Anda di halaman 1dari 8

Jurnal Ilmiah Kesehatan, 6 (1); Januari 2014

PERUBAHAN IKLIM DAN MORBIDITAS BALITA DI


KOTA BANDUNG DAN KABUPATEN BOGOR
Inggit Meliana Anggarini 1, Nelvy2
1
Prodi S1 Kesehatan Masyarakat, Fakultas Kesehatan Universitas MH. Thamrin
2
Prodi DIII Kebidanan, Fakultas Kesehatan Universitas MH. Thamrin
Alamat korespondensi :
Prodi S1 Kesehatan Masyarakat, Fakultas Kesehatan Universitas MH. Thamrin Jl. Raya pondok gede no 23-25 Kramat Jati, Jakarta Timur
Telp : 8096411 ext 1208

ABSTRAK
Penyakit diare dan pnuemonia pada balita masih merupakan permasalahan di Indonesia pada umumnya dan propinsi
Jawa Barat pada khususnya. Berbagai hasil studi menunjukkan bahwa salah satu faktor risiko terjadinya ketiga
penyakit tersebut adalah kondisi iklim. Tujuan penelitian ini untuk mengetahui hubungan antara perubahan iklim
dengan kejadian penyakit Diare dan Pneumonia pada balita di propinsi Jawa Barat.
Penelitian ini dilakukan dengan pendekatan kuantitatif menggunakan desain studi ekologi di Kab. Bogor dan Kota
Bandung. Data sekunder yang diambil adalah laporan program untuk kasus diare dan pneumonia pada balita di Dinas
Kesehatan Provinsi Jawa Barat dan hanya tersedia data tahun 2008-2012. Data meteorologi yang diamati adalah suhu,
kelembapan dan curah hujan pada periode waktu 2008-2012.
Hasil analisis korelasi menunjukkan bahwa kejadian pneumonia dan diare pada balita di Jawa Barat secara signifikan
dipengaruhi oleh suhu. Peningkatan kejadian pneumonia berkorelasi dengan penurunan suhu (Pearson Correlation
(r)=-0,760; p value 0,029). Sedangkan untuk kejadian diare, peningkatan suhu berkorelasi kuat dengan peningkatan
kejadian diare (Pearson Correlation (r)=0,900; p value 0,001). Di Kota Bandung, korelasi hubungan kasus diare pada
balita paling tinggi dengan suhu (Pearson Correlation (r)=-0,349) dan paling rendah dengan curah hujan (Pearson
Correlation (r)=0,103). Kedua hubungan tersebut secara statistik tidak bermakna (p value <0,05). Sementara itu di
Kabupaten Bogor, korelasi tertinggi kasus pneumonia adalah dengan curah hujan (Pearson Correlation (r)=-0,937)
dan korelasi terendah adalah dengan suhu (Pearson Correlation (r)=0,224). Pada kejadian diare, korelasi dengan suhu
merupakan korelasi yang paling kuat (Pearson Correlation (r)=0,672) dan korelasi yang paling lemah dengan
kelembapan (Pearson Correlation (r)=-0,395).
Perubahan suhu merupakan variabel yang paling banyak berperan dalam peningkatan kejadian pneumonia dan diare
pada balita di Jawa Barat. Oleh karena itu setiap menghadapi/memasuki perubahan musim, yang pastinya
menyebabkan perubahan suhu perlu dilakukan persiapan dini pada tenaga kesehatan, pelayanan kesehatan dan
promosi kesehatan serta edukasi kepada masyarakat perlu ditingkatkan sebagai upaya pencegahan penyakit.

Kata Kunci: Perubahan Iklim, Diare, Pneumonia, Balita, Bandung, Bogor

Pendahuluan
Awal abad ke 21 ini dunia dihadapkan pada penyakit-penyakit yang ditularkan melalui air (seperti
permasalahan besar yang merupakan dampak dari diare) dan penyakit yang ditularkan oleh vektor (cth.
berbagai macam aktifitas manusia, yaitu perubahan demam berdarah, malaria, filariasis). Perubahan iklim
iklim. Perubahan yang nyata dan terasa langsung dapat memperpanjang transmission session dari vektor
dampaknya oleh manusia adalah peningkatan suhu penyebab penyakit serta memperluas jangkauan geografis
permukaan bumi yang mencapai 0.6 derajat celcius dari vektor.3 Kondisi tersebut tentu saja akan semakin
dibandingkan pada abad sebelumnya, peningkatan memperberat usaha pencegahan penyakit menular yang
permukaan air laut serta penurunan sebanyak 10 persen merupakan burden pada negara-negara berkembang
lapisan salju dan es di kutub sejak tahun 1966. 1 Hal yang seperti Indonesia. Dengan terjadinya perubahan suhu
serupa terjadi juga di Indonesia dimana suhu rata-rata ekstrim ini, pemenuhan kebutuhan dasar untuk dapat
meningkat sebesar 0.3 derajat celcius. Bahkan pada tahun hidup sehat seperti udara yang bersih, air minum sehat,
1998, peningkatan suhu mencapai 1 derajat celcius di kecukupan pangan dan keamanan tempat tinggal
atas rata-rata tahun 1961-1990.2 Selain itu curah hujan menjadi terganggu.3
tahunan juga mengalami penurunan sebanyak 2-3 Salah satu water-borne disease yang
persen.2 berhubungan dengan terganggunya persediaan air akibat
Iklim merupakan faktor yang dapat perubahan iklim adalah diare. Diare terjadi di seluruh
mempengaruhi kejadian penyakit, baik itu secara dunia dan menjadi penyebab kematian pada 4 persen
langsung maupun tidak langsung, salah satunya adalah dari total kejadian. Penyakit yang disebabkan karena
77
Jurnal Ilmiah Kesehatan, 6 (1); Januari 2014

infeksi saluran pencernaan ini menyebabkan kematian faktor risiko terjadinya ketiga penyakit tersebut adalah
2.2 juta orang setiap tahunnya dengan mayoritas korban kondisi iklim. Fenomena iklim sekarang ini mengalami
adalah anak-anak di negara berkembang.4 Sementara itu perubahan dimana suhu permukaan bumi menjadi lebih
setiap tahunnya, Indonesia mengalami outbreak diare panas, perubahan curah hujan rata-rata dan hal ini terjadi
sebanyak 1-10 kali dalam kurun waktu 2003-2008. hampir di seluruh belahan dunia. Karena itulah penelitian
Begitu juga di propinsi Jawa Barat, siklus outbreak diare ini perlu dilakukan untuk mengetahui hubungan antara
terjadi setiap dua tahun sekali dengan rata-rata case perubahan iklim (yang meliputi variabel suhu
fatality rate sebanyak 1 persen.5 Peningkatan temperatur permukaan, kelembaban, curah hujan) dengan perubahan
permukaan secara global mempengaruhi peningkatan tren kejadian diare dan pneumonia pada balita di Kota
kejadian diare di seluruh dunia.6 Di wilayah pasifik Bandung dan Kab. Bogor
peningkatan suhu permukaan dan rata-rata curah hujan
memiliki hubungan positif dengan kejadian diare. 6 Metode
Sementara itu salah satu pemicu semakin Desain studi yang akan digunakan adalah studi
cepatnya perubahan iklim adalah polusi udara dan salah ekologik. Desain studi ini dilakukan karena peneliti ingin
satu penyakit yang berhubungan dengan kualitas udara mengetahui secular trend perubahan kejadian penyakit
dan banyak terjadi pada anak-anak adalah pneumonia. dalam kurun waktu 5 tahun, yang dimulai dari tahun
Lebih dari 2 juta anak di dunia meninggal dunia karena 2008-2012 di setiap kabupaten/kota (unit sampel agregat)
pneumonia. Jumlah ini melebihi jumlah kematian dan secular trend perubahan iklim dalam kurun waktu
gabungan akibat HIV, malaria dan campak. 7 Hasil studi yang sama.
di Taiwan menunjukkan bahwa rate kasus pneumonia Populasi studi adalah penduduk di propinsi Jawa
meningkat sebesar 0.03 per 100.000 penduduk untuk Barat. Propinsi ini terpilih karena kejadian diare dan
setiap penurunan suhu sebesar satu derajat celcius. 8 Hasil pneumonia pada balita merupakan penyakit yang setiap
yang tidak jauh berbeda didapatkan dari penelitian di tahunnya terlaporkan dengan rate yang cukup tinggi.
Nairobi bahwa angka kematian akibat pneumonia Selain itu karakteristik wilayah di setiap kabupaten/kota
meningkat saat musim hujan dan memasuki musim di Jawa Barat bervariasi, yang terdiri dari daerah
dingin.9 Menurut laporan profil kesehatan Indonesia, pegunungan, pantai, wilayah industri, daerah urban, dan
sebanyak 18.81 persen penduduk Indonesia pada tahun daerah pedesaan.
2008 mengalami pneumonia dan propinsi Nusa Menggunakan data sekunder mengenai angka
Tenggara Barat dan Jawa Barat menempati urutan kesakitan balita yang terdiri dari data kesakitan untuk
teratas propinsi dengan kasus pneumonia terbanyak pada kejadian Diare dan Pneumonia mulai tahun 2008-2012
anak-anak (56.50 % dan 42.50%).5 yang dilaporkan oleh Dinas Kesehatan Propinsi Jawa
Penyakit menular pada balita masih merupakan Barat. Data klimatologi tahun 2008-2012 diperoleh dari
permasalahan di Indonesia pada umumnya dan propinsi Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika yang
Jawa Barat pada khususnya. Di propinsi Jawa Barat, terdiri dari data suhu, kelembaban dan curah hujan. Data
pada tahun 2008 terjadi outbreak diare yang menyerang dianalisis hingga pada tahapan bivariat menggunakan
380 anak-anak dengan CFR 0.5 persen. Untuk penyakit SPSS ver. 17.
pneumonia, Jawa Barat merupakan propinsi nomor dua
terbanyak dengan jumlah coverage pneumonia sebesar Hasil
42.50 persen. Sedangkan untuk kejadian demam berdarah Gambaran data kejadian morbiditas balita dan
dengue, pada tahun 2008 incidence rate DBD mencapai data meteorologi di Kab Bogor dan Kota Bandung
54.23 per 100.000 penduduk dengan CFR 0.99 persen. ditampilkan dalam tabel 1. berikut ini.
Berbagai hasil studi menunjukkan bahwa salah satu

Tabel 1
Gambaran Morbiditas Balita Dan Data Meteorologi di Kab Bogor
Dan Kota Bandung 2008-2012
N Minimum Maximum Mean SD
Data Morbiditas
1. Pneumonia 8 10240 18627 13851.88 3011.84
2. Diare 9 3023 170135 94734 60184
Data Meteorologi
3. Suhu 10 23.1 25.9 24.56 1.31335
4. Kelembaban 10 75.7 85 80.69 3.22816
5. Curah Hujan 10 149 339.1 250.69 72.807

78
Jurnal Ilmiah Kesehatan, 6 (1); Januari 2014

Pada balita, angka kejadian diare lebih tinggi dari curah hujan yang cukup tinggi, dimana rata-rata dalam
angka kejadian pneumonia. Sedangkan untuk rata-rata periode lima tahun sebesar 80,69% dan 250,69 mm.
suhu di kedua wilayah tersebut dalam periode lima tahun Sedangkan gambaran kejadian kesakitan pada balita dan
pengamatan adalah 24,56oC. Kedua wilayah tersebut juga kondisi meteorologi di Kota Bandung adalah sebagai
merupakan wilayah yang memiliki kelembaban dan berikut:

Tabel 2
Gambaran Morbiditas Balita Dan Data Meteorologi Di
Kota Bandung 2008-2012
N Minimum Maximum Mean Std. Deviation
Data Morbiditas
1. Pneumonia 4 12890 18627 16086.50 2538.450
2. Diare 5 3023 77801 49023.20 29363.450
Data Meteorologi
3. Suhu 5 23.10 23.40 23.3200 .13038
4. Kelembaban 5 75.70 83.50 78.5800 3.10113
5. Curah Hujan 5 149 308 201.20 63.618

Rata-rata kejadian diare pada balita di Kota Di Kabupaten Bogor, gambaran kejadian morbiditas
Bandung periode 2008-2012 adalah tiga kali lebih besar balita dan kondisi suhu, kelembaban dan curah hujan
dibandingkan kejadian pneumonia. Suhu rata-rata di Kota rata-rata dalam periode waktu 5 tahun ditampilkan dalam
Bandung pada 2008-2012 sebesar 23,3oC. Sedangkan tabel 3. berikut ini.
untuk kelembaban dan curah hujan rata-rata sebesar
78,58% dan 201,2 mm.

Tabel 3
Gambaran morbiditas balita dan data meteorologi di
Kab Bogor 2008-2012
N Minimum Maximum Mean Std. Deviation
Data Morbiditas
1. Pneumonia 4 10240 13085 11617.25 1185.860
2. Diare 4 113536 170135 151872.50 25958.096
Data Meteorologi
3. Suhu 5 25.60 25.90 25.8000 .14142
4. Kelembaban 5 81.00 85.00 82.8000 1.64317
5. Curah Hujan 5 237 339 300.18 41.910

Jumlah kejadian diare pada balita di kabupaten dengan suhu rata-rata lima tahun sebesar 25,8oC dan
Bogor 10 kali lebih besar dibandingkan kejadian curah hujan sebesar 300,18 mm. Hasil uji korelasi antara
pneumonia. Kabupaten Bogor merupakan daerah yang variable meteorologi dan morbiditas adalah sebagai
memiliki kelembaban yang cukup tinggi yang mencapai berikut
82,8%

Tabel 4
Hasil Uji Korelasi Variabel Meteorologi
Dan Variabel Morbiditas Balita
Morbiditas Balita Korelasi
Suhu (p) Kelembaban (p) Curah Hujan (p)
Pneumonia -0,760 -0,476 -0,443
(0,029) (0,233) (0,271)
Diare 0,900 0,616 0,595
(0,001) (0,077) (0,091)

79
Jurnal Ilmiah Kesehatan, 6 (1); Januari 2014

Diantara ketiga variabel meteorologi, hanya untuk kejadian diare, korelasi yang ditunjukkan adalah
variabel suhu yang memiliki korelasi yang signifikan korelasi positif yang sangat kuat, yaitu 0,900 (p value
dengan morbiditas pada balita. Untuk kejadian 0,001).
pneumonia korelasi dengan suhu sebesar -0,760 (p value Uji korelasi antar variabel meteorologi dan
0,029). Korelasi yang ditunjukkan adalah korelasi variabel morbiditas di kedua Kab/Kota pengamatan
negative yang berarti setiap penurunan suhu akan ditampilkan dalam tabel berikut ini.
meningkatkan kejadian pneumonia. Berbeda hal-nya

Tabel 5
Hasil Uji Korelasi Variabel Meteorologi Dan Variabel Morbiditas Balita Di Kota Bandung dan Kabupaten Bogor
Morbiditas Kota Bandung Kabupaten Bogor
Balita Suhu Kelembaban (p) Curah Suhu Kelembaban Curah Hujan (p)
(p) Hujan (p) (p) (p)
Pneumonia 0,655 0,325 0,596 0,224 -0,803 -0,937
(0,345) (0,675) (0,404) (0,776) (0,197) (0,063)
Diare -0,349 0.141 0.103 0,672 -0,395 -0,587
(0,565) (0,821) (0,869) (0,328) (0,605) (0,413)

Korelasi suhu, kelembaban dan curah hujan penggunakan desain studi ini kurang tepat untuk
dengan kejadian pneumonia pada balita di Kota Bandung digunakan untuk mencari hubungan sebab akibat
adalah korelasi positif, walaupun hasil analisis (causality).
menunjukkan korelasi tersbut tidak signifikan secara Keterbatasan lainnya adalah desain studi ekologi
statistik. Artinya setiap peningkatan suhu, tidak mampu menjelaskan hubungan yang kompleks
kelembabandan cuurah hujan di Kota Bandung dapat karena data yang biasa diamati adalah data yang masih
meningkatkan kejadian pneumonia pada balita. crude serta kurangnya informasi terkait dengan
Sementara itu untuk kejadian diare, korelasi positif hanya karakteristik lainnya yang mungkin saling berhubungan
terjadi dengan kelembaban dan curah hujan. Sedangkan yang dapat mengganggu asosiasi antara variabel
dengan suhu, diare memiliki korelasi yang negatif. dependen dengan variabel independen.11 Seperti yang
Penurunan suhu menyebabkan peningkatan kasus diare diketahui bahwa penyebab suatu penyakit tidak mungkin
pada balita. Semua korelasi tersebut tidak signifikan hanya disebabkan oleh satu single cause, tetapi pasti
secara statistik. dipengaruhi oleh beberapa sufficient cause dan
Di Kabupaten Bogor peningkatan kejadian component cause. Pada penelitian ini morbiditas yang
pneumonia pada balita terjadi jika adanya peningkatan diamati adalah diare dan pneumonia pada balita. Hasil
suhu (korelasi positif) serta penurunan kelembaban dan penelitian Hung12 menyatakan bahwa faktor yang
curah hujan (korelasi negatif). Korelasi tersebut secara mempengaruhi kejadian diare terkait dengan hygiene,
statistika tidak signifikan. sanitasi dan perilaku individu, walaupun Singh et al6
Korelasi yang sama terjadi juga pada kasus diare, menyebutkan bahwa perubahan suhu juga memiliki
dimana terjadi korelasi positif antara suhu dan diare dan korelasi positif dengan kejadian diare pada balita.
terjadi korelasi negative antara diare dengan kelembaban Sedangkan untuk kejadian pneumonia, penelitian
dan curah hujan. Signifikansi korelasi-korelasi tersebut Wonodi et,al13 menyebutkan bahwa variabel terkait
secara statistika tidak signifikan. dengan karakteristik demografi, sosial ekonomi, nutrisi,
status kesehatan/vaksinasi,sanitasi, kondisi lingkungan,
Pembahasan akses terhadap pelayanan kesehatan merupakan faktor
Keterbatasan penelitian yang mempengaruhi kejadian pneumonia pada balita.
Desain penelitian ini adalah penelitian deskriptif Pengamatan untuk mengetahui terjadinya
ekologi dengan menggunakan unit sampel berupa perubahan iklim memerlukan waktu sekitar 70-100
agregat. Salah satu keterbatasan utama dalam tahun. Sementara untuk perubahan jangka pendek
menggunakan desain studi ini yang tidak bisa dihindari memerlukan waktu pengamatan selama minimal 20
adalah adanya bias agregat atau yang biasa disebut tahun. Penelitian ini tidak mampu menyajikan data
dengan ecological fallacy.10 Yang dimaksud dengan perubahan iklim dan morbiditas dalam kurun waktu ideal
ecological fallacy adalah ketidakmampuan studi untuk seperti yang disebutkan di atas. Hanya periode waktu
melihat hubungan antara variabel independen dengan lima tahun yang dapat diamati oleh peneliti.
variabel dependen pada level individu.11 Artinya Kemudian tidak semua data morbiditas
hubungan yang teramati dari analisis dengan dilengkapi dengan data populasi berisiko, sehingga data
menggunakan desain studi ekologi adalah hubungan yang diamati hanya berupa angka kasar. Seharusnya
antar kelompok dan tidak bisa diterapkan pada individu. untuk menjamin comparability dengan wilayah dan
Sehingga seperti yang dikatakan oleh Gerstman10 waktu lainnya, kejadian kasus harus diukur dengan
80
Jurnal Ilmiah Kesehatan, 6 (1); Januari 2014

menggunakan ukuran frekuensi kasus, baik itu angka penelitian menunjukkan ketika suhu dan kelembaban
prevalens maupun angka insidens. udara menurun, virus infeksi saluran pernafasan
cenderung meningkat. Pada kelembaban relatif sebesar
Pneumonia 75% virus pernafasan terdapat dalam beberapa sampel
Angka kejadian pneumonia di Kota Bandung dan laboratorium. Kelembaban udara ada yang bersifat alami
Kab Bogor berkisar antara 10-18 ribu kasus per dan buatan. Artinya pada daerah-daerah tertentu memang
tahunnya. Hasil penelitian global tentang epidemiologi memiliki tingkat kelembaban udara yang tinggi. Namun
pneumonia pada balita menyebutkan bahwa terjadi tren terkadang tingkat kelembaban ini semakin meningkat
penurunan angka insiden kejadian pneumonia pada dengan kondisi rumah yang tidak cukup baik untuk
balita. Penurunan kejadian ini disebabkan karena mengalirkan udara. Misalnya rumah dengan ventilasi
terjadinya peningkatan kondisi sosial, ekonomi dan gaya yang terbatas.
hidup di negera-negara berkembang. Walaupun demikian Rumah dengan ventilasi yang cukup
kejadian pneumonia akut tetap terjadi dan membentuk menyebabkan suplai udara segar dalam rumah menjadi
suatu clustering pada kelompok-kelompok miskin.14. sangat minimal. Kecukupan udara segar dalam rumah
Seperti hasil penelitian yang dilakukan oleh Hananto 15 sangat dibutuhkan untuk kehidupan bagi penghuninya,
bahwa risiko kejadian pneumonia 2,39 kali lebih besar karena ketidakcukupan suplai udara akan berpengaruh
pada anak yang berasal dari kelompok ekonomi rendah pada fungsi fisiologis alat pernafasan bagi penghuninya,
dibandingkan kelompok ekonomi lainnya. terutama bagi bayi dan balita. Hubungan antara kejadian
Penurunan insiden kejadian pneumonia pada pneumonia dengan ventilasi rumah adalah signifikan
balita seperti yang dilaporkan di atas juga terjadi di sebagaimana yang ditunjukkan oleh hasil penelitian
Indonesia. Angka insiden pneumonia mengalami Hartati,19 bahwa risiko kejadian pneumonia pada balita
menunjukkan tren yang menurun sejak tahun 2005 yang tinggal di rumah dengan ventilasi yang terbatas 2,5
(Insiden Kumulatif 3%) menjadi sekitar 2,2% pada tahun kali lebih tinggi dibandingkan dengan balita yang tinggal
2009.16 Namun untuk angka prevalensi terjadi di rumah dengan ventilasi yang cukup.
peningkatan. Berdasarkan hasil laporan SDKI pada tahun Ayres dan kawan-kawan20 juga mengatakan
2002 prevalensi pneumonia sebesar 7,6% dan meningkat bahwa curah hujan yang berlebihan akan membuat
cukup tinggi pada tahun 2007 menjadi 11,2%.16 Jika rumah menjadi lembab, curah hujan tidak menentu dan
merujuk pada hubungan antara insiden dan prevalens, hal kebanyakan penderita yang tinggal di kawasan padat
tersebut menunjukkan bahwa durasi sakit pneumonia penduduk karena sirkulasi dan sanitasi yang kurang baik
pada balita sekarang ini menjadi lebih lama. merupakan penyebab terjadinya penyakit Pernafasan
Hasil studi ini menunjukkan bahwa terdapat Kronis seperti ISPA, sedangkan menurut Mairusnita21,
hubungan yang bermakna antara suhu dengan kejadian dampak pada saat musim hujan akan terjadinya
pneumonia pada balita. Korelasi yang dihasilkan adalah kepadatan hunian yang berpengaruh terhadap terjadinya
korelasi negative, dimana setiap penurunan suhu dapat cross infection, dimana ketika ada penderita ISPA yang
meningkatkan kejadian pneumonia (Pearson Correlation berada dalam satu ruangan, maka pada saat batuk/bersin
(r)=-0,760; p value 0,029). Hasil ini konsisten dengan melalui udara akan mempercepat proses penularan
hasil penelitian di Taiwan yang menunjukkan bahwa rate terhadap orang lain. Bahwa cuaca panas dapat
kasus pneumonia meningkat sebesar 0.03 per 100.000 mengakibatkan kelelahan terhadap manusia karena hawa
penduduk untuk setiap penurunan suhu sebesar satu panas menyebabkan banyaknya keringat yang
derajat celcius.8 Begitu juga dengan hasil penelitian di dikeluarkan, sehingga mengalami dehidrasi. Begitu juga
Nairobi bahwa angka kematian akibat pneumonia dengan anak-anak dan balita dapat terkena penyakit flu,
meningkat saat musim hujan dan memasuki musim batuk, pilek, demam, gangguan saluran pernapasan,
dingin.9 masuk angin, gangguan pencernaan, alergi, dan yang
Namun hasil penelitian lainnya menunjukkan paling berbahaya adalah Infeksi Saluran Pernapasan Atas
korelasi yang positif antara suhu dengan pneumonia. (ISPA).
Peningkatan suhu permukaan bumi (yang pada kondisi
sekarang ini sudah mencapai sekitar 0,8 oC di atas suhu Diare
pada sebelum jaman industri) menyebabkan peningkatan Angka kejadian diare di Kota Bandung dan
risiko kebakaran hutan yang pada akhrinya dapat Kabupaten Bogor berkisar antara 3-170 ribu kasus per
menimpulkan polusi udara. Kualitas udara yang semakin tahunnya. Pada balita, angka kejadian diare ini lebih
memburuk inilah yang menyebabkan peningkatan tinggi dari angka kejadian pneumonia.
masalah pernafasan.17 Hasil penelitian yang dilakukan Lingkungan merupakan salah satu faktor penentu
oleh Luiz Gustavo Gardinassi dan kawan-kawan,18 terjadinya penyakit. Dalam beberapa dekade terakhir
menyatakan bahwa suhu dan kelembaban udara telah terjadi perubahan iklim secara bermakna sehingga
berkorelasi positif dengan virus penyakit pernafasan berpengaruh terhadap terjadinya penyakit antara lain
terhadap anak-anak di bagian tenggara Brasil. Hasil diare22 Hal ini diperkuat dengan Kepmenkes RI No: 1216

81
Jurnal Ilmiah Kesehatan, 6 (1); Januari 2014

tahun 2001 bahwa diare disebabkan juga oleh adanya suhu normal selama kejadian El Nino, banyak pasien
perubahan iklim.23 Diare merupakan penyebab kematian datang ke Rumah Sakit dengan keluhan diare dan
nomor 2 pada balita di dunia. 1.5 juta anak meninggal dehidrasi di Lima, Peru sehingga menguatkan efek suhu
setiap tahunnya karena diare. Faktor utama yang pada kunjungan Rumah Sakit karena diare dengan
menyebabkan diare salah satunya adalah perubahan iklim estimasi peningkatan 8% setiap peningkatan suhu 10C.24
antara lain suhu, kelembaban, curah hujan dan lainnya.24 Peningkatan suhu di atas 40C di daerah tropis dan sub
Perubahan iklim tersebut akan menimbulkan efek tropis akan meningkatkan resiko diare sebesar 8-11%.27
terhadap kesehatan manusia secara langsung maupun Sedangkan untuk faktor kelembaban terkait dengan diare,
tidak langsung. Efek yang paling langsung terhadap hasil studi menemukan bahwa semakin tinggi
kesehatan manusia adalah efek ekstrim dingin dan kelembaban suatu lingkungan, maka semakin tinggi juga
ekstrim panas. Suhu yang disertai kelembaban rendah angka kejadian diare. Kasus terbanyak terjadi saat
dapat menyebabkan tubuh mudah mengalami dehidrasi.23 kelembaban lingkungan berada pada kelembaban
Pada tahun 1993, penyakit diare karena maksimum yaitu 85%.
crytosporidium di Miwaukee terjadi setelah hujan turun Hasil studi sesuai dengan hasil penelitian di DKI
yang terus menerus, hal ini terjadi akibat dampak dari Jakarta pada tahun 2007-2011 bahwa kasus diare
perubahan iklim. Laporan WHO mengestimasikan cenderung meningkat di bulan September sampai
berbagai penyakit dari perubahan iklim antara lain diare November seiring dengan kelembaban yang meningkat
yang diprediksiskan pada tahun 2030 lebih dari 10% tinggi yaitu diatas 72%. Perubahan kelembaban
diderita oleh anak-anak.24 mempengaruhi populasi vektor yang dapat menimbulkan
Hal ini sesuai dengan hasil studi yang kerugian bagi kesehatan.25
menunjukkan bahwa terdapat hubungan yang bermakna Pada musim hujan, kelembaban rendah serta
antara suhu dengan kejadian diare pada balita. Korelasi intensitas sinar matahari yang kurang dapat
yang dihasilkan adalah korelasi negative, dimana setiap menyebabkan mikroorganisme penyebab diare
penurunan suhu dapat meningkatkan kejadian diare berkembang biak dengan baik dan membuat
(Pearson Correlation (r)=-0,900; p value 0,001). perkembangan lebih cepat untuk vektor seperti tikus,
Hasil studi ini konsisten dengan hasil penelitian kecoa dan lalat. Tempat-tempat yang banyak
di DKI Jakarta untuk tahun 2007-2011 yang mengandung sampah basah seperti bak tempat sampah
menunjukkan bahwa memang ada hubungan antara suhu serta faeses mempunyai kelembaban yang cukup tinggi
udara dengan kasus diare dengan r= -0,319 dan berpola sehingga dapat menyebabkan kuman diare dapat
negatif yang artinya peningkatan suhu udara sebesar 10C berkembang dengan baik dan cepat.24
akan menurunkan kasus diare sebesar 846,5. Hal ini Hasil penelitian di Lima, Peru menunjukkan adanya
dikarenakan perubahan suhu udara rendah ke tinggi akan peningkatan jumlah kasus diare sebesar 8% untuk setiap
memperluas distribusi vektor, meningkatkan peningkatan kelembaban 1% bagi penderita diare
perkembangan dan pertumbuhan parasit menjadi infektif dibawah 10 tahun.28
sehingga secara tidak langsung akan menjadi jalur Hasil studi terkait curah hujan dengan penyakit
transmisi untuk bagi vektor penyebab diare.23 diare menunjukkan ada korelasi positif antara curah
Perubahan suhu mempengaruhi populasi vektor hujan dengan penyakit diare walaupun secara statistik
yang dapat menimbulkan kerugian bagi kesehatan tidak ada hubungan signifikan. Berbeda dengan hasil
dikarenakan berhubungan dengan perubahan dinamika penelitian di Amerika Serikat tentang kejadian
siklus terhadap spesies vektor dan organisme pathogen waterborne disease yang memperlihatkan ada hubungan
seperti protozoa, bakteri dan virus sehingga akan signifikan antara penyakit diare dengan curah hujan.
meningkatkan potensi transmisi penyebab penyakit. 25 Dengan memakai studi time series curah hujan pada
Jenis mikroorganisme tergantung pada suhu, seperti bulan kejadian dan bulan sebelumnya yang diperkirakan
bakteri patogen dan telur cacing dapat hidup selama dari catatan klimatologi berhubungan kuat dengan
kurang lebih 5 hari dalam kondisi yang basah dan lembab kejadian diare pada bulan yang sama. Curah hujan yang
pada tanah berpasir ataupun kurang lebih dari 3 bulan sangat tinggi dapat membawa agent mikrobiologi ke
dalam air buangan. Peningkatan temperatur akan dalam sumber air minum menyebabkan kejadian diare.24
memperluas distribusi vektor dan meningkatkan Curah hujan yang tinggi berperan penting dengan
perkembangan dan pertumbuhan parasit menjadi kejadian crytosporadiasis yang dapat menjadi penyebab
infektif.26 diare berat pada anak-anak.25
Hasil studi ini juga diperkuat dengan penelitian Hasil penelitian di Amerika Utara untuk tahun
analisis time series dari kejadian diare di Pulau Fiji untuk 1948-1994, curah hujan berhubungan dengan KLB
tahun 1978-1992 yang menyatakan bahwa ada hubungan penyakit yang disebabkan oleh air. Sedangkan pada
yang signifikan akibat perubahan suhu yang diperkirakan bulan Mei tahun 2000, hujan di Walkerton, Ontario telah
kenaikan 3% dalam kejadian diare per peningkatan suhu menyebabkan 2.300 orang sakit dan 7 orang meninggal
10C, dan pada tahun 1997 ketika suhu lebih tinggi dari akibat meminum air yang terkontaminasi E.Coli. 29

82
Jurnal Ilmiah Kesehatan, 6 (1); Januari 2014

Curah hujan dapat mempengaruhi penyebaran berbagai Persiapan tidak hanya pada tenaga dan pelayanan
organisme yang dapat menyebarkan penyakit, hujan kesehatan, tetapi promosi kesehatan dan edukasi kepada
dapat mencemari air dengan cara memindahkan kotoran masyarakat perlu ditingkatkan sebagai upaya pencegahan
manusia dan hewan ke air tanah. Organisme yang penyakit. Edukasi diberikan terkait dengan hal-hal yang
ditemukan antara lain kriptosporodium, dan E.Coli yang dapat dilakukan untuk mencegah kejadian pneumonia
dapat menimbulkan penyakit seperti diare.26 dan diare pada balita khususnya saat menghadapi
Curah hujan tinggi dan banjir akan menimbulkan perubahan iklim/musim dan pada kondisi normal pada
dampak amat parah bagi sistem sanitasi yang masih umumnya.
buruk di wilayah-wilayah kumuh di berbagai daerah dan
kota, menyebarkan penyakit-penyakit yang menular Daftar Pustaka
lewat air seperti diare. Perubahan iklim yang dapat 1. National Climatic Data Center. Global warming.
memberikan dampak kesehatan bahwa pola curah hujan 2008. [Diunduh 27 Maret 2011]. Dalam URL:
yang semakin beragam mengganggu ketersediaan air www.ncdc.noaa.gov/oa/climate/globalwarming.html
bersih serta meningkatkan penyakit yang disebabkan oleh
air seperti wabah penyakit diare.23 2. Lembaga Penerbangan dan Antariksa Nasional
Curah hujan yang tinggi berpotensi dapat (LAPAN). Perubahan iklim di Indonesia. Tahun.
meningkatkan banjir. Pada saat banjir, maka sumber- [Diunduh 23 Maret 2011]. Dalam URL:
sumber air minum masyarakat, khususnya sumber air http://iklim.dirgantara-
minum dari sumur dangkal akan banyak ikut tercemar. Di lapan.or.id/index.php?option=com_content&view=a
samping itu, pada saat banjir biasanya akan terjadi rticle&id=85&Itemid=78
pengungsian di mana fasilitas dan sarana serba terbatas
termasuk ketersediaan air bersih. Itu semua menjadi 3. WHO. Climate Change And Health. 2010.
potensial menimbulkan penyakit diare disertai penularan [Diunduh 23 Maret 2011]. Dalam
yang cepat.22 URL:www.who.int/mediacentre/factsheets/fs266/en/
index.html
Kesimpulan
Hasil analisis korelasi menunjukkan bahwa 4. WHO. Water Sanitation and Health (WSH):
kejadian pneumonia dan diare pada balita di Jawa Barat Diarrhoea.2011. [diunduh 23 Maret 2011]. Dalam
secara signifikan dipengaruhi oleh suhu. Peningkatan URL
kejadian pneumonia berkorelasi dengan penurunan suhu http://www.who.int/water_sanitation_health/disease
(Pearson Correlation (r)=-0,760; p value 0,029). s/diarrhoea/en/
Sedangkan untuk kejadian diare, peningkatan suhu
5. Depkes RI. Profil Kesehatan Indonesia 2008. 2010.
berkorelasi kuat dengan peningkatan kejadian diare
[diunduh 23 Maret 2011]. Dalam URL
(Pearson Correlation (r)=0,900; p value 0,001).
www.depkes.go.id/downloads/publikasi/Indonesia%
Di Kota Bandung, korelasi hubungan kasus diare pada
20Health%20Profile%202008.pdf
balita paling tinggi dengan suhu (Pearson Correlation
(r)=-0,349) dan paling rendah dengan curah hujan 6. Singh RBK, Hales S, de Wet N, raj R, Hearden M,
(Pearson Correlation (r)=0,103). Kedua hubungan Weinstein P. The influence of climate variation and
tersebut secara statistik tidak bermakna (p value <0,05). change on diarrheal disease in the pacific islands.
Sementara itu di Kabupaten Bogor, korelasi tertinggi Environ Health Perspect. 2001:109. Page 155-159
kasus pneumonia adalah dengan curah hujan (Pearson [Diunduh 23 Maret 2011]. Dalam URL:
Correlation (r)=-0,937) dan korelasi terendah adalah http://ehpnet1.niehs.nih.gov/docs/2001/109p155-
dengan suhu (Pearson Correlation (r)=0,224). Pada 159singh/abstract.html
kejadian diare, korelasi dengan suhu merupakan korelasi 7. Unicef. Pneumonia: The Forgotten Killer Of
yang paling kuat (Pearson Correlation (r)=0,672) dan Children. September 2006 [diunduh 23 Maret 2011].
korelasi yang paling lemah dengan kelembaban (Pearson Dalam URL
Correlation (r)=-0,395). www.unicef.org/publications/files/Pneumonia_The_
Perubahan suhu merupakan variabel yang paling Forgotten _Killer_Of_Children.pdf
banyak berperan dalam peningkatan kejadian pneumonia
dan diare pada balita di Jawa Barat. Oleh karena itu 8. Lin HC, Lin CC, Chen CS, Lin HC. Seasonality of
setiap menghadapi/memasuki perubahan musim, yang Pneumonia Admissions and Its Association With
pastinya menyebabkan perubahan suhu perlu dilakukan Climate: An Eight-Year Nationwide Population-
persiapan dini menghadapai kasus-kasus tersebut pada Based Study. Chronobiol Int. 2009 Dec:26(8). Page
balita. Kesiapsiagaan pelayanan kesehatan ditujukan agar 1647-59 [diunduh 23 Maret 2011]. Dalam URL
kasus dapat menerima respond dan tatalaksana secepat www.ncbi.nlm.nih.gov/pubmed/20030547
dan se-optimal mungkin.

83
Jurnal Ilmiah Kesehatan, 6 (1); Januari 2014

9. Ye Y, Zulu E, Mutisya M, Orindi B, Emina J, Influence Temperature And Air Humidity. Brazilian
Kyobutungi C. Seasonal Pattern of pneumonia Journal of Microbiology. 2012 : Vol 98 No 108
mortality among under-five children in Nairobi's
informal settlements. Am J Trop Med Hyg. 2009 19. Hartati, S. Analisis faktor risiko yang berhubungan
Nov:81(5). Page 770-5 [diunduh 23 Maret 2011]. dengan kejadian pneumonia pada anakbalita di
Dalam URL RSUD Pasar Rebo Jakarta. [Tesis]. FIK UI; 2011.
www.atjmh.org/cgi/reprint/81/5/770.pdf
20. J.G. Ayres, Climate Change and Respiratory
10. Gerstman, BB. Epide Kept Simple. Epidemiology Disease: European Respiratory Society Position
Kept Simple; An introduction to Traditional and Statement. European Respiratory Journal. 2009:
Modern Epidemiology. 2nd ed. New Jersey: Wiley- Volume 34 No 2.
Liss;2003
11. Aschengrau A, Seage III GR. Essentials of 21. Mairusnita. Karakteristik Penderita ISPA yang
Epidemiology in Public Health. London:Jones and Berobat ke Badan Pelayanan Kesehatan Rumah
Bartlett Publishers; 2003. Page 155-159. Sakit Umum Daerah (BPKRSUD). Universitas
Sumatera Utara. 2007.
12. Hung, BV. The Most Common Causes of And Risk
Factors For Diarrhea Among Children Less Than 22. Nirwana, dkk. Pengaruh Curah Hujan, Temperatur
Five Years of Age Admitted to Dong Anh Hospital, dan Kelembaban Terhadap Kejadian Penyakit DBD,
Northern Vietnam [Thesis]. University of Oslo; ISPA dan Diare: Suatu Kejadian Literatur. Fakultas
2006. Kedokteran UNPAD:Bandung

13. Wonodi CB., et.al. Evaluation of Risk Factors for 23. World Health Organization (WHO), 2003. Climate
Severe Pneumonia in Children: The Pneumonia Change and Human Health Risk and Responses,
Etiology Research for Children Health Study. Clin Geneva
Infect Dis; 2012: 54 (suppl 2): S124- 24. Hainess, A.dkk.2002. Global Climate Change and
S131.doi: 10.1093/cid/cir1067 Health dalam the Environment and Human Health,
Global Climate Change and Health, Edited by
14. Rudan, Igor, dkk. Epidemiology and etiology of Micheal McCally, The MIT Press, Cambridge,
childhood pneumonia in 2010: Estimates of masschusetts, London, England
Incidence, Severe Morbidity, Mortality, Underlying
Risk Factors and Causative Pathogens For 192 25. Lapan. Perubahan Iklim dan Dampaknya Pada
Countries. Journal of Global Health; Juni 2013: 3(1). Kesehatan. [diunduh 02 Januari 2014] dalam URL:
doi: 10.7189/jogh.03.010401 http://iklim.dirgantara-lapan.or.id

15. Hananto, M. Analisis Faktor Risiko Yang 26. Johansson, K, Arne and Kolstad, Erik W.
Berhubungan Dengan Kejadian Pneumonia Pada Uncertainties Associated With Quantifying Climate
Balita di 4 propinsi di Indonesia. [Tesis]. FKM UI; Change Impacts on Human Health: A Case Study
2004. For Diarhea. [diunduh 02 Januari 2014] dalam URL:
http://ehp.niehs.nih.gov
16. __________. Situasi Pneumonia Balita di Indonesia.
Buletin Jendela Epidemiologi; September 2010. 3:1- 27. Checkley et.al. Human Health and Climate Change
10 in Oceania: A risk Assesment. 2000. [diunduh 03
17. Bartlett S. Climate Change And Urban Children: Januari 2014] dalam URL:
Impacts And Implications For Adaptation In Low http://www.health.gov.an/internet/main/publishing
And Middle-Income Country. Environment and
Urbanization; Oktober 2009: 20(2): 501-519 28. Wijayanti, Puteri. Hubungan Kepadatan Lalat
Dengan Kejadian Diare. [Skripsi] FKMUI.Depok:
18. Gardinassi. Luiz et all, Seasonality Of Viral 2009.
Respiratory Infections In Southeast Of Brazil: The

84

Anda mungkin juga menyukai