Anda di halaman 1dari 29

PERAWATAN COMPROMISED MEDIC

SKENARIO 6.II
Seorang anak perempuan umur 12 tahun, mengeuhkan gigi belakang kiri bawahnya
sakit sejak 3 bulan yang lalu, sehingga daerah tersebut tidak bisa digunakan makan. Selain itu
bila pada gusinya sering sekali muncul benjolan dan keluar nanahnya. Pada pemeriksaan
klinis, terlihat gigi 36 mengalami karies yang besar dan perforasi pada atap pulpanya.
Vitalitasnya negative, perkusi dan drunk tidak sakit. Rontgen foto diketahui terjadi perforasi
pada bifurkasinya. Diagnose pada gigi tersebut adalah gangrene pulpa. Pada anamnesa
diketahui bahwa anak tersebut bila terluka darahnya sulit berhenti, sehingga bila terjatuh dan
mengalami luka harus selalu dibawa ke dokter, selain itu anak tersebut sering mengalami
mimisan bila sedang bermain. Berdasarkan anamnesa tersebut, dokter gigi mengkonsulkan
pada hematology, karena pasien tersebut memerlukan tindakan compromised medic

STEP I
KLARIFIKASI MASALAH
1 Hematolog
Seorang dokter yang mengkhususkan diri dalam penyakit darah dan organ pembentuk
darah
2 Compromised medic
Compromised medic adalah pasien dengan kelainan fisik atau psikis sehingga dalam
penanganan medis membutuhkan perhatian dan tindakan khusus agar tindakan yang
dilakukan dalam Kedokteran Gigi tidak merugikan dan membahayakan pasien. Pasien
compromised medis juga dikatakan seseorang yang mengidap satu ataupun lebih penyakit
dan sedang menjalani satu atau lebih medikasi sebagai perawatan penyakitnya tersebut.
Pasien compromised medic rentan terhadap infeksi maupun komplikasi serius.
3 Gangrene pulpa
Kematian jaringan pulpa sebagian atau keseluruhan karena karies ataupun trauma

STEP II
RUMUSAN MASALAH

1 Apakah tujuan compromised medic?

1
2 Sebutkan macam-macam penyakit dan perawatan compromised medic sesuai dengan
skenario?
3 Bagaimana penanganan perawatan gigi dan mulut berkaitan dengan compromised medic?
4 Bagaimana penanganan pasien mimisan di praktek kedokteran gigi?

STEP III
ANALISIS MASALAH

1. Tujuan Compromised Medic


- Memberikan pertolongan pertama pada pasien
- Menstabilkan keadaan pasien
- Memberi perawatan yang sesuai agar dokter gigi dapat bertindak dengan hati hati
terhadap kondisi sistemik pasien sehingga tidak terjadi komplkasi
- Mengantisipasi dan mengendalikan situasi pada saat pemeriksaan dan perawatan
- Agar tidak merugikan dan membahayakan pasien
- Agar pasien mendapatkan pelayanan yang holistik, komperhensif dan professional

2. Macam macam penyakit gangguan pendarahan


Gangguan perdarahan merupakan keadaan perdarahan yang disebabkan oleh
kemampuan pembuluh darah, platelet disorder, dan faktor koagulasi pada sistem
hemostatis. Gangguan perdarahan dapat bersifat genetik maupun dapatan. Pada kelainan
kongenital atau genetic contohnya adalah hemophilia, von willebrand dll, Pada kelainan
dapatan terjadi oleh karena adanya penyakit-penyakit yang mengganggu integritas
dinding pembuluh darah, platelet, faktor koagulasi, obat-obatan, radiasi, atau kemoterapi
saat perawatan kanker. Faktor iatrogenik juga dapat menjadi penyebab terjadinya
gangguan pembekuan darah. Pasien dengan kelainan jantung yang menggunakan aspirin
juga memiliki potensi untuk terjadinya gangguan perdarahan.
a. Kelainan Perdarahan (Hemofili)
Pasien dengan kelainan perdarahan herediter seperti hemophilia A atau B beresiko
mengalami perdarahan hebat jika dilakukan tindakan perawatan kedokteran gigi yang
menyebabkan perdarahan seperti scalling dan root planning. Pasien dengan keadaan
semacam ini harus diidentifikasi dan dikonsultasikan dengan dokter spesialis.
Darah pada seorang penderita hemofilia tidak dapat membeku dengan sendirinya
secara normal. Proses pembekuan darah pada seorang penderita hemofilia tidak secepat
dan sebanyak orang lain yang normal. Ia akan lebih banyak membutuhkan waktu untuk
proses pembekuan darahnya.

2
Hemofilia paling banyak di derita hanya pada pria. Wanita akan benar-benar
mengalami hemofilia jika ayahnya adalah seorang hemofilia dan ibunya adalah
pemabawa sifat (carrier). Dan ini sangat jarang terjadi.

b. Idiopatik Trombositopenia purpura


Idiopatik trombositopeni purpura adalah suatu gangguan autoimun yang ditandai
dengan trombositopenia yang menetap (angka trombosit darah perifer kurang dari
15.000/L) akibat autoantibodi yang mengikat antigen trombosit menyebabkan destruksi
prematur trombosit dalam sistem retikuloendotel terutama di limpa. Atau dapat diartikan
bahwa idiopatik trombositopeni purpura adalah kondisi perdarahan dimana darah tidak
keluar dengan semestinya. Terjadi karena jumlah platelet atau trombosit rendah. Sirkulasi
platelet melalui pembuluh darah dan membantu penghentian perdarahan dengan cara
menggumpal. Idiopatik sendiri berarti bahawa penyebab penyakit tidak diketahui.
Trombositopeni adalah jumlah trombosit dalam darah berada dibawah normal. Purpura
adalah memar kebiruan disebabkan oleh pendarahan dibawah kulit. Memar menunjukkan
bahwa telah terjadi pendarahan di pembuluh darah kecil dibawah kulit. Berdasarkan
etiologi, ITP dibagi menjadi 2 yaitu primer (idiopatik) dan sekunder. ITP primer etiologi
idiopatik sedangkan pada ITP sekunder destruksi platelet jauh lebih cepat yang bisa
disebabkan oleh factor kimia, radiasi, penyakit sistemik leukemia, konsumsi obat-obatan
NSAIDs, alcohol dll

c. Von willebrand
Penyakit Von Willebrand atau hemofilia vaskuler adalah suatu gangguan hemostatik
yang diwariskan sebagai sifat dominan autosomal dengan penetrasi bervariasi dan derajat
klinis yang bervariasi juga. Mudahnya penyakit ini adalah suatu kekurangan atau kelainan
pada faktor Von Willebrand di dalam darah yang sifatnya diturunkan.
Von Willebrand Factor (VWF)adalah protein dalam darah yang diperlukan untuk
pembekuan darah. Jika tidak terdapat cukup VWF dalam darah, atau tidak bekerja dengan
baik, maka dalam proses pembekuan darah memerlukan waktu lebih lama. Faktor Von
Willebrand ditemukan di dalam plasma, trombosit dan dinding pembuluh darah. Jika
faktor ini hilang atau jumlahnya kurang, maka tidak akan terjadi penyumbatan pembuluh
darah yang terluka (proses melekatnya trombosit ke dinding pembuluh yang mengalami
cedera). Sebagai akibatnya, perdarahan tidak akan segera terhenti sebagaimana mestinya,
meskipun pada akhirnya biasanya akan berhenti.

3
d. Nonthrombocytopenic purpuras
Nonthrombocytopenic purpuras merupakan perubahan dinding pembuluh darah akibat
infeksi atau factor kimia. Yang berupa gangguan fungsi platelet akibat defek genetic,
obat-obatan, alcohol, ataupun factor yang berkaitan dengan von willebrand

3. Penanganan perawatan gigi dan mulut berkaitan dengan compromised medic


a. Persiapan / Pra operative
Mengetahui riwayat pasien
Pemeriksaan Fisik
Pengawasan terhadap perdarahan hebat setelah prosedur bedah
Konsul pada hematology ; tidak boleh dilakukan tindakan bedah tanpa konsul di
hematologis
Screening clinical laboratory tests 1 minggu sebelum perawatan; Beberapa
pemeriksaan laboratoris yang dilakukan bagi penderita dengan gangguan
perdarahan adalah partial thromboplastin time (PTT), prothrombin time (PT),
platelet count, ivy bleeding time, platelet function analyzer 100 (PFA-100), dan
thrombin time.
Peningkatan kualitas OH ; sikat gigi, konsumsi flour dan konsumsi makanan
sehat
Pasien dengan cacat congenital pembekuan darah harus didukung untuk
meningkatkan dan menjaga kesehatan rongga mulut pasien, karena sebagian
besar perawatan kedokteran gigi pada pasien sekarang disulitkan dengan
kebutuhan untuk mengembalikan faktor yang hilang
Konsultasikan penyakit dan perwatan pada keluarga
Menghindari perawatan kasar dalam rongga mulut untuk mencegah terjadinya
kerusakan mukosa rongga mulut
Sterilisasi alat dan isntrumen yang akan digunakan untuk mencegah terjadinya
infeksi dan masalah yang lebih kompleks
b. Post Operative
Perawatan kedokteran gigi sering membutuhkan rawat inap di rumah sakit untuk
pasien dengan cacat yang parah. aspirin dan jenis NSAID lainnya sebaiknya tidak
digunakan untuk menghilangkan sakit pada pasien yang sedang menerima
medikasi antikoagulan. Berbagai senyawa yang terdapat di aspirin antara lain:

4
Anacin, Synalgos-DC, Fiorinal, Bufferin, Alka-Seltzer, Empirin dengan Codeine,
dan Excedrin.
Gangguan pada platelet terjadi pada penderita von Willebrands disease, Bernard-
Soulier disease, Glanzmanns thrombosthenia, dan disorders of platelet release.
Penanganan yang dapat dilakukan adalah transfusi platelet dan penggantian faktor
VIII.
Hemofilia A dan B merupakan manifestasi dari gangguan koagulasi. Penanganan
yang dilakukan adalah pemberian prednisone; IV gamma globulin, dan transfusi
platelet, pemberian faktor VIII, dan faktor VIIa serta steroid

a) Tindakan pencegahan di bidang kedokteran gigi


Tindakan pencegahan yang dapat dilakukan bagi pasien kelainan perdarahan pada
prinsipnya sama dengan pasien normal, yaitu menyikat gigi sehari dua kali dengan
menggunakan pasta gigi dengan kandungan fluor 1 ppm untuk anak di bawah usia
tujuh tahun dan 1,4 ppm untuk anak di atas usia tujuh tahun, sikat gigi yang
digunakan sebaiknya memiliki texture medium, menggunakan alat-alat interdental
seperti dental floss, tape, dan sikat inter dental, pemberian tambahan fluor melalui
cairan, tablet, aplikasi topikal, obat kumur yang mengandung fluor, memakan
makanan yang sehat untuk gigi, mengkonsumsi pemanis buatan, dan mengunjungi
dokter gigi setiap tiga hingga enam bulan sekali.
b) Perawatan periodontal
Perawatan periodontal dapat menjadi salah satu pencetus terjadinya perdarahan.
Pemberian periodontal dressing dengan atau tanpa topical antifibriolytic agents dapat
merupakan cara dalam menghentikan perdarahan. Pemakaian obat kumur yang
mengandung chlorhexidine gluconate dapat menjaga kebersihan mulut. Pemberian
penerangan secara lengkap bagi pasien sebelum tindakan merupakan langkah awal
yang baik, sehingga pasien akan mengerti kemungkinan komplikasi-komplikasi yang
akan terjadi.
c) Pemakaian geligi tiruan lepasan
Pasien dengan gangguan perdarahan dapat dianjurkan untuk menggunakan geligi
tiruan lepasan selama geligi tiruan itu nyaman dipakai. Perawatan periodontal tetap
perlu dilakukan untuk mempertahankan gigi yang masih ada.
d) Perawatan ortodonti
Pemakaian alat ortodonti lepasan dan cekat dapat dilakukan, namun tetap
diperhatikan kekuatan tekan yang akan mengenai gusi agar perdarahan tidak terjadi.
Menjaga kebersihan gigi dan mulut merupakan persyaratan utama agar perdarahan
spontan tidak terjadi.

5
e) Penambalan
Pemakaian matrix dan wedges saat penambalan perlu diperhatikan dengan
benar. Luka yang diakibatkan karena pemakaian yang salah dapat menjadi masalah
saat melakukan penambalan.
f) Perawatan endodontik
Perawatan endodontik konvensional sangat dianjurkan bagi pasien dengan
gangguan perdarahan, oleh karena pemakaian jarum endodontik yang melebihi apeks
akan menyebabkan perdarahan terus-menerus sehingga sehingga akan mengendap di
dalam saluran akar
g) Anestesi dan penanggulangan rasa sakit
Rasa sakit pada gigi dapat ditanggulangi dengan memberikan parasetamol atau
asetaminofen. Penggunaan aspirin harus dihindari oleh karena dapat menjadi
menimbulkan penghambatan agregasi platelet. Apabila akan memberikan NSAID
hendaknya melakukan konsultasi terlebih dahulu dengan ahli hematologi oleh karena
golongan obat ini dapat menimbulkan penghambatan agregasi platelet.
Anesthesi lokal dengan cara infiltrasi pada daerah bukal, intra papilary, dan
intraligamen tidak memerlukan obat anti hemostatik namun anesthesi dengan cara
blok mandibula dan infiltrasi lingual harus diberikan anti hemostatic

4. Penanganan pasien mimisan dipraktek kedokteran gigi


- Kursi direndahkan, buat pasien senyaman mungkin
- Tindakan yang paling baik bila anda mimisan adalah duduk, menundukkan kepala
tetapi usahakan kepala tetap diatas jantung, yang akan mengurangi perdarahan.
Menundukkan kepala dapat mengurangi perdarahan dan menghindari darah masuk ke
dalam kerongkongan.
- mengurangi perdarahan pada mimisan dengan cara menggunakan jempol dan jari
telunjuk untuk menekan jaringan lunak pada hidung selama 5-10 menit. Jika cara
tersebut belum berhasil, cobalah kompres hidung dengan es. Bungkuslah es dengan
saputangan lalu tempelkan di antara kening dan hidung.
- Kontrol atau pemberian premedikasi/obat-an sesuai dengan penyakit gangguan
pendarahan yang diderita beberapa hari sebelum melakukan perawatan

STEP IV
MAPPING

6
PASIEN DENGAN COMPROMISED MEDIC

ANAMNESA

DIAGNOSA

RENCANA PERAWATAN

PRAOPERATIVE OPERATIVE POSTOPERATIVE

STEP V
LEARNING OBJECTIVE

1) Mampu memahami macam perawatan pada pasien kompromis medis :


a Gangguan pendarahan
b Gangguan respiratori
c Gangguan kariovaskular
d Gangguan endokrin
e Gangguan saraf
f Gangguan hati
g Alergi

STEP VI
BELAJAR MANDIRI

7
STEP VII
PEMBAHASAN

A. GANGGUAN PENDARAHAN

1) Anemia
Dalam menentukan apakah akan mempertahankan atau mencabut gigi tanpa pulpa,
harus diingat bahwa:
(1) gigi tanpa pulpa pada umumnya bukan penyebab atau menambah sebab penyakit
sistemik,
(2) pada pasien dengan penyakit sistemik yang parah, seperti anemia berat, gigi tanpa pulpa
dan terinfeksi tidak mudah bereaksi terhadap perawatan.
Pada semua kasus dengan resiko, perawatan endodontik, terutama instrumentasi
saluran akar, harus dilakukan setelah pemberian premedikasi antibiotika, sbb : 2 g penicillin
V satu jam sebelum operasi dan 1 g enam jam setelah operasi ; atau erythromicyn satu jam

8
sebelum operasi dan 500 mg 6 jam setelah operasi sebagai anjuran dari American Heart
Association. (Grossman, 1995)

Anemia defisiensi besi


Penyembuhan luka mungkin melambat, yang menyebabkan terlambatnya
penyembuhan setelah ekstraksi gigi atau prosedur bedah oral lainnya. Prosedur dental elektif
tidak tidak boleh dilakukan sampai kadar hemoglobin lebih dari 10 mg/dl.
Terapi anemia defisiensi besi mungkin mencakup pemakaian ferrous sulfate cair, yang
menyebabkan pewarnaan hitam pada gigi dan lidah. Keadaan ini dapat dikurangi dengan
minum larutan melalui sedotan dan berkumur setelah tiap kali minum.

Anemia pernisiosa
Anemia pernisiosa adalah salah satu penyakit kronis berupa berkurangnya produksi
sel darah merah akibat defisiensi vitamin B12 dan asam folat, Salah satu fungsi vitamin B12
adalah untuk pembentukan sel darah merah di dalam sum-sum tulang menjadi aktif. Lesi oral
menyembuh dengan cepat jika diberikan terapi vitamin B12. Tidak ada kontraindikasi untuk
terapi dental pada pasien yang menggunakan vitamin B12 untuk anemia pernisiosa. Tetapi
pasien tidak boleh diberikan analgesia nitrogen oksida karena terbukti mengganggu
metabolisme vitamin B12 dan dapat mencetuskan neuropati yang sedang sampai parah.

2) Hemofilia
Penatalaksanaan dental harus ditujukan pada pencegahan. Higiene oral yang baik
membantu menurunkan perdarahan gusi. Tidak pernah ada laporan terjadi perdarahan akibat
sikat gigi atau flossing yang baik.

Periodonsia

Profilaksis oral biasanya dapat dilakukan tanpa penggantian faktor. Perdarahan yang
disebabkan oleh scalling utrasonik supragingival atau profilaksis rubber cup dapat
dikendalikan dengan trombosit. Tetapi scalling yang dapat menyebabkan perdarahan serius
pada pasien yang tidak mendapat penggantian faktor pembekuan.

Terapi periodontal, termasuk pembedahan, tidak dikontraindikasikan. Pembedahan


papila harus dilakukan hanya jika manfaat terapetik yang diharapkan melebihi kemungkinan
penyulit pascaoperatif yang parah. Tidak diperlukan penggantian faktor untuk probbing dan

9
scalling supragingiva yang berhati-hati. Penggantian faktor diperlukan sebelum scalling
dalam, kuretase, dan pembedahan. (Rose, Louis, dkk. 1997)

Bedah Mulut

Pemberian anestesi lokal adalah permasalahan utama dalam terapi dental. Hematoma
diseksi, obstruksi saluran pernafasan, dan kematian adalah penyulit yang diketahui dari blok
anestesia pada pasien hemofilia. Injeksi tidak boleh diberikan kecuali pasien memiliki kadar
faktor dalam plasma lebih dari 50%. Faktor plasma tambahan diperlukan jika darah
teraspirasi, jika terbentuk hematoma, atau terjadi gejala perdarahan lain seperti nyeri didaerah
injeksi. Pada hemofilia parah, terapi penggantian harus dilakukan terlebih dahulu sebelum
teknik anestetik. Anestesi lokal dapat dilakukan dengan injeksi infiltrasi atau perisemental
dengan semprit injeksi interligamentum. Injeksi intramuskular juga dikontraindikasiakn
karena kemungkinan pembentukan hematoma.
Sebagian besar terapi restoratif dapat dilakukan tanpa penggantian faktor. Rubber dam
harus digunakan untuk melindungi jaringan oral dari laserasi yang tidak disengaja. Wedge
harus dipasang sebelum preparasi interproksimal untuk melindungi dan meretraksi papila.
Terapi endodontik lebih disukai ketimbang ekstraksi. Perdarahan pulpa mudah dikendalikan
dengan cara yang konvensional. Over instrumentasi dan overfilling harus dihindari. (Rose,
Louis, dkk. 1997).

Dental Management pada pasien Hemophilia


a. Preoperative
Konsultasi kepada ahli hemotologi
Konfirmasi diagnose dan derajat keparahan penyakit
Kehadiran inhibitor (antibodies untuk factor VIII)
Membedakan lokasi/tempat perawatan.
Pasien dengan mild sampai moderate hemophilia biasanya dirawat tanpa inap.
Pasien dengan severe hemophilia mumnya dirawat di rumah sakit
Pada prosedur perawatan yang lebih invasive lebih baik pasien dirawat di rumah sakit
Manajemen Rekomendasi
DDAVP 0.3 mg/kg (maximal dose, 20 - 24 mg), diberikan secara parenteral, 1 jam
sebelum prosedur

10
EACA 6 g setiap 6 jam, secara oral, selama 3 - 4 hari
Penempatan Faktor VIII
b. Dental
Lakukan perawatan pada semua infeksi mulut akut
Meningkatkan kualitas OH
membuat splint untuk pasien dengan moderate sampai severe hemophilia yang telah
dilakukan multiple extraction.
c. Operative
Gunakan teknik bedah yang baik
Gunakan Gelfoam dengan thrombin untuk mengontrol perdarahan
Hematologist akan memonitor perawatan pasien yang dirawat inap di rumah sakit
d. Postoperative
pasien yang dirawat klinik gigi akan membutuhkan dosis DDAVP atau factor
pengganti
Pasien rawat inap akan membutuhkan dosis tambahan DDAVP, factor VIII, dan agen
lain
Pasien yang diberi factor VIII replacement harus diperiksa kealergiannya.
Dental officeDentist needs to do this; any questions about findings, consult with
hematologist
Memeriksa pasien 24-48 jam setelah operasi dalam hal: Tanda-tanda infeksi,obati jika
ada perdarahan, lakukan pegontrolan dengan obat khusus, Hindari aspirin, aspirin-
containing compounds, dan NSAIDs. Acetaminophen dengan atau tanpa codeine
dianjurkan untuk sebagian besar pasien.

B. GANGGUAN RESPIRATORI
1) Asma
1.1 Definisi
Asma merupakan penyakit inflamasi kronis pada sistem pernafasan yang berkaitan
dengan peningkatan hiperresponsifitas pada jalur nafas yang menghasilkan episode
rekuren sesak nafas, batuk, dan wheezing.2 Adapun alergen yang sering kali memicu asma
adalah infeksi pada saluran pernapasan atas, adanya aktivitas fisik yang berlebihan, udara

11
dingin, medikasi (salisilat, NSAIDs, Cholenergic drugs, beta-adrenergic blocking drugs),
zat-zat kimia, asap, dan status emosional yang tinggi seperti panik, gugup, dan stress.

1.2
Tanda dan Gejala Klinis1,2
- Respon berlebihan pada jalur napas yang episodik. Biasanya semakin parah pada
malam hari atau bergantung pada terpaparnya causative agents pada penderita.
- Sulit bernafas yang bersifat episodik reversibel (dyspnea)
- Wheezing
- Batuk parah di malam hari
- Sesak napas
- Onset terjadi tiba-tiba, dengan puncaknya sekitar 10-15 menit.

1.3 Penatalaksanaan penyakit Asma

Serangan asma yang terjadi pada praktek kedokteran gigi dapat dihindari dengan
mengetahui secara lengkap riwayat kesehatan pasien. Sangat penting untuk menanyakan
kepada pasien beberapa hal seperti frekuensi serangan serta derajat keparahan ketika
serangan asma terjadi dan apa yang sering memicu serangan tersebut. Petunjuk lain yang
dapat digunakan untuk mengetahui keparahan penyakit tersebut adalah dengan
menanyakan berapa jumlah obat serta jenis obat yang diminum pasien, demikian juga
dengan mengetahui seberapa sering pasien tersebut mendapat perawatan gawat darurat di
rumah sakit serta riwayat rawat inap pasien akibat serangan asma. Apabila pasien
mendapat perawatan dengan inhaler bronkodilator seperti albuterol atau metaproterenol
dan digunakan apabila diperlukan, dapat diindikasikan bahwa pasien menderita asma
yang ringan. Pada kasus yang lebih berat pasien dirawat dengan pemberian obat-obatan
profilaksis seperti kortikosteroid, cromolyn, beta-2 agonists dan leukotrien modifiers.
Gejala yang biasa terjadi diantaranya adalah nafas yang berbunyi, terutama pada saat
ekspirasi (mengik), sesak nafas, batuk-batuk dan dyspnea. Pasien biasanya akan berusaha
duduk untuk mencoba mengambil nafas. Gejala yang lebih berat diantaranya adalah
cemas, detak jantung cepat,sianosis pada jaringan di bawah kuku dan penggunaan otot-
otot aksesorius pernafasan seperti muskulus SCM, muskulus trapezius dan muskulus
abdominalis.

Dari segi teknis untuk mengurangi kecemasan akibat perawatan yang diberikan, dapat
dilakukan kontrol nyeri dan teknik sedasi. Dengan demikian pemicu serangan asma yang
diakibatkan oleh faktor intrinsik dapat dikurangi. Dokter gigi hendaknya juga memastikan
apakah pasien sudah meminum obat asma sebelum tindakan perawatan gigi dilakukan.

12
Pasien sebaiknya juga sudah menyiapkan obat pribadi yang khusus digunakan apabila
sewaktu-waktu terjadi serangan asma. Apabila pasien sering mengalami serangan asma,
maka penggunaan inhaler profilaksis hendaknya dipertimbangkan untuk dilakukan
beberapa saat sebelum dilakukan tindakan perawatan gigi.

1.4
Manajemen ketika terjadi Serangan Asma1,2,3
- Kenali tanda dan gejala klinis secepat mungkin, berikan inhaler sedini mungkin.
- menghentikan segala jenis perawatan dental yang sedang dilakukan
- Posisikan pasien harus tenang dan rileks
- Mempersiapkan bronkodilator pada penderita asma bronchial, Pada asma kardial
dihindarkan penambahan vasokonstriktor
- Jenis inhaler yang paling efektif dan bronkodilaator yang paling cepat merupakan
jenis short acting beta2 adrenergic agonist inhaler (Vertolin, Provotil) yang
diadministrasikan sejak pertama kali gejala klinis asma muncul. Jika tidak ada, beri
beta2 agonist (Salmeterol) dan Kortikosteroid yang dapat membantu menghambat
respon asma.
- Jika saat dental treatment terjadi serangan asma parah, injeksikan epinefrin (0,3-
0,5ml) dengan perbandingan 1:1000 pada subkutan pada pasien dewasa yang
memiliki tekanan darah normal karena merupakan agent pereda asma paling poten
dan cepat.
- Baik narkotik maupun barbiturat sebaiknya dihindari karena merangsang serangan
asma.

1.5 Kegawatdaruratan pada Pasien Asma


a. Mempersiapkan IDT (Inhaler Dosis Terukur) aerosol
IDT dikocok, tutup dibuka
Inhaler dipegang tegak, ekspirasi pelan-pelan
Inhaler di antara bibir yang rapat, inspirasi pelan-pelan, kanester ditekan tarik
napas dalam-dalam
Tahan napas sampai 10 detik atau hitung 10x
Naikkan dosis inhaler 2 kali lipat saat kambuh.
b. Berikan segera injeksi hidrokortison suksinat 200 mg IV, dan tambahkan prednisolon
oral dengan dosis 20 mg.
c. Berikan oksigen
d. Mintalah bantuan medis dan ambulans

13
e. Yang perlu diingat : berikan adrenalin sebab pasien mungkin menerima bahan
stimulan 2 adrenoseptor (contoh : salbutamol berupa inhaler).
f. Menempatkan pasien dalam posisi senyaman mungkin dengan menegakkan tubuh
pasien dengan tangan terlentang.

1.6 Komplikasi Oral dan Manifestasinya


Pada penderita asma, biasanya terbentuk perilaku bernapas lewat mulut (mouth
breather) yang menyebabkan terjadinya perubahan beberapa fungsi pernapasan seperti
meningkatkan panjang upper anterior dan total anterior fasial, palatal yang lebih dalam,
overjet yang lebih luas, dan prevalensi crossbites yang lebih tinggi.3
Dari segi medikasi, khususnya beta2 adrenergic agonist inhaler dapat menurunkan
salivary flow hingga 20-35% sehingga meningkatkan risiko karies dan gingivitis. Selain
itu, beta2 adrenergic agonist dapat meningkatkan asam lambung sehingga dapat
menyebabkan erosi enamel sehingga perlu diwaspadai dalam pemberian obat-obatan
yang bersifat asam.2 Sedangkan inhaler untuk penderita asma mengandung
antileukotienes dan theaphylire yang menimbulkan rasa sakit kepala yang frekuentif.
Oleh karenanya, operator dental perlu berhati-hati dalam mendiagnosa pasien dengan
keluhan mengarah ke orofacial pain.3

C. GANGGUAN KARDIOVASKULER
1. Hipertensi
Hipertensi adalah peningkatan tekanan darah yang permanen sebagai akibat
meningkatnya tekanan di arteri perifer, dimana komplikasi yang timbul menjadi nyata.
Menurut WHO batas tekanan yang masih dianggap normal adalah 140/90 mmHg dan
tekanan darah sama atau diatas 160/95 mmHg dinyatakan sebagai hipertensi.

1.1 Tanda dan Gejala2


Tanda awal
Peningkatan tekanan darah
Penyempitan arteriol retina
Hemoragi retina
Tanda lanjut
Papilledema (pembengkakan diskus optic yang diasosiasikan dengan
peningkatan tekanan intracranial)
Pembesaran jantung ventrikel kiri
Hematuria(darah pada urin)
Proteinuria

14
Gagal jantung kongestif
Angina pectoris
Gagal ginjal
Gejala2
Sakit kepala, Pandangan kabur, Telinga berdenging, Pusing, Lemah, Kesemutan
pada tangan dan kaki

1.2 General Management


Emosi, ketakutan, dan kecemasan dapat meningkatkan output katekolamin dan
tekanan darah. Terapi Antihipertensi diindikasikan bila tekanan sistol 200 mmHg keatas
dan diastole 110 mmHg keatas. Terapi tersebut bisa diberikan pada kondisi dibawah itu
jika ada komplikasi seperti diabetes atau penyakit ginjal. Tujuan pemberian obat
antihipertensi adalah dapat digunakan pada dosis minimum, tekanan darah mencapai
<140/80 mmHg, dan dengan efek samping minimal.3
Bagi sebagian besar pasien, prosedur tindakan dalam bidang kedokteran gigi sering
menyebabkan stress dan kecemasan yang dapat memicu peningkatan pelepasan endogen
cathecolamine yang selanjutnya dapat meyebabkan peningkatan tekanan darah pasien
saat berobat. Tekanan darah harus dikontrol sebelum perawatan dental dan sebelumnya
harus meminta pendapat dokter. Pasien paling baik dirawat pada pagi hari. Pasien dengan
hipertensi terkontrol harus mendapat perawatan dental dengan cepat, meminimalkan
stress.3
Pemberian sedative perioral (benzodiazepine 5 mg) malam sebelum tidur dan 1 jam
sebelum tindakan perawatan cukup membantu mengurangi stress. Penggunaan sedasi
dengan N2O dapat menurunkan tekanan darah sistole dan diastole sampai 10-15 mmHg
kira-kira 10 menit setelah pemberian dan selanjutnya diberikan anestesi local dengan
atau tanpa vasokonstriktor.7

1.3 Dental Management


Hal yang perlu diperhatikan pada pasien hipertensi sebelum melakukan perawatan
dental :7
Minimalisasi stress/kecemasan
Hubungan baik dengan pasien
Appoinment pendek di pagi hari
Premedikasi dengan sedative
Penggunaan oksigen/nitrous oxide selama prosedur
Penggunaan local anastesi yang memadai, epinephrine dapat digunakan dalam jumlah
yang tidak besar

15
Hentikan perawatan pada pasien dengan tekanan darah lebih dari 179/109 mm/Hg

1.4 Perawatan gigi dan mulut pada pasien hipertensi


a. Periodonsia
Hiperplasia Gingiva merupakan pembesaran gingival noninflamatori yang
disebabkan oleh meningkatnya jumlah sel penyusunnya. Hiperplasia ginggiva
dilaporkan muncul setelah 2 bulan terapi hipertensi. Diagnosis ditegakkan
berdasarkan riwayat pengguna nifedipine dengan jangka waktu relatif lama.
Pembesaran ginggiva dapat mengecil dalam waktu 1 minggu atau lebih setelah
pemberhentian obat, namun juga tergantung pada lamanya pemakaian nifedipine dan
kebersihan oral penderita. Maka jika bertemu pasien yang didiagnosa hiperplasia
ginggiva dan menderita hipertensi, periksa kembali riwayat pemakaian obat
antihipertensinya, jika mengkonsumsi nifedipin hentikan pemakaian .

b. Penyakit Mulut (Oral Medicine)


Xerostomia adalah mulut kering akibat aliran air ludah yang berkurang.
Perawatan untuk mencegah xerostomia lebih berat dapat berupa menghindari
konsumsi obat-obatan yang mengandung dekongestan dan antihistamin, mengisap-
isap permen atau permen karet non-gula/mengandung xylitol secara teratur, dan
menggunakan air ludah sintetis (karboksimetil selulosa). Penderita hipertensi yang
mengkonsumsi clonidine dalam dosis besar (>0,6 mg/hari) harus digganti obat
antihipertensinya jika ingin melakukan bedah gigi, dan tidak boleh meminum obat-
obatan selama 1 hari.

c. Bedah Mulut
Penderita Hipertensi yang masuk dalam stage I masih memungkinkan untuk
dilakukan tindakan pencabutan gigi karena resiko perdarahan yang terjadi pasca
pencabutan relatif masih dapat terkontrol (Little, 1997). Pada penderita hipertensi
dengan stage II sebaiknya di rujuk terlebih dahulu ke bagian penyakit dalam agar
pasien dapat dipersiapkan sebelum tindakan.
Pengobatan pada pasien hipertensi biasanya digunakan lebih dari satu macam
golongan obat, misalnya: golongan obat anti hipertensi (mis: captopril) dan
golongan obat diuretik.

2. Infark Miokard
2.1 Definisi

16
Infark miokard adalah akibat dari cedera iskemik berkepanjangan pada jantung.
Alasan yang paling sering bagi seseorang yang terkena infark miokard adalah penyakit
arteri koroner progresif sekunder akibat aterosklerosis.

2.2 Gejala
Pasien biasanya mendapat nyeri dada berat pada area substernal atau prekordial kiri.
Nyeri bisa menjalar ke lengan kiri atau ke rahang dan bisa berhubungan dengan nafas
pendek, palpitasi, mual atau muntah. Nyeri biasanya mirip dengan angina namun lebih
panjang dan lama.
Resiko pada pasien dengan riwayat infark miokard
Resiko tertinggi selama 6 bulan pertama setelah infark miokard

Resiko menengah selama periode 6-12 bulan setelah infark miokard

Resiko terendah setelah 12 bulan

2.3 Evaluasi Gigi


Evaluasi gigi harus termasuk daftar riwayat lengkap seluruh tanggal infark miokard
yang dialami pasien. Infark terbaru sangat menarik, karena sebagian besar menentukan
kelayakan terapi gigi elektif. Dokter gigi terutama harus waspada terhadap infark miokard
selama satu tahun terakhir karena kondisi tersebut meningkatkan bahaya prosedur
pembedahan.
Anamnesa juga harus mendata komplikasi setelah infark miokard. Riwayat nyeri dada
substernal juga harus menjadikan dokter gigi waspada terhadap kemungkinan angina.
Dispnoe, ortopnea, dispnoe nokturnal paroksismal, dan edema perifer bisa
mengindikasikan gagal jantung kongestif. Palpitasi atau sinkop harusnya mengesankan
kemungkinan aritmia atau kelainan kondiksi.
Evaluasi gigi juga harus termasuk diskusi singkat dengan dokter pribadi pasien, jika
dibutuhkan, untuk mendefinisikan status medis pasien. Pemeriksaan fisik terbaru, EKG,
dan roentgenogram dada semuanya sumber informasi yang penting dimiliki sebelum
terapi gigi awal. Abnormalitas apapun harus dialamatkan dengan tepat.

2. 4. Managemen Gigi
Manajemen gigi pada pasien dengan infark miokard sebelumnya bergantung pada
keparahan dan arah infark. Pasien yang mengalami infark miokard akut tanpa komplikasi

17
bisa mentolerir prosedur-prosedur (tipe I sampai IV) durasi singkat setiap saat mengikuti
kejadian. Prosedur yang menimbulkan tekanan lebih baik ditunda sampai 6 bulan setelah
infark. Konsultasi dengan dokter disarankan. Tampaknya tidak terdapat kontraindikasi
pada penggunaan epinefrin dalam konsentrasi 1:100.000 pada anestesi lokal pada pasien-
pasien ini. Namun, protokol untuk meminimalkan penggunaan vasokonstriktor harus
dilaksanakan. Komunikasi yang baik antara pasien-dokter gigi, mengurangi stres, dan
pemantauan adalah penting untuk manajemen tepat pada pasien paska infark.

Pasien yang mengalami komplikasi infark miokard atau yang penyembuhannya


tidak stabil membutuhkan pendekatan konservatif selama 6 bulan pertama setelah infark.
Pasien-pasien ini bisa menjalani pemeriksaan gigi tanpa protokol khusus (prosedur-
prosedur tipe I) dan mendesak, prosedur-prosedur operatif sederhana (tipe II) setelah
konsultasi dengan dokter pasien. Semua pengobatan gigi lainnya harus ditunda sampai
pasien stabil selama setidaknya 6 bulan. Pasien pada kelompok dengan kedaruratan gigi
ini harus ditangani sekonservatif mungkin. Namun, jika ekstraksi atau pembedahan
dibutuhkan, dokter pasien harus berkonsultasi. Protokol meminimalkan stres harus
digunakan. Jika memungkinkan, prosedur-prosedur tersebut terbaik dilakukan di sebuah
rumah sakit, dengan pengawasan terus menerus.

Pendekatan Medis Pada Pasien Dengan Infark Miokard


Dalam 6 bulan pertama

Karena tingginya resiko rekurensi infark miokard dan aritmia pada pasien ini, pekerjaan
dokter gigi harus dibatasi pada perawatan paliatif saja. Pengobatan gigi emergensi harus
dibebaskan terkontrol, lingkungan dipantau. Penggunaan vasokonstriktor pada anestesi
lokal relatif dikontraindikasikan.

Dalam periode 6-12 bulan


Prosedur bedah sederhana dan non-bedah harus dilaksanankan dengan penggunaan
bijaksana anestesi lokal. Lidocaine 2% dengan lidokain 1:100.000, dan mepivacaine 2%
dengan levonordefrin 1:20.000, harus dibatasi sampai 2 Carpule untuk masing-masing
pekerjaan. Prosedur elektif kompleks, restoratif dan bedah, masih relatif
dikontraindikasikan.

Periode > 1 tahun yang lalu

18
Penting untuk diingat bahwa pasien-pasien ini masih memiliki penyakit arteri koroner
yang penting meskipun mereka stabil sepanjang tahun sebelumnya. Mereka mampu,
walaupun, lebih siap mentolerir prosedur pembedahan non-gigi dibandingkan pasien-
pasien dengan infark miokard yang lebih baru terjadi. Jika pasien memiliki komplikasi
infark miokard dengan gejala sisa seperti aritmia dan gagal jantung kongestif,
perencanaan gigi harus diubah pada kenyataannya. Sebagai contoh pembuatan gigi palsu
parsial yang mudah dilepas akan lebih disukai dibandingkan protese tanam periodontal
kompleks. Lagi, pembatasan vasokonstriktor hingga 2 Carpule anestesi lokal
konvensional dengan epinefrin 1:100.000 atau levonordefrin 1:20.000 atau yang
sebanding masih direkomendasikan.

D. GANGGUAN ENDOKRIN
1) Diabetes Melitus
Diabetes mellitus ditandai dengan adanya peningkatan kadar glukosa dalam darah dan
abnormalitas metabolisme lipid protein yang terinduksi oleh kadar insulin yang berkurang
ataupun tidak ada sama sekali. Sebagai tambahan, aspek vaskuler diabetes mellitus yang
berkaitan dengan atherosklerosis dan mikroangiopati, terutama ginjal dan mata.

1.1 Diagnosis
Telah dijabarkan sebelumnya bahwa hampir sekitar 50% kasus diperkirakan belum
terdiagnosa. Salah satu peran dokter gigi di bidang ini adalah sebagai frontliner dalam
mendeteksi riwayat diabetes melitus pasien.1 Berikut adalah jabaran mengenai cara
mendiagnosa diabetes mellitus, baik pada pasien yang telah terkonfirmasi maupun pada
pasien yang belum terdiagnosa diabetes melitus.
Kriteria diagnosa diabetes melitus :2
1. Gejala diabetes dan kadar gula darah sewaktu 200 g/dL atau lebih
2. Kadar glukosa puasa 126 mg/dL atau lebih
3. Kadar glukosa 2 jam 200 mg/dL atau lebih (tes ini tidak direkomendasikan untuk
digunakan secara rutin dalam klinik)

1.2 Penatalaksanaan dental pasien dengan diabetes


Kuesioner yag disusun secara teliti dapat memberikan beberapa indikasi bahwa pasien
dapat mempunyai risiko diabetes ataupun diabetes yang tidak terdiagnosis, terutama tipe
2. Dengan demikian, jika jawaban positif terhadap pertanyaan seperti: apakah anda seing
buang air kecil terutama pada malam hari? Atau apakah anda seing merasa haus? Pasien

19
sebaiknya ditanya lebih lanjut mengenai riwayat pribadi dan keluarga mengenai diabetes.
Temuan berikut juga merupakan indikasi kemungkinan diabetes: hilang berat badan,
iritabilitas, mulut kering, sering infeksi, riwayat penyembuhan luka yang lama. Pasien
obesitas lebih dari 40 tahun juga sebaiknya ditanyai akan adanya risiko diabetes. Jika satu
atau lebih penemuan sistemik berkaitan dengan satu atau lebih penemuan intraoral berikut
ini maka pasien harus dites mengenai ada tidaknya diabetes: penyakit periodontal nyata,
riwayat adanya penyakit periodontal rekuren, abses multipel, riwayat adanya penundaan
penyembuhan luka intraoral setelah ekstraksi gigi, sindroma mulut kering (dry mouth),
candidiasis intraoral dan hilang berat badan juga menjadi penemuan utama pasien AIDS.
Dengan demikian, diagnosis diferensial yang teliti harus dilakukan.

Dokter gigi dapat menggunakan glukometer yang tersedia secara komersial untuk
mengkonfirmasi kecurigaan pasien mempunyai diabetes.

Direkomendasikan bahwa jika pasien dicurigai diabetes, ia sebaiknya dirujuk ke


dokter untuk evaluasi dan diagnosis secara tepat. Baru-baru ini, parameter untuk
menentukan konsentrasi diagnostik FPG telah diturunkan dari 140 menjadi 126 mg/dL,
tetapi modifikasi ini masih dalam penelitian dan beberapa jurnal yang dipublikasikan
berpendapat kontra terhadap validitasnya.

1. Pasien diabetes tipe 1 dan 2 terkontrol biasanya dapat menerima semua tindakan
perawatan dental tanpa pencegahan tertentu.
2. Dokter gigi harus mengetahui tipe dan dosis insulin, termasuk medikasi lainnya yang
diminum pasien.
3. Dokter gigi sebaiknya mengetahui apakah pasien mempunyai riwayat serangan
hipoglikemik dan tanda dan gejala yang menyertai. Kemungkinan serangan
hipoglikemik meningkat jika telah terjadi serangan sebelumnya (lihat tanda dan gelana
hipoglikemia di bawah).
4. Dalam rangka menghindari episode hipoglikemia ketika mendapatkan perawatan
dental, dianjurkan untuk menjadwalkan pasien berdasarkan waktu aktivitas insulin
tertinggi yang bervariasi dari 30 menit hingga 8 jam setelah injeksi tergantung tipe
insulinnya. Dengan demikian, kunjungan tidak haruse selalu di pagi hari.
5. Pasien harus disarankan untuk tidak mengganti dosis dan waktu administrasi insulin,
serta tidak mengganti dietnya.
6. Disarankan untuk menyediakan jus jeruk di tempat praktik atau bentuk lain glukosa,
yang diberikan pada pasien yang menunjukkan tanda-tanda awal hipoglikemia.

20
Biasanya, dosis 6 oz semua jus buah atau minuman lain mengandung karbohidrat dapat
membalik gejala hipoglikemi.
7. Jika pasien menerapkan monitoring glukosa darah mandiri, ia dianjurkan untuk
membawa glukometernya sendiri.
8. Tekanan emosi dan fisik meningkatkan jumlah kortisol dan epinefrin yang disekresikan
sehingga menginduksi hiperglikei. Dengan demikian, jika pasien terlihat gelisah,
sedasi pratindakan dapat dipertimbangkan.
9. Jika prosedur jangka panjang, terutama bedah, hendak dilakukan, sebaiknya
berkonsultasi dengan dokter pasien.
10. Konsultasi dengan dokter pasien diwajibkan jika:
a) Pasien mempunyai komplikasi sistemik diabetes seperti penyakit jantung atau
ginjal,
b) Pasien kesulitan untuk mengontrol diabetes atau sedang mengonsumsi dosis besar
insulin,
c) Pasien mempunyai infeksi oral akut seperti abses periapikal atau abses
periodontal.
11. Hospitalisasi mungkin diperlukan pada pasien poin 10a atau 10b di atas.
12. Pemberian vitamin B dan antibiotika penisislin bagi pasien poin 10 di atas untuk mencegah
infeksi sekunder atau komplikasi infeksi pra-eksis dan untuk mempercepat penyembuhan
luka
13. Penggunaan anastesi prokain
14. Perawatan kasus-kasus parah penyakit periodontal pada pasien diabetes, bersamaan dengan
prosedur bedah, mungkin memerlukan penggunaan tetrasiklin sistemik. Tetrasiklin dapat
membantu tidak hanya kondisi periodontal, tetapi juga dapat mengontrol hiperglikemia.
Penting untuk ditekankan bahwa dokter gigi sebaiknya mengambil semua tindakan
pencegahan untuk menghindari terjadinya serangan hipoglikemia ketika pasien menjalani
perawatan gigi. Serangan hipoglikemis terjadi ketika konsentrasi glukosa darah turun di
bawah 60 mg/dL tetapi pada bebeapa pasien dapat terjadi di bawah konsentrasi ataupun di
atas konsentrasi tersebut. Ketersediaan sebaiknya termasuk adanya bentuk lain
karbohidrat absorbsi cepat yang diberikan peroral, seperti jus buah, soda, gula, es krim,
permen dan lain-lain. Pasien yang mengalami hipoglikemi akan kembali normal selama
10 20 menit setelah administrasi karbohidrat 15 gram, yang ekuivalen dengan 4 6 ons
jus buah atau soda; atau 4 sendok teh gula.

21
E. GANGGUAN SARAF
1) Epilepsi
Epilepsi terbagi atas dua bentuk yang umum, yaitu:
a. Grand mal
Biasanya mengakibatkan kekejangan dengan hilangnya koordinasi.
b. Petit mal
Mengakibatkan hilangnya kesadaran tetapi tanpa kekejangan dan kehilangan kontrol
yang nyata. Pasien dalam keadaan berdiri, bahkan tidak akan kehilangan
keseimbangan, hanya kelihatan memeiliki ekspresi kosong selama beberapa saat.
Kedua bentuk epilepsi ini umumnya berakhir dengan sendirinya dan yang dibutuhkan
hanyalah menunggu sampai kesadaran muncul kembali.

Tanda-tanda Klinis
a. Hilangnya kesadaran petit mal
b. Kontraksi otot-otot secara umum (tahap kronis)
c. Kejang-kejang tubuh yang tidak dapat dikontrol (tahap kronis) grand mal
d. interkontinen

Pencegahan serangan
a. Penderita epilepsi yang dikontrol dengan baik dapat dirawat sama seperti pasien-pasien
lain tanpa pencegahan yang khusus
b. Edukasi mengenai perawatan yang dilakukan kepada pasien.
c. Mengkondisikan ruangan senyaman mungkin agar pasien tidak nervous, karena
nervous dapat memicu kambuhnya epilepsi.
d. Perawatan diberikan 90 menit setelah pasien makan.
e. Harus selalu menyedikan sendok atau handuk
f. Jikan pasien sangat nervous, sebaiknya diberikan obat penenang tambahan sebelum
tiba di rumah sakit.

Penatalaksanaan
Proses penyembuhan pada serangan petit mal berlangsung cepat, dan tidak ada
pencegahan khusus yang perlu dilaksanakan. Jika perawatan gigi sudah dimulai, maka
dapat dilanjukan kembali dan semua peralatan disekitar penderita harus disingkirkan.
Penanganan pada serangan grand mal adalah seperti pada pasien tidak sadar. Sangat
penting untuk mengangkat seluruh benda-benda yang lepas dari dalam mulut, terutama
geligi tiruan penuh, dan melindungi lidah dari kerusakan. Semua peralatan disekitar
penderita harus disingkirkan. Dapat memberikan alat bantu pernafasan Brook. Tahap
klonik/ kejang jarang berakhir lebih dari beberapa menit dan diikuti dengan keadaan
mengantuk yang akan berlangsung selama beberapa menit sampai beberapa jam, dimana
22
selama masa tersebut pasien akan berbicara dengan ucapan yang tidak jelas, mengeluh
sakit kepala dan umumnya merasa tidak sehat. Jika perawatan gigi sudah dimulai, maka
sebaiknya dipersingkat.
Kadang-kadang pada epilepsi yang tidak stabil, serangan mungkin berlangsung lama
atau diikuti dengan serangan lain dalam waktuy yang cepat. Apabila hal ini terjadi,
dengan fase klonik berlangsung lebih dari 10 menit, maka diperlukan advis medis dari
dokter ahli atau bantuan ambulans. Jika bantuan yang diharapkan belum datang,
persediaan benzodiazepines pada praktik dapat diberikan secara intravena. Diazepam atau
midazolam 10mg yang diberikan secara intravena, secara perlahan dapat menggagalkan
serangan. Kadang-kadang bila dibutuhkan dosis yang lebih besar, mintalah advis medis
dari dokter ahli sebelum memberikan dosis yang melebihi jumlah ini.

F. GANGGUAN HATI
1) Hepatitis
Hepatitis merupakan inflamasi pada organ hati yang merupakan akibat dari berbagai
\hal seperti obat, racun, dan berbagai infeksi. Banyak virus penyebab hepatitis seperti
virus hepatitis A, B, C, D, E, dan G, akan tetapi hepatitis B dan C lebih berhubungan
dengan pelayanan kesehatan.3

1.1 Hepatitis A
Hepatitis A disebabkan oleh virus hepatitis A, biasanya penyakit ini ditemukan
pada kondisi sosioekonomi dan lingkungan miskin. Penyakit ini biasa menyerang pada
usia anak-anak dan terdapat pada daerah endemic, penyebaran penyakit ini melalui
faeco-oral dengan konsumsi air atau makanan yang sudah terkontaminasi dan ikan
mentah. Gejala klinis dari penyakit ini sama seperti hepatitis tipe lainnya yaitu sakit pada
otot, arthalgia, lelah, mual, muntah, sakit pada abdomen, kehilangan nafsu makan,
demam, jaundice (kuning), dan gatal-gatal.3
Tidak ada resiko penularan penyakit hepatitis A terhadap perawatan dental selama
perawatan dental tersebut dilakukan dengan benar.3

1.2 Hepatitis B
Hepatitis B disebabkan oleh virus hepatitis B dan merupakan penyakit yang serius.
Penyakit ini menginfeksi seumur hidup, mengakibatkan sirosis hati, kanker hati, gagal
hati. Hepatitis B menginfeksi secara endemic terutama pada kondisi sosioekonomi

23
lemah. Penyebaran hepatitis B melalui parenteral (melalui darah, pemberian obat
melalui intravena, tato), seksual, dan perinatal. Hepatitis B dapat menular antara pasien
dan petugas kesehatan/ dental. Kontrol infeksi dan imunisasi dapat mencegah infeksi
pada petugas kesehatan dan dokter gigi.3

Dental aspect3
Pasien dengan normal platelet count dan normal prothrombin times dapat diberikan
perawatan dental. Saliva yang berasal dari rongga mulut dapat mengandung virus
hepatitis B sehingga menjadi sumber penularan non-parenteral. Akan tetapi resiko
penularannya sangat kecil, kecuali jika terdapat kontak misalnya pada keluarga dan
anak-anak, atau melalui kontak seksual. Virus hepatitis B juga dapat ditularkan melalui
gigitan manusia.
Bahaya utama penyebaran virus hepatitis B adalah melalui tusukan jarum suntik
yang merupakan bahaya terbesar bagi dokter bedah mulut dan periodontologis. Oleh
karena itu, untuk pencegahan dilakukan tindakan berupa kontrol infeksi dan imunisasi
melawan hepatitis B.
Dokter gigi yang sedang sakit terserang hepatitis harus menghentikan praktek
dentalnya sampai benar-benar sembuh. Pengecekan HBeAg dapat mengindikasikan
apakah seseorang terjangkit hepatitis B atau tidak. Dokter gigi dengan HBeAD yang
positif atau HBeAG yang negative tetapi memiliki lebih dari 1000 virus hepatitis B
permilimeter darah harus menghentikan prakteknya.

1.3 Hepatitis C
Virus hepatitis C diidentifikasi melalui post transfuse non A non B hepatitis. Orang
dapat beresiko tinggi terkena virus hepatitis C yaitu dengan menerima donor darah yang
pendonor yang kemudian positif terserang hepatitis C, diinjekksi obat-obatan terlarang,
menerima donor darah atau transplantasi organ sebelum tahun 1992, renal dialysis
jangka panjang, atau memiliki penyakit hati.3 Perbedaan antara hepatitis B dan C: 1
Tidak menyebar luas
Sedikit yang tertular melalui jarum suntik
Rentan terhadap antiseptic
Jarang tertular pada dokter gigi
Mild hepatitis
Belum ada vaksin hepatitis C
Infeksi bertahan 80%
Infeksi menjadi kronis aktif hepatitis
Beresiko tinggi terkena sirosis dan kanker hati.

24
Dental aspects
Hepatitis C dapat menular kepada pasien dan petugas di fasilitas kesehatan. Virus
hepatitis C ditemukan pada saliva dan infeksi terdapat pada gigitan manusia. Virus
hepatitis C juga dapat ditularkan melalui injuri jarum suntik. Petugas kesehatan yang
terkena sumber positif hepatitis C harus segera mengecek apakah tertular virus hepatitis
C. Petugas yang terinfeksi virus hepatitis C harus menghentikan segala tindakan
dentalnya.3

1.4 Tindakan pencegahan dasar penularan virus hepatitis1


Perlakukan semua pasien sebagai sumber infeksi
Gunakan sarung tangan pada saat perawatan dental
Cegah terjadinya cidera akibat jarum suntik
Gunakan kacamata pelindung untuk proteksi mata
Gunakan instrument sekali pakai dan diautoklaf
Imunisasi hepatitis B

1.5 Sterilisasi dan Disinfeksi Virus Hepatitis1


Sterilisasi
Autoklaf pada suhu 134 oC selama 3 menit
Uap panas dengan suhu 160 oC selama 1 jam
Disinfeksi : Sodium hypoclorite, 1% of freshly diluted stock solution (0,1% + detergen
untuk disinfeksi permukaan)

G. ALERGI
Obat-obatan dan substansi lain yang dapat memicu reaksi alergi antara lain: anestetik
lokal, antibiotik, analgesik, obat-obatan anxiolitik, serta berbagai bahan atau produk-produk
dental lainnya.. Reaksi alergi, yang terjadi selama atau setelah perawatan gigi, merupakan
salah satu masalah serius yang mungkin terjadi.
1. Anestetik lokal. Alergi yang disebabkan oleh penggunaan anestetik lokal biasanya
dipicu oleh bahan pengawet dalam ampul, yang berperan sebagai germisida. Bahan
pengawet yang sering digunakan antara lain derivat paraben (metil-, etil-, propil-, dan
butil-paraben). Saat ini, sebagian besar anestetik lokal tidak mengandung bahan
pengawet untuk menghindari timbulnya reaksi alergi, yang mempersingkat waktu
penyimpanan larutan anesteik.
2. Antibiotik. Antibiotik yang harus diperhatikan oleh dokter gigi (untuk menghindari
alergi) adalah penisilin, karena merupakan antibiotik pilihan dalam sebagian besar kasus

25
prosedur dental. Frekuensi reaksi alergi akibat penggunaan penisilin berkisar antara 2%
sampai 10% dan reaksi bermanifestasi sebagai reaksi ringan, parah, atau, fatal.
3. Analgesik. Analgesik yang berperan dalam reaksi alergi, meskipun jarang terjadi, antara
lain narkotik (kodein atau fetidin), dan asam asetilsalisilat (aspirin). Diantara berbagai
jenis analgesik, aspirin dinyatakan sebagai obat yang berperan dalam sebagian besar
reaksi alergi, yang berkisar antara 0,2% sampai 0,9%. Reaksi alergi akibat konsumsi
aspirin bervariasi mulai dari urtikaria biasa sampai syok anafilaktik. Kadang-kadang,
timbul gejala asma atau edema angioneurotik.
4. Obat-obatan anxiolitik. Barbiturat merupakan obat-obatan anxiolitik yang paling
sering menyebabkan reaksi alergi. Biasanya menyerang individu yang memiliki riwayat
urtikaria, edema angioneurotik, dan asma. Reaksi alergi biasanya bersifat ringan dan
hanya berupa reaksi pada kulit (urtikaria).
5. Berbagai bahan dan produk kedokteran gigi. Resin akrilik, antiseptik tertentu,
larutan prosesing radiograf, dan sarung tangan dapat memicu alergi. Reaksi alergi
biasanya bersifat ringan dan berupa stomatitis (eritema inflamasi) dan urtikaria kulit.

Klasifikasi reaksi alergi


Berdasarkan mekanisme imunologis penyebabnya, reaksi alergi dapat diklasifikasikan
menjadi empat tipe :
1. Reaksi tipe I (anafilaksis)
2. Reaksi tipe II (hipersensitivitas sitotoksik)
3. Reaksi tipe III (Immune-complex-mediated hipersensitivity)
4. Reaksi tipe IV (cell-mediated atau delayed-type hipersensitivity)

Jenis-jenis reaksi alergi


Manifestasi klinis alergi tidak selalu sama. tergantung pada reaksi tubuh, gejala-gejala klinis
yang timbul dan keparahannya bervariasi mulai dari ruam biasa sampai kedaruratan medis.
Berupa:
1. Anafilaksis. Ini merupakan tipe reaksi alergi yang paling berbahaya, yang dapat
menyebabkan kematian pasien dalam waktu beberapa menit. Dapat mengakibatkan
kerusakan sistem pernapasan dan sirkulasi akut, yang ditandai dengan suara serak,
disfagia, kecemasan, ruam, rasa terbakar, sensasi nyeri, pruritus, dispnea, sianosis pada
tungkai, bersin-bersin akibat bronkospasme, mual, diare, kecepatan denyut jantung tidak
beraturan akibat hipoksia, hipotensi, dan kehilangan kesadaran. Anafilaksis dapat
berakibat fatal dalam waktu 5-10 menit.
2. Urtikaria. Ini merupakan tipe alergi yang umum terjadi dan ditandai dengan munculnya
vesikel dalam berbagai ukuran, akibat sekresi histamin dan serotonin, yang menyebabkan
peningkatan permeabilitas struktur vaskuler. Vesikel akan menginduksi terjadinya pruritus

26
dan sensasi terbakar pada kulit. Reaksi tersebut dapat bersifat lokal atau menyebar ke
seluruh tubuh. Reaksi yang parah dapat menyebabkan penurunan volume darah, sehingga
terjadi anafilaksis.
3. Edema angioneurotik (Quinckes edema). Reaksi ini timbul secara mendadak, dan
ditandai dengan pembengkakan berbatas tegas pada jaringan lunak, terutama pada bibir,
lidah, mukosa bukal, kelopak mata, dan epiglotis. Hidup pasien berada dalam bahaya
karena terjadi kerusakan saluran pernapasan bagian atas, yang menyebabkan dispnea dan
kesulitan menelan, jika tidak segera dirawat, dapat mengakibakan kematian.
4. Asma alergi. Ini merupakan reaksi alergi terisolasi dan berupa bronkospasme dan dispnea
pernapasan.

Langkah-langkah pencegahan umum yang harus dilakukan jika pasien memiliki


riwayat alergi jenis apapun antara lain:
Bertanya tentang tipe alergi dan obat-obatan atau substansi yang menyebabkan reaksi
Merujuk pasien ke ahli alergi untuk pemeriksaan, jika riwayat menunjukkan bahwa
pasien alergi terhadap anestetik local
Hindari administrasi obat-obatan yang dapat menimbulkan hipersensitivitas pasien.
Misalnya, dalam kasus alergi aspirin, dapat diberikan asetaminofen (Tylenol), atau
dalam kasus alergi penisilin, dapat diberikan makrolid.
Pasien yang memiliki riwayat penyakit-penyakit atopik, seperti rhinitis alergi, asma, dan
eksema harus diberi perhatian khusus
Dokter gigi harus mempersiapkan diri untuk menghadapi pasien yang alergi terhadap
obat-obatan tertentu (adrenalin, hidrokortison, antihistamin, dan oksigen)

27
DAFTAR PUSTAKA

1. : Cawson R, Odell E. Cawson's Essentials of Oral Pathology and Oral Medicine 8th
edition. 2008. London: Churcill Livingstone Elsevier
2. : Little JamesW, dkk. Dental management of the Medically Compromised Patient, 7th ed.
2007. Philadelphia : Mosby
3. : Grossman, dkk. 1995. Ilmu Endodontik Dalam Praktek. Jakarta : EGC.
4. : Rose, Louis F. & Donald Kaye. 1997. Buku Ajar Penyakit Dalam untuk Kedokteran
Gigi.
5. : Malamed, SF. Medical Emergencies in the Dental Office. 6th ed. Missouri : Mosby.
2007
6. : The Seventh Report of the Joint National Committee on Prevention, Detection,
Evaluation, and Treatment of High Blood Pressure. 2004 [5/13/2012]; Available from:
http://www.nhlbi.nih.gov/guidelines/hypertension/jnc7full.pdf.
7. : Rahajoe P. Pengelolaan Pasien Hipertensi untuk Perawatan di Bidang Kedokteran Gigi.
Maj Ked Gi. 2008;15:75-80

28
29

Anda mungkin juga menyukai