Anda di halaman 1dari 3

Daya Saing Sumber Daya Manusia Indonesia Menghadapi Masyarakat Ekonomi ASEAN

Oleh : Tri Achya Ngasuko, pegawai Badan Kebijakan Fiskal Kementerian Keuangan RI*

Harian surat kabar Kompas tanggal 25 November 2015 melansir berita bahwa Institute of
Management Development (IMD) yang merupakan lembaga pendidikan bisnis terkemuka di Swiss
melaporkan hasil penelitiannya berjudul IMD World Talent Report 2015. Penelitian ini berbasis survei
yang menghasilkan peringkat tenaga berbakat dan terampil di dunia tahun pada tahun 2015. Tujuan
dari diadakannya pemeringkatan oleh IMD adalah untuk menilai sejauh mana negara tersebut
menarik dan mampu mempertahankan tenaga berbakat dan terampil yang tersedia di negaranya
untuk ikut berpartisipasi dalam perekonomian di suatu negara. Laporan ini terasa spesial karena
Indonesia termasuk dalam salah satu dari 61 negara di dunia yang di survei. Namun demikian, dalam
laporan tersebut dinyatakan bahwa peringkat Indonesia turun 16 peringkat dari peringkat ke-25 pada
tahun 2014 menjadi peringkat ke-41 pada tahun 2015. Posisi Indonesia berada jauh di bawah posisi
negara tetangga seperti Singapura, Malaysia, bahkan Thailand. Posisi Indonesia juga hanya sedikit
lebih baik dari Filipina. Peringkat ini dihitung dengan bobot tertentu dengan mempertimbangkan tiga
faktor yaitu faktor pengembangan dan investasi, faktor daya tarik suatu negara, dan faktor kesiapan
sumber daya manusia. Masing masing faktor terbagi lagi ke dalam beberapa rincian lainnya.

Dua faktor pertama Indonesia mempunyai peringkat yang relatif sama dengan tahun sebelumnya.
Akan tetapi untuk faktor ketiga yaitu kesiapan sumber daya manusia merupakan hal yang paling
dominan menyumbang angka penurunan peringkat tenaga terampil Indonesia di tahun 2015. Pada
tahun 2014, Indonesia masih menduduki peringkat ke-19 untuk faktor ini. Di tahun 2015, peringkat
kesiapan tenaga kerja Indonesia terjerembab ke peringkat 42. Faktor kesiapan tenaga kerja
Indonesia dirasa masih kurang bersaing dari negara lain di tahun 2015. Untuk faktor ini, Indonesia
hanya unggul dalam pertumbuhan angkatan kerja saja dimana Indonesia menduduki peringkat
kelima. Indikator lainnya seperti pengalaman internasional, kompetensi senior manajer, sistem
pendidikan, pendidikan manajerial, dan pada keterampilan bahasa berada pada peringkat di atas 30.
Bahkan untuk keterampilan keuangan, Indonesia berada pada peringkat ke-44.

Respon Indonesia
Banyak survei pemeringkatan sejenis yang melibatkan Indonesia sebagai salah satu negara survei.
Namun kiranya hasil survei ini dapat dijadikan pertimbangan oleh para pembuat kebijakan dalam
meresponnya. Hal ini mengingat pemberlakuan Masyarakat Ekonomi Asean (MEA) dimana Indonesia
ikut berperan serta di dalamnya sudah semakin dekat. Indonesia banyak memiliki warga negara yang
berbakat dan terampil. Salah satunya tercermin dalam keikutsertaan para pelajar kita dalam berbagai
ajang olimpiade fisika ataupun kegiatan sejenisnya Indonesia selalu menempatkan wakilnya dan tidak
jarang keluar sebagai juara.

Namun demikian, suatu pertanyaan mengemuka tentang kemanakah para tunas muda harapan
bangsa ini akan berakhir. Negara harus memikirkan bagaimana untuk membentengi mereka agar
tidak eksodus dan dimanfaatkan oleh negara lain. Tentunya kita tidak mau kejadian serupa dimana
setelah BJ Habibie yang identik dengan Industri Pesawat Terbang Nusantara (IPTN) terseret dalam
arus politik, sumber daya manusia handal di IPTN ikut tercerai berai. Rata-rata para eksodus IPTN
masih bekerja di industri pesawat terbang di Amerika, Kanada, dan beberapa negara Eropa lainnya.
Hal ini sekaligus membuktikan bahwa sumber daya manusia memang diakui kehebatannya. Memang
tidak bisa dipungkiri bahwa sudah menjadi keniscayaan yang manusiawi apabila seseorang akan
berusaha memperoleh pendapatan yang semaksimal mungkin, akan tetapi pemerintah Indonesia
dapat memainkan perannya. Sebuah kredibilitas pemerintah dan komitmen pemerintah akan masa
depan mereka diperlukan untuk mencegah eksodus para sumber daya manusia handal tersebut.

Pemerintah Indonesia sebenarnya sudah melakukan upaya peningkatan kesiapan sumber daya
manusia Indonesia. Salah satunya adalah adanya dibentuknya Lembaga Pengelola Dana Pendidikan
(LPDP). Hal ini dilatarbelakangi adanya amanah UUD 1945 mengamanahkan bahwa sekurang-
kurangnya 20% Anggaran Penerimaan dan Belanja Negara (APBN) digunakan untuk fungsi
pendidikan. Melalui Undang-Undang Nomor 2 tahun 2010 tentang APBN-P 2010, Pemerintah dan
DPR sepakat bahwa sebagian dari dana fungsi pendidikan dijadikan sebagai Dana Pengembangan
Pendidikan Nasional yang dikelola dengan mekanisme pengelolaan dana abadi (endowment fund)
oleh sebuah Badan Layanan Umum (BLU).

Menteri Keuangan melalui Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 252/PMK.01/2011 tanggal 28
Desember 2011 menetapkan Organisasi dan Tata Kelola LPDP sebagai sebuah lembaga non eselon
yang langsung bertanggung jawab kepada Menteri Keuangan dan berpedoman pada kebijakan-
kebijakan yang ditetapkan oleh Dewan Penyantun LPDP yang terdiri dari Menteri Pendidikan dan
Kebudayaan, Menteri Keuangan, dan Menteri Agama. LPDP berusaha untuk mencetak pemimpin
masa depan handal yang tersebar di berbagai bidang. Pengelolaan dana abadi pada LPDP ditujukan
untuk menjamin keberlangsungan program pendidikan bagi generasi mendatang sebagai
pertanggungjawaban antar generasi. LPDP juga fokus pada pengembangan kualitas sumber daya
manusia di berbagai bidang yang menunjang percepatan pembangunan Indonesia. Beberapa di
antara prioritas yang menjadi fokus LPDP antara lain adalah di bidang teknik, sains, pertanian,
hukum, ekonomi, keuangan, kedokteran, agama, serta sosial dan kebudayaan.

Langkah Indonesia di bidang pendidikan dalam rangka peningkatan kesiapan sumber daya manusia
rasanya tidak berlebihan dan penulis melihat langkah ini sudah tepat. Switzerland sebagai negara
dengan peringkat terbaik dalam rincian survei tersebut juga mempunyai peringkat pertama dalam
sistem pendidikan, pendidikan perguruan tinggi, serta manajemen pendidikan itu sendiri. Negara lain
dengan peringkat lima besar lainnya yaitu Denmark, Luksemburg, Norwegia, dan Belanda juga
mempunyai kesiapan sumber daya manusia yang tidak jauh berbeda.

Pembentukan LPDP juga tidak lepas dari upaya indonesia dalam meningkatkan Index Peningkatan
Manusia. Pada tahun 2014, United Nation Development Program merilis laporan Index
Pembangunan Manusia Indonesia pada tahun 2013 dimana Indonesia berada di peringkat 108, tidak
berubah dari tahun 2012. UNDP akan merilis laporan serupa pada tanggal 14 Desember 2015.
Tentunya kita berharap ada peningkatan peringkat Indonesia. Peningkatan peringkat akan sedikit
banyak membantu meningkatkan kepercayaan diri Indonesia dalam menghadapi MEA 2016.
Indonesia di Masa Depan
Hasil survei lain dari World Bank dengan judul Ease of Doing Business 2016 yang dirilis beberapa
bulan lalu sedikit kontradiktif. Dalam laporan tersebut dinyatakan bahwa kemudahan berusaha di
Indonesia meningkat sebelas peringkat dari sebelumnya peringkat ke-120 menjadi peringkat ke-109
dari 189 negara yang disurvei oleh World Bank. Kemudahan bisnis di Indonesia akan mendorong
para pengusaha dari dalam maupun luar negeri untuk memulai bisnis ataupun malakukan ekspansi
bisnis di Indonesia. Di sisi lain, apabila dikaitkan dengan IMD World Talent Report 2015, penulis
berpandangan bahwa hal ini merupakan sinyal bahwa tenaga berbakat dan terampil Indonesia
kurang bisa bersaing dengan baik dengan warga negara ASEAN lainnya khususnya Singapura,
Thailand dan Malaysia. Jangan sampai kemudahan bisnis yang telah diperjuangkan oleh pemerintah
Indonesia justru lebih dimanfaatkan negara lain dalam berbisnis di Indonesia dengan tetap membawa
tenaga kerja terampil dari negaranya sementara warga negara Indonesia tidak bisa bersaing dengan
warga negara asing lainnya.

Survei tentang sisi positif Indonesia juga diungkap oleh Legatum Institute dalam The Legatum
Prosperity Index 2015. Survei tersebut menceritakan kisah kemajuan manusia tidak hanya sekedar
dari sisi ekonomi. Agar suatu negara tumbuh dengan baik, suatu negara harus memberikan
kesempatan dan kebebasan kepada warganya. Survei ini juga menunjukkan bagaimana akses
terhadap kualitas kesehatan dan pendidikan sehingga negara tersebut bisa tumbuh menjadi negara
yang lebih maju. Survei juga membuktikan bahwa pemerintahan yang efektif dan transparan akan
mampu memberdayakan warga negaranya untuk mengeluarkan kemampuan terbaiknya. Hal yang
patut digarisbawahi dalam Prosperity Index 2015 adalah bahwa Indonesia berdiri sebagai negara
dengan performa terbaik secara keseluruhan. Hal ini tercermin bahwa dalam kurun waktu tujuh tahun
terakhir sejak tahun 2009, Indonesia mengalami kenaikan sebanyak 21 peringkat dari peringkat ke-85
ke peringkat ke-64.

Terlepas dari hasil berbagai macam survei dengan berbagai rincian di dalamnya, penulis dan
beberapa peneliti di bidang Pemantauan Sistem Keuangan di Pusat Kebijakan Sektor Keuangan
Badan Kebijakan Fiskal berpandangan bahwa Indonesia tidak seharusnya merasa berkecil hati
ataupun terlalu berbangga diri dengan hasil survei tersebut. Indonesia harus kembali fokus pada
perbaikan di dalam negeri. Masih begitu banyak ruang yang bisa digali untuk dilakukan perbaikan.
Masih begitu banyak juga pekerjaan rumah bagi Indonesia dalam mengejar ketertinggalannya.
Namun demikian, hal ini sangat tidak mustahil apabila semua pihak bersungguh-sungguh
mengusahakannya, khususnya dalam bidang peningkatan sumber daya manusia, sehingga cita-cita
Indonesia yang tercantum dalam pembukaan Undang Undang Dasar 1945 yang salah satunya
adalah mewujudkan masyarakat Indonesia yang adil dan makmur akan tercapai. Hal lain yang tak
kalah penting adalah koordinasi antar berbagai pihak terkait. Koordinasi merupakan kata sederhana
namun mahal harganya dan susah dikerjakan di negeri tercinta ini.

*)Tulisan ini adalah pendapat pribadi dan tidak mencerminkan kebijakan institusi di mana penulis
bekerja

Anda mungkin juga menyukai