain.
Orang yang paling berarti adalah Ibu, klien tidak pernah mengikuti kegiatan
kelompok, karena klien mengatakan klien malas bergaul dengan orang lain. Klien
Klien beragama islam, klien mengatakan kadang-kadang sholat. Klien memakai baju
Kien tampak sedih dan terdiam menunduk saat membicarakan masa lalu, klien hanya
bereaksi jika ada stimulus emosi yang kuat dan kadang-kadang klien melakukan
Kebutuhan persipan pulang klien, klien diberi bantuan minimal saat makan,
BAB/BAK, mandi , berpakaian, kebersihan diri dan diharapkan keluarga dapat turut
Aspek medik
menyuruhnya merokok
- Klien mengatakan mendengar suara-suara
rumah
DO :
sendri
orang lain.
DO :
saat ditanya
3. DS Penatalaksanaan regiment
- Klien mengatakan sebelumnya pernah
terapeutik tidak efektif
dirawat pada tahun 2015 di RSJ Soeharto
heerdjan
- Ibu klien mengatakan klien kadang tidak
DO
diingatkan
- Klien belum bisa mengingat jadwal minum
obat
- Klien tampak murung saat di ingatkan
mendengar suara.
- Klien mengatakan saat mendengar suara-
nyaman
POHON MASALAH
Resiko Perilaku Kekerasan
Daftar diagnosa
1. persepsi sensori : halusinasi pendengaran
mengungkapkan
halusinasinya
- Klien kadang-kadang
tampak berbincang-
sekamar.
- Klien mampu menghardik
dalam sehari
- Klien tampak minum obat
perawat
- Klien tampak belum
minum obat
A.
- Gangguan persepsi
sensori : Halusinasi
- Isolasi sosia : menarik diri
- Penatalaksanaan terapeutik
tidak efektif
- Resiko perilaku kekerasan
P.
mengontrol halusinasi
halusinasi muncul
- Motivasi klien untuk
berbincang-bincang dengan
halusinasi muncul
- Ajarkan klien untuk
melakukan kegiatan
dengan baik.
Nama Perawat
TTD
BAB IV
PEMBAHASAN
Halusinasi Adalah salah satu gejala gangguan jiwa dimana klien mengalami
perubahan persepsi sensori, merasakan sensasi palsu berupa suara, penglihatan,
pengecapan, perabaan atau penglihatan. Klien merasakan stimulasi yang sebetul
betulnya tidak ada.
Pada kasus kali ini akan membahas mengenai halusinasi pendengaran yang
terjadi pada Nn. S umur 38 tahun, berjenis kelamin perempuan dan dirawat diruang
(PICU) kutilang. Klien diantar ibunya ke RSJ Soeharto Heerdjan jakarta barat
karena sering ngomong sendiri, marah - marah bahkan sering pergi dari rumah.
Klien pernah dirawat 2 kali di RSJ Soeharto Heerdjan dengan kasus yang sama yaitu
halusinasi pendengaran.
Dari hasil pengkajian yang didapat klien mengatakan bahwa klien sering
mendengar suara- suara bisikan seperti menyuruhnya merokok, menyuruhnya untuk
tidak melakukan pekerjaan rumah, menyuruhnya untuk pergi dari rumah dan klien
sering menyendiri dan berdiam diri dikamar.
Hambatan yang di temukan pada klien Nn. S saat pengkajian adalah disaat ditanya
klien kadang males untuk menjawab pertanyaan. Dia lebih banyak diam.
Solusi yang akan kita lakukan adalah dengan membina hubungan saling percaya
dengan menggunakan prinsip komunikasi terapeutik, mengajarkan klien cara
menghardik, menyarankan kepada klien agar mengajak teman-temannya bercakap-
cakap apabila suara itu datang lagi, melibatkan klien dalam kegiatan yang terjadwal
dan menjelaskan kepada klien mengenai obat-obatan yang harus klien minum secara
rutin.
Saat pengkajian pada Nn. S, Klien mengatakan bahwa dia sudah 3 kali dirawat di
RSJ Soeharto Heerdjan dengan kasus yang sama. Selama dirumah klien malas untuk
minum obat secara teratur, sehingga terapi yang seharusnya diminum akhirnya
berhenti.
Hambatan yang ditemukan pada Nn. S bahwa Nn. S paling malas minum obat
karena Nn. S mengatakan bahwa obatnya pahit dan klien juga tidak tau manfaat obat
bagi dirinya.
Solusi untuk mengatasi masalah ini adalah dengan menjelaskan kepada klien
mengenai; manfaat minum obat, kerugian tidak minum obat, nama, warna, dosis,
efek terapi dan efek samping obat serta buat kontrak dan mendiskusikannya dengan
keluarga mengenai cara merawat anggota keluarga yang mengalami halusinasi
dirumah seperti libatkan klien dalam kegiatan, jangan biarkan sendiri,ajak makan
bersama,berpergian bersama, memantau obat-obatan dan cara pemberiannya untuk
mengatasi hak
Lusinasi.
Masalah interaksi soaial menarik diri juga terjadi pada Nn S karena Nn. S suka
diam dan menyendiri dikamar, jarang bergaul dan bercakap-cakap dengan temannya,
klien kadang aktif menjawab pertanyaan perawat, namun sesekali klien malas untuk
menjawab pertanyaannya.
Hambatan yang dialami pada Nn. S saat melakukan pengkajian adalah Nn. S
orangnya diam dan suka menyendiri.
Saran-saran