Abstract
Pontianak port is one of the main gate to enter and exit of goods and passengers in the province of West
Kalimantan. Fairway of the river mouth to the harbor is often experiences silting so that necessary to do
studying the feasibility of the depth of the fairway to ships sailing. Calculation of fairway depth in this
reseach uses Standarization of Transportation Department because more detail in considering the
characteristics of the river and the environment in Indonesia.
Abstrak
Pelabuhan Pontianak merupakan salah satu pintu gerbang utama untuk keluar masuk barang dan penumpang
di Provinsi Kalimantan Barat.Alur pelayaran dari muara sungai sampai pelabuhan sering mengalami
pendangkalan sehingga perlu dilakukan kajian kelayakan kedalaman alur sungai terhadap kapal-kapal yang
berlayar. Perhitungan kelayakan kedalaman alur menggunakan standarisasi departemen perhubungan karena
lebih detil mempertimbangkan karakteristik sungai dan lingkungan yang ada di Indonesia.
PENDAHULUAN
Pelabuhan Pontianak merupakan pelabuhan internasional yang mempunyai peranan
penting sebagai pintu gerbang untuk keluar masuk barang dan penumpang.Sebagai
pelabuhan yang melayani kegiatan perdagangan antar pulau dan antar negara, terdapat banyak
kapal-kapal dengan ukuran besar yang berlayar dari muara sungai menuju pelabuhan (Dinas
Perhubungan dan Telekomunikasi Provinsi Kalimantan Barat, 2013).Muara Sungai Kapuas dan
perairan pantai sekitar muara merupakan alur pelayaran yang sering mengalami pendangkalan yang
membahayakan kapal-kapal yang melaluinya, tertutama kapal-kapal dengan dimensi yang
besar.Pendangkalan ini terjadi akibat adanya pengendapan dan pengangkutan material sedimen
(Dinas Perhubungan, Komunikasi dan Informatika Provinsi Kalimantan Barat, 2014). Agar kapal
The 18th FSTPT International Symposium, Unila, Bandar Lampung,August 28, 2015
kapal dapat berlayar dengan aman tampa kuatir terjadinya kandas, maka perlu dikaji kelayakan alur
pelayaran dari muara sungai sampai Pelabuhan Pontianak sejauh 17 mil.
KAJIAN PUSTAKA
Kedalaman alur sungai harus cukup memadai untuk dapat dilalui oleh kapal-kapal dengan
aman dari resiko kandas. Dalam menentukan kedalaman alur pelayaran sungai, selain draft
kapal perlu pula dipertimbangkan hal hal sebagai berikut (ASCE, 2005):
Squat
Gerakan kapal akan menyebabkan penurunan permukaan air yang berdampak lambung
kapal lebih dalam masuk kedalam air. Jumlah penurunan muka air disebutsquat dan akan
meningkat seiring dengan meningkatnya kecepatan kapal. Squat umumnya mempunyai
interval 1-3 feet tergantung kepada kecepatan dan karakteristik kapal.
The 18th FSTPT International Symposium, Unila, Bandar Lampung,August 28, 2015
Safety Clearance
Untuk keamanan maka harus disediakan paling sedikit 2 feet antara bagian bawah kapal
yang sedang bergerak dengan bagian bawah sungai untuk menghindari kehancuran
propeller kapal dan kerusakan material bawah sungai. Ketika bagian bawah sungai adalah
bahan yang keras seperti batu, pasir yang padat atau tanah liat, maka clearanceakan
meningkat.
Advance Maintenance
Biasanya mengacu kepada penggalian untuk mencegah akumulasi sedimen.Hal yang perlu
dipertimbangkan adalah bagaimana sediment (trap sediment dan shoal faster) ini dapat
dikurangi sehingga penggalian tidak memboroskan dana. Perkiraan sadimen dan frekuensi
penggalian dibutuhkan untuk menentukan kedalaman optimum.
Dredging Tolerance
Sebaiknya ada tambahan kedalaman pengerukan 1-3 feet dibawah kedalaman pengerukan
yang telah ditentukan dan dimasukan sebagai bagian daridana pengerukan. Penambahan
kedalaman ini disebut dredging tolerance.
Banyak penelitian yang telah dilakukan untuk menentukan kedalaman alur pelayaran
sungai dan kanal yang layak untuk pelayaran. Beberapa diantaranya yang sering dipakai
sebagai acuan adalah sebagai berikut:
Untuk profil normal, kedalaman waterway sedikitnya 1,4 kali draft kapal referensi ketika
sedang membawa muatan dan dalam keadaan tidak bergerak. Sedangkan waterway dengan
profil narrow atau single lane, faktor pengalinya adalah 1,3.
Selain itu kedalaman alur pelayaran harus memperhatikan jarak toleransi dari gerakan
kapal yang disebabkan oleh timbulnya gelombang, gerakan kapal dan kondisi dasar
perairan. Secara umum kedalaman alur pelayaran dapat ditentukan dengan Persamaan (1)
H=D+t (1)
Dimana :
t = t1 + t2 + t3 + t4 (2)
H: kedalaman alur sungai yang layak bagi pelayaran
D: draft kapal
The 18th FSTPT International Symposium, Unila, Bandar Lampung,August 28, 2015
t1adalah angka keamanan navigasi di bawah lunas kapal berdasarkan jenis tanah dasar alur
sungai dan danau. Nilai t1 seperti pada Tabel 1 berikut:
t2 merupakan angka keamanan karena adanya timbulan gelombang. Nilai t2 didapat melalui
Persamaan (3).
t2 = 0,3 H t1 (3)
Dimana:
H adalah timbulan gelombang karena gerakan kapal.
Timbulan gelombang dipengaruhi oleh kecepatan kapal dengan Bilangan Froude dibawah
kecepatan kritis (Fn< 1) disajikan pada Tabel 2.
t4 merupakan angka keamanan untuk pekerjaan pengerukan alur, nilainya 0,40 meter.
3. Metode Economic and Social Commision For Asia and the Pacific (ESCAP)
Menurut ESCAP (1989) secara umum kedalamam alur pelayaran dapat ditentukan sebagai
berikut :
Untuk alur normal dimana terdapat dua lajur lalu lintas kapal yang dapat dilayari
dengan kecepatan normal dan kapal yang membawa muatan dapat mendahului kapal
didepannya, kedalaman alur sebaiknya minimum 1,4 kali draft kapal.
Untuk alur sempit dimana terdapat dua lajur lalu lintas kapal yang dapat dilayari
dengan kecepatan rendah dan kapal yang tidak bermuatan dapat mendahului kapal
didepannya, kedalaman alur sebaiknya minimum 1,3 kali draft kapal.
Untuk alur tunggal di mana terdapat satu lajur lalu lintas kapal yang dapat dilayari,
kedalaman alur sebaiknya minimum 1,2 kali draft kapal.
4. Metode Yuwono
Untuk kedalaman alur sungai, Yuwono mengusulkan persamaan kedalaman alur sungai
yang ditentukan pada saat muka air rendah (baik akibat pengaruh pasang surut atau
musim):
dnav = 1,2 D (5)
Dimana:
D adalah draft kapal
Beberapa metode lain yang dikembangkan dan sering dijadikan referensi dalam
perencanaan dan desain kedalaman alur pelayaran sungai adalah: Panama Canal Method,
Canadian Coast Guard Method dan Szczecin Maritime University Method (Samuel, 2014).
Penelitian ini akan menggunakan Standarisasi Departemen Perhubungan karena metode ini
mempertimbangkan secara detil karakteristik sungai dan kondisi lingkungan yang ada di
Indonesia.
METODOLOGI PENELITIAN
The 18th FSTPT International Symposium, Unila, Bandar Lampung,August 28, 2015
Data yang diperlukan dalam penelitian ini adalah dimensi kapal terbesar, data batimetri
dan sadimentasi. Data diperoleh dari Laporan Penelitian Dinas Perhubungandan
Telekomunikasi Provinsi Kalimantan Barat tahun 2013 dan Hasil Survei Batimetri pada
Alur Pelayaran Sungai Kapuas tahun 2014.
Dari data-data tersebut dihitung kedalaman yang dibutuhkan agar kapal terbesar dapat
berlayar dengan aman dan efisien. Selanjutnya akan dihitung pula volume pengerukan
rutin yang harus dilakukan setiap tahun agar kapal-kapal dapat berlayar sepanjang tahun
dengan aman tampa resiko kandas.
a. Kapal Barang
D (draft) = 3 meter Panjang Kapal = 115 meter
t1 = 0,20 berdasarkan Tabel 1 untuk 86 < LOA < 125 dan jenis tanah di dasar
sungai adalah campuran pasir.
t2 = 0,3 H t1 = (0,3 x 0,4324 ) - 0,2 = - 0,87028. Nilai t 2 dianggap nol karena
nilainya negatif. Nilai H ditentukan berdasarkan Tabel 2 dengan asumsi kecepatan
kapal barang adalah 7 knot.
t3 = k.v = 12,964 km/jam x 0,017 = 0,2204 dimana k adalah kecepatan kapal dan
v berdasarkan Tabel 3. Berdasarkan persamaan untuk memperoleh nilai t3 dan
data Tabel 3, diketahui bahwa semakin rendah kecepatan kapal yang berlayar,
maka semakin kecil kedalaman yang dibutuhkan.
t4 = 0,40 yang merupakan angka keamanan untuk pekerjaan pengerukan alur
The 18th FSTPT International Symposium, Unila, Bandar Lampung,August 28, 2015
b. Kapal Penumpang
D = 3 meter Panjang Kapal = 115 meter
t1 = 0,20 berdasarkan Tabel 1 untuk 86 < LOA < 125 dan jenis tanah di dasar
sungai adalah campuran pasir.
t2 = 0,3 H t1 = (0,3 x 1,2008 ) - 0,2 = 0,16024. Nilai H ditentukan berdasarkan
Tabel 2 dengan asumsi kecepatan kapal penumpang adalah 12 knot.
t3 = k.v = 22,224 km/jam x 0,017 = 0,3778 dimana k adalah kecepatan kapal dan
v berdasarkan Tabel 3.
t4 = 0,40 yang merupakan angka keamanan untuk pekerjaan pengerukan alur.
Kedalaman yang dibutuhkan oleh kapal penumpang untuk berlayar di Alur Pelayaran
Sungai Kapuas sebesar 4,1378 meter atau mendekati 4,15 meter. Untuk dapat berlayar
pada saat air surut terendah 4 meter, maka kapal penumpang harus mengurangi
kecepatannya dan berlayar dengan kecepatan maksimum 11 knot.
Berdasarkan data dari PT (Persero) Pelindo II Cabang Pontianak, draft kapal cargo
terbesar yang berlayar di Alur Pelayaran Sungai Kapuas adalah 5,5 meter dan kapal
penumpang terbesar adalah 4,4 meter. Data ini menjadi acuan untuk menghitung
kedalaman alur pelayaran yang dibutuhkan oleh dua kapal terbesar tersebut untuk berlayar
dengan aman dan efisien.
data Tabel 3, diketahui bahwa semakin rendah kecepatan kapal yang berlayar,
maka semakin kecil kedalaman yang dibutuhkan.
t4 = 0,40 yang merupakan angka keamanan untuk pekerjaan pengerukan alur.
Kedalaman yang dibutuhkan oleh kapal kargo terbesar untuk berlayar di Alur Pelayaran
Sungai Kapuas sebesar 6,32 meter atau mendekati 6,5 meter.
Kedalaman yang dibutuhkan oleh kapal penumpang terbesar untuk berlayar di Alur Pelayaran
Sungai Kapuas sebesar 5,53 meter atau mendekati 5.5 meter.
Perbandingan kedalaman yang dibutuhkan kapal untuk berlayar dengan kedalaman minimum
pada saat air surut terendah disajikan pada Tabel 4 berikut:
Tabel 4Perbandingan Kedalaman yang Dibutuhkan dengan Kedalaman Minimum Alur Sungai
Kapuas (Hasil Analisis)
Jenis Kapal Kedalaman yang Kedalaman Alur Keterangan
Dibutuhkan Sungai Kapuas
(meter) Saat Air Surut
Terendah (meter)
Kapal Barang draft 3,85 Aman
3 meter
Kapal Penumpang Aman, bila kecepatan
4,0
draft 3 meter kapal < 12 knot
Cargo Terbesar 6,5 Beresiko, kapal hanya
bisa berlayar pada saat air
pasang tertinggi atau ada
4
penambahan kedalaman
2,5 meter
Penumpang Beresiko, kapal hanya
Terbesar bisa berlayar pada saat air
5,5 pasang, yaitu ada
penambahan kedalaman 2
meter
Data kedalaman Alur Pelayaran Sungai Kapuas pada saat air surut terendah 4 meter lebih
kecil daripada kedalaman yang dibutuhkan kapal cargo maupun penumpang terbesar
untuk berlayar. Hal ini menunjukan bahwa kapal cargo dan penumpang tersebut tidak
dapat berlayar selama selama 24 jam sepanjang tahun. Kedua kapal tersebut hanya dapat
berlayar pada saat air pasang tertinggi dimana ada penambahan tinggi permukaan air
The 18th FSTPT International Symposium, Unila, Bandar Lampung,August 28, 2015
sebesar 2,5 meter (Dinas Perhubungan dan Telekomunikasi Provinsi Kalimantan Barat,
2013).
Agar alur pelayaran sungai Kapuas dapat dilayari oleh kapal-kapal dengan draft 3 meter
selama satu tahun penuh, maka kedalaman alur pelayaran sungai harus dipertahankan 4
meter pada saat air surut terendah. Untuk menentukan volume galian atau pengerukan
dilakukan survei batimetri pada Alur Pelayaran Sungai Kapuas dengan panjang total 30,4
km (30.400 meter) dengan lebar bawah alur sungai 60 meter. Adapun total volume
pengerukan adalah 909309,300 m3 untuk kemiringan talud 1:1 dan 998293,100 m3 untuk
kemiringan talud 1:3.
Pengukuran volume sadimentasi telah dilakukan pada Alur Pelayaran Sungai Kapuas pada
tahun 1984 untuk perencanaan pelabuhan. Perkiraan volume lumpur dalam satu tahun
ditentukan berdasarkan data debit sungai dan konsentrasi lumpur. Debit adalah laju aliran
air (dalam bentuk volume air) yang melewati suatu penampang melintang sungai per
satuan waktu. Dalam sistem satuan SI besarnya debit dinyatakan dalam satuan meter kubik
perdetik (m3/dt). Sedangkan konsentrasi lumpur menunjukan besarnya kandungan lumpur
dalam air sungai. Umumnya satuan dari konsentrasi lumpur adalah ppm atau part
permillion atau dalam Bahasa Indonesia adalah bagian persejuta bagian.
Bila dibandingkan dengan volume pengerukan yang diukur dari survei batimetri pada
tahun 2014 sebesar 909.309,300 m3 untuk kemiringan talud 1:1 dan 998.293,100 m3 untuk
kemiringan talud 1:3 (pengerukan alur pelayaran rutin dilakukan setiap tahun)
menunjukan bahwa laju erosi pertahun meningkat hanya 1,14 sampai dengan 1,25 kali dari
tahun 1984.
The 18th FSTPT International Symposium, Unila, Bandar Lampung,August 28, 2015
KESIMPULAN
1. Berdasarkan Standarisasi Kelayakan Alur Pelayaran Sungai dari Departemen
Perhubungan Darat disimpulkan bila kedalaman minimum saat air surut terendah
ditetapkan 4 meter, maka draft kapal barang dan penumpang terbesar adalah 3 meter
(kecepatan kapal maksimum 11 knot).
3. Peningkatan laju erosi selama 20 tahun hanya 1,14-1,25 kali. Berdasarkan informasi
tersebut dan hasil penelitian Aswandi (2003), ada indikasi hutan pada hulu dan sekitar
bantaran Sungai Kapuas masih terjaga dengan cukup baik.
DAFTAR PUSTAKA
ASCE.2005. Ship Channel Design and Operation: Manuals and Report on Engineering Practice
No. 107.
Aswandi, I., 2003, Tinjauan Kritis, Peluang dan Tantangan Pengelolaan dengan
Pendekatan Bioregion di DAS Batanghari dalam WARSI DFID-MFP. Pemerintah
Propinsi Jambi.
Centre for Transport and Navigation. 2011. Waterway Guideline.Directorate-Generate for Public
Works and Water.
ESCAP.1989. Guidelines for the Design of Inland Naviation Canals.United Nations.
Departemen Perhubungan.2010. Laporan Akhir Studi Standarisasi di Bidang Lalu Lintas dan
Angkutan Transportasi ASDP.
Dinas Perhubungan dan Telekomunikasi Provinsi Kalimantan Barat. 2013. Laporan Akhir
Pemutakhiran Data Angkutan Laut, Sungai, Danau dan Penyeberangan Provinsi
Kalimantan Barat.
Dinas Perhubungan, Komunikasi dan Informatika Provinsi Kalimantan Barat.2014.
Laporan Akhir Penyusunan Kajian Pengelolaan Alur Pelayaran Sungai Kapuas.
Samuel, M.G. 2014, Limitation of Navigation Through Nubaria Canal. Egypth Nile
Research Institute. Journal of Advanced Research 2014.
Undang-Undang No. 17 Tahun 2008 Tentang Pelayaran
Yuwono, N. 2007. Transportasi Air, Modul Jurusan Teknik Sipil. Universitas Gajah Mada.
Jogjakarta.
The 18th FSTPT International Symposium, Unila, Bandar Lampung,August 28, 2015