SKENARIO 6.II
Seorang anak perempuan umur 12 tahun, mengeuhkan gigi belakang kiri bawahnya
sakit sejak 3 bulan yang lalu, sehingga daerah tersebut tidak bisa digunakan makan. Selain itu
bila pada gusinya sering sekali muncul benjolan dan keluar nanahnya. Pada pemeriksaan
klinis, terlihat gigi 36 mengalami karies yang besar dan perforasi pada atap pulpanya.
Vitalitasnya negative, perkusi dan drunk tidak sakit. Rontgen foto diketahui terjadi perforasi
pada bifurkasinya. Diagnose pada gigi tersebut adalah gangrene pulpa. Pada anamnesa
diketahui bahwa anak tersebut bila terluka darahnya sulit berhenti, sehingga bila terjatuh dan
mengalami luka harus selalu dibawa ke dokter, selain itu anak tersebut sering mengalami
mimisan bila sedang bermain. Berdasarkan anamnesa tersebut, dokter gigi mengkonsulkan
pada hematology, karena pasien tersebut memerlukan tindakan compromised medic
STEP I
KLARIFIKASI MASALAH
1 Hematolog
Seorang dokter yang mengkhususkan diri dalam penyakit darah dan organ pembentuk
darah
2 Compromised medic
Compromised medic adalah pasien dengan kelainan fisik atau psikis sehingga dalam
penanganan medis membutuhkan perhatian dan tindakan khusus agar tindakan yang
dilakukan dalam Kedokteran Gigi tidak merugikan dan membahayakan pasien. Pasien
compromised medis juga dikatakan seseorang yang mengidap satu ataupun lebih penyakit
dan sedang menjalani satu atau lebih medikasi sebagai perawatan penyakitnya tersebut.
Pasien compromised medic rentan terhadap infeksi maupun komplikasi serius.
3 Gangrene pulpa
Kematian jaringan pulpa sebagian atau keseluruhan karena karies ataupun trauma
STEP II
RUMUSAN MASALAH
1
2 Sebutkan macam-macam penyakit dan perawatan compromised medic sesuai dengan
skenario?
3 Bagaimana penanganan perawatan gigi dan mulut berkaitan dengan compromised medic?
4 Bagaimana penanganan pasien mimisan di praktek kedokteran gigi?
STEP III
ANALISIS MASALAH
2
Hemofilia paling banyak di derita hanya pada pria. Wanita akan benar-benar
mengalami hemofilia jika ayahnya adalah seorang hemofilia dan ibunya adalah
pemabawa sifat (carrier). Dan ini sangat jarang terjadi.
c. Von willebrand
Penyakit Von Willebrand atau hemofilia vaskuler adalah suatu gangguan hemostatik
yang diwariskan sebagai sifat dominan autosomal dengan penetrasi bervariasi dan derajat
klinis yang bervariasi juga. Mudahnya penyakit ini adalah suatu kekurangan atau kelainan
pada faktor Von Willebrand di dalam darah yang sifatnya diturunkan.
Von Willebrand Factor (VWF)adalah protein dalam darah yang diperlukan untuk
pembekuan darah. Jika tidak terdapat cukup VWF dalam darah, atau tidak bekerja dengan
baik, maka dalam proses pembekuan darah memerlukan waktu lebih lama. Faktor Von
Willebrand ditemukan di dalam plasma, trombosit dan dinding pembuluh darah. Jika
faktor ini hilang atau jumlahnya kurang, maka tidak akan terjadi penyumbatan pembuluh
darah yang terluka (proses melekatnya trombosit ke dinding pembuluh yang mengalami
cedera). Sebagai akibatnya, perdarahan tidak akan segera terhenti sebagaimana mestinya,
meskipun pada akhirnya biasanya akan berhenti.
3
d. Nonthrombocytopenic purpuras
Nonthrombocytopenic purpuras merupakan perubahan dinding pembuluh darah akibat
infeksi atau factor kimia. Yang berupa gangguan fungsi platelet akibat defek genetic,
obat-obatan, alcohol, ataupun factor yang berkaitan dengan von willebrand
4
Anacin, Synalgos-DC, Fiorinal, Bufferin, Alka-Seltzer, Empirin dengan Codeine,
dan Excedrin.
Gangguan pada platelet terjadi pada penderita von Willebrands disease, Bernard-
Soulier disease, Glanzmanns thrombosthenia, dan disorders of platelet release.
Penanganan yang dapat dilakukan adalah transfusi platelet dan penggantian faktor
VIII.
Hemofilia A dan B merupakan manifestasi dari gangguan koagulasi. Penanganan
yang dilakukan adalah pemberian prednisone; IV gamma globulin, dan transfusi
platelet, pemberian faktor VIII, dan faktor VIIa serta steroid
5
e) Penambalan
Pemakaian matrix dan wedges saat penambalan perlu diperhatikan dengan
benar. Luka yang diakibatkan karena pemakaian yang salah dapat menjadi masalah
saat melakukan penambalan.
f) Perawatan endodontik
Perawatan endodontik konvensional sangat dianjurkan bagi pasien dengan
gangguan perdarahan, oleh karena pemakaian jarum endodontik yang melebihi apeks
akan menyebabkan perdarahan terus-menerus sehingga sehingga akan mengendap di
dalam saluran akar
g) Anestesi dan penanggulangan rasa sakit
Rasa sakit pada gigi dapat ditanggulangi dengan memberikan parasetamol atau
asetaminofen. Penggunaan aspirin harus dihindari oleh karena dapat menjadi
menimbulkan penghambatan agregasi platelet. Apabila akan memberikan NSAID
hendaknya melakukan konsultasi terlebih dahulu dengan ahli hematologi oleh karena
golongan obat ini dapat menimbulkan penghambatan agregasi platelet.
Anesthesi lokal dengan cara infiltrasi pada daerah bukal, intra papilary, dan
intraligamen tidak memerlukan obat anti hemostatik namun anesthesi dengan cara
blok mandibula dan infiltrasi lingual harus diberikan anti hemostatic
STEP IV
MAPPING
6
PASIEN DENGAN COMPROMISED MEDIC
ANAMNESA
DIAGNOSA
RENCANA PERAWATAN
STEP V
LEARNING OBJECTIVE
STEP VI
BELAJAR MANDIRI
7
STEP VII
PEMBAHASAN
A. GANGGUAN PENDARAHAN
1) Anemia
Dalam menentukan apakah akan mempertahankan atau mencabut gigi tanpa pulpa,
harus diingat bahwa:
(1) gigi tanpa pulpa pada umumnya bukan penyebab atau menambah sebab penyakit
sistemik,
(2) pada pasien dengan penyakit sistemik yang parah, seperti anemia berat, gigi tanpa pulpa
dan terinfeksi tidak mudah bereaksi terhadap perawatan.
Pada semua kasus dengan resiko, perawatan endodontik, terutama instrumentasi
saluran akar, harus dilakukan setelah pemberian premedikasi antibiotika, sbb : 2 g penicillin
V satu jam sebelum operasi dan 1 g enam jam setelah operasi ; atau erythromicyn satu jam
8
sebelum operasi dan 500 mg 6 jam setelah operasi sebagai anjuran dari American Heart
Association. (Grossman, 1995)
Anemia pernisiosa
Anemia pernisiosa adalah salah satu penyakit kronis berupa berkurangnya produksi
sel darah merah akibat defisiensi vitamin B12 dan asam folat, Salah satu fungsi vitamin B12
adalah untuk pembentukan sel darah merah di dalam sum-sum tulang menjadi aktif. Lesi oral
menyembuh dengan cepat jika diberikan terapi vitamin B12. Tidak ada kontraindikasi untuk
terapi dental pada pasien yang menggunakan vitamin B12 untuk anemia pernisiosa. Tetapi
pasien tidak boleh diberikan analgesia nitrogen oksida karena terbukti mengganggu
metabolisme vitamin B12 dan dapat mencetuskan neuropati yang sedang sampai parah.
2) Hemofilia
Penatalaksanaan dental harus ditujukan pada pencegahan. Higiene oral yang baik
membantu menurunkan perdarahan gusi. Tidak pernah ada laporan terjadi perdarahan akibat
sikat gigi atau flossing yang baik.
Periodonsia
Profilaksis oral biasanya dapat dilakukan tanpa penggantian faktor. Perdarahan yang
disebabkan oleh scalling utrasonik supragingival atau profilaksis rubber cup dapat
dikendalikan dengan trombosit. Tetapi scalling yang dapat menyebabkan perdarahan serius
pada pasien yang tidak mendapat penggantian faktor pembekuan.
9
scalling supragingiva yang berhati-hati. Penggantian faktor diperlukan sebelum scalling
dalam, kuretase, dan pembedahan. (Rose, Louis, dkk. 1997)
Bedah Mulut
Pemberian anestesi lokal adalah permasalahan utama dalam terapi dental. Hematoma
diseksi, obstruksi saluran pernafasan, dan kematian adalah penyulit yang diketahui dari blok
anestesia pada pasien hemofilia. Injeksi tidak boleh diberikan kecuali pasien memiliki kadar
faktor dalam plasma lebih dari 50%. Faktor plasma tambahan diperlukan jika darah
teraspirasi, jika terbentuk hematoma, atau terjadi gejala perdarahan lain seperti nyeri didaerah
injeksi. Pada hemofilia parah, terapi penggantian harus dilakukan terlebih dahulu sebelum
teknik anestetik. Anestesi lokal dapat dilakukan dengan injeksi infiltrasi atau perisemental
dengan semprit injeksi interligamentum. Injeksi intramuskular juga dikontraindikasiakn
karena kemungkinan pembentukan hematoma.
Sebagian besar terapi restoratif dapat dilakukan tanpa penggantian faktor. Rubber dam
harus digunakan untuk melindungi jaringan oral dari laserasi yang tidak disengaja. Wedge
harus dipasang sebelum preparasi interproksimal untuk melindungi dan meretraksi papila.
Terapi endodontik lebih disukai ketimbang ekstraksi. Perdarahan pulpa mudah dikendalikan
dengan cara yang konvensional. Over instrumentasi dan overfilling harus dihindari. (Rose,
Louis, dkk. 1997).
10
EACA 6 g setiap 6 jam, secara oral, selama 3 - 4 hari
Penempatan Faktor VIII
b. Dental
Lakukan perawatan pada semua infeksi mulut akut
Meningkatkan kualitas OH
membuat splint untuk pasien dengan moderate sampai severe hemophilia yang telah
dilakukan multiple extraction.
c. Operative
Gunakan teknik bedah yang baik
Gunakan Gelfoam dengan thrombin untuk mengontrol perdarahan
Hematologist akan memonitor perawatan pasien yang dirawat inap di rumah sakit
d. Postoperative
pasien yang dirawat klinik gigi akan membutuhkan dosis DDAVP atau factor
pengganti
Pasien rawat inap akan membutuhkan dosis tambahan DDAVP, factor VIII, dan agen
lain
Pasien yang diberi factor VIII replacement harus diperiksa kealergiannya.
Dental officeDentist needs to do this; any questions about findings, consult with
hematologist
Memeriksa pasien 24-48 jam setelah operasi dalam hal: Tanda-tanda infeksi,obati jika
ada perdarahan, lakukan pegontrolan dengan obat khusus, Hindari aspirin, aspirin-
containing compounds, dan NSAIDs. Acetaminophen dengan atau tanpa codeine
dianjurkan untuk sebagian besar pasien.
B. GANGGUAN RESPIRATORI
1) Asma
1.1 Definisi
Asma merupakan penyakit inflamasi kronis pada sistem pernafasan yang berkaitan
dengan peningkatan hiperresponsifitas pada jalur nafas yang menghasilkan episode
rekuren sesak nafas, batuk, dan wheezing.2 Adapun alergen yang sering kali memicu asma
adalah infeksi pada saluran pernapasan atas, adanya aktivitas fisik yang berlebihan, udara
11
dingin, medikasi (salisilat, NSAIDs, Cholenergic drugs, beta-adrenergic blocking drugs),
zat-zat kimia, asap, dan status emosional yang tinggi seperti panik, gugup, dan stress.
1.2
Tanda dan Gejala Klinis1,2
- Respon berlebihan pada jalur napas yang episodik. Biasanya semakin parah pada
malam hari atau bergantung pada terpaparnya causative agents pada penderita.
- Sulit bernafas yang bersifat episodik reversibel (dyspnea)
- Wheezing
- Batuk parah di malam hari
- Sesak napas
- Onset terjadi tiba-tiba, dengan puncaknya sekitar 10-15 menit.
Serangan asma yang terjadi pada praktek kedokteran gigi dapat dihindari dengan
mengetahui secara lengkap riwayat kesehatan pasien. Sangat penting untuk menanyakan
kepada pasien beberapa hal seperti frekuensi serangan serta derajat keparahan ketika
serangan asma terjadi dan apa yang sering memicu serangan tersebut. Petunjuk lain yang
dapat digunakan untuk mengetahui keparahan penyakit tersebut adalah dengan
menanyakan berapa jumlah obat serta jenis obat yang diminum pasien, demikian juga
dengan mengetahui seberapa sering pasien tersebut mendapat perawatan gawat darurat di
rumah sakit serta riwayat rawat inap pasien akibat serangan asma. Apabila pasien
mendapat perawatan dengan inhaler bronkodilator seperti albuterol atau metaproterenol
dan digunakan apabila diperlukan, dapat diindikasikan bahwa pasien menderita asma
yang ringan. Pada kasus yang lebih berat pasien dirawat dengan pemberian obat-obatan
profilaksis seperti kortikosteroid, cromolyn, beta-2 agonists dan leukotrien modifiers.
Gejala yang biasa terjadi diantaranya adalah nafas yang berbunyi, terutama pada saat
ekspirasi (mengik), sesak nafas, batuk-batuk dan dyspnea. Pasien biasanya akan berusaha
duduk untuk mencoba mengambil nafas. Gejala yang lebih berat diantaranya adalah
cemas, detak jantung cepat,sianosis pada jaringan di bawah kuku dan penggunaan otot-
otot aksesorius pernafasan seperti muskulus SCM, muskulus trapezius dan muskulus
abdominalis.
Dari segi teknis untuk mengurangi kecemasan akibat perawatan yang diberikan, dapat
dilakukan kontrol nyeri dan teknik sedasi. Dengan demikian pemicu serangan asma yang
diakibatkan oleh faktor intrinsik dapat dikurangi. Dokter gigi hendaknya juga memastikan
apakah pasien sudah meminum obat asma sebelum tindakan perawatan gigi dilakukan.
12
Pasien sebaiknya juga sudah menyiapkan obat pribadi yang khusus digunakan apabila
sewaktu-waktu terjadi serangan asma. Apabila pasien sering mengalami serangan asma,
maka penggunaan inhaler profilaksis hendaknya dipertimbangkan untuk dilakukan
beberapa saat sebelum dilakukan tindakan perawatan gigi.
1.4
Manajemen ketika terjadi Serangan Asma1,2,3
- Kenali tanda dan gejala klinis secepat mungkin, berikan inhaler sedini mungkin.
- menghentikan segala jenis perawatan dental yang sedang dilakukan
- Posisikan pasien harus tenang dan rileks
- Mempersiapkan bronkodilator pada penderita asma bronchial, Pada asma kardial
dihindarkan penambahan vasokonstriktor
- Jenis inhaler yang paling efektif dan bronkodilaator yang paling cepat merupakan
jenis short acting beta2 adrenergic agonist inhaler (Vertolin, Provotil) yang
diadministrasikan sejak pertama kali gejala klinis asma muncul. Jika tidak ada, beri
beta2 agonist (Salmeterol) dan Kortikosteroid yang dapat membantu menghambat
respon asma.
- Jika saat dental treatment terjadi serangan asma parah, injeksikan epinefrin (0,3-
0,5ml) dengan perbandingan 1:1000 pada subkutan pada pasien dewasa yang
memiliki tekanan darah normal karena merupakan agent pereda asma paling poten
dan cepat.
- Baik narkotik maupun barbiturat sebaiknya dihindari karena merangsang serangan
asma.
13
e. Yang perlu diingat : berikan adrenalin sebab pasien mungkin menerima bahan
stimulan 2 adrenoseptor (contoh : salbutamol berupa inhaler).
f. Menempatkan pasien dalam posisi senyaman mungkin dengan menegakkan tubuh
pasien dengan tangan terlentang.
C. GANGGUAN KARDIOVASKULER
1. Hipertensi
Hipertensi adalah peningkatan tekanan darah yang permanen sebagai akibat
meningkatnya tekanan di arteri perifer, dimana komplikasi yang timbul menjadi nyata.
Menurut WHO batas tekanan yang masih dianggap normal adalah 140/90 mmHg dan
tekanan darah sama atau diatas 160/95 mmHg dinyatakan sebagai hipertensi.
14
Gagal jantung kongestif
Angina pectoris
Gagal ginjal
Gejala2
Sakit kepala, Pandangan kabur, Telinga berdenging, Pusing, Lemah, Kesemutan
pada tangan dan kaki
15
Hentikan perawatan pada pasien dengan tekanan darah lebih dari 179/109 mm/Hg
c. Bedah Mulut
Penderita Hipertensi yang masuk dalam stage I masih memungkinkan untuk
dilakukan tindakan pencabutan gigi karena resiko perdarahan yang terjadi pasca
pencabutan relatif masih dapat terkontrol (Little, 1997). Pada penderita hipertensi
dengan stage II sebaiknya di rujuk terlebih dahulu ke bagian penyakit dalam agar
pasien dapat dipersiapkan sebelum tindakan.
Pengobatan pada pasien hipertensi biasanya digunakan lebih dari satu macam
golongan obat, misalnya: golongan obat anti hipertensi (mis: captopril) dan
golongan obat diuretik.
2. Infark Miokard
2.1 Definisi
16
Infark miokard adalah akibat dari cedera iskemik berkepanjangan pada jantung.
Alasan yang paling sering bagi seseorang yang terkena infark miokard adalah penyakit
arteri koroner progresif sekunder akibat aterosklerosis.
2.2 Gejala
Pasien biasanya mendapat nyeri dada berat pada area substernal atau prekordial kiri.
Nyeri bisa menjalar ke lengan kiri atau ke rahang dan bisa berhubungan dengan nafas
pendek, palpitasi, mual atau muntah. Nyeri biasanya mirip dengan angina namun lebih
panjang dan lama.
Resiko pada pasien dengan riwayat infark miokard
Resiko tertinggi selama 6 bulan pertama setelah infark miokard
2. 4. Managemen Gigi
Manajemen gigi pada pasien dengan infark miokard sebelumnya bergantung pada
keparahan dan arah infark. Pasien yang mengalami infark miokard akut tanpa komplikasi
17
bisa mentolerir prosedur-prosedur (tipe I sampai IV) durasi singkat setiap saat mengikuti
kejadian. Prosedur yang menimbulkan tekanan lebih baik ditunda sampai 6 bulan setelah
infark. Konsultasi dengan dokter disarankan. Tampaknya tidak terdapat kontraindikasi
pada penggunaan epinefrin dalam konsentrasi 1:100.000 pada anestesi lokal pada pasien-
pasien ini. Namun, protokol untuk meminimalkan penggunaan vasokonstriktor harus
dilaksanakan. Komunikasi yang baik antara pasien-dokter gigi, mengurangi stres, dan
pemantauan adalah penting untuk manajemen tepat pada pasien paska infark.
Karena tingginya resiko rekurensi infark miokard dan aritmia pada pasien ini, pekerjaan
dokter gigi harus dibatasi pada perawatan paliatif saja. Pengobatan gigi emergensi harus
dibebaskan terkontrol, lingkungan dipantau. Penggunaan vasokonstriktor pada anestesi
lokal relatif dikontraindikasikan.
18
Penting untuk diingat bahwa pasien-pasien ini masih memiliki penyakit arteri koroner
yang penting meskipun mereka stabil sepanjang tahun sebelumnya. Mereka mampu,
walaupun, lebih siap mentolerir prosedur pembedahan non-gigi dibandingkan pasien-
pasien dengan infark miokard yang lebih baru terjadi. Jika pasien memiliki komplikasi
infark miokard dengan gejala sisa seperti aritmia dan gagal jantung kongestif,
perencanaan gigi harus diubah pada kenyataannya. Sebagai contoh pembuatan gigi palsu
parsial yang mudah dilepas akan lebih disukai dibandingkan protese tanam periodontal
kompleks. Lagi, pembatasan vasokonstriktor hingga 2 Carpule anestesi lokal
konvensional dengan epinefrin 1:100.000 atau levonordefrin 1:20.000 atau yang
sebanding masih direkomendasikan.
D. GANGGUAN ENDOKRIN
1) Diabetes Melitus
Diabetes mellitus ditandai dengan adanya peningkatan kadar glukosa dalam darah dan
abnormalitas metabolisme lipid protein yang terinduksi oleh kadar insulin yang berkurang
ataupun tidak ada sama sekali. Sebagai tambahan, aspek vaskuler diabetes mellitus yang
berkaitan dengan atherosklerosis dan mikroangiopati, terutama ginjal dan mata.
1.1 Diagnosis
Telah dijabarkan sebelumnya bahwa hampir sekitar 50% kasus diperkirakan belum
terdiagnosa. Salah satu peran dokter gigi di bidang ini adalah sebagai frontliner dalam
mendeteksi riwayat diabetes melitus pasien.1 Berikut adalah jabaran mengenai cara
mendiagnosa diabetes mellitus, baik pada pasien yang telah terkonfirmasi maupun pada
pasien yang belum terdiagnosa diabetes melitus.
Kriteria diagnosa diabetes melitus :2
1. Gejala diabetes dan kadar gula darah sewaktu 200 g/dL atau lebih
2. Kadar glukosa puasa 126 mg/dL atau lebih
3. Kadar glukosa 2 jam 200 mg/dL atau lebih (tes ini tidak direkomendasikan untuk
digunakan secara rutin dalam klinik)
19
sebaiknya ditanya lebih lanjut mengenai riwayat pribadi dan keluarga mengenai diabetes.
Temuan berikut juga merupakan indikasi kemungkinan diabetes: hilang berat badan,
iritabilitas, mulut kering, sering infeksi, riwayat penyembuhan luka yang lama. Pasien
obesitas lebih dari 40 tahun juga sebaiknya ditanyai akan adanya risiko diabetes. Jika satu
atau lebih penemuan sistemik berkaitan dengan satu atau lebih penemuan intraoral berikut
ini maka pasien harus dites mengenai ada tidaknya diabetes: penyakit periodontal nyata,
riwayat adanya penyakit periodontal rekuren, abses multipel, riwayat adanya penundaan
penyembuhan luka intraoral setelah ekstraksi gigi, sindroma mulut kering (dry mouth),
candidiasis intraoral dan hilang berat badan juga menjadi penemuan utama pasien AIDS.
Dengan demikian, diagnosis diferensial yang teliti harus dilakukan.
Dokter gigi dapat menggunakan glukometer yang tersedia secara komersial untuk
mengkonfirmasi kecurigaan pasien mempunyai diabetes.
1. Pasien diabetes tipe 1 dan 2 terkontrol biasanya dapat menerima semua tindakan
perawatan dental tanpa pencegahan tertentu.
2. Dokter gigi harus mengetahui tipe dan dosis insulin, termasuk medikasi lainnya yang
diminum pasien.
3. Dokter gigi sebaiknya mengetahui apakah pasien mempunyai riwayat serangan
hipoglikemik dan tanda dan gejala yang menyertai. Kemungkinan serangan
hipoglikemik meningkat jika telah terjadi serangan sebelumnya (lihat tanda dan gelana
hipoglikemia di bawah).
4. Dalam rangka menghindari episode hipoglikemia ketika mendapatkan perawatan
dental, dianjurkan untuk menjadwalkan pasien berdasarkan waktu aktivitas insulin
tertinggi yang bervariasi dari 30 menit hingga 8 jam setelah injeksi tergantung tipe
insulinnya. Dengan demikian, kunjungan tidak haruse selalu di pagi hari.
5. Pasien harus disarankan untuk tidak mengganti dosis dan waktu administrasi insulin,
serta tidak mengganti dietnya.
6. Disarankan untuk menyediakan jus jeruk di tempat praktik atau bentuk lain glukosa,
yang diberikan pada pasien yang menunjukkan tanda-tanda awal hipoglikemia.
20
Biasanya, dosis 6 oz semua jus buah atau minuman lain mengandung karbohidrat dapat
membalik gejala hipoglikemi.
7. Jika pasien menerapkan monitoring glukosa darah mandiri, ia dianjurkan untuk
membawa glukometernya sendiri.
8. Tekanan emosi dan fisik meningkatkan jumlah kortisol dan epinefrin yang disekresikan
sehingga menginduksi hiperglikei. Dengan demikian, jika pasien terlihat gelisah,
sedasi pratindakan dapat dipertimbangkan.
9. Jika prosedur jangka panjang, terutama bedah, hendak dilakukan, sebaiknya
berkonsultasi dengan dokter pasien.
10. Konsultasi dengan dokter pasien diwajibkan jika:
a) Pasien mempunyai komplikasi sistemik diabetes seperti penyakit jantung atau
ginjal,
b) Pasien kesulitan untuk mengontrol diabetes atau sedang mengonsumsi dosis besar
insulin,
c) Pasien mempunyai infeksi oral akut seperti abses periapikal atau abses
periodontal.
11. Hospitalisasi mungkin diperlukan pada pasien poin 10a atau 10b di atas.
12. Pemberian vitamin B dan antibiotika penisislin bagi pasien poin 10 di atas untuk mencegah
infeksi sekunder atau komplikasi infeksi pra-eksis dan untuk mempercepat penyembuhan
luka
13. Penggunaan anastesi prokain
14. Perawatan kasus-kasus parah penyakit periodontal pada pasien diabetes, bersamaan dengan
prosedur bedah, mungkin memerlukan penggunaan tetrasiklin sistemik. Tetrasiklin dapat
membantu tidak hanya kondisi periodontal, tetapi juga dapat mengontrol hiperglikemia.
Penting untuk ditekankan bahwa dokter gigi sebaiknya mengambil semua tindakan
pencegahan untuk menghindari terjadinya serangan hipoglikemia ketika pasien menjalani
perawatan gigi. Serangan hipoglikemis terjadi ketika konsentrasi glukosa darah turun di
bawah 60 mg/dL tetapi pada bebeapa pasien dapat terjadi di bawah konsentrasi ataupun di
atas konsentrasi tersebut. Ketersediaan sebaiknya termasuk adanya bentuk lain
karbohidrat absorbsi cepat yang diberikan peroral, seperti jus buah, soda, gula, es krim,
permen dan lain-lain. Pasien yang mengalami hipoglikemi akan kembali normal selama
10 20 menit setelah administrasi karbohidrat 15 gram, yang ekuivalen dengan 4 6 ons
jus buah atau soda; atau 4 sendok teh gula.
21
E. GANGGUAN SARAF
1) Epilepsi
Epilepsi terbagi atas dua bentuk yang umum, yaitu:
a. Grand mal
Biasanya mengakibatkan kekejangan dengan hilangnya koordinasi.
b. Petit mal
Mengakibatkan hilangnya kesadaran tetapi tanpa kekejangan dan kehilangan kontrol
yang nyata. Pasien dalam keadaan berdiri, bahkan tidak akan kehilangan
keseimbangan, hanya kelihatan memeiliki ekspresi kosong selama beberapa saat.
Kedua bentuk epilepsi ini umumnya berakhir dengan sendirinya dan yang dibutuhkan
hanyalah menunggu sampai kesadaran muncul kembali.
Tanda-tanda Klinis
a. Hilangnya kesadaran petit mal
b. Kontraksi otot-otot secara umum (tahap kronis)
c. Kejang-kejang tubuh yang tidak dapat dikontrol (tahap kronis) grand mal
d. interkontinen
Pencegahan serangan
a. Penderita epilepsi yang dikontrol dengan baik dapat dirawat sama seperti pasien-pasien
lain tanpa pencegahan yang khusus
b. Edukasi mengenai perawatan yang dilakukan kepada pasien.
c. Mengkondisikan ruangan senyaman mungkin agar pasien tidak nervous, karena
nervous dapat memicu kambuhnya epilepsi.
d. Perawatan diberikan 90 menit setelah pasien makan.
e. Harus selalu menyedikan sendok atau handuk
f. Jikan pasien sangat nervous, sebaiknya diberikan obat penenang tambahan sebelum
tiba di rumah sakit.
Penatalaksanaan
Proses penyembuhan pada serangan petit mal berlangsung cepat, dan tidak ada
pencegahan khusus yang perlu dilaksanakan. Jika perawatan gigi sudah dimulai, maka
dapat dilanjukan kembali dan semua peralatan disekitar penderita harus disingkirkan.
Penanganan pada serangan grand mal adalah seperti pada pasien tidak sadar. Sangat
penting untuk mengangkat seluruh benda-benda yang lepas dari dalam mulut, terutama
geligi tiruan penuh, dan melindungi lidah dari kerusakan. Semua peralatan disekitar
penderita harus disingkirkan. Dapat memberikan alat bantu pernafasan Brook. Tahap
klonik/ kejang jarang berakhir lebih dari beberapa menit dan diikuti dengan keadaan
mengantuk yang akan berlangsung selama beberapa menit sampai beberapa jam, dimana
22
selama masa tersebut pasien akan berbicara dengan ucapan yang tidak jelas, mengeluh
sakit kepala dan umumnya merasa tidak sehat. Jika perawatan gigi sudah dimulai, maka
sebaiknya dipersingkat.
Kadang-kadang pada epilepsi yang tidak stabil, serangan mungkin berlangsung lama
atau diikuti dengan serangan lain dalam waktuy yang cepat. Apabila hal ini terjadi,
dengan fase klonik berlangsung lebih dari 10 menit, maka diperlukan advis medis dari
dokter ahli atau bantuan ambulans. Jika bantuan yang diharapkan belum datang,
persediaan benzodiazepines pada praktik dapat diberikan secara intravena. Diazepam atau
midazolam 10mg yang diberikan secara intravena, secara perlahan dapat menggagalkan
serangan. Kadang-kadang bila dibutuhkan dosis yang lebih besar, mintalah advis medis
dari dokter ahli sebelum memberikan dosis yang melebihi jumlah ini.
F. GANGGUAN HATI
1) Hepatitis
Hepatitis merupakan inflamasi pada organ hati yang merupakan akibat dari berbagai
\hal seperti obat, racun, dan berbagai infeksi. Banyak virus penyebab hepatitis seperti
virus hepatitis A, B, C, D, E, dan G, akan tetapi hepatitis B dan C lebih berhubungan
dengan pelayanan kesehatan.3
1.1 Hepatitis A
Hepatitis A disebabkan oleh virus hepatitis A, biasanya penyakit ini ditemukan
pada kondisi sosioekonomi dan lingkungan miskin. Penyakit ini biasa menyerang pada
usia anak-anak dan terdapat pada daerah endemic, penyebaran penyakit ini melalui
faeco-oral dengan konsumsi air atau makanan yang sudah terkontaminasi dan ikan
mentah. Gejala klinis dari penyakit ini sama seperti hepatitis tipe lainnya yaitu sakit pada
otot, arthalgia, lelah, mual, muntah, sakit pada abdomen, kehilangan nafsu makan,
demam, jaundice (kuning), dan gatal-gatal.3
Tidak ada resiko penularan penyakit hepatitis A terhadap perawatan dental selama
perawatan dental tersebut dilakukan dengan benar.3
1.2 Hepatitis B
Hepatitis B disebabkan oleh virus hepatitis B dan merupakan penyakit yang serius.
Penyakit ini menginfeksi seumur hidup, mengakibatkan sirosis hati, kanker hati, gagal
hati. Hepatitis B menginfeksi secara endemic terutama pada kondisi sosioekonomi
23
lemah. Penyebaran hepatitis B melalui parenteral (melalui darah, pemberian obat
melalui intravena, tato), seksual, dan perinatal. Hepatitis B dapat menular antara pasien
dan petugas kesehatan/ dental. Kontrol infeksi dan imunisasi dapat mencegah infeksi
pada petugas kesehatan dan dokter gigi.3
Dental aspect3
Pasien dengan normal platelet count dan normal prothrombin times dapat diberikan
perawatan dental. Saliva yang berasal dari rongga mulut dapat mengandung virus
hepatitis B sehingga menjadi sumber penularan non-parenteral. Akan tetapi resiko
penularannya sangat kecil, kecuali jika terdapat kontak misalnya pada keluarga dan
anak-anak, atau melalui kontak seksual. Virus hepatitis B juga dapat ditularkan melalui
gigitan manusia.
Bahaya utama penyebaran virus hepatitis B adalah melalui tusukan jarum suntik
yang merupakan bahaya terbesar bagi dokter bedah mulut dan periodontologis. Oleh
karena itu, untuk pencegahan dilakukan tindakan berupa kontrol infeksi dan imunisasi
melawan hepatitis B.
Dokter gigi yang sedang sakit terserang hepatitis harus menghentikan praktek
dentalnya sampai benar-benar sembuh. Pengecekan HBeAg dapat mengindikasikan
apakah seseorang terjangkit hepatitis B atau tidak. Dokter gigi dengan HBeAD yang
positif atau HBeAG yang negative tetapi memiliki lebih dari 1000 virus hepatitis B
permilimeter darah harus menghentikan prakteknya.
1.3 Hepatitis C
Virus hepatitis C diidentifikasi melalui post transfuse non A non B hepatitis. Orang
dapat beresiko tinggi terkena virus hepatitis C yaitu dengan menerima donor darah yang
pendonor yang kemudian positif terserang hepatitis C, diinjekksi obat-obatan terlarang,
menerima donor darah atau transplantasi organ sebelum tahun 1992, renal dialysis
jangka panjang, atau memiliki penyakit hati.3 Perbedaan antara hepatitis B dan C: 1
Tidak menyebar luas
Sedikit yang tertular melalui jarum suntik
Rentan terhadap antiseptic
Jarang tertular pada dokter gigi
Mild hepatitis
Belum ada vaksin hepatitis C
Infeksi bertahan 80%
Infeksi menjadi kronis aktif hepatitis
Beresiko tinggi terkena sirosis dan kanker hati.
24
Dental aspects
Hepatitis C dapat menular kepada pasien dan petugas di fasilitas kesehatan. Virus
hepatitis C ditemukan pada saliva dan infeksi terdapat pada gigitan manusia. Virus
hepatitis C juga dapat ditularkan melalui injuri jarum suntik. Petugas kesehatan yang
terkena sumber positif hepatitis C harus segera mengecek apakah tertular virus hepatitis
C. Petugas yang terinfeksi virus hepatitis C harus menghentikan segala tindakan
dentalnya.3
G. ALERGI
Obat-obatan dan substansi lain yang dapat memicu reaksi alergi antara lain: anestetik
lokal, antibiotik, analgesik, obat-obatan anxiolitik, serta berbagai bahan atau produk-produk
dental lainnya.. Reaksi alergi, yang terjadi selama atau setelah perawatan gigi, merupakan
salah satu masalah serius yang mungkin terjadi.
1. Anestetik lokal. Alergi yang disebabkan oleh penggunaan anestetik lokal biasanya
dipicu oleh bahan pengawet dalam ampul, yang berperan sebagai germisida. Bahan
pengawet yang sering digunakan antara lain derivat paraben (metil-, etil-, propil-, dan
butil-paraben). Saat ini, sebagian besar anestetik lokal tidak mengandung bahan
pengawet untuk menghindari timbulnya reaksi alergi, yang mempersingkat waktu
penyimpanan larutan anesteik.
2. Antibiotik. Antibiotik yang harus diperhatikan oleh dokter gigi (untuk menghindari
alergi) adalah penisilin, karena merupakan antibiotik pilihan dalam sebagian besar kasus
25
prosedur dental. Frekuensi reaksi alergi akibat penggunaan penisilin berkisar antara 2%
sampai 10% dan reaksi bermanifestasi sebagai reaksi ringan, parah, atau, fatal.
3. Analgesik. Analgesik yang berperan dalam reaksi alergi, meskipun jarang terjadi, antara
lain narkotik (kodein atau fetidin), dan asam asetilsalisilat (aspirin). Diantara berbagai
jenis analgesik, aspirin dinyatakan sebagai obat yang berperan dalam sebagian besar
reaksi alergi, yang berkisar antara 0,2% sampai 0,9%. Reaksi alergi akibat konsumsi
aspirin bervariasi mulai dari urtikaria biasa sampai syok anafilaktik. Kadang-kadang,
timbul gejala asma atau edema angioneurotik.
4. Obat-obatan anxiolitik. Barbiturat merupakan obat-obatan anxiolitik yang paling
sering menyebabkan reaksi alergi. Biasanya menyerang individu yang memiliki riwayat
urtikaria, edema angioneurotik, dan asma. Reaksi alergi biasanya bersifat ringan dan
hanya berupa reaksi pada kulit (urtikaria).
5. Berbagai bahan dan produk kedokteran gigi. Resin akrilik, antiseptik tertentu,
larutan prosesing radiograf, dan sarung tangan dapat memicu alergi. Reaksi alergi
biasanya bersifat ringan dan berupa stomatitis (eritema inflamasi) dan urtikaria kulit.
26
dan sensasi terbakar pada kulit. Reaksi tersebut dapat bersifat lokal atau menyebar ke
seluruh tubuh. Reaksi yang parah dapat menyebabkan penurunan volume darah, sehingga
terjadi anafilaksis.
3. Edema angioneurotik (Quinckes edema). Reaksi ini timbul secara mendadak, dan
ditandai dengan pembengkakan berbatas tegas pada jaringan lunak, terutama pada bibir,
lidah, mukosa bukal, kelopak mata, dan epiglotis. Hidup pasien berada dalam bahaya
karena terjadi kerusakan saluran pernapasan bagian atas, yang menyebabkan dispnea dan
kesulitan menelan, jika tidak segera dirawat, dapat mengakibakan kematian.
4. Asma alergi. Ini merupakan reaksi alergi terisolasi dan berupa bronkospasme dan dispnea
pernapasan.
27
DAFTAR PUSTAKA
1. : Cawson R, Odell E. Cawson's Essentials of Oral Pathology and Oral Medicine 8th
edition. 2008. London: Churcill Livingstone Elsevier
2. : Little JamesW, dkk. Dental management of the Medically Compromised Patient, 7th ed.
2007. Philadelphia : Mosby
3. : Grossman, dkk. 1995. Ilmu Endodontik Dalam Praktek. Jakarta : EGC.
4. : Rose, Louis F. & Donald Kaye. 1997. Buku Ajar Penyakit Dalam untuk Kedokteran
Gigi.
5. : Malamed, SF. Medical Emergencies in the Dental Office. 6th ed. Missouri : Mosby.
2007
6. : The Seventh Report of the Joint National Committee on Prevention, Detection,
Evaluation, and Treatment of High Blood Pressure. 2004 [5/13/2012]; Available from:
http://www.nhlbi.nih.gov/guidelines/hypertension/jnc7full.pdf.
7. : Rahajoe P. Pengelolaan Pasien Hipertensi untuk Perawatan di Bidang Kedokteran Gigi.
Maj Ked Gi. 2008;15:75-80
28
29