Anda di halaman 1dari 14

PANCASILA

DALAM KAJIAN SEJARAH BANGSA INDONESIA

Nama: Maria Cathalina Corina Susanto


NIM : 071411131060
Prodi : Ilmu Administrasi Negara

UNIVERSITAS AIRLANGGA
SURABAYA
2014
Pancasila Sebagai dasar negara dari Negara
Kesatuan Republik Indonesia telah diterima
secara luas dan telah bersifat final. Namun
walaupun pancasila saat ini telah dihayati
sebagai filsafat hidup bangsa dan dasar negara,
yang merupakan perwujudan dari jiwa
bangsa,sikap mental,budaya dan karakteristik bangsa,
saat ini asal usul dan kapan di
keluarkan/disampaikannnya Pancasila masih
dijadikan kajian yang menimbulkan banyak sekali penafsiran dan
konflik yang belum selesai hingga saat ini.

Namun dibalik itu semua ternyata pancasila memang mempunyai sejarah yang
panjang tentang perumusan-perumusan terbentuknya pancasila, dalam perjalanan
ketata- negaraan Indonesia. Sejarah ini begitu sensitif dan salah-salah bisa mengancam
keutuhan Negara Indonesia. Hal ini dikarenakan begitu banyak polemik serta
kontroversi yang akut dan berkepanjangan baik mengenai siapa pengusul pertama
sampai dengan pencetus istilah Pancasila.

Nilai nilai pancasila itu telah ada pada bangsa indonesia sejak zaman dulu kala
sebelum bangsa indonesia mendirikan negara. Proses terbentuknya negara indonesia
melalui proses sejarah yang cukup panjang yaitu sejak zaman batu hingga munculnya
karajaan-kerajaan pada abad ke-IV

Soekarno pernah mengatakan jangan sekali-kali meninggalkan sejarah. Dari


perkataan tersebut dapat dimaknai bahwa sejarah mempunyai fungsi yang beragam bagi
kehidupan. Seperti diungkap seorang filsuf Yunani yang bernama Cicero (106-43 SM)
yang mengungkapkan Historia Vitae Magistra, yang bermakna, sejarah memberikan
kearifan. Pengertian yang lebih umum yaitu sejarah merupakan guru kehidupan.
Sejarah memperlihatkan dengan nyata bahwa semua bangsa memerlukan suatu konsepsi
dan cita-cita. Jika mereka tidak memilikinya atau jika konsepsi dan citacita itu menjadi
kabur dan usang, maka bangsa itu adalah dalam bahaya (Soekarno, 1989: 64).
Cita-cita ideal sebagai landasan moralitas bagi kebesaran bangsa diperkuat oleh
cendekiawan-politisi Amerika Serikat, John Gardner, No nation can achieve greatness
unless it believes in something, and unless that something has moral dimensions to
sustain a great civilization (tidak ada bangsa yang dapat mencapai kebesaran kecuali
jika bangsa itu mempercayai sesuatu, dan sesuatu yang dipercayainya itu memiliki
dimensi-dimensi moral guna menopang peradaban besar)

Kuat dan mengakarnya Pancasila dalam jiwa bangsa menjadikan Pancasila terus
berjaya sepanjang masa. karena ideologi Pancasila tidak hanya sekedar confirm and
deepen identitas Bangsa Indonesia sepanjang masa. Sejak Pancasila digali dan
dilahirkan kembali menjadi Dasar dan Ideologi Negara, maka ia membangunkan dan
membangkitkan 2 identitas yang tertidur dan yang terbius selama kolonialisme
(Abdulgani, 1979: 22).

A. PANCASILA DALAM KAJIAN SEJARAH BANGSA INDONESIA


Menurut Mr. Muhammad Yamin berdirinya negara kebangsaan Indonesia tidak
dapat dipisahkan dengan kerajaan-kerajaan lama yang merupakan warisan nenek
moyang bangsa Indonesia. Tanpa disadari , nilai nilai luhur pancasila sudah mulai
terbentuk sejak masa kerajaan kerajaan di Indonesia , diantaranya adalah 2
kerajaan terbesar di Indonesia yaitu Kerajaan Sriwijaya dan Kerajaan Majapahit.
Dapat dikatakan bahwa nilai-nilai religious sosial dan politik yang merupakan
materi Pancasila sudah muncul sejak memasuki zaman sejarah (Suwarno, 1993: 23-
24). Bahkan, pada masa kerajaan ini, istilah Pancasila dikenali yang terdapat dalam
buku Nagarakertagama karangan Prapanca dan buku Sutasoma karangan Empu
Tantular. Dalam buku tersebut istilah Pancasila di samping mempunyai arti berbatu
sendi yang lima (dalam bahasa Sansekerta), juga mempunyai arti pelaksanaan
kesusilaan yang lima (Pancasila Krama)

a. Masa Kerajaan Sriwijaya


Pada abad ke VII berdirilah kerajaan Sriwijaya dibawah kekuasaan
wangsa Syailendra di Sumatera. Kerajaan yang berbahasa Melayu Kuno dan huruf
pallawa adalah kerajaan maritime yang mengandalkan jalur perhubungan laut.
Kekuasaan Sriwijaya menguasai selat Sunda dan Selat Malaka (775). Sistem
perdagangan telah diatur dengan baik, dimana pemerintah melalui pegawai raja
membentuk suatu badan yang dapat mengumpulkan hasil kerajinan rakyat sehingga
rakyat mengalami kemudahan
dalam pemasarannya. Dalam
sistem pemerintahan sudah terdapat
pegawai pengurus pajak, harta
benda kerajaan, rohaniawan yang
menjadi pengawas teknis
pembangunan gedung-gedung dan
patung-patung suci sehingga saat
itu kerajaan dapat menjalankan sistem negaranya dengan nilai-nilai Ketuhanan
(Kaelan,1999:27) . Cita-cita kesejahteraan bersama dalam suatu negara telah
tercermin pada kerajaan Sriwijaya sebagai terebut dalam perkataan marvuat vannua
Criwijaya ssiddhayatra subhiksa (suatu cita-cita negara yang adil dan makmur).
Unsur-unsur yang terdapat di dalam Pancasila yaitu: Ke-Tuhan-an,
Kemanusiaan, Persatuan, Tata pemerintahan atas dasar musyawarah dan keadilan
sosial telah terdapat sebagai asas-asas yang menjiwai bangsa Indonesia, yang
dihayati serta dilaksanakan pada waktu itu, hanya saja belum dirumuskan secara
kongkrit.
Pada hakekatnya nilai-nilai budaya bangsa semasa kejayaan Sriwijaya telah
menunjukkan nilkai-nilai Pancasila, yaitu:
Nilai Sila pertama, terwujud dengan adanya umat agama Budha dan
Hindu hidup berdampingan secara damai. Pada kerajaan Sriwijaya
terdapat pusat kegiatan pembinaan dan pengembangan agama Budha.
Nilai Sila Kedua, terjalinnya hubungan antara Sriwijaya dengan India
(Dinasti Harsha). Pengiriman para pemuda untuk belajar di India.
Telah tumbuh nilai-nilai politik luar negeri yang bebas dan aktif.
Nilai Sila Ketiga, sebagai negara martitim, Sriwijaya telah
menerapkan konsep negara kepulauan sesuai dengan konsepsi
Wawasan Nusantara.
Nilai Sila Keempat, Sriwijaya telah memiliki kedaulatan yang sangat
luas, meliputi (Indonesia sekarang) Siam, semenanjung Melayu.
Nilai Sila Kelima, Sriwijaya menjadi pusat pelayanan dan
perdagangan, sehingga kehidupan rakyatnya sangat makmur.

b. Masa Kerajaan Majapahit


Kerajaan Majapahit adalah salah satu kerajaan terbesar di Nusantara pada
masanya. Sejak zaman Majapahit , telah terbukti adanya pengamalan-pengamalan
nilai-nilai pancasila, diantaranya :
Pengamalan sila pertama telah terbukti pada waktu agama Hindu dan Budha
hidup berdampingan secara damai, Empu Prapanca
menulis Negarakertagama (1365) yang di dalamnya
telah terdapat istilah Pancasila. Empu Tantular
mengarang buku Sutasoma dimana dalam buku itu
tedapat seloka persatuan nasional yang berbunyi
Bhinneka Tunggal Ika Tan Hana Dharma Mangrua,
artinya walaupun berbeda-beda, namun satu jua dan
tidak ada agama yang memiliki tujuan yang berbeda.
Hal ini menunjukkan realitas beragama saat itu.
Sila kedua telah terwujud, yaitu hubungan raja Hayam Wuruk dengan baik
dengan kerajaan Tiongkok, Ayoda, Champa dan Kamboja. Menagadakan
persahabatan dengan negara-negara tetangga atas dasar Mitreka Satata.
Sebagai perwujudan nilai-nilai Sila ketiga telah terwujud dengan keutuhan
kerajaan, khususnya Sumpah Palapa yang diucapkan oleh Gajah Mada yang
diucapkannya pada sidang Ratu dan Menteri-menteri pada tahun 1331 yang
berisi cita-cita mempersatukan seluruh nusantara
Sila keempat sebagai nilai-nilai musyawarah dan mufakat yang dilakukan
oleh sistim pemerintahan kerajaan Majapahit Menurut prasasti Brumbung
(1329) dalam tata pemerintahan kerajaan Majapahit terdapat semacam
penasehat kerajaan seperti Rakryan I Hino, I Sirikan dan I Halu yang berarti
memberikan nasehat kepada raja. Kerukuan dan gotong royong dalam
kehidupan masyarakat telah menumbuhkan adat bermusyawarah untuk
mufakat dalam memutuskan masalah bersama.
Sedangkan perwujudan sila kelima adalah sebagai wujud dari berdirinya
kerajaan beberapa abad yang tentunya ditopang dengan kesejahteraan dan
kemakmuran rakyatnya.

Berdasarkan uraian diatas dapat kita fahami bahwa zaman Sriwijaya dan
Majapahit adalah sebagai tonggak sejarah perjuangan bangsa Indonesia dalam
mencapai cita-citanya.
1. Era Pra Kemerdekaan
Dalam sidang Teiku Gikoi (Parlemen Jepang) pada tanggal 7 September
1944, perdana menteri Jepang Jendral Kuniaki Koisi, atas nama pemerintah
Jepang mengeluarkan janji kemerdekaan Indonesia yang akan diberikan pada
tanggal 24 Agustus 1945, sebagai janji politik. Sebagai realisasi janji ini, pada
tanggal 1 Maret 1945 Jepang mengumumkan akan dibentuknya Badan
Penyelidik Usaha-usaha Persiapan Kemerdekaan Indonesia (Dokuritsu Zyunbi
Tyoosakai / BPUPKI). Badan ini baru terbentuk pada tanggal 29 April 1945.
Badan Penyelidik Usaha-usaha Persiapan Kemerdekaan Indonesia
dilantik pada tanggal 28 Mei 1945, dengan Ketua Dr. KRT. Radjiman
Wedyodiningrat,
Adanya badan ini memungkinkan bangsa Indonesia dapat
mempersiapkan kemerdekaannya secara legal, untuk merumuskan syarat-syarat
apa yang harus dipenuhi sebagai negara yang merdeka. Oleh karena itu,
peristiwa ini dijadikan sebagai suatu tonggak sejarah perjuangan bangsa
Indonesia dalam mencapai cita-citanya.
Badan penyelidik ini mengadakan sidang hanya dua kali. Sidang pertama
pada tanggal 29 Mei sampai dengan 1 Juni 1945, sedangkan sidang kedua pada
tanggal 10 Juli sampai dengan 17 Juli 1945.
Pada sidang pertama pada tanggal 29 Mei 1945 , Mr. Muhammad Yamin
mengemukakan usul yang disampaikan dalam pidatonya yang berjudul asas dan
dasar negara Kebangsaan Indonesia :
1) Peri kebangsaan
2) Peri kemanusiaan
3) Peri Ketuhanan
4) Peri kerakyatan
5) Kesejahteraan rakyat.

Tangaal 31 Mei 1945 Prof.Dr. Soepomo mengusulkan perihal yang pada


dasarnya bukan dasar negara merdeka, akan tetapi tentang paham negaranya
yaitu negara yang berpaham integralistik. Adapun rancangan dasar negara oleh
Soepomo ialah :
1. Paham negara persatuan
2. Penghubungan negara dan agama
3. Sistem badan permusyawaratan
4. Sosialisme Negara
5. Hubungan antarbangsa

Selain itu, Prof.Dr.Supomo juga mengemukakan teori-teori negara, yaitu:


1. Teori negara perseorangan
2. Paham negara kelas
3. Paham negara integralistik

Pada hari berikutnya, tanggal 1 juni 1945 Ir. Soekarno juga mengusulkan
lima dasar bagi negara Indonesia. Lima dasar itu atas petunjuk seseorang ahli
bahasa yaitu Mr. M. Yamin. Lima dasar yang diajukan Bung Karno ialah
1. Nasinalisme (Kebangsaan Indonesia),
2. Internasionalisme atau perikemanusiaa,
3. Mufakat atau demokrasi,
4. Kesejahteraan sosial,
5. Ketuhanan yang Maha Esa (berkebudayaan) (kaelan,2000 :37-40)

Berdasarkan petunjuk seorang ahli bahasa, Ir. Soekarno menamakan


kelima sas itu Pancasila yang kemudian diusulkan sebagai dasar Negara
Indonesia.
BPUPKI juga membentuk Panitia kecil (Panitia Sembilan) dengan ketua
Ir. Soekarno. Pada tanggal 22 Juni 1945 BPUPKI menghasilkan rumusan yang
disebut Piagam Jakarta (Jakarta Charter). Di dalam alenia ke-4 Piagam Jakarta
dirumuskan lima asas Negara Indonesia Merdeka yaitu:
1.Ketuhanan dengan menjalankan syariat Islam bagi pemelik-pemeluknya.
2.Kemanusiaan yang adil dan beradab
3.Persatuan Indonesia
4.Kerkyatan yang dipimpin oleh hikmat dalam permusyawaratan/perwakilan
5.Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia

Mulai dari sidang pertama sampai akhir sidang BPUPKI kedua ini rumusan
Pancasila dalam sejarah perumusannya ada empat macam:
Rumusan pertama Pancasila adalah usul dari Muh. Yamin pada tanggal
29 Mei 1945
Rumusan kedua Pancasila adalah usul Muh. Yamin tanggal 29 Mei 1945,
yakni usul pribadi dalam bentuk tertulis,
Rumusan ketiga Pancasila usul bung Karno tanggal 1 Juni 1945, usul
pribadi dengan nama Pancasila,
Rumusan keempat Pancasila dalam piagam Jakarta tanggal 22 Juni 1945,
hasil kesepakatan bersama pertama kali.

Meskipun Pancasila secara formal belum menjadi dasar negara Indonesia,


namun unsur-unsur sila-sila Pancasila yang dimiliki bangsa Indonesia telah
menjadi dorongan perjuangan bangsa Indonesia pada masa silam. Pada saat
proklamasi, semua kekuatan dari berbagai lapisan masyarakat bersatu dan siap
mempertahankan serta mengisi kemerdekaan yang telah diproklamasikan. Oleh
karena itu, dapat dinyatakan bahwa Proklamasi Kemerdekaan 17 Agustus 1945
adalah revolusi Pancasila.

2. Era Orde Lama


Pada masa Orde lama, Pancasila dipahami berdasarkan paradigma yang
berkembang pada situasi dunia yang diliputi oleh tajamnya konflik ideologi.
Pada saat itu kondisi politik dan keamanan dalam negeri banyak diliputi oleh
kekacauan. Masa orde lama adalah masa pencarian bentuk implementasi
Pancasila terutama dalam sistem kenegaraan. Pancasila diimplementasikan
dalam bentuk yang berbeda-beda pada masa orde lama. Terdapat 3 periode
implementasi Pancasila yang berbeda, yaitu periode 1945-1950, periode 1950-
1959, dan periode 1959-1966.
Pada periode 1945-1950, implementasi Pancasila bukan saja menjadi
masalah, tetapi lebih dari itu ada upaya-upaya untuk mengganti Pancasila
sebagai dasar negara dengan faham komunis oleh PKI melalui pemberontakan di
Madiun tahun 1948 dan oleh DI/TII yang akan mendirikan negara dengan dasar
islam. Pada periode ini, nilai persatuan dan kesatuan masih tinggi ketika
menghadapi Belanda yang masih ingin mempertahankan penjajahannya di bumi
Indonesia. Namun setelah penjajah dapat diusir, persatuan mulai mendapat
tantangan. Dalam kehidupan politik, sila keempat yang mengutamakan
musyawarah dan mufakat tidak dapat dilaksanakan, sebab demokrasi yang
diterapkan adalah demokrasi parlementer, dimana presiden hanya berfungsi
sebagai kepala negara, sedang kepala pemerintahan dipegang oleh Perdana
Menteri. Sistem ini menyebabkan tidak adanya stabilitas pemerintahan.
Kesimpulannya walaupun konstitusi yang digunakan adalah Pancasila dan UUD
1945 yang presidensiil, namun dalam praktek kenegaraan system presidensiil tak
dapat diwujudkan.
Pada periode 1950-1959, walaupun dasar negara tetap Pancasila, tetapi
rumusan sila keempat bukan berjiwakan musyawarah mufakat, melainkan suara
terbanyak (voting). Sistem pemerintahannya yang liberal sehingga lebih
menekankan hak-hak individual. Pada periode ini persatuan dan kesatuan
mendapat tantangan yang berat dengan munculnya pemberontakan RMS, PRRI,
dan Permesta yang ingin melepaskan diri dari NKRI. Dalam bidang politik,
demokrasi berjalan lebih baik dengan terlaksananya pemilu 1955 yang dianggap
paling demokratis. Tetapi anggota Konstituante hasil pemilu tidak dapat
menyusun UUD seperti yang diharapkan. Hal ini menimbulkan krisis politik,
ekonomi, dan keamanan, yang menyebabkan pemerintah mengeluarkan Dekrit
Presiden 1959 untuk membubarkan Konstituante, UUD 1950 tidak berlaku, dan
kembali kepada UUD 1945. Kesimpulan yang ditarik dari penerapan Pancasila
selama periode ini adalah Pancasila diarahkan sebagai ideology liberal yang
ternyata tidak menjamin stabilitas pemerintahan.
Pada periode 1956-1965, dikenal sebagai periode demokrasi terpimpin.
Demokrasi bukan berada pada kekuasaan rakyat sehingga yang memimpin
adalah nilai-nilai Pancasila tetapi berada pada kekuasaan pribadi presiden
Soekarno. Terjadilah berbagai penyimpangan penafsiran terhadap Pancasila
dalam konstitusi. Akibatnya Soekarno menjadi otoriter, diangkat menjadi
presiden seumur hidup, politik konfrontasi, menggabungkan Nasionalis, Agama,
dan Komunis, yang ternyata tidak cocok bagi NKRI. Terbukti adanya
kemerosotan moral di sebagian masyarakat yang tidak lagi hidup bersendikan
nilai-nilai Pancasila, dan berusaha untuk menggantikan Pancasila dengan
ideologi lain. Dalam mengimplentasikan Pancasila, Bung Karno melakukan
pemahaman Pancasila dengan paradigma yang disebut USDEK. Untuk memberi
arah perjalanan bangsa, beliau menekankan pentingnya memegang teguh UUD
45, sosialisme ala Indonesia, demokrasi terpimpin, ekonomi terpimpin dan
kepribadian nasional. Hasilnya terjadi kudeta PKI dan kondisi ekonomi yang
memprihatinkan. Walaupun posisi Indonesia tetap dihormati di dunia
internasional dan integritas wilayah serta semangat kebangsaan dapat
ditegakkan. Kesimpulan yang ditarik adalah Pancasila telah diarahkan sebagai
ideology otoriter, konfrotatif dan tidak member ruang pada demokrasi bagi
rakyat.
Pada masa pemerintahan Orde Lama, kehidupan politik dan pemerintah
sering terjadi penyimpangan yang dilakukan Presiden dan juga MPRS yang
bertentangan dengan pancasila dan UUD 1945. Artinya pelaksanaan UUD1945
pada masa itu belum dilaksanakan sebagaimana mestinya. Hal ini terjadi karena
penyelenggaraan pemerintahan terpusat pada kekuasaan seorang presiden dan
lemahnya control yang seharusnya dilakukan DPR terhadap kebijakan-
kebijakan.

3. Era Orde Baru


Orde baru berkehendak ingin melaksanakan Pancasila dan UUD 1945
secara murni dan konsekuen sebagai kritik terhadap orde lama yang telah
menyimpang dari Pancasila. Diera Orde Baru, stabilitas dan pembangunan, serta
merta tidak lepas dari keberadaan Pancasila. Pancasila menjadi alat bagi
pemerintah untuk semakin menancapkan kekuasaan di Indonesia. Pancasila
begitu diagung-agungkan; Pancasila begitu gencar ditanamkan nilai dan
hakikatnya kepada rakyat; dan rakyat tidak memandang hal tersebut sebagai
sesuatu yang mengganjal.
Menurut Hendro Muhaimin bahwa Pemerintah di era Orde Baru sendiri
terkesan menunggangi Pancasila, karena dianggap menggunakan dasar negara
sebagai alat politik untuk memperoleh kekuasaan. Disamping hal tersebut,
penanaman nilai-nilai Pancasila di era Orde Baru juga dibarengi dengan praktik
dalam kehidupan sosial rakyat Indonesia. Kepedulian antarwarga sangat kental,
toleransi di kalangan masyarakat cukup baik, dan budaya gotong-royong sangat
dijunjung tinggi. Selain penanaman nilai-nilai tersebut dapat dilihat dari
penggunaan Pancasila sebagai asas tunggal dalam kehidupan berorganisasi, yang
menyatakan bahwa semua organisasi, apapun bentuknya, baik itu organisasi
masyarakat, komunitas, perkumpulan, dan sebagainya haruslah mengunakan
Pancasila sebagai asas utamanya.
Istilah terkenal pada Orde Baru adalah stabilitas politik yang dinamis
diikuti dengan trilogi pembangunan. Perincian pemahaman Pancasila itu
sebagaimana yang kita lihat dalam konsep P4 dengan esensi selaras, serasi dan
seimbang. Soeharto melakukan ijtihad politik dengan melakukan pemahaman
Pancasila melalui apa yang disebut dengan P4 (Pedoman Penghayatan dan
Pengamalan Pancasila) atau Ekaprasetia Pancakarsa. Itu tentu saja didasarkan
pada pengalaman era sebelumnya dan situasi baru yang dihadapi bangsa.

Pada awalnya P4 memang memberi angin segar dalam pengamalan


Pancasila, namun beberapa tahun kemudian kebijakan-kebijakan yang
dikeluarkan ternyata tidak sesuai dengan jiwa Pancasila. Walaupun terjadi
peningkatan kesejahteraan rakyat dan penghormatan dari dunia internasional,
Tapi kondisi politik dan keamanan dalam negeri tetap rentan, karena
pemerintahan sentralistik dan otoritarian. Pancasila ditafsirkan sesuai
kepentingan kekuasaan pemerintah dan tertutup bagi tafsiran lain. Demokratisasi
akhirnya tidak berjalan, dan pelanggaran HAM terjadi dimana-mana yang
dilakukan oleh aparat pemerintah atau negara. Pancasila seringkali digunakan
sebagai legimitator tindakan yang menyimpang. Ia dikeramatkan sebagai alasan
untuk stabilitas nasional daripada sebagai ideologi yang memberikan ruang
kebebasan untuk berkreasi. Kesimpulan, Pancasila selama Orde Baru diarahkan
menjadi ideology yang hanya menguntungkan satu golongan, yaitu loyalitas
tunggal pada pemerintah dan demi persatuan dan kesatuan hak-hak demokrasi
dikekang.

4. Era Reformasi
Memahami peran Pancasila di era reformasi, khususnya dalam konteks
sebagai dasar negara dan ideologi nasional, merupakan tuntutan hakiki agar
setiap warga negara Indonesia memiliki pemahaman yang sama dan akhirnya
memiliki persepsi dan sikap yang sama terhadap kedudukan, peranan dan fungsi
Pancasila dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara.
Pancasila sebagai paradigma ketatanegaraan artinya pancasila menjadi
kerangka berpikir atau pola berpikir bangsa Indonesia, khususnya sebagai dasar
negara ia sebagai landasan kehidupan berbangsa dan bernegara. Sebagai negara
hukum, setiap perbuatan baik dari warga masyarakat maupun dari pejabat-
pejabat harus berdasarkan hukum, baik yang tertulis maupun yang tidak tertulis.
Dalam kaitannya dalam pengembangan hukum, Pancasila harus menjadi
landasannya. Artinya hukum yang akan dibentuk tidak dapat dan tidak boleh
bertentangan dengan sila-sila Pancasila. Substansi produk hukumnya tidak
bertentangan dengan sila-sila pancasila.
Pancasila sebagai paradigma pembangunan bidang sosial politik
mengandung arti bahwa nilai-nilai Pancasila sebagai wujud cita-cita Indonesia
merdeka di implementasikan sebagai berikut :
Penerapan dan pelaksanaan keadilaan sosial ,politik, agama, dan ekonomi
Mementingkan kepentingan rakyat / demokrasi dalam pengambilan keputusan.
Melaksanakan keadilaan sosial dan penentuan prioritas kerakyatan
Dalam pelaksanaan pencapaian tujuan menggunakan pendekatan kemanusiaan
yang adil dan beradab.
Nilai-nilai keadilan, kejujuran, dan toleransi bersumber pada nilai ke Tuhanan
Yang Maha Esa.

Pancasila sebagai paradigma pembangunan nasional bidang kebudayaan


mengandung pengertian bahwa Pancasila adalah etos budaya persatuan, dimana
pembangunan kebudayaan sebagai sarana pengikat persatuan dalam masyarakat
majemuk. Oleh karena itu smeboyan Bhinneka Tunggal Ika dan pelaksanaan
UUD 1945 yang menyangkut pembangunan kebudayaan bangsa hendaknya
menjadi prioritas, karena kebudayaan nasional sangat diperlukan sebagai
landasan media sosial yang memperkuat persatuan. Dalam hal ini bahasa
Indonesia adalah sebagai bahasa persatuan.
Pancasila sebagai Paradigma Pembangunan Nasional Bidang Hankam,
maka paradigma baru TNI terus diaktualisasikan untuk menegaskan, bahwa TNI
telah meninggalkan peran sosial politiknya atau mengakhiri dwifungsinya dan
menempatkan dirinya sebagai bagian dari sistem nasional.
Pancasila sebagai Paradigma Ilmu Pengetahuan, dengan memasuki
kawasan filsafat ilmu (philosophy of science) ilmu pengetahuan yang diletakkan
diatas pancasila sebagai paradigmanya perlu difahami dasar dan arah
penerapannya, yaitu pada aspek ontologis, epistomologis, dan aksiologis.
Ontologis, yaitu bahwa hakikat ilmu pengetahuan aktivitas manusia yang tidak
mengenal titik henti dalam upayanya untuk mencari dan menemukan kebenaran
dan kenyataan. Ilmu pengetahuan harus dipandang secara utuh, dalam
dimensinya sebagai proses menggambarkan suatu aktivitas warga masyarakat
ilmiah yang melalui abstraksi, spekulasi, imajinasi, refleksi, observasi,
eksperimentasi, komparasi dan eksplorasi mencari dan menemukan kebenaran
dan kenyataan. Sebagai produk, adanya hasil yang diperoleh melalui proses,
yang berwujud karya-karya ilmiah beserta aplikasinya yang berwujud fisik
ataupun non fisik. Epistimologi, yaitu bahwa Pancasila dengan nilai-nilai yang
terkandung didalamnya dijadikan metode berpikir, dalam arti dijadikan dasar
dan arah didalam pengembangan ilmu pengetahuan yang parameter kebenaran
serta kemanfaatan hasil-hasil yang dicapainya adalah nilai-nilai yang terkandung
dalam pancasila itu sendiri. Aksilogis, yaitu bahwa dengan menggunakan
epistemologi tersebut diatas, pemanfaatan dan efek pengembangan ilmu
pengetahuan secara negatif tidak bertentangan dengan Pancasila dan secara
positif mendukung atau mewujudkan nilai-nilai ideal Pancasila.
Namun, di era reformasi ini Pancasila seakan tidak memiliki kekuatan
mempengaruhi dan menuntun masyarakat. Pancasila tidak lagi populer seperti
pada masa lalu. Elit politik dan masyarakat terkesan masa bodoh dalam
melakukan implementasi nilai-nilai pancasila dalam kehidupan berbangsa dan
bernegara. Pancasila memang sedang kehilangan legitimasi, rujukan dan elan
vitalnya. Sebab utamannya karena rejim Orde Lama dan Orde Baru
menempatkan Pancasila sebagai alat kekuasaan yang otoriter.
Terlepas dari kelemahan masa lalu, sebagai konsensus dasar dari
berdirinya bangsa ini, yang diperlukan dalam konteks era reformasi adalah
pendekatan-pendekatan yang lebih konseptual, komprehensif, konsisten,
integratif, sederhana dan relevan dengan perubahan-perubahan yang terjadi
dalam kehidupan masyarakat, bangsa dan negara.

DAFTAR PUSTAKA

BUKU
Darmodihardjo, D. (1978). Orientasi Singkat Pancasila. Jakarta: PT Gita Karya.

Dodo, S. d. (2010). Konsistensi Nilai-Nilai Pancasila dalam UUD 1945 dan Implementasinya.
Yogyakarta: PSP-Presss.

Fauzi, N. A. (2013). Pendidikan Pancasila. Universitas Mercu Buana.

Kaelan. (2000). Pendidikan Pancasila,Paradigma. Yogyakarta.

Listryarti, R. (t.thn.). Pendidikan Kewarganegaraan SMA 3. 2007: Esis.

Lisyarti, R. (2009). Pendidikan Kewarganegaraan 2. Erlangga.


INTERNET
_____.2013. http://www.scribd.com/doc/33589885/Pancasila-Dalam-3-Orde-Kepemimpinan ,
diakses 8 September 2014

Rohim,Abdur.2013. http://rohimzoom.blogspot.com/2013/11/pancasila-dalam-kajian-sejarah-
bangsa.html , diakses 8 September 2014

____.2000. http://id.wikipedia.org/wiki/Pancasila , diakses 9 September 2014

E-Learning Universitas
Gunadama..http://elearning.gunadarma.ac.id/docmodul/pendidikan_pancasila/bab1-
pendahuluan.pdf , diakses 10 September 2014

Anda mungkin juga menyukai