Anda di halaman 1dari 10

IODOMETRI

BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang


Titrasi iodometri dan iodimetri adalah salah satu metode titrasi yang
didasarkan pada reaksi oksidasi reduksi. Metode ini lebih banyak digunakan
dalam analisa jika dibandingkan dengan metode lain. Alasan dipilihnya
metode ini karena perbandingan stokiometri yang sederhana pelaksanaannya,
praktis dan tidak banyak masalah dan mudah. (Nurirjawati El Ruri, 2012)
Iodimetri adalah jika titrasi terhadap zat-zat reduktor dengan titrasi
langsung dan tidak langsung. Dilakukan percobaan ini untuk menentukan
kadar-kadar zat oksidator secara langsung, seperti kadar yang terdapat pada
serbuk vitamin C. (Nurirjawati El Ruri, 2012)
Titrasi redoks didasarkan pada pemindahan electron titran dan analit.
Jenis titrasi ini biasanya diikuti dengan potensiometri, meskipun pewarna yang
mengubah warna jika teroksidasi dengan kelebihan titran dapat digunakan.
Potensial reduksi adalah suatu ukuran seberapa menguntungksannya
secara termodinamik bagi suatu senyawa untuk mendapatkan electron. Nilai
positif yang tinggi untuk suatu potensial reduksi menunjukkan bahwa suatu
senyawa mudah tereduksi sehingga merupakan bahan pengoksidasi kuat, yaitu
senyawa yang menghilangkan electron dari zat-zat dengan potensial reduksi
yang lebih rendah.
Suatu zat dengan potensial reduksi yang lebih tinggi akan
mengoksidasi zat yang potensial reduksinya lebih rendah. Perbedaan potensial
antara dua zat merupakan potensial reaksi dan lebih kurang merupakan
perbedaan potensial yang akan diukur jika zat tersebut terdiri atas dua
setengah dari suatu sel listrik. Contohnya I2 akan mengoksidasi Br- dengan
mengikuti persamaan berikut ini :
Cl2 + 2 Br- 2 Cl + Br2 (David, 2005)
Titrasi redoks banyak digunakan dalam pemeriksaan kimia karena zat
organic dan zat anorganik dapat ditemukan dengan cara ini. Namun demikian
agar titrasi redoks ini berhasil dengan baik, maka persyaratan berikut harus di
penuhi :
a. Harus tersedia pasangan sistem redoks yang sesuai sehingga terjadi
pertukaran electron secara stokiometri.
b. Reaksi redoks harus berjalan cukup cepat dan berlangsung secara terukur
(Kesempurnaan 99%). Harus tersedia cara penentuan titik akhir yang
sesuai. (Pharmaceutical friend. Org, 2012)
1.2. Landasan Teori
Iodimetri merupakan metode titrasi atau volumetri yang pada
penentuan atau penetapan berdasar pada jumlah I2 (Iodium) yang bereaksi
dengan sampel atau terbentuk dari hasil reaksi antara sampel atau terbentuk
dari hasil reaksi antara sampel dengan ion iodide (I).
Metode ini tergolong titrasi langsung, berbeda dengan metode
iodometri yang sama-sama menggunakan I2 sebagai dasar penetapannya.
Iodimentri termasuk titrasi redoks dengan I2 sebagai titran sepetri dalam reaksi
redoks umumnya yang harus selalu ada oksidator dam reduktor, sebab bila
suatu unsur bertambah bilangan oksidasinya (melepaskan electron), maka
harus ada suatu unsur yang bilangan oksidasinya berkurang atau turun
(menangkap electron), jadi tidak mungkin hanya ada oksidator atau reduktor
saja. Dalam metode analisis ini analit dioksidasikan oleh I2, sehingga I2
tereduksi menjadi ion iodide, dengan kata lain I2 bertindak sebagai oksidator
dengan reaksi :
I2 + 2e- 2l-
Indikator yang digunakan untuk mengetahui titik akhir titrasi biasanya
adalah kanji atau amilum 0,5 - 1%, karbon tetraklorida atau kloroform dapat
mengetahui titik akhir titrasi akan tetapi lebih umum digunakan suatu larutan
(disperse koloidal) kanji. Warna yang terjadi adalah biru tua hasil reaksi I2
Amilum. Titrasi iodimetri dilakukan dalam keadaan netral atau dalam kisaran
asam lemah dan basa lemah. pH tinggi (basa kuat) maka iodine dapat
mengalami reaksi disproporsionasi menjadi hipoidat.
I2 + 2OH- IO3- + I- + H2O (Hamdani, 2012)
Dalam proses analitik, iodium digunakan sebagai pereaksi oksidasi
(iodimetri). Relatiff beberapa zat merupakan pereaksi reduksi yang cukup kuat
untuk dititrasi secara langsung dengan iodium, maka jumlah penentuan
penentuan iodimetrik adalah sedikit, akan tetapi banyak pereaksi oksidasi
yang cukup kuat untuk bereaksi sempurna dengan ion iodida, dan ada banyak
penggunaan proses iodimetrik. Suatu kelebihan ion iodida ditambahkan
kepada pereaksi oksidasi yang ditentukan, dengan pembahasan iodium yang
kemudian dititrasi dengan larutan natrium tiosulfat.
Metode titrasi iodometri langsung (kadang-kadang dinamakan
iodimetri) mengacu kepada titrasi dengan suatu larutan ion standar. Metode
titrasi tak langsung (kadang-kadang dinamakan iodometri) adalah berkenaan
dengan titrasi dari iod yang dibebaskan dalam reaksi kimia. (Ahmadi Muslim,
2010)
Iodium merupakan oksidator yang relatif kuat dengan nilai potensial
oksidasi sebesar +0,535. Pada saat reaksi oksidasi, iodium akan direduksi
menjadi iodida sesuai dengan reaksi.
I2 + 2e 2 l-
Iodium akan mengoksidasi senyawa-senyawa yang mempunyai
potensial reduksi yang lebih kecil dibanding iodium. Vitamin C mempunyai
reduksi yang lebih kecil daripada iodium sehingga dapat dilakukan titrasi
langsung dengan iodium.
Larutan baku iodium yang telah dibakukan dapat digunakan untuk
membakukan larutan natrium tiosulfat. Deteksi titik akhir pada iodimetri ini
dilakukan dengan menggunakan indikator amilum yang akan memberikan
warna biru pada saat tercapainya titik akhir.
Pada farmakope indonesia, titrasi iodimetri digunakan untuk
menetapkan kadar asam askorbat, natrium tiosulfat, metampiron (antalgin),
serta natrium tiosulfat dan sediaan injeksi. (Ibnu Gholib, 2007)
Larutan I2 digunakan untuk mengoksidasi reduktor secara kuantitatif
pada titik ekuivalennya. Namun, cara pertama ini jarang diterapkan karena I2
merupakan oksidator lemah, dan adanya oksidator kuat akan memberikan
reaksi samping dengan reduktor. Adanya reaksi samping ini mengakibatkan
penyimangan hasil penetapan. (Mulyono, 2011)
1.3. Tujuan
Menentukan kadar CuSO4 dengan cara iodometri
1.4. Prinsip
Reaksi reduksi oksidasi
BAB II
METODE
2.1. Alat dan Bahan
2.1.1. Alat
a. Neraca
b. Labu takar
c. Beaker glass
d. Erlenmayer
e. Buret
f. Pipet gondok 5 ml
g. Pipet volume
2.1.2. Bahan
a. KIO3 yang kering dan murni
b. Kristal KI
c. Kristal Na2S2O3
d. Aquadest
e. Larutan CuSO4 (sampel)
2.2. Cara kerja
Pembuatan larutan KIO3 0,1 N dilakukan dengan cara menimbang X
mg KIO3 yang kering dan murni, dimasukkan secara kuantitatif ke dalam labu
takar kemudian ditambahkan aquadest Y ml sambil dikocok supaya larut.
Pembuatan larutan KI 10% dilakukan dengan cara menimbang X
gram kristal KI kemudian dilarutkan dengan Y ml aquadest di dalam beaker
glass.
Pembuatan larutan Na2S2O3 0,1 N dilakukan dengan cara menimbang
X gram kristal Na2S2O3 lalu dimasukkan dalam beaker glass dan ditambahkan
Y ml aquadest.
Standarisasi larutan Na2S2O3 dengan larutan KIO3 0,1 N dilakukan
dengan cara mempipet 5 ml larutan KIO3 dan dimasukkan dalam erlenmayer
lalu ditambah dengan 1 ml larutan H2SO4 2 N. Kemudian di titrasi dengan
larutan Na2S2O3 sampai menghasilkan warna merah muda. Lalu tambahkan 1
ml larutan amylum 1% dan dititrasi lagi dengan larutan Na2S2O3 sampai warna
biru tepat hilang.
Penetapan kadar CuSO4 dilakukan dengan cara mempipet 5 ml larutan
CuSO4 dan dimasukkan dalam erlenmayer lalu ditambah 5 ml larutan KI 10%,
1,5 ml larutan H2SO4 2 N dan dititrasi dengan larutan Na2S2O3 sampai
menghasilkan warna kuning muda. Kemudian tambahkan 1 ml larutan
amylum 1% lalu titrasi lagi sampai warna biru tepat hilang.
BAB III
HASIL PENGAMATAN
3.1. Data dan Perhitungan
3.1.1. Data
a. Data penimbangan
-
b. Data Standarisasi
- V Na2S2O3 : 2,95 ml
- V KIO3 : 5 ml
c. Data Penetapan Kadar
- V Na2S2O3 : 4,7 ml
- V KIO3 : 5 ml
3.1.2. Perhitungan
a. Perhitungan Standarisasi
- Larutan Baku Primer
gr
N=
BE vol ( l )

12,5343
=0,100 N
124,105 1

- Larutan Baku Sekunder


V 1 V 2 N 1 N 2
V 1N 1
N 2=
V2
5 0,1
=0,1694 N
2,95

b. Penetapan Kadar (data N2 = 0,145, karena data di atas tidak sesuai)

vol .titrasi N BECu


= 100
mg sampel

4,7 0,145 65,37


100=0,86
5 1000

3.2. Pembahasan
Iodimetri merupakan metode titrasi atau volumetri yang pada
penentuan atau penetapan berdasar pada jumlah I2. Penambahan indikator
bertujuan untuk mengetahui apakah titik akhir titrasi telah tercapai. Larutan
standar yang digunakan adalah Na2S2O3. Larutan tidak boleh distandarisasi
dengan penimbangan secara langsung, tetapi harus distandarisasi dengan
standar primer. Larutan ini tidak stabil dalam waktu lama (Underwood, 1986).
Perubahan warna terjadi karena larutan tersebut sudah mencapai titik ekivalen.
Konsentrasi Na2S2O3 yang didapat pada saat praktikum adalah 0,1694
sedangkan secara teori adalah 0,01, hal ini dikarenakan volume larutan baku
sekunder pada saat titasi terlalu kecil sehingga didapat konsentrasi yang tinggi.
Kadar Cu adalah kandungan Cu dalam larutan CuSO4. Didapat kan
dari larutan CuSO4 yang telah dicampurkan dengan larutan H2SO4 dan dititrasi
sampai warna kuning muda dan kemudian ditambahkan lagi indikator amilum
1% dan dititrasi lagi dengan Na2S2O3, kemudian perhitungan yaitu volume
titrasi dikali konsentrasi Na2S2O3 dikali BM Cu berbanding terbalik dengan
mg sampel, dan terakhir dikalikan dengan 100. Kadar Cu yang di dapat pada
saat praktikum adalah 0,86%.
BAB IV
PENUTUP
4.1. Kesimpulan
a. Iodimetri merupakan metode titrasi atau volumetri yang pada penentuan
atau penetapan berdasar pada jumlah I2
b. Penambahan indikator bertujuan untuk mengetahui apakah titik akhir
titrasi telah tercapai
c. Larutan standar yang digunakan adalah Na2S2O3. Larutan tidak boleh
distandarisasi dengan penimbangan secara langsung, tetapi harus
distandarisasi dengan standar primer. Larutan ini tidak stabil dalam waktu
lama
d. Perubahan warna yang terjadi pada titrasi iodometri adalah warna biru
yang tepat hilang
e. Dari hasil praktikum didapat konsentrasi Na2S2O3 yaitu 0,1694 dan kadar
Cu yaitu 0,86%
4.2. Gambar
DAFTAR PUSTAKA
Anonim, 2012. //www.iodo-iodimetri.com.2012
Anonim, 2010.//www. Titrasi iodometri daniodimetri.com
Anonim. 2012.//www. Titrasiiodimetri.com
David. 2010. Analisis farmasi. Buku kedokteran. Jakarta
Direktur jenderal RI. 1979. Farmakope Indonesia Edisi III. Departeman RI.
Jakarta
Gholib, ibnu. 2007. Kimia Farmasi Analisis. Pustaka pelajar. Yogyakarta.
Mulyono, 2011. Membuat Reagen Kimia. Bumi Aksara. Jakarta
Tim Kimia Dasar. 2014. Pedoman Praktikum Kimia Dasar. Politeknik Kesehatan
Kementerian Kesehatan Banjarmasin. Banjarmasin

Anda mungkin juga menyukai