Anda di halaman 1dari 7

OBYEKTIFITAS DAN SUBJEKTIVITAS DALAM AKUNTANSI

Resume
Seminar Akuntansi

Oleh:
Ati Rizkiani Mahbubah
140810301233
Seminar Akuntansi C

Program Studi Strata Satu Akuntansi

Fakultas Ekonomi Dan Bisnis

Universitas Jember

2017
PENDAHULUAN

Kali ini kita membahas tentang obyektifitas dan subjektivitas dalam akuntansi.
Masih terdapat pertentangan antara berbagai peneliti yang menyatakan bahwa akuntansi
ini subjektif atau objektif. Roberts dan Scapens (1985) (dalam jurnal Brian Kane)
menyatakan bahwa akuntansi sebagai pengambilan foto yang sepenuhnya merupakan
fenomena yang diinginkan. Namun dalam pengambilan foto, potografer memiliki
kamera yang berbeda, sesuai dengan akuntansi, kamera tersebut diibaratkan dengan
sistem akuntansi, tetapi jika kita membayangkan bahwa dua organisasi dapat beralih
kamera, kita akan menghasilkan gambar yang berbeda. Jadi, pada akhirnya kita belum
menjadi seorang fotografer yang handal, tapi perspektif tersebut tidak selalu benar, hal
tersebut didasarkan pada pilihan yang dipilih. Kita telah melihat bahwa kita mungkin
memiliki lensa atau filter tertentu pada kamera kita, yang dapat menangkap aspek-aspek
realitas dengan detail. Kami mungkin juga menyarankan bahwa validitas foto
tergantung pada subjek. Untuk beberapa jenis subjek kita mungkin bisa menangkapnya
dalam foto, sementara proses sosial lebih sulit untuk dipotret, jika kita mencoba untuk
mempotret proses sosial, foto yang dihasilkan tidak akan sama dengan kenyataannya.

Selain itu praktek-praktek akuntansi menjadi orientasi bagi pelaku organisasi.


Kita dapat menggunakan gambaran akuntansi dalam upaya untuk mengubah etos dalam
organisasi (Ezzamel, Lilley et al. 2004). Ini berarti bahwa langkah sederhana akuntansi
mungkin mengubah perilaku subjek. Selain itu, perbedaan dalam membuat gambaran
akuntansi, mungkin memiliki dampak pada subjek yang digunakan untuk mengubah
organisasi.

Jenis lain yang dipertanyakan adalah basis yang digunakan apa mungkin tampak
seperti fakta jika sistem akuntansi berbeda-beda. Organisasi menerapkannya berbeda
dan menggunakannya dalam cara yang berbeda. Tetapi jika pengembangan sistem
akuntansi tidak didefinisikan dengan baik, bagaimana hal tersebut menghasilkan
representatif yang benar, lengkap, dan objektif dalam realitas organisasi? Karena
organisasi yang berbeda memiliki sistem akuntansi yang berbeda pula, merek tidak akan
menghasilkan gambaran akuntansi yang sama. Sehingga gambaran yang dihasilkan
menjadi bergantung pada sistem yang digunakan. Berdasarkan hal tersebut, kita dapat
menyimpulkan bahwa gambaran akuntansi dipengaruhi oleh praktek-praktek akuntansi
dan sistem.

PEMBAHASAN

Pada pembahasan kali ini dinyatakan bahwa Akuntansi adalah realitas bisnis
yang telah dinyatakan dalam akun-akun. Kebenaran obyektif hanya ada bila ada dua
pihak yang menyepakati tentang sesuatu (intersubyektif). Dengan kata lain obyektifitas
ada dalam dua phak yang saling memberikan pendapatnya dan mereka sepakat untuk
mengatakan hal yang sama. Jadi keyakinan sebelum laporan disusun sebenarnya. Hal
tersebut menginterpretasikan seluruhnya bukan hanya yang terlihat dalam sebuah
gambar atau kata-kata. Jika ini harus dibaca atau diinterpretasikan (secara objektif)
tidaklah cukup karena tidak ada hubungan atau komunikasi yang bersifat intersubyektif.
Untuk menguatkan pernyataannya, ada kalimat yang menyatakan bahwa interpersonal
standart is an objective standard. Interpreter dan pembicara sama-sama mengertiapa
yang menjadi realitasnya, dan ini pasti bersifat subyektif. Bisa juga dikatakan bahwa
kebenaran akan realitas telah dinyatakan secara obyektif itu bersifat intersubyektif.

Selain itu dalam menyampaikan laporan keuangan organisasi membutuhkan


akun organisasi yang realistis. Akun mungkin terdiri dari simbol, misalnya tekstual atau
numerik, yang dianggap mewakili beberapa fenomena atau peristiwa dalam organisasi,
sehingga akun harus harus dipahami jauh lebih luas daripada hanya sebuah angka-angka
dalam keuangan. Selain persyaratan pelaporan eksternal, kebutuhan untuk membuat
akun ini dapat berasal dari internal yang disesuaikan dengan realitas, tapi kenyataannya
tidak seperti itu, contohnya seorang manajer yang ingin mengambil keputusan
berdasarkan laporan, angka, atau akun lain, tanpa benar-benar sesuai dengan realitas
(Robson 1992).

Behn (2003) menyatakan bahwa terdapat delapan perbedaan tujuan dalam


pengukuran kinerja, yang dilihat dalam laporan keuangan yaitu evaluasi, kontrol,
anggaran, motivasi, promosi, perayaan, pembelajaran (pengambilan keputusan). Tujuan
tersebut berbeda-beda. Disini menyatakan bahwa dalam satu pendekatan yang
digunakan dapat menghasilkan berbagai tujuan. Dibuktikan dengan pendapat Brian
Kane, pendekatan akuntansi memungkinkan untuk dapat digunakan dalam delapan
tujuan tersebut yang berbeda-beda.

Sebuah argumen meyakinkan bahwa gambaran akuntansi merupakan


representasi objektif dalam realitas organisasi (Roberts dan Scapens 1985). Paradigma
manajeris membenarkan bahwa gambaran dari akuntansi terletak pada apa yang terjadi
atau sesuai peristiwa yang nantinya akan menjadi realistis akuntansi. Seperti halnya
proses mengambil atau memotret sebuah gambar atau pemandangan. Dalam mengambil
atau memotret gambar kita akan memotret suatu pandangan dan akan melakukan sebuah
pengeditan atau memberikan sebuh seni pada gambar tersebut. Hal tersebut seperti
halnya pada laporan akuntansi, bahwa suatu peristiwa organisasi nantinya akan diproses
menjadi sebuah laporan organisasi, namun laporan tersebut tidak semuanya sesuai
dengan realitanya.

Adanya penemuan baru akuntansi jelas dapat digunakan untuk mempengaruhi


penciptaan dan pengembangannya dengan pola yang diinginkan. Dalam praktek kita
sebagai pengguna laporan keuangan mungkin skeptis tentang keabsahannya sebagai
acuan dalam penentu keputusan yang akan diambil. Jadi meskipun ada yang
berpendapat objektif sebagai pemandangan strukturalis atau fungsional dari realitas
sosial dalam konteks praktek akuntansi, sistem informasi menurut penulis menyatakan
bahwa pernyataan tersebut sudah tidak berlaku pada praktek-praktek akuntansi. Sistem
akuntansi menurut penulis, seperti sistem manajemen kinerja merupakan dasar dari
pengaturan dan perencanaan pola berpikir.

Sebagian besar berpendapat bahwa Singlepoint-of-truth telah dinyatakan suatu


yang ideal dalam pengelolaan data. Akuntansi sebagai disiplin ilmu tertanam dalam
sebuah bagian epistemologis tertentu yang menerima praktik dalam representatif hampir
segala sesuatu yang berhubungan dengan angka tanpa kehilangan validitas. Hal ini
menciptakan perspektif, asumsi dasar dibalik pernyataan tersebut adalah bahwa seluruh
organisasi harus mengadopsi pemahaman yang sama dan definisi.
Sosiologis Giddens (misalnya 1986) dan Latour misalnya (1999) berpikir untuk
berupaya menghapus dikotomi antara subyek dan obyek, atau dalam konteks ini
mungkin lebih tepat, antara struktur dan tindakan. Duality of structure pada dasarnya
mengusulkan bahwa struktur mempengaruhi tindakan dan ditentukan oleh tindakan,
kedua hal tersebut juga harus diteliti lagi. Penetapan peluang pengembangan, inovasi
dan pembelajaran berarti menyatakan tindakan mempengaruhi sistem struktur.
Sebaliknya, penciptaan struktur menjadi input atau dampak dari tindakan akan lebih
konservatif. Akuntansi ini baik atau buruk harus menemui syarat relatif terhadap
objektivitas akuntansi.

Penelitian untuk selanjutnya harus menyelidiki bagaimana akuntansi dapat


digunakan dalam bentuk-bentuk lain dari representasi, teknik pengambilan gambar yang
lain, yang menghasilkan gambar lain. Burchell Clubb et al. (1980) menyatakan
penelitian selanjutnya akan mengarah pada interaksi antara praktik-praktik akuntansi
dan dinamika organisasi berdasarkan pernyataan bahwa hubungan antara rasionalitas
akuntansi dan realitas organisasi. Metode akuntansi harus dieksport lagi.

Adapun kritik yang disajikan dalam bagian ini pada dasarnya merupakan analisis
representasional dari pelaporan keuangan eksternal, hal ini ditujukan untuk memperjelas
dan memperkuat pandangan antirepresentasionalis tentang kemungkinan kebenaran dan
objektifitas akuntansi. Analisis ini mengambil inspirasi dan banyak karakter, terdapat 5
definisi, yaitu:

1. Realisme eksternal.

Sebuah realisme berguna dan dipahami sebagai penelitian ontologism murni.


Sebagai hasil penelitian tersebut, dikatakan bahwa realitas adalah benar-benar nyata
dan independen yang menyebabkan kita bisa berpendapat apapun mengenai hal ini.

2. Korespondensi teori kebenaran.

Pelaporan keuangan eksternal mengandaikan teori korespondensi kebenaran yang


dinyatakan bahwa benar-benar ada dan sesuai dengan fakta-fakta di dunia sehingga
pernyataan tersebut benar.
3. Skema konseptual relatifisme pelaporan keuangan.

Semua sistem perwakilan, seperti kerangka konseptual, adalah kreasi manussia dsn
dengan demikian konstruksi sosial. Perbedaan sistem representasi dapat digunakan
untuk mewakili realitas yang sama, dan satu sistem mungkin atau mungkin tidak
lebih baik daripada yang lain. Tujuan keuangan pelaporan berdasarkan nilai-nilai
normatif yang tidak dapat memferifikasi atau secara empiris divalidasi.

4. Pengadilan subjektif (epistemologis subjektivitas).

Deskripsi tentang realitas ekonomi yang dipengaruhi oleh banyak faktor budaya,
ekonomi, politik, psikologi, dan seterusnya. Objektivitas epistemologis mutlak
tidak dimungkinkan karena semua penilaian akuntansi dibuat dari sudut pandang,
tunduk pada berbagai pengukuran bias termotivasi oleh pribadi faktor-faktor, dan
dalam konteks sejarah tertentu.

5. Komitmen untuk rasionalisme (epistemologis objektivitas).

Gagasan bahwa pengetahuan terdiri karena pernyataan benar yang kita dapat
memberikan tertentu jenis pembenaran atau bukti adalah dasar ilmu rasional Barat,
gagasan tentang proses di standardsetting, dan permintaan pengesahan layanan.

KESIMPULAN

Dari pembahasan diatas dapat kita ambil kesimpulan bahwa dalam pelaporan
keuangan sudah dipandang secara objektif, namun kadang kala laporan keuangan masih
saja dipandang dari sisi subjektivitas. Sehingga masih timbul pernyataan secara
obyektifitas dan subjektivitas dalam akuntansi. Selain itu adanya perbedaan pandangan
dari pakar-pakar akuntansi menyebabkan perbedaan pada saat pembuatan akuntansi
keuangan. Pada akhirnya, laporan keuangan masing-masing perusahaan berbeda satu
dengan yang lainnya. Perbedaan penyajian itu membuat laporan keuangan tidak
dinyatakan sesuai dengan realitas. Dengan itu kita harus membangun realitas tersebut
dengan membuat standar yang objektif.
Kita ketahui bahwa realitas akuntansi memiliki dua makna. Pertama, hal tersebut
bermakna bahwa akuntansi mendekati penciptaan yang realitas dan digunakan untuk
mencapai tujuan yang diinginkan. Kedua, penciptaan praktik akuntansi yang sesuai
dengan kenyataan. Penulis menyelidiki konsep retorika sebagai kegiatan representasi,
dan mendorong eksplorasi dari interaksi antara instrumental dan maksud simbolisme
dalam akuntansi. (Nahapiet 1988, p. 356). Retorika terletak didaerah yang tidak jelas
antara subjektivitas dan obyektiviyas.

DAFTAR PUSTAKA

Hines, R.D.1988. Financial Accounting: In Comunicating Reality, We Construct


Reality. Vol 13 (3), PP 251-261

Kane,brian.Accounting For Realities.

Anda mungkin juga menyukai