Anda di halaman 1dari 24

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Indonesia merupakan negara maritim yang memiliki luas perairan
lebih besar daripada daratan sehingga banyak terdapat sumber daya perairan
seperti ikan. Ikan banyak dimanfaatkan sebagai bahan pangan yang
merupakan sumber protein utama selain kacang-kacangan. Ikan yang terdapat
di perairan Indonesia sangat beragam jenisnya, salah satunya adalah ikan pari.
paraphyletic yang hubungan kekerabatannya masih diperdebatkan.
Ikan adalah anggota vertebrata poikilotermik (berdarah dingin ) yang
hidup di air dan bernafas dengan insang. Ikan merupakan kelompok
vertebrata yang paling beranekaragam dengan jumlah spesies lebih dari
27.000 di seluruh dunia.
Dikenal empat kelas ikan dan vertebrata sejenis ikan, antara lain kelas
Agnatha atau vertebrata tidak berahang yang diwakili Ostrachodermi (punah)
dan yang masih ada adalah Cyclostoma (Lamprey dan Hagfish ), ikan purba
berahang kelas Placodermi (punah), kelas Chondrichthyes atau ikan
kartilago/tulang rawan (ikan hiu, pari dan chimaera) dan kelas Osteichthyes
atau ikan bertulang sejati. Dua kelas terakhir (Chondrichthyes dan
Osteichthyes) dikelompokkan dalam superkelas Pisces.
Chondrichthyes atau ikan bertulang rawan adalah ikan berahang,
mempunyai sirip berpasangan, lubang hidung berpasangan, sisik, jantung
beruang dua, dan rangka yang terdiri atas tulang rawan bukan tulang sejati.
Mereka dibagi menjadi dua subkelas yaitu Elasmobranchii (hiu, pari dan
skate) dan Holocephali (chimera yang biasa disebut hiu hantu, dan kadang
dipisahkan menjadi kelas tersendiri). Tulang rawan ini bukan menunjukkan
keprimitifannya melainkan merupakan ciri sekunder.
Ikan pari termasuk dalam ikan bertulang rawan dengan bentuk tubuh
pipih melebar (depressed) dimana sepasang sirip dadanya melebar dan
menyatu dengan sisi kiri-kanan kepalanya, sehingga tampak atas atau tampak
bawahnya terlihat bundar atau oval. Distribusi geografis ikan pari sangat luas,

1
ikan ini banyak ditemukan di perairan tropis, subtropis dan perairan antartika
yang dingin. Meskipun banyak spesies ikan pari yang terdistribusi di seluruh
perairan dunia namun belum ada informasi yang tepat mengenai
persebarannya.
Sesuai dengan hasil penelitian Sainsbury pada tahun 1985 dan Tarp-
Ifailola pada tahun 1982 yang dilakukan di Samudera Hindia terdapat
sebanyak 16 spesies ikan pari. Penelitian lain yang di lakukan di Laut Cina
Selatan oleh Isa pada tahun 1998 mencatat sebanyak 4 spesies ikan pari. Ikan
pari di seluruh perairan dunia terdeteksi sebanyak 34 spesies, namun di
Indonesia jumlahnya belum diketahui secara pasti.
Berdasarkan latar belakang tersebut, untuk mengetahui secara lebih
jelas mengenai karakteristik dan sistematik dari salah satu kelompok
Chondrichthyes dari subkelas Elasmobranchii yaitu Ikan Pari (Dasyatis
Sabina), maka akan dibahas dalam makalah ini.

B. Rumusan Masalah
Adapun rumusan masalah berdasarkan latar belakang tersebut yaitu :
1. Bagaimana taksonomi dari Ikan Pari (Dasyatis sabina) ?
2. Apa saja ciri morfologi dan anatomi dari Ikan Pari (Dasyatis sabina) ?
3. Bagaimana habitat serta penyebaran Ikan Pari (Dasyatis sabina) ?
4. Bagaimana aspek biologi reproduksi pada Ikan Pari (Dasyatis sabina) ?
5. Apa saja makanan dan kebiasaan makan dari Ikan Pari (Dasyatis sabina) ?
6. Factor apa saja yang dapat mempengaruhi perkembangan Ikan Pari
(Dasyatis sabina) ?
7. Bagaimana kandungan gizi dan pemanfaatan ikan pari (Dasyatis sabina)

C. Tujuan
Adapun tujuan berdasarkan rumusan masalah yaitu :
1. Untuk mengetahui taksonomi dari Ikan Pari (Dasyatis sabina).
2. Untuk mengetahui ciri morfologi dan anatomi dari Ikan Pari (Dasyatis
sabina).
3. Untuk mengetahui habitat serta penyebaran Ikan Pari (Dasyatis sabina).
4. Untuk mengetahui aspek biologi reproduksi pada Ikan Pari (Dasyatis
sabina).
5. Untuk mengetahui makanan dan kebiasaan makan Ikan Pari (Dasyatis
sabina).
6. Untuk mengetahui factor yang mempengaruhi perkembangan Ikan Pari
(Dasyatis sabina).

2
7. Untuk mengetahui kandungan gizi dan pemanfaatan ikan pari (Dasyatis
sabina)

BAB II
ISI

A. Taksonomi Ikan Pari (Dasyatis Sabina)


Ikan pari (rays) termasuk ke dalam subkelas Elasmobrancii (ikan
bertulang rawan). Ikan ini dikenal sebagai ikan batoid, yaitu sekelompok ikan
bertulang rawan yang mempunyai ekor seperti cambuk. Ikan ini diperkirakan
memiliki lebih dari 300 spesies dan bersifat kosmopolitan di laut (Bond,
1979).
Klasifikasi ikan pari menurut Berra (2001), adalah sebagai berikut :

3
Kingdom : Animalia
Phylum : Chordata
Subphylum : Vertebrata
Class : Condrichthyes
Subclass : Elasmobranchii
Ordo : Rajiformes
Family : Dasyatidae
Genus : Dasyatis
Species : Dasyatis sabina

B. Ciri morfologi dan Anatomi Ikan Pari (Dasyatis sabina)


1. Morfologi Ikan Pari
Ikan pari disokong oleh pilar tulang rawan. Semua sirip, terbungkus
kulit tebal sehingga bagian penyusunnya tidak tampak. Ikan pari memiliki
celah insang yang terletak di sisi ventral kepala. Sirip dada (pectoral fins)
ikan ini melebar dan menyatu dengan sisi kiri-kanan kepalanya
menyerupai sayap, dengan sisi bagian depan bergabung dengan kepala.
Bagian tubuh sangat pipih sehingga memungkinkan untuk hidup di dasar
laut. Bentuk ekor seperti cambuk pada beberapa spesies dengan sebuah
atau lebih duri tajam di bagian ventral dan dorsal (Allen, 2000).
Mata ikan pari umumnya terletak di kepala bagian samping. Posisi
dan bentuk mulutnya adalah terminal (terminal mouth) dan umumnya
bersifat predator. Ikan ini bernapas melalui celah insang (gill
openings atau gill slits) yang berjumlah 5-6 pasang. Posisi celah insang
adalah dekat mulut di bagian bawah (ventral). Ikan pari jantan
dilengkapi sepasang alat kelamin yang disebut clasper letaknya di
pangkal ekor. Ikan pari betina umumnya berbiak secara melahirkan anak
(vivipar) dengan jumlah anak antara 5-6 ekor (Jobling, 1995).

4
Gambar 1.1 Morfologi Ikan Pari
Tubuh bagian dorsal (gambar 1.1) memiliki warna yang lebih gelap
dibandingkan tubuh bagian ventral. Ikan pari memiliki ekor yang
digunakan untuk pertahanan diri, berbentuk memanjang dengan
permukaan yang agak kasar. Ekor ikan pari biasanya mengandung toksik
yang dapat mematikan.

Ukuran ikan pari dewasa bervariasi. Ikan pari yang berukuran relatif
kecil memiliki panjang 10 cm dan lebar 5 cm. Ikan pari terbesar, dikenal
juga pari manta, berukuran panjang 700 cm, lebar 610 cm, dan berat 1-3
ton (Bond, 1979). s

5
Gambar 1.2 Kerangka Ikan Pari
Pada ikan pari terdapat suatu alat tambahan pada dekat anus yaitu
clasper (alat kelamin jantan) yang berguna pada waktu musim perkawinan
tiba. Sedangkan pada betina tidak terdapat clasper, jadi ovum berada tepat
pada lubang anus (kloaka). Mulut terletak di sebelah anterior ventralis
kepala. Anus di bagian posterior. Tubuh dibungkus oleh sisik placoid.
2. Anatomi Ikan Pari
Bagian anatomi pada ikan pari tersebut yaitu mulut, hati, empedu,
pankreas, lambung, usus, dan anus yang termasuk ke dalam alat sistem
pencernaan, adapun jantung berperan sebagai sistem sirkulasi ikan pari.
Pada mulut terdapat rahang yang bergigi. Faring terbuka dan berhubungan
dengan 5 celah insang. Hepar terdiri dari 2 bagian menempati rongga
sebelah anterior dan ada kelenjar pancreas.
Gambar 2.1 Anatomi Ikan Pari

Jantung
(cor)
Hati
Lambung
(hepar)
(ventrikulus)
Gelembung Limpa
udara (lien)
Usus
(intestinum)
6

Anus
Bagian anatomi dari ikan pari :
a) Hati
Hati ikan pari lembut dan sangat berminyak, menempati sebagian
besar rongga tubuh dan dapat terdiri sebanyak 25% dari berat badan.
Ini adalah organ pertama kali bertemu ketika sebuah insisi dibuat
bagian perut dari axils sirip panggul ke ujung anterior rongga tubuh.
Ini terdiri dari dua lobus besar, menunjuk yang kehijauan-abu-abu
gelap coklat kemerahan dalam warna. Terdapat dua fungsi hati pada
ikan pari. Pertama, seperti dalam semua hewan, hati berkonsentrasi
cadangan lemak, dan karena itu menyediakan untuk penyimpanan
energy. Kedua, hati bertindak sebagai organ hidrostatik dengan
menyimpan lebih ringan dari air (atau kepadatan rendah) minyak.
Minyak ini melawan kecenderungan tenggelamnya elasmobranch
dengan mengurangi kepadatan dan meningkatkan daya apung hewan
pada keseluruhan, sehingga hewan menjadi apung netral. Tanpa fungsi
tersebut, ikan pari akan mengalami mengalami kesulitan tinggal dari

7
bawah, karena mereka tidak memiliki kandung kemih seperti pada ikan
bertulang sejati.
b) Saluran pencernaan
Struktur yang paling terlihat kedua dalam rongga tubuh ikan pari
adalah saluran pencernaan yang terdiri dari dua organ yang berdekatan:
kerongkongan dan perut. Akhir anterior perut (juga dikenal sebagai
lambung jantung) adalah J-berbentuk dan saclike, dan mengecil ke
bagian posterior dari perut yang dikenal sebagai perut pilorus, yang
tikungan anterior. Perut pilorus berakhir pada penyempitan disebut
pilorus, yang mengarah ke duodenum pendek dan kemudian ke usus
katup largerspiral, yang sangat melingkar dan memutar secara internal.
Fungsi usus katup spiral adalah untuk meningkatkan luas permukaan
untuk pencernaan dan penyerapan makanan, sementara juga
melestarikan ruang di rongga tubuh untuk hati yang besar dan untuk
perkembangan embrio (dalam kasus sinar) atau kapsul telur (di kasus
skate). Katup spiral, pada gilirannya, menyebabkan rektum dan anus,
yang membuka ke dalam kloaka, rongga di mana pencernaan, saluran
kemih, dan kelenjar kelamin terbuka ke luar.
c) Pankreas
Pankreas adalah kelenjar yang membantu dalam pencernaan
dengan mengeluarkan enzim pencernaan ke dalam duodenum. Ini
terdiri dari dua lobus yang terhubung: lobus ventral, yang berisi
saluran yang sekresi pankreas masuk duodenum, dan lobus dorsal.
Keduanya biasanya dalam warna merah muda.
d) Limpa
Limpa adalah organ kecoklatan gelap, segitiga atau sedikit
memanjang dalam bentuk, yang terletak terhadap perut. Namun, itu
tidak berperan dalam proses pencernaan. Sebaliknya, itu adalah bagian
dari sistem limfatik, sistem yang merupakan komponen utama dari
sistem kekebalan tubuh.
e) Ginjal
Ginjal merupakan bagian dari saluran urogenital, dan terlibat
dalam pembuatan dan transportasi urin serta dalam regulasi
konsentrasi plasma urea. Dalam skate dan sinar, mereka baik semi-

8
bulan berbentuk atau pita-seperti, dorsoventrally diratakan, organ
merah tua yang sangat lobed dan berbaring punggung di kedua sisi
tulang belakang di luar rongga tubuh. Terdapat sebuah membran
tangguh, yang disebut peritoneum, memisahkan ginjal dari sisa rongga
tubuh.
f) Kelenjar dubur (anus)
Kelenjar dubur adalah organ kecil, yang berkonsentrasi dalam
jumlah besar kelebihan garam (atau natrium klorida) dari aliran darah
untuk ekskresi akhirnya melalui anus. Secara khusus, itu mengeluarkan
larutan tidak berwarna dengan sekitar dua kali konsentrasi natrium
klorida ditemukan dalam plasma darah ke rektum melalui saluran
kecil. Organ ini sangat penting untuk elasmobranchii, yang hati
menghasilkan sejumlah besar urea, sehingga membuat ini ikan laut
sedikit hyperosmotic ke air laut (yaitu zat terlarut internal mereka lebih
besar dari air laut di sekitarnya, sehingga mereka terus-menerus
mendapatkan air dan garam).

1) Sistem rangka
Rangka ikan pari sama dengan rangka ikan hiu, yaitu tidak memiliki
tulang sejati. Tulang rawan adalah bahan yang kuat dan tahan lama yang
lebih ringan dan lebih fleksibel daripada tulang sejati, sehingga
memungkinkan bagi elasmobranchii untuk tetap bertahan dan berubah
dalam radius ketat daripada ikan lainnya.

9
Gambar 2.2.1 Struktur rangka ikan pari
Bagian dari kerangka elasmobranchii seperti tengkorak, tulang
belakang, dan ekor diperkuat oleh kandungan kalsium dan garam.
Ketika struktur kerangka elasmobranchii menjadi cukup kaku, mereka
bisa menyerupai tulang, dan memiliki karakteristik kekuatan mirip
dengan tulang, tanpa beban tambahan.
2) Sistem pencernaan

10
Secara anatomi, sistem pencernaan ikan pari hampir sama dengan
ikan hiu namun struktur pada ikan hiu lebih panjang. Selain itu ikan
pari memiliki mulut yang terletak dibagian ventral, dimana gigi ikan
pari berjumlah lebih kurang 800 berbentuk pasak dan nyaris
tersenyembunyi dibawah kulit. Rahang tertutup oleh gigi. Alat
pencernaan terdiri atas cavum oris, pharinks, oesophagus, ventriculus,
intestinum, kloaka, dan anus.
Lambung berbentuk U dan bagian posterior terdapat otot daging
spinchter. Hati dengan struktur 2 buah lobus dan pancreas terdapat
diantara lambung dan usus hingga anus. Hati dan pankreas dengan
saluran empedu yang terbuka dalam duodenum.
3) Sistem pernapasan
System respirasi dengan menggunakan insang yang terletak
dibagian ventral tubuh, tepat dibawah mulut. Ikan pari melakukan
respirasi dengan membuka dan menghalau air ke dalam mulut dan
menekan keluar dengan kekuatan menutup mulut melalui celah insang
dan spirakel, insangnya terdiri atas filamen yang banyak mengandung
pembuluh darah, meliputi Archus branchia, Filamen branchia, Gill
rakers. Memiliki 5 pasang insang langsung bermuara keluar. Darah
dari ventral aorta akan melalui kapiler pada insang, melepaskan CO 2
dan mengikat O2.
4) Sistem sirkulasi
Sistem sirkulasi oleh jantung dibungkus pericardium. Jantung
berhubungan dengan insang sebagai organ tempat difusi udara. Jantung
ikan pari mempunyai satu atrium dorsal yang menerima darah dari
sinus venosus dan satu ventrikel yang menerima darah dan memompa
darah ke konus arteriosus. Dari konus, selanjutnya darah menuju aorta
ventral yang bercabang-cabang. Kapiler yang ada pada insang bersatu
membentuk aorta dorsalis, selanjutnya darah masuk keseluruh tubuh
dan darah vena kembali melalui dua buah saluran cauvier dan masuk
ke dalam sinus venosus.
5) Sistem reproduksi

11
Fertilisasi internal. Ikan pari jantan memiliki alat kopulasi yang
disebut clasper, sedangkan betina memiliki sepasang ovarium di dekat
ujung anterior cavum abdominal. Telur yang masak melepaskan diri
menembus selaput ovarium dan masuk ke dalam ostium yang
berbentuk corong, terus masuk ke dalam oviduk. Ujung oviduct pada
bagian posterior merupakan tempat embrio berkembang sampai
berenang.

C. Habitat dan Penyebaran Ikan Pari (Dasyatis sabina)


Last dan Stevens (2009) menyatakan bahwa Ikan pari (famili Dasyatidae)
mempunyai variasi habitat yang sangat luas dengan pola sebaran yang unik.
Daerah sebaran ikan pari adalah perairan pantai dan kadang masuk ke daerah
pasang surut. Ikan pari biasa ditemukan di perairan laut tropis. Di perairan
tropis Asia Tenggara (Thailand, Indonesia, Papua Nugini) dan Amerika
Selatan (Sungai Amazon).
Habitat ikan pari ini berada di dasar perairan berlumpur, lumpur berpasir,
tanah keras, bahkan yang berbatu atau koral. Daerah sebaran ikan pari adalah
perairan pantai dan kadang masuk ke daerah pasang surut. Ikan pari biasa
ditemukan di perairan laut tropis (Galib, 2002).
Di perairan laut, ikan pari mempunyai peran ekologis yang sangat penting,
terutama sebagai predator bentos. Namun beberapa aspek biologi (misalnya:
reproduksi dan fisiologi) ikan pari belum dikaji secara menyeluruh. Beberapa
speseis Dasyatis umumnya akan memasuki air tawar di area Amerika utara
bagian tenggara walaupun tidak sampai menembus ke hulu (Berra, 2001).
Dasyatis Sabina atau yang lebih dikenal dengan sebutan Atlantic
stingrays mampu mentolerir variasi salinitas dan dapat masuk ke air tawar.
Hal ini telah dilaporkan berdasarkan penelitian di sungai Missisipi, danau
Pontchartrain, dan sungai St. Johns. Spesies ini umumnya memiliki habitat di
pesisir dangkal dengan dasar berpasir atau berlumpur. Menyukai suhu perairan
15C dan dapat mentolelir hingga suhu 30C.

D. Aspek Biologi Reproduksi pada Ikan Pari (Dasyatis sabina)

12
Ikan pari merupakan dioecious. Ikan pari jantan dilengkapi sepasang alat
kelamin, disebut klasper (clasper) yang terletak di pangkal ekor. Ikan pari
betina tidak dilengkapi klasper, tetapi lubang kelaminnya mudah dilihat. Ikan
pari berkembang biak secara vivivar dengan jumlah anak sekitar 5-6 ekor.

Tingkat kedewasaan ikan pari jantan dilihat pada ukuran klaspernya


(berfungsi sebagai alat kelamin), sedangkan pari betina didasarkan pada ada
tidaknya telur pada indung telur. Ikan pari jantan muda dicirikan oleh ukuran
klasper yang lebih pendek dari sirip perut (pelfic fin), ikan pari mulai dewasa
memiliki klasper yang sejajar dengan sirip perut, dan ikan pari dewasa
mempunyai klasper yang ukurannya lebih panjang dari sirip perut.
Pengamatan yang dilakukan pada reproduksi ikan pari menunjukkan hasil
bahwa setelah terjadi pembuahan, embrio akan mendapatkan energi dari
kuning telur yang selanjutnya diberikan suplemen oleh histotrof (uterine
milk yang diperkaya dengan protein, lemak, dan mukosa). Transfer energi ini
dilakukan dari induk betina melalui sejumlah uterine epithelium yang disebut
troponemata.
Reproduksi ikan pari meliputi :

13
1. Nisbah kelamin
Nisbah kelamin merupakan perbandingan antara jumlah ikan jantan
dan jumlah ikan betina yang dinyatakan dalam persen dari jumlah total
individu. Nisbah kelamin menunjukkan banyaknya individu yang
menyusun suatu populasi (Fonteneau dan Marcilla, 1993 dalam Talaohu,
2003).
Seksualitas ikan perlu diketahui karena dapat digunakan untuk
membedakan antara ikan jantan dengan ikan betina. Ikan jantan adalah
ikan yang dapat menghasilkan spermatozoa, sedangkan ikan betina adalah
ikan yang dapat menghasilkan sel telur atau ovum (Effendie, 1997).
Ikan jantan dapat dibedakan dari ikan betina dengan melihat ciri-ciri
seksual primer dan sekunder. Ciri seksual primer adalah organ yang secara
langsung berhubungan dengan proses reproduksi. Ciri-ciri seksual
sekunder adalah dengan melihat warna tubuh (sexual dichromastism),
morfologi dan bentuk tubuh (sexual dimorphism) yang digunakan untuk
membedakan jenis kelamin pada ikan. Testis beserta salurannya
merupakan ciri seksual primer ikan jantan, sedangkan ovari beserta
salurannya merupakan ciri seksual primer ikan betina (Effendie, 1997).
2. Tingkat kematangan gonad (TKG)
Tingkat kematangan gonad (TKG) adalah tahap tertentu perkembangan
gonad sebelum dan sesudah ikan memijah. Tingkat kematangan gonad
diperlukan untuk menentukan perbandingan antara organisme yang telah
matang gonad dengan yang belum matang, ukuran atau umur organisme
pada saat pertama kali matang gonad, untuk menentukan apakah
organisme tersebut sudah memijah atau belum, masa pemijahan, dan
frekuensi pemijahan.
Effendie (1997) mengemukakan bahwa bagi ikan yang mempunyai
musim pemijahan sepanjang tahun, pada pengambilan contoh setiap saat
akan didapatkan komposisi tingkat kematangan gonad yang terdiri dari
berbagai tingkat dengan persentase yang tidak sama, dan tingkat
kematangan yang tertinggi akan didapatkan pada saat pemijahan akan tiba.
Sjafei (1991) menyatakan bahwa faktor utama yang mempengaruhi
kematangan gonad ikan di daerah subtropis adalah suhu dan makanan.

14
Pada suhu dibawah optimum maka proses pemijahan tidak dapat
berlangsung walaupun kedua induk telah matang gonad.
3. Ukuran pertama kali matang gonad
Ukuran pertama kali matang gonad merupakan salah satu parameter
yang penting dalam penentuan ukuran terkecil ikan yang dapat ditangkap.
Awal kematangan gonad biasanya ditentukan berdasarkan umur atau
ukuran ketika 50% individu di dalam suatu populasi sudah matang gonad
(King, 1995 dalam Andy Omar, 2004).
Syamzam (2006), menyatakan bahwa beberapa faktor yang
mempengaruhi saat ikan pertama kali matang gonad antara lain adalah
perbedaan spesies, umur dan ukuran, serta sifat-sifat fisiologi individu
yang berbeda jenis kelamin dan juga tempat berpijah yang sesuai.
4. Indeks kematangan gonad
Effendie (1997) mengemukakan bahwa indeks kematangan gonad
(IKG) adalah suatu nilai dalam persen yang merupakan nilai dari
perbandingan antara bobot gonad dan bobot ikan dikalikan 100%. Indeks
kematangan gonad diperlukan sebagai salah satu pengukuran aktifitas
yang terjadi di dalam gonad. Selanjutnya dikatakan bahwa bobot gonad
akan mencapai maksimum sesaat sebelum ikan memijah kemudian bobot
gonad akan menurun dengan cepat selama pemijahan sedang berlangsung
sampai selesai.
Indeks Kematangan Gonad ikan betina lebih tinggi dari ikan jantan
pada TKG yang sama, disebabkan karena IKG sangat dipengaruhi oleh
bobot gonad dan bobot tubuh. Gonad yang berisih telur (betina) lebih berat
dibandingkan gonad yang berisih sperma (jantan), sehingga IKG ikan
betina lebih tinggi dibanding ikan jantan (Galib, 2002).
Ukuran pertama kali matang gonad ditentukan berdasarkan rata-rata
berat tubuh dan rata-rata panjang ikan dan dapat juga berdasarkan
perhitungan persentase berat hati dibandingkan berat tubuh (Devadoss
1983).
Meskipun umur dan ukuran pada saat matang gonad hampir sama
pada setiap spesies Dasyatis, terdapat juga variasi ukuran antar individu
pada spesies yang sama. Variasi ini jelas terlihat berbeda berdasarkan
sebaran geografis. Hal ini mengindikasikan bahwa faktor lingkungan

15
berperan sangat penting bagi pertumbuhan dan kematangan gonad, selain
itu faktornya berupa kesesuaian habitat, kecukupan makanan, dan
kenyamanan ikan (faktor fisika-kimia perairan, predator, pencemaran)
menjadi hal penting yang berpengaruh pada proses biologis ikan
(Henningsen & Leaf, 2010).
5. Fekunditas
Fekunditas adalah jumlah telur yang dikeluarkan oleh ikan dalam
rata-rata masa hidupnya. Pada umumnya fekunditas meningkat dengan
meningkatnya ukuran ikan betina. Semakin banyak makanan maka
pertumbuhan ikan semakin cepat dan fekunditasnya semakin besar
(Nikolsky, 1963 dalam Syamzam, 2006).
Effendie (1997) menyatakan bahwa fekunditas secara tidak
langsung digunakan untuk menaksir jumlah anak ikan yang akan
dihasilkan dan akan menentukan pula jumlah ikan dalam kelas umur yang
bersangkutan. Dalam hubungan ini tentu ada faktor-faktor lain yang
memegang peranan penting dansangat erat hubungannya dengan strategi
reproduksi dalam rangka mempertahankan kehadiran spesies itu di alam.
6. Diameter telur
Semakin berkembang gonad, telur yang terkandung di dalamnya
semakin besar garis tengahnya, sebagai hasil dari pengendapan kuning
telur, hidrasi dan pembentukan butir-butir minyak. Sebaran garis telur akan
semakin besar seiring dengan perkembangan gonad. Sebaran garis tengah
telur mencerminkan pola pemijahan ikan tersebut.
Effendie (1997) menyatakan bahwa masa pemijahan tiap-tiap
spesies ikan berbeda, ada yang pemijahannya berlangsung dalam waktu
singkat (total spawner), tetapi banyak pula dalam waktu yang panjang dan
pemijahan sebagian demi sebagian (partial spawner/heterochronal) yang
berlangsung sampai beberapa hari.

E. Makanan dan Kebiasaan Makan Ikan Pari (Dasyatis sabina)


Ikan pari termasuk pemakan di dasar perairan (bottom feeder). Ikan ini
umumnya bersifat sebagai predator, memiliki gigi kecil-kecil yang berfungsi
sebagai penghancur. Tubuh yang berbentuk pipih dorsoventral dengan mulut

16
pada posisi ventral membuat ikan ini sangat cocok untuk mengkonsumsi
hewan dasar, baik infauna maupun epifauna.
Garcia (2012) menjelaskan bahwa preferensi makanan untuk ikan-ikan
predator, seperti halnya Dasyatis sabina termasuk kompleks. Pilihan makanan
ini dipengaruhi oleh berbagai faktor misalnya ketersediaan, pergerakan dan
kelimpahan mangsa, faktor lingkungan, tahapan perkembangan individu, serta
umur.
Berdasarkan analisis isi lambung yang dilakukan Devadoss (1983), dapat
diketahui bahwa ikan pari mengkonsumsi krustasea (64,8%); polichaeta
(33,5%); gastopoda dan bivalvia (0,3%); serta larva ikan dan ikan muda
(1,4%). Umumnya juga ditemukan berbagai jenis butiran pasir pada organ
pencernaan ikan pari.
Penelitian yang dilakukan Garcia (2012) memberikan hasil bahwa ikan
pari memiliki ruas relung makanan yang sempit. Sebagian besar makanannya
berupa udang (49,5%), ikan (26%), dan stomatopod (15,6%). Penelitian ini
juga membuktikan bahwa terdapat perbedaan makanan yang dikonsumsi
berdasarkan tahapan perkembangan individu. Ikan pari muda hanya
mengkonsumsi udang. Bertambahnya usia menyebabkan kebutuhan nutrisi
juga berubah. Ikan pari dewasa mengonsumsi tidak hanya udang melainkan
juga kepiting, stomatopoda, dan ikan teleostei. Kebiasaan makan ikan pari
dipengaruhi oleh ukuran, bukan pada jenis kelamin atau musim.

F. Faktor yang Dapat Mempengaruhi Perkembangan Ikan Pari (Dasyatis


sabina)
Seperti ikan pada umumnya, pertumbuhan ikan pari dipengaruhi oleh dua
faktor, yaitu: faktor dalam dan faktor luar. Faktor dalam dapat berupa genetik,
umur atau ukuran, ketahanan terhadap penyakit, dan kemampuan
memanfaatkan makanan. Faktor luar berupa pengaruh lingkungan meliputi
sifat fisika kimia perairan serta komponen hayati seperti ketersediaan makanan
dan kompetisi.
Theiss (2007) melakukan penelitian paparan cahaya yang berbeda
terhadap adaptasi sistem sensori pada Dasyatis sabina. Berdasarkan hasil
penelitian dapat diketahui bahwa paparan cahaya yang berbeda menyebabkan

17
perubahan sistem sensori pada D. sabina. Paparan cahaya maksimum untuk
sistem sensori D. sabina terletak pada panjang gelombang 497 nm, sedangkan
panjang gelombang <380 nm tidak dapat direspon. Hal ini memandakan
bahwa D. sabina tidak sensitif terhadap radiasi ultraviolet.
Perubahan lingkungan juga berpengaruh terhadap proses reproduksi
pada Dasyatis Sabina. Berdasarkan penelitian yang dilakukan Johnson dan
Snelson (1996) diperoleh hasil bahwa perubahan musim yang ekstrim
menyebabkan stress fisiologi pada Dasyatis sabina. Perubahan ini
menyebabkan kegagalan proses reproduksi D. Sabina selama akhir musim
gugur dan musim semi tahun 1991 di sungai St. Johnson, Florida.
Perubahan lingkungan juga menyebabkan adanya migrasi Dasyatis
sabina dari laut hingga ke perairan tawar sungai St. Johns, sekitar 300 km dari
laut. Migrasi ini merupakan migrasi yang konstan dilakukan oleh D.
sabina. Hasil penelitian Piermarini dan Evans (1998) menunjukkan
bahwa D. sabina telah memiliki mekanisme osmoregulasi untuk beradaptasi
terhadap perubahan salinitas.

G. Kandungan Gizi dan Pemanfaatan Ikan Pari (Dasyatis sabina)


Di perairan laut, ikan pari mempunyai peran ekologis yang sangat penting,
terutama sebagai predator bentos, namun beberapa aspek biologi (misalnya:
reproduksi, diet dan fisiologi) ikan pari belum dikaji secara menyeluruh
(Fujaya, 2001).
Di perairan Indonesia, ikan pari tertangkap hampir sepanjang tahun.
Berdasarkan data Direktorat Jenderal Perikanan, Departemen Pertanian
(1995), bahwa produksi tangkapan ikan pari pada tahun 1993 sebesar lebih
kurang 35.686 ton.
Pemanfaatan ikan-ikan Elasmobranchii sebagai bahan pangan belum
dilakukan secara maksimal oleh masyarakat. Dewasa ini ikan hiu dan ikan pari
diburu untuk diambil siripnya, sedangkan dagingnya dibuang ke laut. Sirip hiu
dikenal paling mahal dan laku di pasaran. Sirip tersebut digunakan sebagai
obat dalam pengobatan Cina. Sulitnya pemanfaatan daging ikan
Elasmobranchii, dikarenakan mengandung urea yang cukup tinggi, sehingga

18
perlu penangganan yang khusus agar semua bagian tubuhnya dapat
dimanfaatkan.
Ikan pari merupakan salah satu jenis ikan yang termasuk dalam kelompok
ikan yang bernilai ekonomis rendah. Meskipun produksinya di Indonesia
cukup tinggi, yaitu 24.927 ton pada tahun 1988, tetapi pemanfaatannya belum
dilakukan secara maksimal, sehingga nilai tambahnya masih memungkinkan
untuk ditingkatkan lagi.
Pemanfaatan daging ikan pari umumnya terbatas pada produk ikan pari
asin. Daging ikan pari dapat diolah menjadi berbagai macam produk pangan.
Salah satunya adalah fish flakes. Pengolahan ini bertujuan untuk
memperpanjang daya simpan produk dan untuk menganekaragamkan produk
perikanan disamping produk-produk yang lain seperti ikan asap, asin, pindang
abon, dan dendeng ikan (Eber dan Cowley, 2009).

Gambar 4.1 Kandungan Gizi Ikan Pari


Daging ikan mengandung senyawa-senyawa yang sangat potensial bagi
tubuh manusia. Bagian yang dapat dimakan hanya sekitar 70 % dari seluruh
organ tubuh yang terdapat pada ikan, sedangkan 30 % lagi seperti kepala,
ekor, sirip dan isi perut umumnya dibuang. Daging ikan memiliki serat halus
tidak seperti kebanyakan hewan mamalia darat. Daging ikan pari memiliki
serat lebih halus dan lebih pendek serta memiliki jaringan pengikat sehingga
lunak bila dibandingkan dengan hewan ternak lainnya (Irawan, 1995).

19
Sumber daya ikan elasmobranchii (pari dan hiu) sangat melimpah di
Indonesia. Tercatat, bahwa hasil tangkapan ikan elasmobranchii pada tahun
2002 sebesar 105.000 ton dan tahun 2003 sebesar 118.000 ton. Besarnya
sumber daya alam ini, memungkinkan untuk diolah menjadi berbagai macam
produk makanan. Salah satunya adalah Flakes. Ikan pari juga terkenal
sebagai ikan yg hampir keseluruhan tubuhnya bisa dimanfaatkan spt daging,
sirip, tulang dan kulit. Kandungan nutrisi ikan pari diantaranya : Protein,
Asam lemak, Omega 3, Vitamin D, Kalsium, Fosfor, Iodin, Magnesium,
Potassium dan Zat besi.
Kandungan gizi ikan pari meliputi kadar air 79,10%, kadar abu 0,83%,
kadar lemak 0,42% dan kadar protein 16,86% (% berat basah). Kandungan
mineral meliputi Na 381,09 mg/100g, Mg 173,55 mg/100g, Ca 21,60
mg/100g, Cu 2,16 mg/100g, Zn 0,97 mg/100g, K 78,82 mg/100g dan P 146,82
mg/100g. Disamping itu, ikan pari juga mengadung asam amino yang cukup
tinggi seperti alanin 4,56 g/100g, arginin 10,45 g/100g, asam aspartat 6,01
g/100g, cistin 1,51 g/100g, asam glutamat 10,55 g/100g, glisin 10,50 g/100g,
histidin 3,84 g/100g, isoleusin 4,68 g/100g, leusin 7,68 g/100g, lisin 5,01
g/100g, methionin 4,41 g/100g, phenilalanin 5,89 g/100g, prolin 4,12 g/100g,
serin 4,80 g/100g, threonin 6,49 g/100g, tirosin 5,05 g/100g dan valin 4,45
g/100g (Sjafey, 1991).
Berdasarkan kandungan gizi yang tinggi, ikan pari berpotensial untuk
dijadikan flakes ikan. Secara sederhana Flakes ikan adalah sejenis produk
makanan yang berbentuk kepingan, dibuat dari daging ikan giling yang
dicampur dengan sedikit tepung dan rempah-rempah. Tepung yang digunakan
seperti tepung jagung, tepung ubi kayu, tepung sagu dll (Sjafey, 1991).
Menurut Effendie (1997), manfaat ikan pari untuk kesehatan jika
konsumsi adalah sebagai berikut :
1. Menjaga dan menunjang pertumbuhan otak janin pada ibu hamil.
2. Menunjang pertumbuhan Tulang dan gigi serta menjaganya tetap kuat
(bersifat mencegah osteoporosis).
3. Melancarkan sirkulasi / peredaran darah yang sangat cocok untuk
penderita hipertensi.

20
4. Mencegah tubuh kekurangan darah (anemia).
5. Menyembuhkan penyakit asma / sesak nafas.
6. Mendukung pertumbuhan otot dan sel syaraf pada anak.
7. Meningkatkan kecerdasan dan pola pikir.

BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
1. Klasifikasi ikan pari menurut Berra (2001), adalah sebagai berikut :
Kingdom : Animalia
Phylum : Chordata
Subphylum : Vertebrata
Class : Condrichthyes
Subclass : Elasmobranchii
Ordo : Rajiformes
Family : Dasyatidae
Genus : Dasyatis
Species : Dasyatis sabina
2. Ciri morfologi Ikan Pari memiliki celah insang yang terletak di sisi ventral
kepala, sirip dada (pectoral fins) ikan ini melebar dan menyatu, bagian
tubuh sangat pipih sehingga memungkinkan untuk hidup di dasar laut.
Bentuk ekor seperti cambuk pada beberapa spesies dengan sebuah atau
lebih duri tajam di bagian ventral dan dorsal, Ikan pari jantan dilengkapi
sepasang alat kelamin yang disebut clasper letaknya di pangkal ekor.
Dilengkapi duri penyengat sehingga disebut sting-rays, mata ikan pari
umumnya terletak di kepala bagian samping. Posisi dan bentuk mulutnya
adalah terminal . Ciri anatomi pada ikan pari yaitu memiliki mulut, hati,
empedu, pankreas, lambung, usus, dan anus yang termasuk ke dalam alat
sistem pencernaan, adapun jantung berperan sebagai sistem sirkulasi.
3. Habitat ikan pari ini berada di dasar perairan berlumpur, lumpur berpasir,
tanah keras, bahkan yang berbatu atau koral. Daerah sebaran ikan pari
adalah perairan pantai dan kadang masuk ke daerah pasang surut. Ikan pari
biasa ditemukan di perairan laut tropis, perairan tropis Asia Tenggara

21
(Thailand, Indonesia, Papua Nugini) dan Amerika Selatan (Sungai
Amazon).
4. Ikan pari mempunyai peran ekologis yang sangat penting, terutama
sebagai predator bentos. Namun, beberapa aspek biologi (misalnya:
reproduksi dan fisiologi) ikan pari belum dikaji secara menyeluruh.
5. Ikan Pari termasuk pemakan di dasar perairan (bottom feeder), Ikan ini
umumnya bersifat sebagai predator.
6. Faktor lingkungan berpengaruh terhadap proses reproduksi pada.
Perubahan lingkungan juga menyebabkan adanya migrasi ikan pari dari
laut hingga ke perairan tawar sungai.
7. Di perairan laut, ikan pari mempunyai peran ekologis yang sangat penting,
terutama sebagai predator bentos, namun beberapa aspek biologi
(misalnya: reproduksi, diet dan fisiologi) ikan pari belum dikaji secara
menyeluruh.

B. Saran
Dewasa ini ikan pari diburu untuk diambil siripnya, sedangkan
dagingnya dibuang ke laut. Pari sering menjadi objek perburuan di sejumlah
wilayah di Indonesia. Produksinya di Indonesia cukup tinggi, yaitu 24.927 ton
pada tahun 1988, tetapi pemanfaatannya belum dilakukan secara maksimal.
Sebaiknya Kementerian Kelautan dan Perikanan menetapkan ikan Pari sebagai
jenis ikan yang dilindungi karena mengalami ancaman kepunahan yang cukup
tinggi.

DAFTAR PUSTAKA

22
Allen, G. 2000. Marine Fishes of South and East Asia. A Field Guide for Anglers
and Diversi. Western Australia.

Andy Omar, S. Bin. 2004. Modul Praktikum Biologi Perikanan. Jurusan


Perikanan. Fakultas Ilmu Kelautan dan Perikanan. Universitas
Hasanuddin. Makassar.

Berra TM. 2001. Freshwater Fish Distribution. California: Academis Press. 606
hal.

Bond CE. 1979. Biology of Fishes. Philadephia: W.B. Saunders Company. 514
hal.

Dinas Kelautan dan Perikanan. 2009. Laporan Statistik Perikanan Sulawesi


Selatan. Dinas Kelautan dan Perikanan Sulawesi Selata. Makassar.

Devadoss P. 1983. Further Observations on the Biology of the Stingray, Dasyatis


imbricatus (Schneider) at PortoNovo. Matsya 9-10; 129-134.

Eber. D.A and P.D. Cowley. 2009. Reproduction and embryonic development of
the blue stingray, in Southern African Waters. Journal of Marine
Biological Association of the United Kingdom, 89:80-81.

Effendie, M.I 1997. Biologi Perikanan. Yayasan Pustaka Nusataman. Yogyakarta

Fujaya, Y. 2001. Biologi dan Teknologi Reproduksi Teleostei. Program Pasca


Sarjana Institut Pertanian Bogor. Bogor.

Galib, A.S. 2002. Aspek Reproduksi Ikan Kuniran (Upeneus moluccensis) di


Sekitar Perairan Pulau Kodingareng. Kecamatan Ujung Tanah. Kota
Makassar. Skripsi. Jurusan Perikanan. Fakultas Ilmu Kelautan Dan
Perikanan. Unuversitas Hasanuddin. Makassar.

Garcia JL, AF Navia, PAM Falla, EA Rubio. 2012. Feeding Habits and Trophic
Ecology of Dasyatis sabina (Elasmobranchii: Myliobatiformes): sexual,
temporal and ontogenetic effects. Journal of Fish Biology (2012) 80,
15631579.

Henningsen AD, RT Leaf. 2010. Observations on the Captive Biology of the


Southern Stingray. Transactions of the American Fisheries
Society 139:783791.

Irawan. 1995. Metode Baru Untuk Estimasi Fekunditas (Aplikasi pada Ikan
Sebelah (Pleuronectes platessa). Torani. Buletin dan Jurnal Teknologi
Kelautan Vol. IV. Fakultas Ilmu Kelautan dan Perikanan. Universitas
Hasanuddin Makassar.

23
Jobling M. 1995. Environmental Biology of Fishes. London: Chapman & Hall.
454 hal.

Johnson MR, FF Snelson. 1996. Reproductive Life History of the Atlantic


Stingrays Dasyatis sabina (Pisces, Dasyatidae) in the Freshwater St.
Johns River, Florida.Bulletine of Marine Science 59(1): 74-88.
Sjafei, D.S, M.F. Raharjo, R. Affandi, M. Brojo, dan Sulistino. 1991. Fisiologi
ikan II Reproduksi Ikan. IPB. Bogor. 210 hal.

Syamzam. 2006. Aspek Biologi Reproduksi Ikan Kuniran (Upeneus asymmetricus


Lachner, 1954) Di Perairan Pulau Kodingareng Kecamatan Ujung tanah
Kota Makassar Sulawesi Selatan. Skripsi. Universitas Hasanuddin.
Makassar.

Talaohu, N. 2003. Analisis Biologi Reproduksi Ikan Layang (Decapterus russelli


Ruppel) yang Tertangkap pada Bagan Rambo di Perairan Barru Selat
Makassar. Skripsi. Fakultas Ilmu Kelautan dan Perikanan. Universitas
Hasanuddin. Makassar.

Theiss SM, TJ Lisney, SP Collin, NS Hart. 2007. Colour Vision and Visual
Ecology of the Blue-spotted Maskray, Dasyatis kuhlii Mu ller & Henle,
1814. J Comp Physiol A 193:6779. Sjafei, D.S, M.F. Raharjo, R. Affandi,
M. Brojo, dan Sulistino. 1991. Fisiologi ikan II Reproduksi Ikan. IPB.
Bogor. 210 hal.

Syamzam. 2006. Aspek Biologi Reproduksi Ikan Kuniran (Upeneus asymmetricus


Lachner, 1954) Di Perairan Pulau Kodingareng Kecamatan Ujung tanah
Kota Makassar Sulawesi Selatan. Skripsi. Universitas Hasanuddin.
Makassar.

24

Anda mungkin juga menyukai